"Apa yang sebenarnya terjadi ?" selidik Sir Milan pada viscount yang sedang gemetar ketakutan di depannya. "Ti- tidak ada apapun yang terjadi. Se- semuanya masih dalam kendali," jawab viscount itu ragu-ragu."Ruangan balai kota yang porak-poranda, tahanan yang kabur, dan keributan di seluruh kota? Aku tidak melihat ada kendali di aspek manapun?" ketus Sir Milan. Seorang prajurit bawahan Sir Milan datang melapor. Dia turun dari kudanya dan memberi hormat. "Kota dalam kekacauan Sir! Banyak warga yang marah akibat dentang lonceng yang berlebihan dan rumor soal tahanan yang kabur," lapor prajurit itu."Ti- tidak ada tahanan yang kabur!" semprot viscount dengan nyaring, hingga kumis melintangnya bergetar dengan hebat. "Siapa yang berani mengabarkan ada tahanan kabur? Cepat! Kabarkan pada warga berita sebenarnya!" suara melengking viscount memecah keramaian.Seorang petani yang nampaknya kepala keluarga datang dengan lima anaknya. Anak termuda berumur sekitar dua belas tahun dan membawa p
“Kau benar-benar gila Paman. Kau mengelabui pasukan penjaga tadi sore, dan malam ini kau membodohi seluruh Kota Chartania,” puji Grunt dengan setulus hati. “Tak kusangka pengalaman debutku adalah menghindari kejaran warga kota yang marah. Tak ada darah yang kutumpahkan di debutku. Benar-benar operasi bersih kali ini."Teringat jelas dalam memori Grunt, betapa dia siap mempertaruhkan nyawa dalam misi pertamanya. Sebuah misi penyelamatan terpidana mati yang akan ditukar dengan ketuanya. Berapapun musuh yang datang, tak akan ragu dia menghadapinya. Demi ketua yang dihormati, terlebih lagi demi orang yang pernah menyelamatkan keluarganya. Sekilas senyum menghiasi wajah polosnya, teringat Jaeger berteriak memancing keributan. "Tolong-tolong! Ada tahanan kabur!" dengan akting yang sempurna dia menunjuk arah kereta Speed yang menerobos penjagaan. Prajurit itu benar-benar percaya. Mereka dengan tulus mengejar dan membuat keributan yang lebih besar lagi. Sangat mulia dan penuh tanggung jaw
"Hahaha … Stonehead apa sekarang boleh aku nyatakan kau menjadi si nomor dua?" koar Cedric dengan puas. "Kau kalah telak dengan istrimu sendiri. Dialah yang layak menjadi si nomor satu.""Diam kau si nomor lima … kalau aku jadi nomor dua, berarti kau turun lagi satu peringkat. Hohohoho," balas Stonehead, dengan melupakan niat perdamaiannya. "Apa?! Kau ini pikun atau bagaimana? Festival kemarin jelas-jelas aku ini peringkat tiga, meskipun aku tidak dalam kondisi terbaikku," sengat Cedric, yang sangat terusik harga dirinya."Ya. Itu tahun lalu. Tahun ini kau akan jadi si nomor empat. Crack dari desa kami akan jadi si nomor dua. Aku sudah melatihnya secara rahasia. Khusus untuk mengganjal langkah kalian para militer, di festival tahun ini," ungkap Stonehead, membuka senjata rahasianya sendiri. "Hohoho … kau tidak menyangka, kan?"Mendengar kata festival, nafsu berdebat Cedric langsung menghilang. "Ah …. festival kali ini aku mungkin tak bisa ikut. Raja … ah … lupakan," tepis Cedric de
"Aku anak terkutuk yang beruntung, hosh … hosh … aku pasti akan membalas hinaan dan cacian keluargaku yang menyebutku 'anak terkutuk' tekadku sudah bulat!" Vincent membaringkan tubuhnya di atas rerumputan hijau menyegarkan yang embun kelembutannya tak bisa meredakan kemarahan pelarian itu. Slim berjalan mendekat dari arah sebuah sungai kecil. Dia membawa kantung air yang terbuat dari kulit dan menawarkan pada Oscar. "Minumlah ini kawan, sementara hanya ini yang ada."Oscar menerimanya dan minum seteguk air. "Terimakasih kawan, entah apa jadinya kita tanpamu," Oscar memberikan kantung air itu pada Vincent.Dengan lahap Vincent minum sepuasnya dan menghabiskan air itu untuk mencuci mukanya. "Ah … segar … rasa sebuah kebebasan … hahahaha!" Dilemparnya kantung itu secara sembarangan. Raut wajah Oscar sedikit berubah, dia sedikit kurang cocok dengan kawan barunya ini. Dia bangkit berdiri, mengambil kantung itu dan berjalan menuju sungai. Ada perasaan sesak yang memenuhi dadanya, perasaan
"Kita beristirahat disini," kata Jaeger. "Perbanku perlu diganti. Periksa juga tahanan itu, jangan sampai kita malah mempercepat jadwal eksekusinya.""Sepertinya ini yang dimaksud dengan Mata Air Rusa. Air mengalir tanpa henti, layak untuk diminum," kata Jaden, sambil bergegas turun dari kuda dan mengambil air."Hei … hentikan! Jangan langsung diberi minum," Fritz menahan tangan Jaden. "Biarkan dia berbaring tenang dulu, tunggu beberapa saat, baru beri dia minum. Air itu dingin sekali."Jaden tidak membantah perkataan Fritz. Selama perjalanan bersama, banyak hal yang dipelajarinya dari kelompok ini. Hal-hal yang tidak pernah didapatkan dari ruang pelatihan.Dengan sabar dia menurunkan Jovan yang lemas dari punggung kuda. Diraba dan dirasakannya suhu tubuh sahabatnya itu. "Panas, badannya terasa panas sekali!" teriaknya panik.Fritz bergegas memeriksa keadaan Jovan. Dilihatnya kain perban yang telah berubah warna. Dia membuka kelopak mata Jovan, dan melihat sinar kehidupan yang meredup
"Apa maksudmu dengan memikirkan kembali?" sentak tetua pada Stonehead. "Kita sudah sejauh ini, semua sudah sepakat untuk menyucikan orang terkutuk ini. Penyucian ini harus dilakukan agar roh jahat itu kembali ke dasar danau.""Ini menyangkut nyawa seseorang, tetua. Tolong pertimbangkan lagi," mohon Stonehead."Kau ini seperti orang yang tak pernah membunuh musuh. Cara bicaramu jadi semakin mirip dengan temanmu yang dari kota itu," sengat seorang tetua lainnya."Apa kalian pernah bertemu roh jahat itu?" Seperti apa bentuknya?" tanya Stonehead, mengulang pertanyaan Cedric tadi malam."Kami tidak pernah melihatnya," kata Tetua Mayland, pemimpin dari para tetua. "Tidak pernah melihat, bukan berarti tidak ada. Sama seperti udara, tak bisa dilihat tapi tak bisa diingkari.""Betul-betul, tetua sungguh bijak," jilat seorang tetua. "Sudah turun temurun kita tinggal di sini. Pendahulu mengajarkan demikian, tentunya itu untuk kebaikan kita.""Bagaimana jika pendahulu ternyata salah?" Bagaimana j
Kedua kubu sudah saling berhadapan. Fritz dan Jaden menghunus pedang masing-masing. Grunt terlihat lega melihat kedatangan mereka. Terengah-engah dan penuh emosi karena terlambat datang. Crack yang merasa sebagai pemimpin baru keamanan desa, merasa perlu untuk menegaskan statusnya di pagi itu."Beraninya kalian mengacau di hari sepagi ini. Apa kalian tak tahu, wilayah ini di bawah kekuasaanku!, Crack yang akan mengalahkan Stonehead?" gertak Crack penuh emosi. Jaden tentu pernah mendengar nama Stonehead. Dia pernah melihatnya di turnamen tahun lalu. Saat Stonehead mengklaim diri sebagai yang terkuat di Carthania dengan mengalahkan Sir Milan. Sedangkan untuk nama Crack, dia sama sekali belum pernah mendengarnya.Crack yang baru saja mengepakkan sayapnya, tentu sudah berharap untuk terbang tinggi di langit. Dia butuh sebuah legitimasi, dan dua orang di depannya ini sangat cocok untuk menjadi batu loncatan prestasi pertamanya.Melihat dua orang berpedang yang sedang mengancam seorang pr
"Diam kau bedebah! Jangan menangis," bentak seorang tetua. Dia melihat situasi yang janggal di hadapannya. Empat orang warga desanya menjadi tawanan orang-orang tak dikenal. Warga Desa Red Smithy terkenal pemberani. Jangankan bandit biasa, beruang yang tak bisa diajak berdiskusi pun mereka tak pernah gentar menghadapinya."Tinggalkan mereka, dan potong kaki kalian sendiri. Kami akan menganggap kejadian ini tak pernah terjadi," saran tetua itu demi kebaikan mereka bersama."Jleb! … Argh!" suara jeritan pemuda yang kakinya ditusuk dengan pisau Jaeger, menjadi jawaban dari mereka."Brengsek! Beraninya kalian!" suara solidaritas warga mendengar jerit kesakitan itu. Mereka marah dan menjadi peduli mengetahui seorang warganya telah terluka, tapi tak peduli dengan nyawa orang yang tidak ada hubungannya dengan mereka.Solidaritas itu sekejap menjadi kekacauan penuh ambisi membalaskan dendam dan penyelamatan. Mereka merangsek maju dan bermaksud mengepung kawanan bandit itu. Hanya Stonehead