"Duraaaant! Lawan aku bedebah! Hector! Aku pasti balas dendam!" pekik Jaden murka."Klang!" suara jeruji besi dipukul."Tutup mulutmu brengsek! Tak bisakah kau mati saja dengan diam," Seorang prajurit yang muak mendengar ratapan, tangisan dan teriakan Jovan, akhirnya mengambil sebuah tindakan untuk mengakhiri gangguan suara itu. "Kau terlalu cerewet untuk orang yang akan mati.""Aku tidak akan mati! Aku akan hidup dan menyeret penjahat sebenarnya. Aku tak bersalah! Aku ingin hidup!" Jovan berteriak dan menangis putus asa. Prajurit itu masuk kedalam sel Jovan dan memberinya sebuah pukulan yang menenangkan. "Ah … Kau terlalu banyak minum minuman ini rupanya."Prajurit itu tersenyum tamak dan mengambil minuman golden key, yang ditinggalkan Cedric. "Lho … masih utuh. Ini minuman mahal. Sebuah pemborosan memberikan ini padamu, lebih baik ini buat kami. Ha..ha..ha.. anggaplah ini perbuatan baikmu yang terakhir," ejek prajurit itu."Ambil … ambil semuanya, aku hanya ingin hidup!" Jovan ber
Viscount Gerald terguncang jiwanya ketika melihat kekacauan di balai kota. Prajuritnya banyak yang tak sadarkan diri dan cedera. Perabotan berjatuhan, pecahan kaca berhamburan dan kertas-kertas dokumen berserakan, bercampur dengan segala macam barang. "Siapa yang melakukan kekacauan ini?"Didekat sebuah vas bunga, tak sengaja dia melihat selembar kertas yang sangat dikenalnya. Tangannya bergetar ketika membaca kertas dengan cap segel gubernur provinsi. "Duke Robert Callahan ternyata belum menandatangani surat rekomendasi kepindahanku ke provinsi. Bila dia mendengar tentang kejadian disini, maka akan semakin berkurang penilaiannya padaku," Disimpannya surat itu di balik jaketnya. Viscount Gerald berjalan hilir mudik, menunggu bawahannya ada yang bisa memberi keterangan yang memuaskan. Dia segera berlari keluar ketika melihat dua orang nampak berdebat diluar halaman balaikota.Letnan yang memakai kode nama chef itu tampak murka dan membanting sebuah gulungan kertas. "Apa maksudmu deng
"Sayang ini belum musim jamur merang. Daging rusa ini akan lezat bila dibuat sup dengan jamur," ujar Stonehead sambil mengiris daging rusa menjadi beberapa potongan besar. "Tapi, bagaimana kau bisa tau kalau orang ini bisa berada di sini? Apa kau ini punya cermin penyihir?" tanya Stonehead serius pada Cedric."Hahaha … tidak perlu cermin penyihir. Kalian sendiri yang sesungguhnya memberitahukan hal itu padaku," Cedric tertawa melihat wajah serius kawannya itu. "Siapa orang bermulut panjang di desa ini? Aku berada di luar rumah sepanjang hari untuk membelah kayu. Tak ada yang seorang pun yang berkata akan pergi ke kota!". Stonehead marah dan menancapkan pisaunya ke potongan daging terbesar."Laporan harian prajurit. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada laporan serangan beruang di desa yang penuh ketidakwajaran ini," ungkap Cedric tenang. “Aku membaca laporannya tadi pagi.”"Anak kecil, wanita, tua dan muda di desa ini, seingatku tak ada yang berteriak ketakutan ketika bertemu b
"Kalian yakin tidak perlu makan malam dulu?" tahan si tuan rumah. “Perjalanan kalian masih cukup jauh. Lagipula ada orang yang terluka parah, apa tak sebaiknya bersembunyi dulu di sini,” saran tuan rumah."Tidak. Terimakasih. Semakin lama kami berada di sini, semakin membahayakan untuk keluargamu. Kami harus pergi secepat mungkin menuju tempat persembunyian kuda-kuda kami," tepis Jaeger sopan. “Persiapkan semuanya! Sebentar lagi kita harus berangkat,” perintahnya pada kelompok itu.“Bawa roti secukupnya dan air beberapa botol, serta kain perban dan obat luka. Jangan lupakan senjata masing-masing,” Jaeger mengikat sepatunya erat-erat dan mengencangkan perisai di punggungnya.Dia berjalan menuju tumpukan jerami dan mengambil segenggam. “Nah! Ayo kita ambil undiannya,” ajaknya.Grunt maju dengan gagah dan tertawa. “Aku yang paling muda di persaudaraan ini, tak perlu undian, biar aku yang menggendong tahanan sekarat ini.” Jovan menoleh lemah melihat wajah-wajah yang tak pernah dikenalny
"Apa yang sebenarnya terjadi ?" selidik Sir Milan pada viscount yang sedang gemetar ketakutan di depannya. "Ti- tidak ada apapun yang terjadi. Se- semuanya masih dalam kendali," jawab viscount itu ragu-ragu."Ruangan balai kota yang porak-poranda, tahanan yang kabur, dan keributan di seluruh kota? Aku tidak melihat ada kendali di aspek manapun?" ketus Sir Milan. Seorang prajurit bawahan Sir Milan datang melapor. Dia turun dari kudanya dan memberi hormat. "Kota dalam kekacauan Sir! Banyak warga yang marah akibat dentang lonceng yang berlebihan dan rumor soal tahanan yang kabur," lapor prajurit itu."Ti- tidak ada tahanan yang kabur!" semprot viscount dengan nyaring, hingga kumis melintangnya bergetar dengan hebat. "Siapa yang berani mengabarkan ada tahanan kabur? Cepat! Kabarkan pada warga berita sebenarnya!" suara melengking viscount memecah keramaian.Seorang petani yang nampaknya kepala keluarga datang dengan lima anaknya. Anak termuda berumur sekitar dua belas tahun dan membawa p
“Kau benar-benar gila Paman. Kau mengelabui pasukan penjaga tadi sore, dan malam ini kau membodohi seluruh Kota Chartania,” puji Grunt dengan setulus hati. “Tak kusangka pengalaman debutku adalah menghindari kejaran warga kota yang marah. Tak ada darah yang kutumpahkan di debutku. Benar-benar operasi bersih kali ini."Teringat jelas dalam memori Grunt, betapa dia siap mempertaruhkan nyawa dalam misi pertamanya. Sebuah misi penyelamatan terpidana mati yang akan ditukar dengan ketuanya. Berapapun musuh yang datang, tak akan ragu dia menghadapinya. Demi ketua yang dihormati, terlebih lagi demi orang yang pernah menyelamatkan keluarganya. Sekilas senyum menghiasi wajah polosnya, teringat Jaeger berteriak memancing keributan. "Tolong-tolong! Ada tahanan kabur!" dengan akting yang sempurna dia menunjuk arah kereta Speed yang menerobos penjagaan. Prajurit itu benar-benar percaya. Mereka dengan tulus mengejar dan membuat keributan yang lebih besar lagi. Sangat mulia dan penuh tanggung jaw
"Hahaha … Stonehead apa sekarang boleh aku nyatakan kau menjadi si nomor dua?" koar Cedric dengan puas. "Kau kalah telak dengan istrimu sendiri. Dialah yang layak menjadi si nomor satu.""Diam kau si nomor lima … kalau aku jadi nomor dua, berarti kau turun lagi satu peringkat. Hohohoho," balas Stonehead, dengan melupakan niat perdamaiannya. "Apa?! Kau ini pikun atau bagaimana? Festival kemarin jelas-jelas aku ini peringkat tiga, meskipun aku tidak dalam kondisi terbaikku," sengat Cedric, yang sangat terusik harga dirinya."Ya. Itu tahun lalu. Tahun ini kau akan jadi si nomor empat. Crack dari desa kami akan jadi si nomor dua. Aku sudah melatihnya secara rahasia. Khusus untuk mengganjal langkah kalian para militer, di festival tahun ini," ungkap Stonehead, membuka senjata rahasianya sendiri. "Hohoho … kau tidak menyangka, kan?"Mendengar kata festival, nafsu berdebat Cedric langsung menghilang. "Ah …. festival kali ini aku mungkin tak bisa ikut. Raja … ah … lupakan," tepis Cedric de
"Aku anak terkutuk yang beruntung, hosh … hosh … aku pasti akan membalas hinaan dan cacian keluargaku yang menyebutku 'anak terkutuk' tekadku sudah bulat!" Vincent membaringkan tubuhnya di atas rerumputan hijau menyegarkan yang embun kelembutannya tak bisa meredakan kemarahan pelarian itu. Slim berjalan mendekat dari arah sebuah sungai kecil. Dia membawa kantung air yang terbuat dari kulit dan menawarkan pada Oscar. "Minumlah ini kawan, sementara hanya ini yang ada."Oscar menerimanya dan minum seteguk air. "Terimakasih kawan, entah apa jadinya kita tanpamu," Oscar memberikan kantung air itu pada Vincent.Dengan lahap Vincent minum sepuasnya dan menghabiskan air itu untuk mencuci mukanya. "Ah … segar … rasa sebuah kebebasan … hahahaha!" Dilemparnya kantung itu secara sembarangan. Raut wajah Oscar sedikit berubah, dia sedikit kurang cocok dengan kawan barunya ini. Dia bangkit berdiri, mengambil kantung itu dan berjalan menuju sungai. Ada perasaan sesak yang memenuhi dadanya, perasaan