"Wih, lihat nih, siapa yang datang?"
Salsa menyambut Savira dengan ejekan yang membuat Savira kesal dengan wanita itu dan membuat Savira memberengut kesal
Savira kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi samping Salsa. Kantin kantor terlihat ramai hari ini, tidak seperti biasanya.
"Apa sih, Sal?" Protes Savira.
Wanita itu meraih sebotol mineral di atas meja, membukanya lalu meminum botol itu. Hari ini, pekerjaan Savira sangat banyak sampai wanita itu kewalahan.
"Eh, si ganteng mana?"
Pertanyaan Salsa membuat Savira mengernyit heran, kemudian wanita itu bertanya, "Si ganteng siapa?"
Sementara Salsa, dia mendengus.
"Anak kamu lah," jawab Salsa ketus.
"Sekolah," sahut Savira seraya mencomot batagor milik Salsa.
"Batagor aku itu, beli sendiri sana," protes Salsa. Savira memang suka s
"Halo, Pak?"Savira meletakkan ponselnya di telinga kiri saat ada panggilan masuk dari Axel."Kamu di mana?" Tanya Axel di seberang sana.Savira yang tengah berada di kantin bersama Salsa pun melirik Salsa yang tengah senyum-senyum tak jelas. Savira tahu, temannya ini pasti berniat menggodanya mengingat kejadian kemarin. Wanita itu mencibir, mencibir kelakuan Salsa yang sama sekali tak berubah semenjak mereka pertama kali bertemu dan berteman.Savira masih belum menjawab, membuat Axel yang di seberang sana memberengut kesal."Kamu di mana sih?"Savira memasukkan sesendok nasi kuning ke mulutnya, mengunyah sambil menjawab pertanyaan Axel."Lagi di kantin."Sebenarnya Axel sudah tahu saat dia mendengar suara decakan dari Savira, wanita itu pasti ada di kantin.Di tempatnya, Axel melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sekarang memang sedang jam istirahat karyawannya termasuk Savira dan sudah pasti wani
"Raka malam ini Mama titip sama nenek, yah?" Tanya Savira meminta persetujuan dari anaknya. Sementara Raka yang tengah menonton kartun favoritnya langsung menoleh pada Savira. Anak laki-laki itu mengambil remot di meja, menekan tombol merah di remot itu, mematikan televisi. "Memangnya Mama mau kemana?" Mendengar pertanyaan anaknya, Savira jadi menyimpulkan kalau anaknya tidak akan mengizinkan dia untuk keluar malam. Dulu Savira pernah akan keluar malam bersama Axel untuk menemani Axel ke pesta ulang tahun perusahaan salah satu teman Axel, tapi urung kala Raka malah demam. "Papa ngajakin Mama keluar," jawab Savira. Raka membulatkan mulutnya, ber-oh ria. Anak itu menyimpulkan kalau mama dan papanya akan pergi jalan-jalan, bermalam minggu seperti anak-anak jaman sekarang, mengingat besok adalah hari Minggu. "Mama sama Papa mau dinner di luar?"
Axel bertanya, "Ngapain kamu natap saya kayak gitu?"Savira masih belum menjawab, tapi masih tetap menatap Axel tajam."Oh, saya tahu, kamu kayak gini pasti karena Mama saya hampir ikut kan?" Celetuk Axel. "Tenang aja, Mama saya juga gak jadi ikut," sambung pria itu."Bapak kenapa ngajarin kata-kata yang gak baik buat Raka?""Kata-kata apa?"Hah? Pria itu masih saja bertanya kata-kata apa?"Dinner, kencan, Bapak kenapa ngajarin Raka ngomong gitu sih?""Savira, saya gak ngerti kamu ngomong apa?""Intinya, Raka jadi tahu kata dinner
"Savira, saya hari ini ada urusan penting di luar, kamu boleh pulang lebih dulu," kata Axel. Savira yang tadi sibuk dengan layar komputer di depannya pun mendongakkan kepalanya, menatap Axel dengan kening mengernyit. Tumben sekali Axel pergi tanpa mengajaknya, biasanya sepenting apa pun urusan pria itu, pasti selalu mengajaknya. Wanita itu berpikir, kalau Axel ada urusan penting seperti ini, jangan-jangan Axel memiliki urusan penting bersama wanita bernama Vina itu. Jangan-jangan keduanya sebenarnya memiliki hubungan khusus, hanya saja Axel tidak menampakkan pada Savira. "Mau kemana, Pak? Urusan apa emangnya?" Axel tersenyum jail, dia mengerling saat mendengar pertanyaan Savira. "Kenapa? Kamu mau ikut?" "Hah? Saya kan cuma nanya doang," ujar Savira ketus. "Hari ini ada pesta bujang bareng teman-teman saya, kenapa? Kamu mau ikut?" Savira meneguk ludahnya kasar. Pesta bujang? Mana mungkin dia ikut, sudah pasti di sana isi
Axel mondar-mandir sejak tadi karena Savira tak membalas pesannya. Pria itu jadi khawatir terjadi sesuatu pada Savira, apalagi kata wanita itu kalau dia di tempat yang sama sekali tak ada bengkel. Ingin memesankan wanita itu ojek online tapi dia tak tahu di mana lokasi Savira sekarang ini.Oh, Tuhan, Axel benar-benar khawatir. Pria itu jadi tak fokus dan tak dengar apa-apa, apalagi saat ditanya oleh temannya."Lo kenapa?"Ezra—temannya yang baru saja menikah kemarin itu—bertanya, tapi sama sekali tak dijawab Axel. Tapi, ketika yang bertanya padanya ada Rendra, Axel mendengarnya."Lo kenapa, Xel?"Axel menoleh, menatap tajam pada pria yang sama sekali tak Axel tegur semenjak delapan tahun yang lalu. Romi menyenggol kaki Rendra. Kelima teman Axel sama sekali tidak tahu apa penyebab Axel marah besar dengan Rendra, tapi sudah delapan tahun ini Axel tak menegur Rendra."Xel," panggil Bobi "Kenapa sih lo?" Imbuhnya."Ez, nih pes
"Kamu sama Pak Axel ada hubungan apa?" Tanya Reza.Pria itu duduk di samping Savira yang kini tengah sibuk dengan ponselnya. Mungkin saja wanita itu sedang bertukar pesan dengan Axel, pikir Reza.Savira menoleh, lalu mematikan ponselnya dan menyimpannya dalam tas. Wanita itu tersenyum manis, semua orang di kantor pasti menduga kalau dia dan Axel memiliki hubungan spesial, padahal sebenarnya dia dan Axel hanya sebatas atasan dan bawahan, kalau pun itu mereka punya hubungan, itu hanya sebatas sebagai mama dan papa Raka."Enggak ada, cuma sebatas atasan dan bawahan," jawab Savira.Reza menggaruk hidungnya, masih sangat banyak yang ingin dia tanya pada wanita itu. Misalnya, bagaimana perasaan wanita itu pada atasan mereka?
"Dari mana aja sih kamu? Jam segini baru pulang."Baru saja pria itu sampai dan masuk di rumah, dia sudah mendapatkan omelan dari mamanya yang pastinya akan berhenti sampai besok pagi. Axel menggaruk keningnya karena tahu dia salah tak memberi kabar kalau dia akan pulang lama, pria itu malah asyik makan berdua dengan Savira walau tak ada yang mereka bicarakan. Setidaknya Axel sudah merasakan makan hanya berdua saja dengan Savira tanpa adanya gangguan dari siapa pun itu."Habis nganterin Savira pulang, Ma," sahut Axel seraya berjalan menuju sofa.Pria itu tahu, mamanya akan luluh jika dia membawa nama mantan menantu mamanya itu dan benar saja, wajah Jeslyn yang tadinya garang berubah menjadi manis kala mendengar nama Savira."Kamu sama dia habis kencan?" Tanya Jeslyn dengan mata berbinar-binar.Wanita paruh baya itu menatap Axel dengan penuh harap, berharap anaknya menjawab 'ya' kalau dia dan Savira baru saja selesai berkencan.Tak kunjung me
Ponselnya berdering, Axel melihat pada layar benda pipih itu dan di sana tertuliskan nama Ron. Tahu apa yang akan dibahas Ron, Axel secepatnya mengangkat panggilan dari Ron. "Bagaimana?" Tanya Axel. Nada suara pria itu berubah menjadi datar dan sangat dingin, membuat Ron di seberang sana bergidik. Pria itu jadi takut mengatakan sesuatu pada Axel. "Saya harap, apa yang kamu sampaikan itu baik." Ron meringis mendengarnya. Karena apa yang akan dia sampaikan pada Axel tidak sesuai dengan apa yang diinginkan Axel. Sementara Axel, pria itu diam, jari-jemarinya sibuk di atas keyboard, mengetik huruf demi huruf di sana. "Maaf, Pak, pe