"Kamu sama Pak Axel ada hubungan apa?" Tanya Reza.
Pria itu duduk di samping Savira yang kini tengah sibuk dengan ponselnya. Mungkin saja wanita itu sedang bertukar pesan dengan Axel, pikir Reza.
Savira menoleh, lalu mematikan ponselnya dan menyimpannya dalam tas. Wanita itu tersenyum manis, semua orang di kantor pasti menduga kalau dia dan Axel memiliki hubungan spesial, padahal sebenarnya dia dan Axel hanya sebatas atasan dan bawahan, kalau pun itu mereka punya hubungan, itu hanya sebatas sebagai mama dan papa Raka.
"Enggak ada, cuma sebatas atasan dan bawahan," jawab Savira.
Reza menggaruk hidungnya, masih sangat banyak yang ingin dia tanya pada wanita itu. Misalnya, bagaimana perasaan wanita itu pada atasan mereka?
"Dari mana aja sih kamu? Jam segini baru pulang."Baru saja pria itu sampai dan masuk di rumah, dia sudah mendapatkan omelan dari mamanya yang pastinya akan berhenti sampai besok pagi. Axel menggaruk keningnya karena tahu dia salah tak memberi kabar kalau dia akan pulang lama, pria itu malah asyik makan berdua dengan Savira walau tak ada yang mereka bicarakan. Setidaknya Axel sudah merasakan makan hanya berdua saja dengan Savira tanpa adanya gangguan dari siapa pun itu."Habis nganterin Savira pulang, Ma," sahut Axel seraya berjalan menuju sofa.Pria itu tahu, mamanya akan luluh jika dia membawa nama mantan menantu mamanya itu dan benar saja, wajah Jeslyn yang tadinya garang berubah menjadi manis kala mendengar nama Savira."Kamu sama dia habis kencan?" Tanya Jeslyn dengan mata berbinar-binar.Wanita paruh baya itu menatap Axel dengan penuh harap, berharap anaknya menjawab 'ya' kalau dia dan Savira baru saja selesai berkencan.Tak kunjung me
Ponselnya berdering, Axel melihat pada layar benda pipih itu dan di sana tertuliskan nama Ron. Tahu apa yang akan dibahas Ron, Axel secepatnya mengangkat panggilan dari Ron. "Bagaimana?" Tanya Axel. Nada suara pria itu berubah menjadi datar dan sangat dingin, membuat Ron di seberang sana bergidik. Pria itu jadi takut mengatakan sesuatu pada Axel. "Saya harap, apa yang kamu sampaikan itu baik." Ron meringis mendengarnya. Karena apa yang akan dia sampaikan pada Axel tidak sesuai dengan apa yang diinginkan Axel. Sementara Axel, pria itu diam, jari-jemarinya sibuk di atas keyboard, mengetik huruf demi huruf di sana. "Maaf, Pak, pe
Holla.... Pertama-tama, aku sebagai author Balikan Dengan Mantan mengucapkan terima kasih untuk para pembaca Balikan Dengan Mantan. Terima kasih juga dengan apresiasinya sehingga cerita ini semakin banyak yang baca dan semoga pembaca cerita ini semakin bertambah. Amiin... Kedua mohon maaf jika seandinya ada part yang tidak sesuai, contohnya seperti part Prolog yang isinya ternyata part bertemu dan part Bertemu yang isinya ternyata part prolog. Ada juga part kecewa yang ternyata update dua kali, dan ada part yang gak ke update,, maklum yah aku updatenya lewat hp kadang di hp emang gitu. (Doain dapat rejeki dan bisa beli hp baru dan laptop) Ketiga, mulai hari ini, aku bakal perbaiki setiap part di cerita Balikan dengan Mantan jadi ditunggu yah? (Semoga bisa, soalnya tadi setiap aku revisi gak bisa-bisa) Keempat, selalu tunggu update-an dari author karena cerita ini bakal update sampai akhir kok
Holla.... Mohon maaf beberapa hari ini aku gak update dan mungkin masih belum bisa update. Pertama, aku kurang sehat, akhir-akhir ini sering gak enak badan bahkan ngantuk banget lantaran kecapean. Kedua, sekarang minggu-minggu terakhir KKN buat aku semakin sibuk. Ketiga, aku mau minta maaf sebesar-besarnya kalau dari tanggal 23-31 Desember aku gak bakal update dulu karena aku bakal selesaikan laporan KKN aku secepatnya. Keempat, bersabar menunggu tanggal 1 Januari tahun depan untuk update part terbaru dari Balikan Dengan Mantan, akan ada banyak kekonyolan-kekonyolan Axel menunggu kalian. Kelima, ajak teman-teman kalian untuk baca Balikan Dengan Mantan Terakhir, selalu jaga kesehatan dan patuhi protokol kesehatan Sampai bertemu tahun depan Bye bye &nbs
"Kita pulang," ajak Axel.Savira pun mengangguk, matanya sudah sembab lantaran menangis tadi di dalam lift. Wanita itu ketakutan, membuatnya jadi teringat dengan masa lalu saat dia juga terjebak di lift seorang diri tanpa ada yang mengetahuinya dan baru bisa keluar pagi harinya.Axel memegang bahu Savira, melepaskan pelukan mereka. Dia menatap mata Savira yang sembab, pasti karena tadi Savira menangis terlalu lama di dalam lift. Axel menggeram, kenapa dia harus melihat Savira menangis lagi? Kapan Axel bisa membuat Savira bahagia?Tanpa memedulikan karyawannya, Axel menggendong Savira bridal style, berniat membawa Savira memasuki lift, tapi urung kala Savira memeluk lehernya erat bahkan sampai mencengkeram pundaknya."Tenang, gak pa-pa," ucap Axel berusaha menenangkan Savira.Tapi Savira menggelengkan kepalanya, memberitahu pada Axel kalau dia tak ingin turun menggunakan lift. Wan
Di saat pagi telah tiba, demam Savira sudah mulai turun. Akan tetapi, wanita itu tidak ikut sarapan bersama.Savira malu, benar-benar malu karena teringat dengan kejadian kemarin, kejadian di mana dia memanggil nama Axel tanpa embel-embel 'pak' serta membalas pelukan Axel erat. Oh, ya Tuhan, Savira benar-benar sudah gila, dia harusnya sadar, siapa dia.Wanita itu mengacak-acak rambutnya, kejadian kemarin terus terngiang-ngiang di benaknya. Kapan itu akan menghilangkan dari pikirannya?"Ayolah, aku malu," gumam Savira"Malu kenapa?"Savira mendongak, dia sama sekali tidak sadar kalau Jeslyn sudah masuk kamar. Wanita itu tersenyum pada mantan mertuanya, merasa kikuk kala ditanya seperti itu. Dia tidak mungkin mengatakan pada Jeslyn kejadian kemarin, yang ada Jeslyn akan menggodanya habis-habisan."Malu kenapa?"Savira tersenyum, tanga
"Ma, Savira bisa makan sendiri," ucap Savira pada Jeslyn yang menyuapnya.Wanita itu memang sakit, tapi dia bukan sakit parah yang memegang sendok saja tidak bisa. Bahkan Savira masih bisa berdiri jika dia mau saat ini. Pada dasarnya, Jeslyn saja yang overprotektif padanya."Enggak, apaan? Kamu itu lagi sakit, jadi harus Mama suapi," tolak Jeslyn tegas.Savira meringis mendengar itu, dia bisa saja mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti Jeslyn. Misalnya dia yang sudah bukan siapa-siapa wanita itu lagi, tapi Savira juga tahu adab sopan santun terhadap orang tua."Kan Savira bukan sakit parah." Alhasil Savira mencari kata yang tepat agar Jeslyn berhenti menyuapinya.Sungguh demi apa pun, sebenarnya Savira tidak masalah kalau disuapi oleh Jeslyn, setidaknya itu bisa mengurangi rindunya pada sang ibu yang sudah tak ada. Tapi, di kamar ini bukan cuma Jeslyn saja tapi ada Daniel serta
"Pak Rendra mau menjual sekolahnya, siang nanti dia meminta bertemu untuk mengurus surat-suratnya."Axel yang tadi tengah sibuk mengetik di laptopnya, langsung terperangah saat mendengar perkataan Ron. Ini benar-benar di luar dugaan, padahal Axel hari ini akan mengurus perpindahan Raka ke sekolah yang lain tapi tiba-tiba saja dia mendapat kabar dari Ron kalau Rendra mau menjual sekolahnya."Jangan mengada-ada," kata Axel membuat Ron menggelengkan kepalanya cepat."Saya sama sekali tidak mengada-ada, Pak. Pak Rendra mau menjual sekolahnya," balas Ron.Ini memang benar, Ron tidak mengada-ada, Rendra menjual sekolahnya tanpa meminta saham atau bahkan meminta bertemu dengan Savira."Apa yang dia minta? Apa dia meminta untuk dipertemukan dengan Savira? Apa kamu mempertemukan keduanya?" Tanya Axel memberondong Ron dengan pertanyaan."Tidak ada, Pak. Dia menjual sekolahnya tanpa meminta saham atau bahkan minta dipertemukan dengan Savira."Ax