"Kita pulang," ajak Axel.
Savira pun mengangguk, matanya sudah sembab lantaran menangis tadi di dalam lift. Wanita itu ketakutan, membuatnya jadi teringat dengan masa lalu saat dia juga terjebak di lift seorang diri tanpa ada yang mengetahuinya dan baru bisa keluar pagi harinya.
Axel memegang bahu Savira, melepaskan pelukan mereka. Dia menatap mata Savira yang sembab, pasti karena tadi Savira menangis terlalu lama di dalam lift. Axel menggeram, kenapa dia harus melihat Savira menangis lagi? Kapan Axel bisa membuat Savira bahagia?
Tanpa memedulikan karyawannya, Axel menggendong Savira bridal style, berniat membawa Savira memasuki lift, tapi urung kala Savira memeluk lehernya erat bahkan sampai mencengkeram pundaknya.
"Tenang, gak pa-pa," ucap Axel berusaha menenangkan Savira.
Tapi Savira menggelengkan kepalanya, memberitahu pada Axel kalau dia tak ingin turun menggunakan lift. Wan
Di saat pagi telah tiba, demam Savira sudah mulai turun. Akan tetapi, wanita itu tidak ikut sarapan bersama.Savira malu, benar-benar malu karena teringat dengan kejadian kemarin, kejadian di mana dia memanggil nama Axel tanpa embel-embel 'pak' serta membalas pelukan Axel erat. Oh, ya Tuhan, Savira benar-benar sudah gila, dia harusnya sadar, siapa dia.Wanita itu mengacak-acak rambutnya, kejadian kemarin terus terngiang-ngiang di benaknya. Kapan itu akan menghilangkan dari pikirannya?"Ayolah, aku malu," gumam Savira"Malu kenapa?"Savira mendongak, dia sama sekali tidak sadar kalau Jeslyn sudah masuk kamar. Wanita itu tersenyum pada mantan mertuanya, merasa kikuk kala ditanya seperti itu. Dia tidak mungkin mengatakan pada Jeslyn kejadian kemarin, yang ada Jeslyn akan menggodanya habis-habisan."Malu kenapa?"Savira tersenyum, tanga
"Ma, Savira bisa makan sendiri," ucap Savira pada Jeslyn yang menyuapnya.Wanita itu memang sakit, tapi dia bukan sakit parah yang memegang sendok saja tidak bisa. Bahkan Savira masih bisa berdiri jika dia mau saat ini. Pada dasarnya, Jeslyn saja yang overprotektif padanya."Enggak, apaan? Kamu itu lagi sakit, jadi harus Mama suapi," tolak Jeslyn tegas.Savira meringis mendengar itu, dia bisa saja mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti Jeslyn. Misalnya dia yang sudah bukan siapa-siapa wanita itu lagi, tapi Savira juga tahu adab sopan santun terhadap orang tua."Kan Savira bukan sakit parah." Alhasil Savira mencari kata yang tepat agar Jeslyn berhenti menyuapinya.Sungguh demi apa pun, sebenarnya Savira tidak masalah kalau disuapi oleh Jeslyn, setidaknya itu bisa mengurangi rindunya pada sang ibu yang sudah tak ada. Tapi, di kamar ini bukan cuma Jeslyn saja tapi ada Daniel serta
"Pak Rendra mau menjual sekolahnya, siang nanti dia meminta bertemu untuk mengurus surat-suratnya."Axel yang tadi tengah sibuk mengetik di laptopnya, langsung terperangah saat mendengar perkataan Ron. Ini benar-benar di luar dugaan, padahal Axel hari ini akan mengurus perpindahan Raka ke sekolah yang lain tapi tiba-tiba saja dia mendapat kabar dari Ron kalau Rendra mau menjual sekolahnya."Jangan mengada-ada," kata Axel membuat Ron menggelengkan kepalanya cepat."Saya sama sekali tidak mengada-ada, Pak. Pak Rendra mau menjual sekolahnya," balas Ron.Ini memang benar, Ron tidak mengada-ada, Rendra menjual sekolahnya tanpa meminta saham atau bahkan meminta bertemu dengan Savira."Apa yang dia minta? Apa dia meminta untuk dipertemukan dengan Savira? Apa kamu mempertemukan keduanya?" Tanya Axel memberondong Ron dengan pertanyaan."Tidak ada, Pak. Dia menjual sekolahnya tanpa meminta saham atau bahkan minta dipertemukan dengan Savira."Ax
Savira dikagetkan dengan Axel yang datang di kontrakannya tiba-tiba tanpa dia ketahui, padahal ini masih pukul dua belas siang. Napas pria itu bahkan tersengal-sengal tidak tahu kenapa."Bapak ngapain ke sini?" Tanya Savira. Wanita itu bahkan sampai mengernyit heran melihat Axel yang terlihat begitu kusut dan acak-acakan."Saya kemari mau memastikan kalau kamu gak ketemu sama Rendra nanti malam," jawab Axel.Hah? Ketemu Rendra? Rendra lagi."Pak, saya gak kenal siapa Rendra yang Bapak maksud," ungkap Savira. Nyatanya, wanita itu memang tidak mengenal Rendra. Selama dia tinggal di kota ini, dia sama sekali belum pernah bertemu atau berkenalan dengan pria bernama Rendra."Rendra teman saya, kamu gak mungkin gak kenal sama dia," kata Axel membuat Savira membulatkan mulutnya hingga berbentuk huruf O."Kenapa? Kamu beneran mau ketemu sama Rendra?"
Axel mengetuk pintu rumah Savira berkali-kali, berharap pemilik rumah keluar. Pria itu melihat jendela rumah yang tertutup rapi, tapi Axel tetap mengetuk pintu.Melihat gorden jendela disingkap, Axel langsung mendekati jendela, dia mendapatkan anaknya tengah melihat keluar, mungkin saja ingin melihat tamu tak diundang.Sementara itu, Raka yang melihat papanya di depan dengan wajah cemasnya, langsung membuka pintu, menyuruh papanya masuk."Papa tumben ke rumah?" Raka bingung dengan papanya memang sangat jarang bertamu di kontrakan mereka, yang ada malah Savira dan Raka yang sering ke rumah orang tua Axel bahkan menginap di sana."Mama mana?"Raka mengernyit heran, kenapa papanya malah bertanya mamanya?"Lagi keluar sama temannya," jawab Raka tanpa tahu alasan papanya ke kontrakan mereka, padahal Axel ke kontrakan mereka karena takut Savira jalan berdua dengan
Setelah kejadian kemarin, Savira tak masuk kantor. Axel pun memakluminya, karena sudah pasti Savira ingat menenangkan diri. Tadi pagi juga dia mendapat telepon dari Raka, Raka bilang untuk tidak usah dijemput karena dia akan pulang dijemput mamanya dan Axel menyanggupinya. Axel langsung menelepon mamanya juga papanya, mengatakan pesan Raka untuk tak perlu dijemput.Sejak tadi, kerja Axel hanya menyalakan laptop kemudian menekan tombol capslock di keyboard tanpa mengetik apa pun di sana, padahal pria itu memiliki banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan.Axel menyesal karena semalam memarahi Savira, ini semua karena dia cemburu, dia pikir Savira jalan-jalan bersama Rendra tapi ternyata tidak, Savira jalan bersama Salsa.Salsa. Apa tadi? Tunggu dulu, Axel bisa manggil Salsa untuk menanyakan tentang Savira dengan wanita itu. Selama mereka berpisah, Savira memang banyak berubah maupun sikap atau sifatnya. Dulunya lemah lembu
Axel melebarkan matanya, sementara Sam mempersiapkan mentalnya aga tak down."Kok kamu gak teliti sih?"Oh, yang salah siapa yang dimarahi siapa?Sam pun meringis mendengarnya. Dia harusnya memperbaiki saja tadi, tak usah melapor pada Axel, toh dia juga sudah sering membuat atau bahkan memperbaiki dokumen."Maaf, Pak."Axel berdecak kesal."Mana?""Mana apa, Pak?""Yang tadi kamu print," kata Axel dengan nada suara kesal.Sam pun menyodorkan map yang berisi file yang tadi dia print dan langsung diterima Axel.Wajah Axel menunjukkan ekspresi kesal. Sementara Sam, pria itu bergumam pelan, "Kalau Savira yang Bapak marah, yang ada Bapak malah dimarahin balik."***Ketika Raka sudah pulang dari sekolah, dia mendapatkan mamanya yang tengah sibuk di dapur. Mamanya hari ini masih belum masuk kerja, Raka tahu penyebab mamanya belum masuk kerja, pasti karena papanya apalagi mengingat kalau papanya adalah
Setelah berbagai masalah dihadapi oleh Savira dan Axel, keduanya sudah berbaikan. Savira juga sudah masuk kantor dan bekerja seperti biasa.Saat ini waktu menunjukkan pukul 20:55, Savira baru saja menemani Raka belajar. Setibanya di kamar, Savira memainkan ponselnya, menonton video di YouTube, membuka Instagram, kemudian beralih membuka aplikasi chatting di ponselnya, melihat-lihat pesan yang masuk. Kebanyakan itu pesan dari Salsa yang tidak dibalas Savira.Bagi Savira itu tidak penting, karena Salsa malah bertanya hubungannya dengan Axel setelah malam itu. Benar-benar tak ada kerjaan temannya itu.Kemudian saat dia akan keluar dari aplikasi, pesan dari Axel masuk.Axel : SaviraSavira : HmmAxel : Saya mau pulangKuncinya kamu simpan di mana?Di seberang sana Axel sudah tersenyum senang, berharap semoga saja Savira peka dan pesan