Kakiku melangkah menuju aula pernikahan. Di depan pintu terpampang foto Mas Harun, suamiku dengan seorang wanita yang sangat aku kenali. Dia adalah Raya, adik sepupuku sendiri. Tampak dua perempuan dengan kebaya merah muda menatapku dengan mata melotot kaget.
“Aku boleh masukkan? Walaupun nggak punya undangan,” tanyaku dengan senyum mengembang. “Silahkan Mbak Wulan,” jawab salah satu dari dua perempuan itu. Sambil mengangguk ragu. Masuk ke aula pernikahan yang megah dengan hiasan bunga di atasnya membuat hatiku berdenyut nyeri. Aku bisa melihat Mas Harun dan Raya tengah berdiri di pelaminan. Ada Ibu mertuaku dan paman Mas Harum di sisi kanan. Sedangkan orang tua Raya di sisi kiri pelaminan. Semua orang yang ada di aula ini tidak mempedulikan kehadiranku. Karena tamu yang datang memang sebagian besar adalah teman Raya. Tidak ada tetangga kami atau sahabat dekat Mas Harun. Tubuhku berdiri tepat di depan panggung hingga Mas Harun dan Raya bisa melihat keberadaanku. Begitu juga dengan Ibu mertuaku dan orang tua Raya. “Wulan,” gumam Mas Harun gugup hingga tanpa sadar menyebut namaku dengan suara keras. Membuat perhatian semua tamu seketika teralih pada kami. Aku sengaja tampil dengan kebaya merah untuk menandingi Raya. Dengan sanggul di kepala dan make up persis seperti pengantin. Membuat banyak orang yang berbisik tentang penampilanku. Kaki ini kembali melangkah untuk berdiri di belakang tamu yang akan naik ke pelaminan. Mengantri agar bisa menjabat tangan Ibu mertua, suami dan adik maduku. Saat aku tiba di depan Ibu mertua, tiba-tiba beliau menarikku dalam pelukannya. “Untuk apa kamu datang kesini? Jangan mengacaukan acara pernikahan Harun dan Raya,” bisik Ibu mertua dengan nada sinis. Seketika aku langsung melepaskan pelukannya. “Tenang saja Bu. Aku tidak akan mengganggu acara pernikahan suami dan adik maduku kok,” balasku tenang. Namun karena aula hanya di isi dengan suara gamelan jawa suaraku jadi terdengar keras. “Jika aku berniat menghancurkan pesta pernikahan ini, sudah aku pukul barang Mas Harun. Lalu aku akan menjambak sanggul Raya hingga lepas.” Beberapa tamu terang-terangan tertawa mendengar jawabanku. Wajah Mas Harun dan Raya sudah berubah merah karena malu. “Justru aku ingin memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai. Sekaligus berfoto bersama agar Mas Harun bisa membuktikan nikmatnya poligami,” sindirku sambil melirik wajah Mas Harun yang sudah berubah menjadi pucat pasi. Setelah menyalami tangan Ibu mertua, kini aku berdiri di depan suamiku. Kuraih tangannya untuk kusalimi. Lalu di depan Raya dan semua tamu yang datang aku memeluk Mas Harun dengan erat. “Kamu nggak mau membalas pelukanku Mas? Setidaknya kamu harus mengutamakan aku sebagai istri pertama,” ujarku dengan nada suara yang masih tenang. Dapat aku rasakan tangan Mas Harun yang balik memelukku. Membuat Raya menjadi marah sekali hingga melepaskan pelukan kami secara paksa. “Tolong hargai pernikahan kami Mbak. Kalau mau foto langsung ambil posisi. Sekarang aku juga istrinya Mas Harun yang harus di jaga perasaannya,” kata Raya dengan tidak tahu malu. Membuat para tamu langsung menyorakinya. Dapat aku lihat teman-teman Raya yang menunduk karena malu karena malu dengan sikap teman mereka. “Oke. Ayo kita foto.” Tanganku mengamit tangan kanan Mas Harun. Sedangkan Raya mengamit tangan kiri suami kami. Sengaja aku berpose dengan menyandarkan kepala. Tanganku terus meraih dagu Mas Harun agar menatap ke arahku saja. “Karena sesi fotonya sudah selesai, aku hanya ingin mengatakan untuk datang ke rumahku nanti malam. Jika kalian tidak ingin aku laporkan ke kantor polisi dengan tuduhan menikah tanpa ijin istri pertama.” Mas Harun seketika mengangguk berulang kali. “Tentu saja sayang. Aku dan Raya pasti akan langsung pulang ke rumah setelah acara pernikahan selesai. Tolong jangan laporkan aku ke polisi. Kamu tahu sendiri bosku bisa langsung memecatku jika ada pegawai yang terjerat masalah hukum.” “Rupanya kamu masih takut dengan hukuman penjara dan jadi pengangguran. Kalau begitu kenapa menikah lagi? Bikin repot diri sendirikan.” “Heh Wulan. Ini semua juga gara-gara kamu yang tidak bisa memberikan anak laki-laki untuk Harun agar bisa mewarisi usaha kalian. Sudah tidak mungkin bagimu untuk hamil karena kamu sering minum pil kb. Jadi, biarkan Raya yang memberikan anak laki-laki untuk keluarga kalian.” Justru Ibu mertua yang membuatku semakin sakit hati. Raya tersenyum senang karena Ibu mertua kami membelanya. Dadaku berdenyut nyeri mendengar pengakuan dari wanita yang sudah aku anggap sebagai Ibuku sendiri. Walaupun hubungan kami tidak dekat sekali, tapi tidak pernah ada percecokan sebagai mertua dan menantu selama sepuluh tahun aku menikah dengan Mas Harun. Itu semua karena aku memastikan kebutuhan Ibu mertua dan adik Mas Harun terpenuhi. Tidak pernah kusangka jika Ibu mertua menginginkan cucu laki-laki sebagai penerus usaha toko komputer yang sudah aku rintis sejak lulus SMA. Semua usaha itu tidak ada campur tangan Mas Harun. Aku sendiri yang membesarkan toko komputer itu hingga bisa menambah biaya rumah tangga kami di saat gaji Mas Harun hanya sebesar sepuluh juta saja. “Apa Ibu bilang? Anak yang akan Raya lahirkan kelak jadi penerus usaha kami?” Aku tertawa kencang sambil bertepuk tangan. Membuat wajah Ibu mertua jadi semakin merah padam. “Ibu nggak lupakan kalau toko komputer itu murni milikku sendiri. Toko yang sudah aku rintis sejak aku berusia dua puluh tahun. Lima tahun sebelum aku menikah dengan Mas Harun, aku sudah sukses sebagai pengusaha Bu,” terangku yang membuat aula ini seketika bergemuruh dengan caci maki para tamu untuk Ibu mertuaku. Mas Harun berusaha menarik tanganku agar turun dari pelaminan. Dia pasti ingin menyelamatkan harga dirinya yang tersisa. Namun aku tidak akan pernah mundur sampai orang-orang tahu jika aku adalah korban dan Ibu mertua adalah penjahatnya. “Lepaskan aku Mas.” Sentakku hingga pegangan tangannya terlepas. “Kelak toko itu akan aku berikan pada kedua anakku yang merupakan cucu perempuan Ibu. Mereka pasti bisa sukses seperti Ibunya walaupun bukan anak laki-laki. Jadi, jangan harap jika anak Raya kelak yang akan mewarisi usahaku.” Setelah mengatakan hal itu, aku turun dari pelaminan dengan anggun. Lihat saja Mas. Walaupun aku belum bisa mengajukan gugatan cerai padamu, akan aku buat kamu dan Raya menderita karena sudah menghianatiku. Apalagi jika terbukti kalian sudah lebih dulu melakukan hubungan terlarang sebelum menikah. Maka akan lebih mudah bagiku menjebloskan kalian ke penjara. *** Tepat jam sembilan malam, terdengar suara pintu depan yang di buka. Anak-anak sudah naik ke lantai dua untuk tidur. Mas Harun masuk dengan menyeret dua koper besar. Di belakangnya berdiri Ibu mertua dan Raya yang masih terlihat angkuh setelah aku datang ke acara pernikahan kedua suamiku. “Silahkan duduk. Ada yang mau aku bicarakan dengan kalian.” Tunjukku pada sofa di sebrang. Ibu mertua dan Raya memang duduk disana. Sedangkan Mas Harun duduk disampingku. Aku menampik tangannya yang hendak menggenggam tangan ini. “A--aku minta maaf karena sudah menikah lagi tanpa ijin darimu, Lan, tetapi aku masih sangat cinta padamu. Aku hanya ingin memenuhi permintaan Ibu karena ingin punya cucu laki-laki.” Kata Mas Harun sambil menggenggam kedua tanganku. “Benarkah seperti itu Mas?” Jariku menekan layar tablet di atas meja hingga video Mas Harun dan Raya yang tengah berzina tayang dan suaranya memenuhi seisi ruangan ini.Mas Harun langsung menekan layar tabletku. Tubuhnya menggigil ketakutan. Begitu juga dengan Raya. Hanya Ibu mertua yang menundukan kepalanya sambil memijat pelipis. Entah apa alasan yang benar Mas Harun memutuskan untuk menikah lagi. Aku sama sekali sudah tidak peduli. Karena aku sudah mendapat bukti jika Mas Harun dan Raya pernah berzina sebelum menikah.“Kamu lupa kalau aku sempat jadi programmer selama tiga tahun sebelum memutuskan resign setelah kita menikah ya Mas?” Tanyaku dengan nada sinis.“Mudah saja bagiku untuk membobol data di akun sosial mediamu dan Raya. Asal kamu tahu, istri mudamu itu yang sudah membagikan video ini di akun sosial medianya. Dia ingin menarik perhatian masa tapi dengan cara memblokir akun sosial media kita.”“Apa? Jangan percaya pada Mbak Wulan Mas. Aku tidak pernah melakukan hal itu.” Bantah Raya mengelak tudinganku.“Diam kamu.” Bentak Mas Harun marah.“Awalnya aku ingin melaporkan kalian karena sudah menikah tanpa ijin istri pertama. Tapi, ternyata k
“Aku mohon Lan. Aku akan lakukan apapun asal kamu tetap membiayai kuliah Rani.” Mas Harun sudah bersimpuh di kakiku. Tidak lama kemudian Ibu mertua juga sudah melakukan hal yang sama.“Ibu yang salah Wulan. Karena terus meminta cucu laki-laki pada Harun. Biar Ibu saja yang menanggung semuanya. Asal kamu tetap membiayai kuliahnya Rani.” Tangan Ibu bertumpu di pahaku dengan derai air mata di wajahnya. Tapi, aku sama sekali tidak merasa iba.Rani adalah adik iparku yang sedang menempuh kuliah kedokteran di tahun ketiganya. Sama seperti Ibu mertua, Rani adalah tipe adik ipar yang cuek dan semena-mena padaku. Sejak duduk di bangku sekolah, Rani tidak mau menurut perkataan orang yang lebih tua. Otaknya memang encer hingga bisa menembus fakultas kedokteran di luar kota. Sayangnya sikapnya minus sekali.Aku masih ingat betul saat Rani memaksa untuk kuliah disana. Dia sampai bertengkar dengan Mas Harun karena tidak bisa membiayai kuliah kedokteran yang harganya sangat mahal sekali. Itu karena
“Eh iya sayang.” Mas Harun seketika gugup. Pandangannya terus beralih dari Alana ke arahku.“Kamu tidur lagi ya sayang. Ibu dan Ayah akan menyusul ke kamar kalian.”“Iya Bu.” Jawab Alana lalu naik tangga lagi menuju kamarnya. Syukurlah Alana mau menuruti perintahku. Detik itu juga Mas Harun menghela nafas lega.“Kamu lihat sendirikan Raya. Aku dan Mas Harun harus masuk ke dalam kamar anak-anak saat mereka terbangun. Tapi, saat jatah Mas Harun ada di rumah orang tuamu, aku akan memberi pengertian pada mereka jika suami kita sedang sibuk bekerja. Begitu juga dengan Ibu yang harus ikut dengan anaknya karena ingin sekalian liburan.”“Kamu licik sekali karena sudah memakai anak-anakmu untuk mengancam Mas Harun.” Kata Raya yang kembali berani menunjukkan taringnya setelah tadi terdiam karena Mas Harun memarahinya.“Jangan mentang-mentang kamu lebih kaya daripada Mas Harun, kamu jadi istri yang durhaka Mbak.” Jarinya segera menunjuk diriku sendiri dengan ekpresi menantang.“Aku? Merendahkan
Kedua mataku sontak membeliak kaget. Jadi Bulek May mau menguasai rumah ini. Padahal rumahku adalah warisan dari Bapak yang diturunkan turun temurun dari Kakekku. Sama sekali tidak ada hak Bulek May dan Raya dalam rumah ini. Sekali lagi, tanganku cekatan memindahkan semua pesan di hp Raya yang kembali muncul ke laptop, lalu menghapusnya lagi.Drrtt…Hp Raya sudah bergetar lagi. Ada pesan masuk dari Mas Harun. Aku hanya bisa melihat sekilas dari pop up pesan tanpa berani membukanya di hp. Karena hp Raya sudah aku bajak, aku memilih untuk membaca pesan Mas Harun di komputer. [Kamu sudah masukin obat tidur ke dalam minumannya Wulan dek?]“Obat tidur?” Gumamku heran. Apa yang hendak mereka lakukan sampai Raya harus memberiku obat tidur.[Kalau bisa cepat sedikit ya. Kita harus pergi ke penjahit untuk fitting baju pengantin sore ini juga. Aku tidak mau Wulan memergoki kita saat pergi bersama sore ini.]Tanpa terasa air mataku kembali mengalir di pipi. Sakit sekali rasanya saat suami yang
“Wu, wulan.” Mas Harun seketika melepaskan rangkulannya dibahu Raya. Aku pura-pura tidak melihat semua itu. Mereka tidak boleh melihatku lemah agar tidak curiga jika aku sudj tahu tentang hubungan terlarang mereka.“Kalian darimana saja baru pulang selarut ini?” Pertanyaanku tentu saja membuat Mas Harun tergagap. Mulutnya terbuka dan tertutup sendiri. Sepertinya dia hendak bicara. Tapi, tidak ada suara yang keluar. Raya menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung. Aku masih bisa melihat tas belanja yang menyembul keluar.“Kami dari rumah sakit Mbak. Tiba-tiba perutku keram. Ternyata aku salah makan hari ini.” Jawab Raya memberikan alasan kliss.“Oh begitu.” Ucapku datar.“Kamu kok belum tidur sayang. Ayo kita masuk ke dalam kamar sekarang. Aku masih harus bekerja besok.” Akhirnya Mas Harun bisa bicara juga. Dia segera menarik tanganku agar masuk ke dalam kamar. Kuikuti saja permainanya. Mas Harun langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tidak lama kemudian dia sudah ter
Dengan cepat aku segera berjalan menjauh hingga suara langkah kakiku terdengar nyaring. Karena kamar tamu ada tepat di sebelah dapur, seharusnya aku masih bisa mendengar aktivitas pasangan pengantin baru itu. Tapi, hanya suara air dari dispenser yang mengisi keheningan rumah ini.Tidak ingin larut dalam kesedihan seorang diri, aku segera berjalan menuju kamar. Suara bisikan Raya yang cukup keras membuatku seketika menghentikan langkah. “Apa Mbak Wulan sudah masuk ke dalam kamarnya Mas?”“Sepertinya belum. Aku tidak mendengar suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup.”Dasar bodoh. Tanpa harus menguping di depan pintu kamar kalian aku bisa tahu apa yang terjadi. Aku segera melanjutkan langkah menuju kamar lalu mengunci pintu kembali. Kini aku sudah duduk di depan komputer untuk memantau kamar tamu menggunakan kamera CCTV. Kamera yang aku pasang dua minggu lalu. Sehari setelah mengetahui perselingkuhan Mas Harun dengan Raya.“Sudah aman Mas?” Tanya Raya yang menutupi tubuhnya dengan s
“Uhuk, uhuk, uhuk.” Raya segera mengulurkan segelas air pada Mas Harun bersamaan denganku. Pandangan kami bertemu untuk sesaat. “Maaf Ayah jadi terbatuk sayang.” Tangan Mas Harun otomatis mengambil gelas air yang di sodorkan Raya. Membuat adik maduku itu seketika tersenyum senang.“Tuhkan. Ayah lebih milih gelas dari Tante Raya daripada gelas yang di berikan Ibu.” PrangGelas yang di pegang Mas Harun tadi jatuh ke bawah. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena Syifa bertanya hal yang kritis lagi. “Nggak ada yang spesial sayang. Ayah kira tadi gelas air itu dari Ibu. Bukan dari Tante Raya.” Kilah Mas Harun gugup.“Terus kenapa tadi Ayah keluar bareng Tante Raya?” Tanya Alana lagi mengulangi pertanyaan Syifa tadi.“Kebetulan saja sayang.” Kilahnya lagi. Aku mendengus mendengar jawaban Mas Harun.Bude Yah segera membersihkan pecahan gelas itu lalu membuangnya di tempat sampah. Aku segera mengalihkan perhatian anak-anak dengan menanyakan kegiatan mereka di sekolah hari ini. Syifa leb
Aku segera memegang tangan Raya dan mengambil gelang itu. “Apa yang sedang kamu lakukan Mbak? Kenapa kamu harus mengambil gelangku?” Raya berusaha mengambil gelang emas ini dariku. Untung saja aku bisa menghindarinya hingga Raya jatuh sendiri.“Ya ampun kalian ini. Bisa nggak sih nggak bertengkar di pagi hari ini seperti ini.” Tegur Ibu mertua yang sudah membantu Raya untuk berdiri. Kepalanya celingukan ke kanan kiri. Mungkin takut para tetangga akan melihat.“Mbak Wulan itu Bu. Dia mengambil gelas emas pemberian Ibu saat lamaran di rumahku.” Lapor Raya meringis kesakitan. Kedua mata Ibu mertua seketika membulat saat aku mengeluarkan gelang emas itu.“Jadi, Ibu memberikan gelang ini untuk acara lamaran di rumah Raya?” Tanyaku sambil menunjukkan gelang itu ke hadapan Ibu.“Iya. Memang kenapa sih Mbak? Mas Harun yang membelikan gelang emas itu sendiri kok. Benarkan Bu?” Justru Raya yang menjawab. Membuatku seketika tertawa hingga perutku terasa sakit.“Apa yang lucu? Kalau cemburu bilan
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a