Dengan cepat aku segera berjalan menjauh hingga suara langkah kakiku terdengar nyaring. Karena kamar tamu ada tepat di sebelah dapur, seharusnya aku masih bisa mendengar aktivitas pasangan pengantin baru itu. Tapi, hanya suara air dari dispenser yang mengisi keheningan rumah ini.
Tidak ingin larut dalam kesedihan seorang diri, aku segera berjalan menuju kamar. Suara bisikan Raya yang cukup keras membuatku seketika menghentikan langkah. “Apa Mbak Wulan sudah masuk ke dalam kamarnya Mas?”“Sepertinya belum. Aku tidak mendengar suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup.”Dasar bodoh. Tanpa harus menguping di depan pintu kamar kalian aku bisa tahu apa yang terjadi. Aku segera melanjutkan langkah menuju kamar lalu mengunci pintu kembali. Kini aku sudah duduk di depan komputer untuk memantau kamar tamu menggunakan kamera CCTV. Kamera yang aku pasang dua minggu lalu. Sehari setelah mengetahui perselingkuhan Mas Harun dengan Raya.“Sudah aman Mas?” Tanya Raya yang menutupi tubuhnya dengan selimut. Sedangkan Mas Harun sudah memakai semua pakaiannya.“Aku intip keluar dulu.” Di layar komputerku, Mas Harun terlihat turun dari tempat tidur lalu membuka pintu kamar untuk mengintip. Untung saja aku sudah memasang kamera CCTV yang kecil. Sehingga aku tidak perlu menguping mereka lalu tertangkap basah oleh Mas Harun.Tidak puas dengan hanya mengintip, Mas Harun berjalan ke kamar utama. Dia berusaha membuka pintu kamar ini. Tentu saja tidak bisa karena sudah aku kunci lagi. Setelah memastikan jika aku sudah kembali ke kamar ini, Mas Harun kembali ke kamar tamu.“Sudah aman. Ayo kita bicara lagi.”“Bicara tentang apa sih Mas?” Pandangan Raya beralih ke sudut kamar.“Dengan kita tidur bersama, bukankah sudah tidak ada masalah di antara kita.” Kata Raya yang nampak sekali berusaha menghindari pandangan Mas Harun yang terus tertuju padanya.“Kita berhubungan badan bukan karena sudah berbaikan tentang masalah yang tadi. Tapi, karena kamu menggodaku lebih dulu dengan memakai pakaian seksi.”Jadi, begitu sifat Mas Harun yang sebenarnya. Dia sama sekali tidak tahan dengan godaan yang di berikan Raya selama ini. Tanganku mengusap wajah kesal.Sepuluh tahun menjalani biduk rumah tangga dengan Mas Harun, nyatanya tidak membuatku mengenali sifat suamiku sepenuhnya.“Aku hanya ingin kamu jujur padaku. Berapa kali kamu menggunggah foto atau video saat kita berhubungan badan?” Tanya Mas Harun langsung pada intinya. Raya terlihat menundukan kepalanya. Tidak berani menjawab pertanyaan suami kami.“Bukankah aku sudah mengatakannya padamu. Jangan menyimpan foto dan video itu karena Wulan pasti bisa menemukannya. Mau kamu pakai akun rahasia lalu di buka di hp Ibumu, itu tidak akan berguna. Wulan adalah mantan programmer yang sangat paham untuk meretas akun sosial media atau hanya membajak hp kita.”“Maaf Mas. Aku juga ingin mengabadikan momen indah itu. Karena kamu tidak mengijinkannya menyimpan di hpku."HuekRasanya aku ingin muntah sekarang juga. Momen indah? Apa Raya tidak salah bicara? Yang mereka lakukan adalah zina. Bukan momen indah untuk di kenang.“Karena aku takut Wulan akan tahu tahu hubungan kita dan itu memang terjadi bukan?” Balas Mas Harun tajam. Raya tidak menjawab lagi seperti tadi.“Kamu juga pernah meminjamkan hpmu pada Wulan?” Raya kembali menganggukan kepalanya untuk menjawab pertanyaan suami kami.“Kapan?” Tanya Mas Harun pendek. Tapi, nada suaranya terdengar sangat menyeramkan.“Dua minggu lalu saat hpnya Mbak Wulan rusak karena di jatuhan Syifa ke dalam bak air.” Jawab Raya gugup. Mas Harun seketika berdiri lalu memukul dinding dengan kepalan tangannya.Tubuh Raya sudah terlonjak kaget. Begitu juga denganku. Satu lagi sifat Mas Harun yang baru aku ketahui sekarang. Kenapa dia jadi emosional seperti itu pada Raya? Selama ini Mas Harun tidak pernah mengepalkan tangannya padaku dan anak-anak. Bahkan bicara dengan nada tinggi saja sangat jarang sekali.“Ini semua gara-gara kamu terlalu ceroboh Raya.” Hardik Mas Harun dengan suara pelan. Mungkin agar tidak terdengar olehku dan Ibu mertua yang sedang tidur.“Aku benar-benar minta maaf Mas. Padahal aku sudah menyembunyikan semua foto kita di kalkulator palsu.”“Percuma Ray. Wulan pasti bisa menemukannya.” Mas Harun menghela nafasnya berulang kali untuk menenangkan diri.“Kalau sudah begini semua rencana kita jadi kacau.”“Tenang saja Mas. Toh kita tidak membicarakan rencana itu lewat pesan. Kalau Mbak Wulan bisa menyadap hpku, percuma saja.”Rencana apa yang sedang mereka maksud? Dadaku berdegup kencang. Setahuku Raya menikah dengan Mas Harun untuk merebut rumah dan tokoku. Apa Mas Harun juga punya rencana lain dengan Raya?“Baguslah kalau begitu. Karena aku tidak ingin Wulan membawa anak-anak pergi jika dia tahu aku ingin menguasai hartanya. Bukannya aku sudah tidak cinta lagi pada Wulan. Hanya saja terlalu melelahkan berada di bawah istri sendiri dalam hal ekonomi.”DegTanganku meremas baju di dada. Ya Allah rasanya sakit sekali. Ternyata Mas Harun merasa insecure padaku. Tapi, kenapa dia harus merebut semua hartaku sendiri jika ingin lebih kaya?“Aku juga tidak bisa lagi meminta pada Wulan agar kau bisa tinggal di rumah ini. Padahal aku ingin kau bisa dekat dengan Alana dan Syifa.”“Tenang saja Mas. Kita bisa membawa anak-anak pergi agar mereka jadi lebih dekat denganku.”“Tunggu dulu.” Mas Harun segera turun dari tempat tidur lalu memeriksa sekeliling kamar.“Apa yang sedang kamu lakukan Mas?”“Memeriksa jika ada kamera CCTV kecil yang terpasang di kamar ini.” Wajah Raya seketika berubah menjadi pucat. Mungkin karena sejak tadi mereka sudah membicarakan banyak hal hingga lupa jika mungkin aku sudah memasang kamera CCTV untuk mengintai mereka.Wajah Mas Harun terpampang jelas di layar komputer. Membuat dadaku berdetak kencang. Berharap semoga Mas Harun tidak menyadari keberadaan kamera CCTV yang sudah aku pasang di kamar tamu. Semenit kemudian dia sudah kembali ke atas tempat tidur.“Untuk saat ini kita masih aman karena Wulan belum memasang kamera CCTV yang kecil. Aku sudah memeriksa hingga ke tempat tersembunyi.” Raya menghela nafas lega.Mereka saja yang tidak tahu jika aku sudah memasang kamera CCTV di dalam lampu tidur dan foto keluarga kami. Tadi, Mas Harun sempat berdiri di depan foto keluarga. Karena di atasnya ada rak tempat menyimpan kotak-kotak yang tidak terpakai.“Sekarang kita tidur saja Mas. Aku sudah lelah.” Mas Harun menganggukan kepalanya lalu berbaring di atas tempat tidur. Aku langsung mengalihkan pandangan karena mereka tidur sambil berpelukan.***Pagi harinya kami tetap sarapan bersama. Aku memasak untuk sarapan kami. Sedangkan Bude Yah memasukan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Setelah selesai, baru membantuku memasak. Raya dan Mas Harun belum keluar dari kamar mereka.“Asyik Ibu buat nugget dan sosis untuk bekal sekolah.” Syifa bertepuk tangan senang. Membuatku terkekeh pelan. Menu spesial bagi kedua putriku karena aku jarang memasakan makanan ini untuk mereka. Lebih sering membawakan makanan sehat.“Iya dong. Yuk kita duduk. Sarapannya sudah siap.”Syifa sudah duduk lebih dulu di kursinya. Sedangkan Alana melihat ke sekeliling. “Ayah dimana Bu?” Tanya si sulung mencari keberadaan Ayahnya yang memang tidak pernah terlambat jika jadwalnya kami makan bersama.“Ayah disini sayang.” Alana tersenyum senang begitu melihat keberadaan Ayahnya yang baru masuk ke ruang makan di ikuti dengan Raya. Baru Alana duduk di kursinya.Mas Harun sudah duduk lebih dulu. Raya duduk di sebelahnya. Membuat pandangan Alana tidak bisa lepas dari mereka. Aku sendiri belum duduk karena menyiapkan gelas berisi air putih untuk di siapkan di meja. ”Itukan tempat duduknya Ibu.” Tunjuk Alana ke kursi yang di tempati oleh Raya.“Ibukan bisa duduk di sebelah kirinya Ayah sayang.” Sahut Raya dengan senyuman yang membuatku muak.“Di sebelah kirinya Ayah itu kursinya Bude Yah. Biar Bude bisa lebih dekat dengan wastafel saat membereskan piring di meja.” Mas Harun dan Raya menggaruk kepala mereka salah tingkah. Kompak sekali suami dan adik maduku ini.“Kamu pindah saja ke kursi di samping Alana.” Perintah Mas Harun tidak mau membuat putri kami curiga.Dengan gerakan patah-patah Raya pindah kursi. Syifa juga sejak tadi masih memperhatikan Mas Harun dan Raya. “Makan sarapannya sayang. Biar nggak terlambat ke sekolah.” Tegurku tidak ingin membuat mood mereka di pagi hari buruk.“Iya Bu. Tapi, aku boleh tanya sesuatu nggak?” Ijin Syifa dengan suaranya yang lucu.“Boleh sayang.”“Kenapa Tante Raya menginap di rumah kita? Terus kenapa Ayah tadi keluar dari kamar tamu tempat Tante Raya tidur?”“Uhuk, uhuk, uhuk.” Raya segera mengulurkan segelas air pada Mas Harun bersamaan denganku. Pandangan kami bertemu untuk sesaat. “Maaf Ayah jadi terbatuk sayang.” Tangan Mas Harun otomatis mengambil gelas air yang di sodorkan Raya. Membuat adik maduku itu seketika tersenyum senang.“Tuhkan. Ayah lebih milih gelas dari Tante Raya daripada gelas yang di berikan Ibu.” PrangGelas yang di pegang Mas Harun tadi jatuh ke bawah. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena Syifa bertanya hal yang kritis lagi. “Nggak ada yang spesial sayang. Ayah kira tadi gelas air itu dari Ibu. Bukan dari Tante Raya.” Kilah Mas Harun gugup.“Terus kenapa tadi Ayah keluar bareng Tante Raya?” Tanya Alana lagi mengulangi pertanyaan Syifa tadi.“Kebetulan saja sayang.” Kilahnya lagi. Aku mendengus mendengar jawaban Mas Harun.Bude Yah segera membersihkan pecahan gelas itu lalu membuangnya di tempat sampah. Aku segera mengalihkan perhatian anak-anak dengan menanyakan kegiatan mereka di sekolah hari ini. Syifa leb
Aku segera memegang tangan Raya dan mengambil gelang itu. “Apa yang sedang kamu lakukan Mbak? Kenapa kamu harus mengambil gelangku?” Raya berusaha mengambil gelang emas ini dariku. Untung saja aku bisa menghindarinya hingga Raya jatuh sendiri.“Ya ampun kalian ini. Bisa nggak sih nggak bertengkar di pagi hari ini seperti ini.” Tegur Ibu mertua yang sudah membantu Raya untuk berdiri. Kepalanya celingukan ke kanan kiri. Mungkin takut para tetangga akan melihat.“Mbak Wulan itu Bu. Dia mengambil gelas emas pemberian Ibu saat lamaran di rumahku.” Lapor Raya meringis kesakitan. Kedua mata Ibu mertua seketika membulat saat aku mengeluarkan gelang emas itu.“Jadi, Ibu memberikan gelang ini untuk acara lamaran di rumah Raya?” Tanyaku sambil menunjukkan gelang itu ke hadapan Ibu.“Iya. Memang kenapa sih Mbak? Mas Harun yang membelikan gelang emas itu sendiri kok. Benarkan Bu?” Justru Raya yang menjawab. Membuatku seketika tertawa hingga perutku terasa sakit.“Apa yang lucu? Kalau cemburu bilan
“I, itu bisa aku jelaskan sayang.” Amarahku sudah hampir meluap. Melihat orang-orang yang berlalu lalang membuatku menghela nafas berulang kali. Aku tidak boleh marah di tempat umum seperti ini.“Suruh Raya bawa balik motorku. Atau kalau nggak aku akan langsung melaporkan kalian ke polisi. Ingatlah Mas. Jika aku belum menandatangani surat yang mengijinkan agar pernikahanmu dan Raya disahkan secara negara.” Kataku pelan agar tidak menarik perhatian semakin banyak orang.Tanpa melihat wajah Raya lagi, aku langsung masuk ke dalam mobil. Terlihat dari kaca spion Mas Harun tengah bicara dengan Raya. Sepertinya mereka tengah berdebat. Karena sudah tidak sabar lagi, aku menelpon Mas Harun. “Cepatlah. Jangan sampai semua orang merekam kalian.” Kataku begitu dia mengabgkat panggilan. Tanganku menunjuk pada orang-orang yang masih menonton kami. Mas Harun menganggukan kepalanya lalu segera duduk di balik kemudi.Selama di perjalanan, aku terus melihat ke kaca spion untuk memastikan jika Raya t
Tubuh Raya seketika bergetar. Dia langsung bersembunyi di belakang tubuh Mas Harun. Tanganku meraup wajah kesal. Niat hati ingin menyembunyikan dulu pernikahan kedua suamiku malah berakhir seperti ini. Gara-gara Mas Harun yang mengabulkan keinginan istri keduanya itu. Masalah kami justru sudah di ketahui oleh para tetangga.“Maaf Ibu-ibu kami mau lewat.” Kata Mas Harun yang suaranya tenggelam di antara para Ibu-ibu yang sedang bicara. “Mas Harun benar Ibu-ibu. Tolong jangan halangi jalan mereka. Biarkan mereka pergi dari rumah saya. Satu hal lagi. Tolong jangan bicarakan kejadian ini pada Alana dan Syifa. Karena saya masih ingin menjaga perasaan kedua putri saya.”“Baiklah. Kami pergi dulu Lan. Kalau butuh bantuan bilang saja sama salah satu dari kami. Biar kami yang memberikan pelakor ini pelajaran.” Kata Bu Wati lalu mengajak para tetangga untuk pergi. Tapi, bukan pulang ke rumah mereka masing-masing. Melainkan berkumpul di rumah Bu Wati untuk bergosip.“Terima kasih banyak Lan.” K
Suasana hening terasa di ruang makan ini. Ibu mertua dan Mas Harun memilih untuk tidak menjawab permintaan Rani. Membuat gadis itu berdecak kesal lalu duduk di samping Ibunya. Tangan Rani sudah sibuk mencomot bakwan jagung di atas meja. Aku sendiri tidak berminat untuk menjawab. Biarlah mereka lebih dulu berkata pada Rani sedang tidak punya uang.“Ibu aneh banget deh. Kenapa nggak mau jawab?” Omel Rani tidak sopan pada Ibunya sendiri. Gadis itu sudah menyendokan nasi ke dalam piring lalu mengambil lauk yang ada.Dia bahkan tidak menyadari suasana ruang makan ini yang canggung. Karena Alana dan Syifa memilih diam saja. Tidak ada celoteh kedua putriku yang membuat meja makan jadi ramai. Alana dan Syifa yang sudah selesai makan pamit untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu. Aku segera merapikan piring kami lalu meletakannya di tempat cuci piring. Bude Yah yang akan mencucinya nanti. Baru saja aku hendak beranjak pergi ke kamar, Mas Harun sudah menahan tanganku.“Besok siang aku mau langsu
Ternyata ada salah satu hal yang luput dari pencarianku. Salah satunya tentang pesan Mas Harun dan Bulek May. Sebelum mereka menikah, aku terlalu sibuk membuka pesan Raya dengan orang tuanya. Atau pesan Raya dengan Mas Harun. Tidak pernah terpikir dalam benakku untuk memeriksa pesan Mas Harun dengan orang tua Raya juga. Karena aku sudah tahu jika Bulek May setuju dengan hubungan terlarang anaknya. Bahkan dia sendiri yang menyuruh Raya untuk menjadi selingkuhan Mas Harun. Malam ini, Allah kembali membuka rahasia yang sudah di sembunyikan Mas Harun dariku.Jari ini menggulir layar hp untuk melihat semua pesan yang sudah terkirim. Rupanya Mas Harun mulai mengirim uang pada Bulek May sejak sepuluh bulan lalu. Di pesannya tertulis jika Mas Harun mendapat bonus dari kantor. Tapi, aku tahu dia sudah berbohong karena sudah menelusuri semua hasil pendapatan Mas Harun di kantor. Bagaimana Mas Harun bisa rutin memberikan uang pada orang tua Raya? Pasti ada sesuatu yang masih ia sembunyikan darik
Aku hanya bisa tertawa mendengar tuduhan Bulek May. Dasar tidak tahu diri. Setelah kebusukannya terbongkar, kini dia semakin berani menunjukkan sifat aslinya. Jika di ingat kembali, memang seperti inilah sifat Bulek May pada keluargaku saat masih miskin dulu. Dia berubah baik saat aku bisa suskes membangun usaha. Tapi, ternyata semua kebaikannya dulu itu ternyata palsu. Karena di belakangku Bulek May punya rencana jahat. Dasar manusia bermuka dua.“Kenapa kamu malah tertawa? Cepat berikan hpmu pada Harun. Dia harus mengirimkan uangnya padaku karena sudah menikah dengan Raya. Sudah jadi tanggung jawab Harun untuk ikut menafkahi keluarga Raya sekarang.” Kata Bulek May yang membuat wajah Mas Harun jadi merah padam.Dia jelas sedang marah dan kesal mendengar penuturan Ibu mertuanya itu. Rasakan kamu Mas. Selamat menjadi sapi perah untuk keluarga Raya.“Mas Harun ada di sampingku sejak tadi kok. Kami lagi mengobrol sambil minum teh bersama. Sekarang aku harus menghabisakan qulity time berd
"Lepaskan Raya, Rani." Teriak Mas Harun berusaha melepaskan cengkrama tangan Rani di kepala istri keduanya. Rani tidak mendengar karena dia masih menjambak rambut Raya dengan beringas. Menumpahkan seluruh kemarahannya pada Raya.Ibu juga berusaha membantu dengan menarik tubuh Rani menjauh. Setelah jambakan Rani terlepas, Mas Harun segera menarik tangan Raya keluar. Sementara Rani masih meraung tidak terima."Lepas Bu. Akan aku beri pelajaran pada pelakor itu. Gara-gara dia Mbak Wulan tidak mau membayar kuliahku lagi." Hardik Rani kasar pada Ibunya sendiri."Jangan Ran. Malu kalau di lihat tetangga. Lagian Raya juga akan menggadaikan sertifikat sawah orang tuanya untuk membayar uang kuliahmu." Bujuk Ibu berusaha menenangkan anak bungsunya itu.Aku sendiri hanya duduk di sofa menonton semua keributan yang terjadi. Tidak perlu mengotori tanganku sendiri untuk melukai Raya. Cukup membuat Rani ada di pihakku, maka bisa membuat Raya semakin terluka. Bagi Rani yang terpenting adalah uang unt
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a