Share

Balas Dendam Terindah
Balas Dendam Terindah
Penulis: Miss_Rain

Tragedi Pertama

Penulis: Miss_Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tidak! Tidak! Jangan! Tolong!" jerit Rosemaya histeris. 

Wanita tiga dasawarsa itu terbangun dengan wajah kusut masai. Ia mengusap peluh yang menetes di pelipisnya. Membuat anak rambutnya terjuntai basah berantakan.

"Kau kenapa, Rose?" tanya Leo. Suaminya yang ikut terbangun karena teriakan Rosemaya. 

"A-aku ... aku! Entahlah, Bang! Sepertinya aku mimpi buruk," jawab Rosemaya tergagap. Nyawanya masih belum terkumpul sempurna.

Ia memang seperti mengalami mimpi, namun nampak begitu nyata. Ia yakin dirinya belum tertidur dan sedang menyesap minuman hangat di meja makan rumahnya. Namun mengapa tiba-tiba ia terbangun dan sudah bersimbah peluh di atas ranjang tidurnya?

"Tidurlah, Rose! Ini masih sangat malam. Kita butuh beristirahat untuk bisa keraktivitas esok hari," ujar Leo. Lelaki itu kembali menarik selimut dan tidur sambil membelakangi istrinya. 

Ah ... ya! Leo benar, mereka harus segera tidur. Besok adalah hari besar bagi perusahaan mereka. Sebuah usaha yang dirintis berdua dari nol. 

Rosemaya lalu membaringkan kembali dirinya di atas ranjang empuk nan mewah di kamarnya. Sambil berusaha memejamkan mata, ia mengatur nafas dan merilekskan pikirannya. 

"Hihihihi!" Sekilas terdengar tawa lirih di telinganya.

Rosmaya yang sudah hampir tertidur kembali membelalakkan mata. Ia tak percaya dengan pendengarannya. Namun suara itu, meski samar namun masih jelas terdengar di telinganya.

"Su-suara apa itu?" tanya Rosmaya dalam hati. Ia kembali terduduk dan menyapukan pandangan ke setiap sudut ruangan. Berusaha mencari tahu dari mana asak tawa terkikik yang baru saja didengarnya. 

Hening, sepi ... tak ada suara tawa terdengar. Kamarnya yang temaram nampak tenang. Tak ada kejanggalan yang mungkin terlihat setelah tawa itu. 

Setelah dua kali memeriksa dengan pandangan matanya, Rosmaya kembali membenamkan diri dalam selimut. Ia kembali berusaha nenenangkan diri agar suaminya tidak terbangun dan mengomeli.

"Hihihihihi! Rosssse!"

Lagi-lagi sebuah tawa lirih mengerikan, kali ini disertai sebutan pada namanya. 

"Ada apa ini? Mengapa aku seperti dihantui begini?" batin wanita itu was-was. 

Rosemaya melirik Leo suaminya. Lelaki itu nampak pulas di balik selimut yang membungkus 5/6 tubuhnya. Menyisakan kepala yang menyembul disertai dengkuran halus. 

"Bukan, bukan Leo yang sedang mengerjaiku. Ah ... aku tidak mungkin membangunkannya untuk alasan tak logis seperti ini," keluh Rosemaya.

Wanita itu terus memutar otak. Bagaimana agar ia bisa menemukan dari mana asal suara tawa yang membuatnya terus-terusan terjaga. 

Lama-kelamaan Rosemaya tak tahan dan menyibak selimut tidurnya. Ia bangkit dan berjinjit, berjalan mengelilingi kamar luas nan mewah suami-istri itu untuk memeriksa. 

"Aduh!" pekik Rosmaya. Tiba di dekat jendela, kakinya menginjak sesuatu sehingga membuat ia terpekik kaget. 

Wanita itu menunduk memeriksa. Sebuah benda lembek dan lengket membuat jemari kakinya kotor. Apa itu?

"Tanah kuburan dan kembang tujuh rupa?! Ya Allah apa ini?" Rosemaya terkaget-kaget dan gegas berlari membangunkan suaminya.

"Bang! Bang! Bangun, Bang! Bang Leo! Bangun!" seru Rosemaya terburu-buru. Ia goncangkan tumbuh Leo sekencang-kencangnya.

Pria itu terbangun dan memandang tajam ke arahnya.

"Ada apalagi, Rose?" bentak Leo setengah berteriak. Ia begitu kesal istirahatnya berkali-kali diganggu istrinya.

"Bang! Lihatlah! Lihatlah di jendela! Ada yang meletakkan tanah kuburan dan kembang tujuh rupa!" pekik Rosemaya panik. Ia hampir menangis menahan ketakutan. Diseretnya tubuh Leo mendekat menuju jendela. 

"Diam di situ! Biar aku yang memeriksa!" tegas Leo. Ia memerintahkan istrinya duduk di tepi ranjang. 

Lelaki berdarah batak itu dengan kesal gegas menuju lokasi yang ditunjuk istrinya dengan histeris tadi. 

"Ahhh! Ini hanya slime Rose! Mungkin mainan Welly yang belum sempat dibersihkan!" tegas Leo. Wajahnya merah padam menahan emosi.

"Slime? Hanya slime?" tanya Rosemaya tak percaya. Ia mendekati suaminya yang tengah berjongkok mengambil benda itu.

Leo bangkit dan menunjukkan seonggok benda lembek yang berkilau diterpa sinar bulan dari luar jendela kamar mereka.

Rosemaya membelalak tak percaya. Bukan! Bukan benda itu yang beberapa saat lalu diinjaknya dan membuat wanita itu ketakutan. 

"Sudahlah, Rose! Sekali lagi kukatakan padamu jangan membuat keributan dan mari tertidur dengan tenang. Besok adalah hari yang besar untuk perusahaan kita!" tegas Leo. 

Ia membimbing istrinya kembal ke peraduan mereka dan menidurkan Rosemaya dalam pelukan hangatnya. 

"Tidurlah, sayang! Kumohon jangan lagi mengganggu. Aku lelah, Rose!" tegas Leo penuh penekanan. 

Leo tak peduli wajah Rosemaya yang pucat pasi, dengan menyimpan banyak misteri. Wanita itu yakin sekali tentang apa yang dilihatnya, tetapi tak dapat lagi banyak protes pada suaminya. 

Malam ini, dia sudah dua kali membuat keributan. Keributan selanjutnya tak akan membuat Leo senang. 

Leo mengecup lembut dahi Rosemaya sebelum kembali memejamkan mata.

Rosemaya hanya berbaring, matanya tak bisa terpejam dan kantuknya sudah hilang. Ia, merasa sangat was-was malam ini. Seperti ada sebuah firasat yang membuatnya tetap terjaga. 

***

Petugas kepolisian membawa jenazah Welly untuk diautopsi. Bocah enam tahun itu ditemukan mati tenggelam dalam bath tub kamar mandi. Tubuhnya setengah tertelungkup, terendam air bath tube yang diisi penuh. 

"Tidakkk! Ya Allah, Welly! Tidak Nak! Jangan tinggalkan bunda! Bunda tidak bisa hidup tanpa kamu, Nak!" tangis histeris Rosemaya mengiringi kepergian petugas forensik membawa jenazah Welly. 

"Sabar, Rose! Sabar, kamu harus ikhlas. Ini sudah takdir Allah," ujar Bu Gina mertuanya. Wanita itu memegangi tubuh Rosemaya yang terus-terusan meronta-ronta ingin memeluk jenazah Welly, anak semata wayangnya. 

"Bagaimana aku bisa sabar, Bu! Itu jasad anakku! Anakku baru saja meninggal dengan cara tidak wajar!" tegas Rosemaya tak terima.

Drama keluarga itu menjadi tontonan asisten rumah tangga dan beberapa karyawan yang berkumpul di sana. Mereka sejatinya akan berpesta. Merayakan syukuran atas dibangunnya klinik kecantikan cabang ketiga  milik Rosemaya dan Leo. 

Beberapa orang memandang Rosemaya iba, tak tega melihat wanita tiga puluh tahun itu kehilangan putranya. Beberapa dari mereka nampak berbisik, berspekulasi bagaimana bocah enam tahun itu bisa ditemukan di kamar mandi dalam kondisi begitu mengenaskan. 

"Ini tidak wajar! Anakku tidak mungkin mati karena kecelakaan! Pasti ada orang yang mencelakainya!" jerit Rosemaya tak terima. Ia masih histeris dalam dekapan Bu Gina. 

Ada apa sebenarnya?

Bab terkait

  • Balas Dendam Terindah   Musibah Kedua

    Ada apa sebenarnya?Mengapa akhir-akhir ini Rosemaya merasa hidupnya sedang terancam. Gangguan kecemasan, insomnia dan tak jarang wanita itu mengalami delusi. Melihat bayangan atau kejadian yang tidak nyata. Semacam halusinasi yang berlebihan.Semenjak kematian Welly, Rosemaya memang nampak sangat terguncang. Ia masih menyimpan kecurigaan yang besar bahwa ada orang-orang yang sengaja membunuh putra semata wayangnya itu."Ikhlaskan, Rose. Apapun yang terjadi dalam hidupmu, semua sudah menjadi kehendak sang pencipta," nasihat Bu Widi, ibu kandungnya. Wanita lemah lembut itu terus mendampingi Rosemaya semenjak cucunya meninggal.Bu Widi sengaja datang dari Surabaya untuk menghadiri pemakaman cucunya. Sebagai seorang ibu, ia memahami bahwa Rosemaya, putrinya sedang butuh pendampingan."Aku tidak bisa mengikhlaskannya begitu saja, Bu! Ibu tahu bagaimana aku memiliki Welly. Ibu tahu bagaimana perjuan

  • Balas Dendam Terindah   Dia Sudah Gila

    Bagaimana selanjutnya kehidupan Rosemaya setelah ditinggal ibunya? Ke mana juga Leo? Mengapa tak mendampingi istrinya yang sedang begitu kehilangan?Tanah pemakaman Welly dan Bu Widi masih basah. Rosemaya bersimpuh dan menangis sejadi-jadinya di antara dua gundukan tanah merah tersebut.Agama memang melarang kita menangisi mereka yang telah berpulang. Akan menjadi pemberat langkah mereka menuju fase kehidupan di alam selanjutnya.Namun kehilangan kali ini adalah pukulan telak yang sangat berat dalam hidup Rosemaya. Perempuan ini harus merasakan duka berkalang nestapa yang mengguncang jiwa. Sungguh begitu dalam kesedihan yang dirasakannya.Dua orang dari sumber semangat hidup Rosemaya telah direnggut paksa dari hidupnya. Mereka pergi dan tak akan pernah kembali."Mengapa semua ini begitu beruntun terjadi padaku? Apa salah dan dosaku, ya Allah," keluh Rosmaya di sela isak tangisnya.

  • Balas Dendam Terindah   Sungguhkah Sudah Tak Waras

    "Cindy! Jemput aku di lokasi yang tadi kukirimkan. Wanita gila itu mulai berbahaya dan menyerangku!"Mata Rosemaya membelalak tak percaya. Leo itu menelepon wanita lain untuk menjemput setelah berkonflik dengannya. Berani betul Leo melakukan hal itu?Apakah dia sudah tidak ingin bersama Rosemaya lagi? Sungguhkah sejijik itu Leo padanya? Salah apa Rosemaya pada lelaki itu?Ketika dahulu seorang Leonardo Suniarta melamarnya hanya dengan modal uang seratus ribu, wanita itu menurut saja. Ketika lelaki itu berkata bahwa dia terpaksa di usir keluarganya yang non muslim karena menikahainya. Rosemaya dan keluargannya menerima pria itu dengan tangan terbuka. Bahkan ayah dan ibu Rosemaya mau menampung pasangan muda itu dalam rumah mereka yang sederhana di Surabaya.Harusnya Leo sama seperti Rosemaya. Turut merasakan kehilangan yang sanga

  • Balas Dendam Terindah   Rumah Sakit Jiwa

    Hei, apa ini? Benarkah aku gila?"Rosemaya membuka mata dan ia telah berada dalam ruang serba putih dengan bau desinfektan serta obat-obatan yang menyengat. Sebuah tempat yang familiar, namun berbeda dengan kondisi kamar di istananya. Rosemaya menyadari ia tengah berada di tempat lain, bukan di rumahnya."Ah, aku di mana? Pukul berapa ini? Mengapa tak terlihat sinar mentari yang masuk dari sela-sela jendela?" tanya Rosemaya dalam hati.Ia ingin beranjak bangun untuk mengambil wudu serta melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Namun tubuh Rosemaya terasa kaku dan tak bisa digerakkan. Wanita itu yakin saat ini pasti telah subuh atau zuhur."Ah, mengapa tubuhku begitu kaku dan sulit di gerakkaan?" Kembali Rosemaya hanya bisa membatin tanpa bersuara.Dalam ruangan serba putih berukuran 3 x 5 meter persegi itu terdapat semua fasilitas lengkap. Ada televisi yang menyala dan sedang m

  • Balas Dendam Terindah   Teror Mimpi Buruk

    Leo menoleh dan memicingkan matanya tak percaya. Apakah Rosemaya, istrinya telah sadar?Perlahan Leo memeriksa tubuh Rosemaya yang terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh yang tengah tak sadarkan diri itu tertutup selimut hingga dada. Nampak tenang dan lelap. Sesekali matanya bergerak-gerak."Ah ... mungkin ini fase tidur REMnya. Bisa jadi otaknya aktif bekerja saat mimpi buruk itu kembali mengganggunya," pikir Leo menenangkan diri. Pria itu menghela napas dan meninggalkan Rosemaya di atas ranjangnya.Leo tak curiga meski melihat mata Rosemaya bergerak. Lelaki itu paham betul tentang fase tidur seseorang. Pada fase REM (RapidEyeMovement), mata akan bergerak-gerak akibat aktifitas otak dan detak jantung yang meningkat.Lelaki itu lalu memeriksa ke sekeliling ruangan untuk melihat benda apa yang

  • Balas Dendam Terindah   Tetaplah Bertahan, Rose

    "Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."Suara bu Widi terdengar sangat lirih, terputus-putus dan tidak jelas. Berkali-kali Rosemaya berusaha mendengarkan dengan saksama. Namun kalimat demi kalimat yang terpotong membuat Rosemaya tidak dapat merangkainya dengan tepat.Rosemaya yang panik terus menangis. Menggenggam erat tangan bu Widi yang denyut nadinya semakin melemah. Samar-samar ia mulai dapat membaca gerak bibir bu Widi."Pergi, selamatkan dirimu! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mereka!"Setelah mengucapkan pesan kematiannya, bu Widi menghembuskan napas terakhirnya. Seketika itu juga genggaman tangannya pada jemari Rosemaya mengendur dan terlepas."Ibu! Ibu! Tidak, Bu! Jangan pergi! Jangan tinggalkan, Rose!" jerit Rosemaya histeris.Bersamaan itu sebuah sinar putih menyilaukan kembali membungkus tubuh Rosemala. Menyeret wanita itu

  • Balas Dendam Terindah   Terjerat Sarang Laba-laba

    "Halo! Leo! Kamu di mana?"Bu Gina menghubungi suami Rosemaya yang kini entah berada di mana. Ia terdengar mengobrol dengan anak lelakinya itu. Mengabarkan berita bahagia yang baru saja dilihatnya."Leo! Leo! Rose, istrimu sudah sadar! Datanglah kemari, Nak," ujar bu Gina bahagia.Hening! Bu Gina terdiam untuk beberapa saat. Seperti sedang mendengarkan ucapan Leo di seberang sana."Jenguklah dia sebentar, bagaimanapun Rose adalah istrimu," ujarnya lirih. Sorot muka kecewa tampak jelas di wajahnya.Sayangnya obrolan bu Gina dan Leo hanya sayup-sayup saja tertangkap telinga Rosemaya. Ia jadi tidak paham apa yang sedang mereka bicarakan. Yang Rosemaya tahu meski kabar bahagia itu datang, Leo tak akan datang menjenguknya malam ini.Lelaki itu telah be

  • Balas Dendam Terindah   Sebuah Konspirasi Jahat

    Sementara di tempat lain. Istana itu kini tampak sepi. Hanya Bu Gina sendiri yang tinggal di sana. Wanita paruh baya itu terlihat tegar meski mungkin hatinya banyak menyimpan luka.Sambil menyesap teh madunya, Bu Gina melihat mobil Leo meluncur memasuki gerbang istana yang lengang. Tak butuh waktu lama bagi Leo untuk turun dari mobilnya dan memasuki rumah."Bu! Aku pulang," ujar Leo sambil tersenyum dikulum.Lelaki itu mencium tangan Bu Gina takzim. Lalu duduk di hadapan Bu Gina dan meminta pelayan menyiapkan minuman untuknya."Kau dari mana?" tanya Bu Gina."Aku baru saja menghadiri peresmian klinik ketujuku, Bu," jawab Leo berbinar. Anak lelaki Bu Gina itu memang selalu nampak bahagia saat membicarakan kesuksesan bisnisnya."Tujuh? Bagaimana bisa sepesat itu? Bersama Rose, kalian masih mengelola tiga klinik saja," ucap Bu Gina. Ada rasa bangga terselip pada putra semata

Bab terbaru

  • Balas Dendam Terindah   Tertangkap Oleh Ben

    "Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Rahasia Mayyanti

    "Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk

  • Balas Dendam Terindah   Terpenjara Diantara Dua Pria

    Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me

  • Balas Dendam Terindah   Kesan Pertama Bersama Ben

    "Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa

  • Balas Dendam Terindah   Rayuan yang Gagal

    Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap

  • Balas Dendam Terindah   Kecemburuan Cindy

    "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang

  • Balas Dendam Terindah   Mata Sendu Nan Merayu

    "Ah ... sa-saya hanya terbiasa meneliti setiap hal yang akan saya siapkan kepada anda, Tuan. Saya pikir tugas saya juga untuk memastikan tiap dokumen telah benar-benar rapi dan tidak ada kesalahan sedikitpun," kilah Mayyanti. Leo mengernyitkan dahinya, namun kemudian tersenyum dan mengabaikan sebuah firasat aneh dalam dirinya. 'Tidak, ini hanya sebuah kebetulan.' Pria itu membatin yakin."Sudah pukul sebelas. Saya akan pesankan Tuan makan siang. Anda ingin makan apa Tuan?" tanya Mayyanti setelah mereka saling diam untuk beberapa saat. "Apa saja, Mayya. Tapi jangan yang terlalu pedas dan tanpa sayur," jawab Leo. "Baik, saya siapkan. Silahkan Tuan melanjutkan pekerjaan," ujar Mayyanti paham. Wanita itu lalu melangkah mundur dari ruangan Leo dan bergegas memesankan makanan lewat aplikasi online. Setelah memastikan makan siang Leo sudah diantarkan kurir menuju kantor, Mayyanti kemudian beralih kembali pada pekerjaannya.

  • Balas Dendam Terindah   Mayyanti Ghayatri

    "Pada akhirnya, aku akan selalu berlari kembali padamu, bukan karena aku lemah tapi karena aku jatuh cinta padamu lagi dan lagi (Leo)."Rasa apa? Buatan siapakah kopi itu?Leo serasa dibawa berkelana menuju sebuah kenangan indah tentangnya di masa lalu. Sebuah memori yang kembali mengingatkan ia pada wanita yang pernah disia-siakan di akhir hidupnya."Aku tidak suka kopi, Rose! Tapi harus meminumnya agar tetap bisa menjaga mataku tidak terpejam. Aku sebenarnya sangatlelah. Tetapi kau tahu kan, banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan!""Apa ada jenis tertentu yang bisa kamu minum? Aku akan belikan.""Aku tidak suka yang terlalu asam. Juga yang rasanya terlalu pekat dan kuat. Hanya yang memiliki rasa ringan saja, namun cukup membuat aku bisa tetap terjaga.""Baiklah, aku akan mencari cara bagaimana kamu bisa menikmati kopi yang nyaman.""Terima kasih, Rose. Kau yang terbaik."Lalu kali ini, Leo seras

  • Balas Dendam Terindah   Segelas Kopi yang Tak Biasa

    "Tiga sendok makan sambel kacang yang diletakkan di atas bihun tanpa tempe oreg?" tanya dr. Patricia yang sukses membuat Leo berkaca-kaca."Ah ... kau masih ingat, dr. Patric. Kau masih ingat bagaimana wanita itu menyediakan sarapan spesial kita dulu ya," ujar Leo dengan suara serak menahan air mata. Wajah dr. Patricia tersenyum penuh makna. Dalam hati ia berkata, "Andai kau tahu bagaimana dia masih mengingat kebiasanmu hingga sedetil mungkin. Andai saja kau tahu bagaimana dulu Rose begitu mencintaimu sampai paham semua kebiasaan seorang Leonardo Suniarta. Kau bahkan tak akan tega mendua."***Leo tiba di kantornya dengan mood melankolis yang manis. Ia merasa telah cukup mengenang Rosemaya hari ini dan harus kembali ke dunia nyata. Berjibaku dengan rutinitas kesibukannya mengurus bisnis. Ia memasuki gedung mewah yang kini telah menjadi miliknya. Gedung yang disewanya dengan menjaminkan asuransi kesehatan milik Rosema

DMCA.com Protection Status