Share

Teror Mimpi Buruk

Penulis: Miss_Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Leo menoleh dan memicingkan matanya tak percaya. Apakah Rosemaya, istrinya telah sadar?

Perlahan Leo memeriksa tubuh Rosemaya yang terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh yang tengah tak sadarkan diri itu tertutup selimut hingga dada. Nampak tenang dan lelap. Sesekali matanya bergerak-gerak.

 

"Ah ... mungkin ini fase tidur REMnya. Bisa jadi otaknya aktif bekerja saat mimpi buruk itu kembali mengganggunya," pikir Leo menenangkan diri. Pria itu menghela napas dan meninggalkan Rosemaya di atas ranjangnya. 

 

Leo tak curiga meski melihat mata Rosemaya bergerak. Lelaki itu paham betul tentang fase tidur seseorang. Pada fase REM (Rapid Eye Movement), mata akan bergerak-gerak akibat aktifitas otak dan detak jantung yang meningkat. 

 

Lelaki itu lalu memeriksa ke sekeliling ruangan untuk melihat benda apa yang jatuh. Mata Leo lalu tertuju ada remote televisi yang tergeletak di bawah ranjang dekat jendela. 

 

"Mungkin saja benda itu jatuh karena kebetulan," desis Leo. 

 

Logika Leo berpikir bahwa kondisi Rosemaya yang patah tulang parah tidak akan bisa membuatnya bergerak. Jadi dengan tenang pria itu segera kembali duduk di sofa dan memainkan jemari di atas telepon pintarnya. 

 

Fiuh! Lega rasanya bagi Rosemaya setelah suaminya tak lagi curiga. Wanita itu cukup lama berusaha mengatur nafasnya agar nampak tertidur dengan alami. 

 

Rosemaya juga tak tahu bagimana bisa ada benda yang terjatuh padahal tubuhnya tak bisa bergerak. Apakah ini suatu keajaiban? Atau ... ada makhluk lain tak kasat mata di tempat ini? Kuduk Rosemaya meremang membayangkannya.

 

Wanita itu beberapa kali mengatur napas. Setelah tenang, kembali Rosemaya membuka matanya tipis saja. Perempuan itu melirik dengan ekor matanya untuk mengamati apa yang dilakukan oleh Leo. 

 

Suaminya itu telihat sibuk memainkan gawai, tak peduli pada Rosemaya yang hampir meregang nyawa. Leo sepertinya telah kehilangan cintanya pada Rosemaya. 

 

Dua titik bening mengalir dari sudut mata Rosemaya. Ia mengingat perjuangan mereka dalam biduk rumah tangga dulu. Apakah semua itu tak lagi tersisa dalam memori Leo? 

 

Bagaimana bisa ia lebih memilih pulang ke rumah yang lain dari pada ke istana mereka. Mendampingi Rosemaya yang sedang berjuang menyembuhkan luka. Wanita itu sedang berusaha mengumpulkan semangat untuk bangkit dari derita. Kesedihan akibat kemalangan hidup yang dideritanya.

 

"Ya Allah, mengapa harus seberat ini takdir yang harus kujalani? Dosa apa aku di masa lalu hingga Engkau menghukumku begitu berat? Sakittt sekali rasanya, Ya Allah," sesal Rosemaya dalam sudut hatinya. 

 

***

 

Rosemaya berjalan dalam sebuah terowongan gelap yang entah dimana ujungnya akan berakhir. Entah bagaimana bisa ia berada di tempat ini. Ingin bertanya pun tak ada yang bisa menjawabnya. 

 

Sebuah titik putih dari jauh terlihat. Makin lama semakin mendekat dan berubah menjadi sorot sinar putih yang menyilaukan. Rosemaya sampai harus memicingkan mata dan mengangkat telapak tangannya untuk melindungi pandangan. 

 

"Hei, bagaimana bisa kini tanganku kembali berfungsi dengan baik? Bagaimana juga aku bisa berdiri tegak dan berjalan pada lorong gelap ini? Apakah aku sudah mati?" batin Rosemaya bingung. 

 

Wanita itu sempat berpikir di tengah terpaan sinar putih yang semakin menyilaukan. Apa sebenarnya sinar putih itu? Mengapa kehadirannya selalu menimbulkan bahagia dan duka dalam waktu yang nyaris bersamaan?

 

Samar-samar di sela jarinya, Rosemaya melihat sebuah mobil. Mobil travel yang mengangkut bu Widi kala itu. Sebuah mobil dengan penumpang yang tidak terlalu penuh. Sengaja dipilihnya mobil travel yang lengang. Meski sedikit mahal tak apa yang penting ibunya merasa nyaman. 

 

"I-ibu!" pekik Rosemaya tertahan.

 

Dalam sepersekian detik Rosemaya menyadari ia rupanya sedang berada di alam mimpi. Ini, mungkin adalah bagian dari rentetan mimpi buruk yang kerap kali menerornya. Mimpi-mimpi yang hadir menyiksa. Membuat Rosemaya selalu tak bisa tidur nyenyak dan berakhir insomnia. 

 

"A-apalagi yang akan terlihat dalam mimpiku? Apalagi kejadian mengerikan yang harus kualami kali ini?" batin Rosemaya putus asa. 

 

Di saat bersamaan Rosemaya melihat mobil travel itu semakin mendekat. Mobil itu berjalan kencang dengan sopir yang sedang menyetir dalam kondisi prima. Tidak mengantuk, tidak pula ugal-ugalan. Semuanya aman terkendali. 

 

Namun saat mobil itu berada semakin dekat dengan tempat Rosemaya berdiri. Sopir membelalakkan mata tak percaya. Seolah ada pemandangan mengejutkan yang membuatnya mengerem mendadak dan membanting kemudi. Hingga mobil itu hilang kendali, terpelanting, terguling dan menewaskan semua yang ada di dalamnya. 

 

"Innalillahi wainailahi rojiun."

 

"Astagfirullah, Ibu!!!!" jerit Rosemaya histeris. 

 

Gegas Rosemaya mendekati mobil travel yang ditumpangi Bu Widi tersebut. Di dalam mobil yanh terbali itu semua penumpang nampak terkapar penuh darah. Anehnya, Bu Widi yang nampak masih bernafas menggenggam erar tangan Rosemaya. Mulut Bu Widi bergerak-gerak seolah akan mengatakan sesuatu. 

 

"I-ibu! I-ibu! Ibu bisa melihatku?" panggil Rosemaya panik. 

 

Bu Widi makin erat menggenggam tangan Rosemaya. Wanita itu seolah ingin berkata sesuatu namun suaranya tidak keluar. Meski demikian gigih sekali wanita itu menggerakkan bibirnya. 

 

"Bu! Kita ke rumah sakit sekarang ya! Agar ibu bisa diselamatkan!" seru Rosemaya panik dalam ketakutan. 

 

Rosemaya berusaha membuka pintu mobil travel yang terkunci dari dalam. Ingin ia menarik saja tubuh ibunya. Namun jendela yang pecah itu tidaklah cukup lebar untuk dilewati tubuh bu Widi. 

 

Rosemaya menggedor-gedor pintu itu depang putus asa. Berusaha meraih handelnya, namun bu Widi yang seperti paham waktunya tak banyak melarang Rosemaya.

 

Wanita itu terus menggerak-gerakkan bibir. Memberi pesan kematian pada putri semata wayangnya yang masih hidup. 

 

"Ya Allah, Ibu!!! Bagaimana aku bisa menolongnya?" batin Rosemaya sangat panik. 

 

Dalam satu hentakan bu Widi seolah ingin Rosemaya memperhatikannya. Ia ingin Rosemaya dengan tenang melihat dan berusaha membaca gerak bibirnya yang semakin lemah. 

 

Darah berceceran di mana-mana. Sopir travel itu sempat bergerak, namun tak lama terlihat ia meregang nyawa. Begitu juga dengan penumpang travel yang lain. Hanya dalam hitungan detik mereka menghembuskan nyawanya. 

 

Rosemaya bergidik ngeri. Air matanya beruraian. Tak ingin rasanya ia melihat ibunya yang meninggal dengan cara yang sangat menyedihkan seperti ini. Namun apa daya, takdir berkehendak demikian. 

 

Rosemaya menggenggam erat jemari bu Widi. Ia mendekatkan wajahnya ke tubuh wanita yang terhimpit dalam mobil yang terbalik itu. Samar-samar, Rosemaya mendengar suara sangat lirih yang keluar dari mulut bu Widi.

 

"Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."

 

 

 

 

Bab terkait

  • Balas Dendam Terindah   Tetaplah Bertahan, Rose

    "Pergi ...! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mer ...."Suara bu Widi terdengar sangat lirih, terputus-putus dan tidak jelas. Berkali-kali Rosemaya berusaha mendengarkan dengan saksama. Namun kalimat demi kalimat yang terpotong membuat Rosemaya tidak dapat merangkainya dengan tepat.Rosemaya yang panik terus menangis. Menggenggam erat tangan bu Widi yang denyut nadinya semakin melemah. Samar-samar ia mulai dapat membaca gerak bibir bu Widi."Pergi, selamatkan dirimu! Larilah sejauh mungkin! Berhati-hatilah dengan mereka!"Setelah mengucapkan pesan kematiannya, bu Widi menghembuskan napas terakhirnya. Seketika itu juga genggaman tangannya pada jemari Rosemaya mengendur dan terlepas."Ibu! Ibu! Tidak, Bu! Jangan pergi! Jangan tinggalkan, Rose!" jerit Rosemaya histeris.Bersamaan itu sebuah sinar putih menyilaukan kembali membungkus tubuh Rosemala. Menyeret wanita itu

  • Balas Dendam Terindah   Terjerat Sarang Laba-laba

    "Halo! Leo! Kamu di mana?"Bu Gina menghubungi suami Rosemaya yang kini entah berada di mana. Ia terdengar mengobrol dengan anak lelakinya itu. Mengabarkan berita bahagia yang baru saja dilihatnya."Leo! Leo! Rose, istrimu sudah sadar! Datanglah kemari, Nak," ujar bu Gina bahagia.Hening! Bu Gina terdiam untuk beberapa saat. Seperti sedang mendengarkan ucapan Leo di seberang sana."Jenguklah dia sebentar, bagaimanapun Rose adalah istrimu," ujarnya lirih. Sorot muka kecewa tampak jelas di wajahnya.Sayangnya obrolan bu Gina dan Leo hanya sayup-sayup saja tertangkap telinga Rosemaya. Ia jadi tidak paham apa yang sedang mereka bicarakan. Yang Rosemaya tahu meski kabar bahagia itu datang, Leo tak akan datang menjenguknya malam ini.Lelaki itu telah be

  • Balas Dendam Terindah   Sebuah Konspirasi Jahat

    Sementara di tempat lain. Istana itu kini tampak sepi. Hanya Bu Gina sendiri yang tinggal di sana. Wanita paruh baya itu terlihat tegar meski mungkin hatinya banyak menyimpan luka.Sambil menyesap teh madunya, Bu Gina melihat mobil Leo meluncur memasuki gerbang istana yang lengang. Tak butuh waktu lama bagi Leo untuk turun dari mobilnya dan memasuki rumah."Bu! Aku pulang," ujar Leo sambil tersenyum dikulum.Lelaki itu mencium tangan Bu Gina takzim. Lalu duduk di hadapan Bu Gina dan meminta pelayan menyiapkan minuman untuknya."Kau dari mana?" tanya Bu Gina."Aku baru saja menghadiri peresmian klinik ketujuku, Bu," jawab Leo berbinar. Anak lelaki Bu Gina itu memang selalu nampak bahagia saat membicarakan kesuksesan bisnisnya."Tujuh? Bagaimana bisa sepesat itu? Bersama Rose, kalian masih mengelola tiga klinik saja," ucap Bu Gina. Ada rasa bangga terselip pada putra semata

  • Balas Dendam Terindah   Mahligai Di Atas Kaca

    Sebenarnya apakah ini benda yang terbungkus rapi itu? Mereka rupanya tak ada yang menyadari bahwa bungkusan putih yang bagi mereka tak berharga itu adalah sebuah kunci. Kunci yang suatu saat akan menguak tabir kejahatan mereka. Nanti ketika mereka harus membayar dosa-dosa yang mereka perbuat. Kejahatan akan kalah, ketika kebenaran telah menampakkan sinarnya. *** Leo turun dari mobil SUV hitam miliknya. Kali ini bukan Rosemaya yang turun dari kursi penumpang seperti biasanya. Melainkan telah berganti seorang wanita muda yang tengah menggandeng bocah kecil berusia tiga tahun. "Papa, Papa! Ini rumah baru kita, Pa? Papa belikan rumah ini untuk Gio dan Mama?" tanya Giovani terbelalak bahagia. Bocah berusia tiga tahun itu begitu girang melihat istana mereka yang baru. Ia sampai tak sabar turun dari mobil dan berlarian di halaman. "Iya, sayangnya papa. Semua ini untuk Gio, hadiah untuk dua kesayangan papa,

  • Balas Dendam Terindah   Niat Jahat Terselubung

    Sementara di tempat lain Rosemaya tengah berjibaku kengeriannya sendiri."Hihihi ... Rosemayaaaa! Hihihihi ... Rosemaya! Hihihi! Rosemayaaaa!"Malam itu, suasana kamar pasien 304 kembali mencekam. Suara-suara tawa dan panggilan mengerikan kembali dialami Rosemaya.Perempuan itu sampai harus bersembunyi di dalam gulungan selimut. Ia menangis ketakutan setiap suara-suara itu mengganggunya."Tidak! Tidak! Pergi jangan mendekat! Aku tidak bersalah! Aku bukan orang jahat!" jerit Rosemaya di setiap tengah malam hingga menjelang dini hari.Wanita itu jadi semakin kurus dengan kantung mata menghitam tebal. Ia tak pernah bisa tidur. Malam-malamnya diliputi ketakutan dan kecemasan."Roseee! Rosemaya hihihihi!"Rosemaya yang bersembunyi di balik selimut, menutup telinganya rapat-rapat agar tidak mendengar panggilan itu.

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Sebuah Rencana

    Hening, cukup lama pesannya tak di balas.Suster Vina melirik jam digital di sudut kiri atas gawainya. Sudah pukul 12.45 malam.Pantas saja, ini sudah larut malam, ibunya mungkin sudah tertidur pulas.Suster Vina lalu tersenyum maklum dan memejamkan matanya. Sekedar melepas penat dan menenangkan diri. Setidaknya setelah melaksanakan tugas malam kesekiannya, suster Vina ingin beristirahat dengan tenang.Sesungguhnya separuh hati suster Vina masih tak tenang melakukan segala kejahatan yang nantinya mungkin harus mempertaruhkan profesinya itu. Namun keadaan mendesak membuatnya nekat menerima pekerjaan khusus dari seorang Nyonya kaya beberapa bulan yang lalu."Berikan obat ini pada pasien bernama Rosemaya. Kau tahu dosisnya kan. Jangan terlalu banyak, aku tidak ingin ia cepat mati. Siksa dia dan biarkan mati secara perlahan."Seorang n

  • Balas Dendam Terindah   Mencari Pertolongan

    Ia berjanji pada dirinya sendiri. Demi Giovani dan anak-anak yang akan dilahirkannya nanti. Cindy akan dengan sekuat tenaga mengamankan posisinya sebagai nyonya di dalam istana kaca ini.Sayangnya perjalanan hidup membuat Cindy lupa. Bahwa keserakahan adalah sebuah candu yang sangat mematikan. Ia akan mengeraskan hati dan menyirnahkan empati. Lalu apakah masih bisa dirinya disebut manusia?***Hasil pemeriksaan Rosemaya masih seperti biasanya. Meski patah tulang lengannya telah membaik. Retak tulang rusuknya juga telah pulih. Namun Rosemaya masih tidak menunjukkan reaksi apa-apa.Ia masih pasif, masih tidak banyak bicara dan akhir-akhir ini menjadi semakin murung. Malam-malamnya yang terus dihantui halusinasi hingga ia mengalami delusi parah kemungkinan membuatnya tak bisa segera pulih secara mental."Apakah dia masih belum bisa berbicara?" tanya sang dok

  • Balas Dendam Terindah   Dalam Cengkraman Kegelapan

    Tiba-tiba salah seorang pasien menjambak rambut Rosemaya. Ia melakukannya hingga kepala Rosemaya terdongak di atas kursi rodanya."Ahahaha! Orang gila! Orang gila!" pekik sosok pasien yang menjambaknya. Wanita itu tertawa-tawa dan bergerak mengelilingi Rosemaya.Rosemaya hanya pasrah diperlakukan seperti itu. Ia lalu menunduk dan menatap kosong kedua tangannya yang tertengadah di atas pahanya."Ahahaha! Orang gila! Orang gila!" Kembali pasien itu menghina Rosemaya. Ia terus mengelilingi Rosemaya sambil berulang-ulang menyebutkan kalimat yang sama.Rosemaya hanya terdiam, terus diam dan pura-pura tak mendengar meski hatinya terasa pedih. Bayangan hidupnya di masa lalu yang begitu sempurna berkelebat di kepalanya. Membuat Rosemaya merasa semua ketidakberuntungan ini begitu menyakitkan namun tetap harus dijalani dengan tabah.Matanya mengembun menahan tumpuk

Bab terbaru

  • Balas Dendam Terindah   Tertangkap Oleh Ben

    "Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Rahasia Mayyanti

    "Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk

  • Balas Dendam Terindah   Terpenjara Diantara Dua Pria

    Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me

  • Balas Dendam Terindah   Kesan Pertama Bersama Ben

    "Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa

  • Balas Dendam Terindah   Rayuan yang Gagal

    Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap

  • Balas Dendam Terindah   Kecemburuan Cindy

    "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang

  • Balas Dendam Terindah   Mata Sendu Nan Merayu

    "Ah ... sa-saya hanya terbiasa meneliti setiap hal yang akan saya siapkan kepada anda, Tuan. Saya pikir tugas saya juga untuk memastikan tiap dokumen telah benar-benar rapi dan tidak ada kesalahan sedikitpun," kilah Mayyanti. Leo mengernyitkan dahinya, namun kemudian tersenyum dan mengabaikan sebuah firasat aneh dalam dirinya. 'Tidak, ini hanya sebuah kebetulan.' Pria itu membatin yakin."Sudah pukul sebelas. Saya akan pesankan Tuan makan siang. Anda ingin makan apa Tuan?" tanya Mayyanti setelah mereka saling diam untuk beberapa saat. "Apa saja, Mayya. Tapi jangan yang terlalu pedas dan tanpa sayur," jawab Leo. "Baik, saya siapkan. Silahkan Tuan melanjutkan pekerjaan," ujar Mayyanti paham. Wanita itu lalu melangkah mundur dari ruangan Leo dan bergegas memesankan makanan lewat aplikasi online. Setelah memastikan makan siang Leo sudah diantarkan kurir menuju kantor, Mayyanti kemudian beralih kembali pada pekerjaannya.

  • Balas Dendam Terindah   Mayyanti Ghayatri

    "Pada akhirnya, aku akan selalu berlari kembali padamu, bukan karena aku lemah tapi karena aku jatuh cinta padamu lagi dan lagi (Leo)."Rasa apa? Buatan siapakah kopi itu?Leo serasa dibawa berkelana menuju sebuah kenangan indah tentangnya di masa lalu. Sebuah memori yang kembali mengingatkan ia pada wanita yang pernah disia-siakan di akhir hidupnya."Aku tidak suka kopi, Rose! Tapi harus meminumnya agar tetap bisa menjaga mataku tidak terpejam. Aku sebenarnya sangatlelah. Tetapi kau tahu kan, banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan!""Apa ada jenis tertentu yang bisa kamu minum? Aku akan belikan.""Aku tidak suka yang terlalu asam. Juga yang rasanya terlalu pekat dan kuat. Hanya yang memiliki rasa ringan saja, namun cukup membuat aku bisa tetap terjaga.""Baiklah, aku akan mencari cara bagaimana kamu bisa menikmati kopi yang nyaman.""Terima kasih, Rose. Kau yang terbaik."Lalu kali ini, Leo seras

  • Balas Dendam Terindah   Segelas Kopi yang Tak Biasa

    "Tiga sendok makan sambel kacang yang diletakkan di atas bihun tanpa tempe oreg?" tanya dr. Patricia yang sukses membuat Leo berkaca-kaca."Ah ... kau masih ingat, dr. Patric. Kau masih ingat bagaimana wanita itu menyediakan sarapan spesial kita dulu ya," ujar Leo dengan suara serak menahan air mata. Wajah dr. Patricia tersenyum penuh makna. Dalam hati ia berkata, "Andai kau tahu bagaimana dia masih mengingat kebiasanmu hingga sedetil mungkin. Andai saja kau tahu bagaimana dulu Rose begitu mencintaimu sampai paham semua kebiasaan seorang Leonardo Suniarta. Kau bahkan tak akan tega mendua."***Leo tiba di kantornya dengan mood melankolis yang manis. Ia merasa telah cukup mengenang Rosemaya hari ini dan harus kembali ke dunia nyata. Berjibaku dengan rutinitas kesibukannya mengurus bisnis. Ia memasuki gedung mewah yang kini telah menjadi miliknya. Gedung yang disewanya dengan menjaminkan asuransi kesehatan milik Rosema

DMCA.com Protection Status