"Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya. Apa benar orang yang tidak waras dapat berubah dalam sehari?" bisik perawat yang tengah mengupaskan buah untuk Helena, sedikit melirikkan mata ke arah Helena. Ia hati-hati berbisik dengan temannya sesama perawat, yang mengupas buah bersamanya di sebelahnya.
Memang keanehan terjadi pada Helena wanita yang biasa mereka rawat kini tengah duduk sibuk membersihkan kuku jari jemari tangannya yang sudah panjang dan kotor, begitu tenang tak seperti biasanya dengan salah satu perawat yang sibuk membantu mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk dan satu perawat wanita yang tengah membantu mengobati luka di pergelangan kakinya. Setelah tadi Helena meminta mereka mengantarkannya mandi tanpa mereka membantunya saat mandi.Sekarang Helena sibuk merawat dirinya. Sampai mereka menjadi repot disuruhnya kesana-kemari. Dan ketika terdengar mereka mendumel saja, Helena langsung sadar, menatap mereka nyalang seperti akan menelan mereka hidup-hidup atau akan membalas mereka dengan nada menceletuk.Hingga kini, mereka dibuat tak berkutik olehnya. Seperti budaknya, mereka bergerak sesuai perintahnya."Saya senang Nona Helena bisa jauh lebih baik sekarang."Perawat yang diketahui Helena bernama Sora. Perawat yang jauh lebih bertindak sopan padanya dan tampak paru baya di antara perawat lainnya di sini. Ia yang tengah membantu mengeringkan rambut Helena dan duduk di belakangnya, seperti perawat yang membantu mengobati luka bekas rantai yang membelenggu kakinya. Tak seperti dua perawat yang sejak tadi berdiri mengupaskan buah untuknya.Helena hanya sedikit tersenyum menanggapinya."Apa itu karena Nona Delina datang ke sini jadi Anda sembuh? Sudah kuduga kedatangan Nona Delina pasti akan memberikan hasil yang bagus bagi kesehatan jiwa Anda," tutur perawat yang membantu mengobati luka di pergelangan kaki Helena.Helena seketika menghentikan kegiatannya membersihkan kukunya. Perawat itu menyadari sesuatu yang tak nyaman dari hentinya Helena memotong kukunya dan mulai menoleh ke arahnya dengan mata terpancar dingin."Jangan bawa-bawa dia soal kesehatanku. Dia sama sekali tidak ada hubungannya soal itu," kata Helena terasa menekan.Wanita itu terdiam kikuk sampai kesulitan menelan salivanya. "Tatapannya mengerikan," batinnya bergidik."Berikan buah itu padaku," ujar Helena kemudian pada perawat yang sibuk mengupaskan buah jeruk dan apel untuknya."I-ini." Mereka berdua bersamaan menyerahkannya cepat.Helena mengambilnya dan memakannya, mereka bertiga memperhatikannya sampai mendengar suara kunyahannya dan terasa seakan waktu melambat dengan keheningan yang tercipta menjadi sesuatu yang menegangkan.Helena merasa diperhatikan seperti itu merasa tak nyaman sendiri. "Kenapa menatapku begitu?" tanya Helena ketus.Mereka langsung putar balik, menunduk, melanjutkan kembali apa yang tadi mereka kerjakan."Dia galak sekali, melebihimu," bisik perawat tersebut pada perawat lain di sebelahnya yang senang sekali biasanya mencibir orang.Tapi perawat itu menepisnya, "Aku tidak sepertinya, dia lebih menakutkan.""Jadi Nona Helena kapan akan kembali pulang?" tanya perawat Sora memecahkan kecanggungan di antara mereka.Helena meliriknya, sedikit menghela kemudian memberikan balasan, "Secepatnya dan itu hari ini, bukankah tadi saya meminjam ponsel Anda untuk menghubungi sopir saya, kenapa bertanya lagi?"Helena sudah merencanakan akan keluar dari tempat ini setelah ini, tak ingin memperlama ia sudah menelpon keluarga dari Helena si pemilik tubuh asli untuk menjemputnya dari sini. Ia sudah memikirkannya dengan matang-matang, pertama-tama ia harus keluar dulu dari sini untuk berencana memulai kehidupan barunya sebagai Helena muda."Nona muda."Baru saja dibilang, supir pribadi Helena sudah datang dan berada di ambang pintu, tampak berdiri ngos-ngosan sampai peluh membasahi wajahnya yang sudah lumayan keriput. Pria itu sepertinya langsung bergegas cepat menuju ke rumah sakit jiwa ini teman Helena dirawat sampai ia terlihat begitu kelelahan.Helena memasang senyum ke arahnya. "Diakah sopir Andrian yang selama ini sangat peduli denganmu?" pikir Helena dalam benaknya."Nona muda, syukurlah." Senyum lebar terpatri di bibirnya yang pucat sampai itu menarik kerutan di bagian arena sudut matanya hingga matanya menyipit. Ia juga menghela napas lega karena dapat melihat Nona muda-nya yang sekarang sudah lebih baik kondisinya.Senyuman itu terpancar hangat. Helena sempat terhanyut dengan senyumannya itu sampai ia disadarkan dengan suara perawat Sora."Nona Helena, bukankah Anda perlu bersiap-siap dan tampil cantik lebih dahulu?" ujar perawat Sora yang sudah berada di depannya seraya mengulurkan tangan ke arahnya.Helena memandangnya tanpa berucap. Seperti tengah memikirkan sesuatu wanita itu tak segera menjawabnya."Perawat Sora benar, Nona Helena harus tampil cantik dulu sebelum pergi," sahut perawat yang membantu mengobati lukanya dan sekarang sudah selesai ia ikut menimbalinya.Helena mengangguk kemudian dan menerima uluran tangan perawat Sora dengan senang hati.Tubuhnya yang masih terasa lemas itu hampir saja limbung ke belakang sampai sopir Andrian tersentak memajukan tangannya, berteriak, "Nona muda!"Untung saja sigap perawat di sampingnya menahan tubuh Helena begitupun dengan perawat Sora sampai cepat beralih memegang lengannya."Nona Helena, Anda tidak apa-apa?" tanya khawatir perawat Sora, wajahnya sudah berkerut cemas.Beda halnya dengan dua perawat yang sejak tadi berdiri mengupasi buah untuk Helena."Mulai lagi deh aktingnya," bisik sinis perawat yang tengah mengupas buah itu bersama satu perawat, temannya.Temannya membalas dengan bisikan juga, "Ssst, diam. Nanti kedengaran, bahaya.""Haah~ ya ampun, aku masih tidak terbiasa dengan tubuh lemah ini," gumam Helena menghela pelan. Tanpa mereka sadari, kedua mata Helena tersorot tajam. "Delina, tunggu aku membalaskan semua perbuatanmu," batinnya.—Ukhuk! Ukhuk! Ukhuk!"Kenapa sayang?" Evan khawatir melihat sang kekasih mendadak berbatuk-batuk seperti itu di tengah makannya sampai mata indahnya memerah seperti hampir menangis.Dalam gerak cepat Evan berdiri mengambil jus jeruk milik Delina kekasihnya itu dan juga menyambar tisu yang tergeletak di meja untuk membantunya mengusap air mata Delina yang hampir terjatuh.Dalam hati Delina meruntuk kesal tenggorokkan menjadi sakit seperti ini. Ia menjadi ingin memarahi pramusaji yang tadi membawakan makanan padanya. Tidak becusnya mereka sampai membuatnya berbatuk tersedak seperti ini. Tapi perhatian yang diberikan Evan cukup membuatnya menghentikan tindakan buruknya itu. Tatapan penuh kekhawatiran yang tersirat di mata biru laut milik pria tampan itu, menjadikannya ingin terus menerus melihatnya."Lain kali berhati-hatilah. Makanlah dengan santai, aku tidak akan membuatmu terburu-buru pergi. Lagian juga ayah tidak terlalu memaksaku datang cepat."Delina mengangguk. Teguran lembut itu, ia tak terlalu mengindahkannya. Sebaliknya ia tak peduli, asalkan ia tetap bisa bersama Evan, ia tak terlalu memikirkan apapun. Cuman perlu ia menyingkirkan Helena dalam hidup Evan. "Kuharap kau bisa mati secepatnya Helena," batin Delina berpikir jahat."Ngomong-ngomong Delina, sekarang bagaimana keadaan Helena?" tanya Evan, menatap sang kekasih penuh rasa penasaran setelah menyuapkan steak yang sudah ia potong.Ck! Lagi-lagi wanita itu yang dipikirkannya! Ia benci bila Evan sudah membahas Helena.Delina meletakkan pisau dan garpu yang dipegangnya sebelum memandang Evan dengan senyuman kecut. "Apa Helena masih penting di hatimu? Wanita itu sudah tidak waras Evan, dia memiliki obsesi besar terhadapmu, dia juga sangat tega menyakitiku. Apa kamu tidak ingat bagaimana dia memperlakukan ku sebagai sahabatnya? Yaah ... seharusnya juga aku tidak mendekatimu sehingga kalian berdua bisa bersama."Delina bangkit dari duduknya berniat pergi, dia menggeser sedikit kursinya dan berbalik akan pergi. Tapi sebenarnya itu bukan niatannya, Delina hanya sedang menguji Evan untuk menghentikannya sendiri."Ayolah Evan, hentikan aku," batin Delina tersenyum licik."Tunggu Delina!"Delina sontak berbalik. Ia yakin Evan pasti akan memohon untuknya kembali duduk."Aku dengar kamu selalu mengunjungi Helena selama dia dirawat. Bisakah kamu beritahu aku dimana dia dirawat?" tanya Evan yang sudah berdiri di belakangnya sampai ketika Delina berbalik, ia langsung berhadapan dengan Evan.Senyuman Delina yang tadi mengembang menjadi menghilang ketika Evan mengatakan hal yang berbeda tak sesuai pikirannya.Delina langsung berbalik kembali dan melangkah pergi sangat marah sampai tangannya terkepal. Ck! Ini bukan yang ia harapkan Evan bodoh!"Kenapa kau selalu dibutakan dengan Helena! Helena dan Helena terus! Sekarang aku semakin yakin membunuhnya." Mendadak Delina menyeringai lebar memikirkan tindakan liciknya. "Kau hanya milikku Evan dan selamanya menjadi milikku."“Nona muda, silahkan turun.” Sopir Andrian membukakan pintu mobil, mempersilahkan Helena keluar dari mobilnya. Kedua kaki jenjang putih mulus Helena yang pergelangan kakinya tertutup pembalut luka, perlahan turun menginjak halaman luas mansion besar keluarga Dawson, keluarga Helena si pemilik tubuh asli yang memiliki nama depan Helena dan nama belakang keluarganya Dawson. Helena sedikit takjub dan sedikit tak menyangka juga bakal berada di tubuh putri bungsu keluarga Dawson yang merupakan partner kerjanya dahulu serta sahabatnya semasa SMA-nya, ia adalah Malvin Dawson. “Ini mansion atau istana?” Helena yang sudah turun, terperangah melihat bangunan megah yang ada di depan matanya. Helena pernah mendengar dari Malvin Dawson bila pria itu mendapatkan tempat tinggal baru yang mungkin akan menarik mata Helena. Sampai Malvin menyarankan Helena untuk datang ke mansion barunya. Dan tak menyangka juga, ia akan datang ke sini sendiri, bukan sebagai Helena temannya, melainkan Helena putrinya.
“Ini tidak benar!” Mendadak Helena berdiri dan berteriak spontan dari semulanya ia duduk diam di kasurnya. Seorang pelayan wanita yang perlahan membuka pintunya akan masuk ke dalam kamarnya menjadi terkesiap dan memegangi dadanya saking terkejutnya. “AAH! Lancang sekali dia.” Helena mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat frustasi sekali. “Nona muda Helena! Anda kenapa?!” Suara pekikkan seorang wanita mengalihkan mata Helena, seketika ia menghindar darinya yang sepertinya akan memeluknya karena ia melihat wanita itu berlari dengan melebarkan kedua tanganya. Begitu cepat Helena menghindar, hampir saja waanita itu menabrak dinding di depannya seandainya kakinya tak cepat berhenti. “Huft, untung tidak jatuh.” “Siapa kamu?” selidik Helena bersedekap mengintrogasinya. Sofia berbalik menghadap Helena dengan sedikit membenah sikapnya lebih profesional seperti biasa sembari mendorong kacamata kotaknya, membenahinya yang hampir merosot dengan menggunakan satu jari tangannya. “Nona muda ti
Menyisipkan rambutnya ke belakang daun telinganya. Helena tersenyum menyapa mereka, dengan caranya seakan malu-malu di depan mereka semua. Semua orang tampak tercengang melihat kedatangannya, tak ayal mereka seperti itu bila selama ini saja Helena mereka ketahui lagi dirawat di rumah sakit jiwa karena kesehatan mentalnya terganggu dan ada rumor beredar juga bila Helena memiliki penyakitit bipolar yang sukar mengendalikan emosinya jika wanita muda itu sudah marah. “Helena ... putriku?” Malvin mengerjapkan kedua matanya dan menggosok matanya dengan kedua tangannya hampir tak percaya putrinya satu-satunya, Helena, akan muncul di acara dinner yang dibuatnya. Selain itu, kapan putrinya sudah sembuh? Mengapa ia tidak mengetahuinya? Alex yang berada dekat duduknya dengan sang Ayah, memberikan bisikan pada pria setengah baya itu, “Itu Helena, Ayah. Aku sengaja tidak memberitahukannya ke Ayah tadi jika adikku sudah pulang karena aku melihat betapa sibuknya Ayah sejak tadi.” Tak membalas, Ma
Ckiitt! “Helena, mau kemana?” Mendengar decitan kursi dimundurkan ke belakang oleh sang adik perempuannya. Alex seketika menoleh, menanyainya. “Mau ke toilet sebentar,” balas Helena tenang, dengan kedua tangannya menjinjing dress yang dikenakannya, berhati-hati agar tak menyangkut di saat ia akan berjalan keluar. “Cepatlah kembali,” pesan Alex padanya. Helena mengangguk ringan serta membalasnya, “Iya.” Setiap gerak-gerik yang dilakukan Helena, banyak sekali pasang mata terus mengintainya. Bahkan di saat wanita itu beranjak. Banyak yang sebagian dari mereka bertanya-tanya karena tak mendengar pembicaraan pelan dan singkat yang dilakukan Helena dengan Alex. “Ke mana dia?” Delina merasa penasaran Helena pergi begitu saja. Dari sejak tadi pun ia sudah tak tenang, makan saja hanya beberapa suap, dan berkali-kali mencuri padang ke arah Helena yang asik santai menyantap daging steak di piringnya dan ketika Helena berdiri dari duduknya. Rasa penasarannya memuncak, ia begitu ingin tahu a
“Helena ... ?!” Michael, Vincent dan Malvin terkesiap bangkit dari duduknya. Ketiga pria itu sama-sama mendekati Helena yang bahunya dipegangin Alex, saking takutnya lelaki itu bila adiknya itu akan terjatuh pingsan. Sedangkan tindakan yang dilakukan Michael, mengambil tisu untuk mengelap darah di bibir, pipi serta telapak tangan Helena, lalu kemudian Vincent mengambil segelas air minum untuk membantu meredakan batuk berdarah Helena. Helena menerimanya, dibantu Vincent memegangi gelasnya. Setelahnya mereka membantu Helena duduk di kursi dengan hati-hati. Begitu memperlakukannya layaknya permata yang berharga. “Ayah akan siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang.” Malvin berkata pada mereka, Helena mendengar itu seketika menoleh. “Jangan!” bantah Helena. Sontak membuat mereka memandanginya, terkejut. Malvin yang sempat akan melangkah itu. Berbalik kembali menatap sang putri. “Helena, kamu batuk berdarah loh. Bagaimana jika itu membahayakanmu? Ayah takut kamu kenapa-napa, saya
Tock! Tock! Tock! Pintu terketuk tiga kali, semulanya Helena yang sibuk menyisir rambut hitam panjangnya yang tergerai lurus sampai sebatas pinggangnya, sembari Helena menatap cermin yang ada di depannya dengan posisi dirinya berdiri. Mendengar suara ketukan pintu, lantas Helena mengalihkan wajah, sambil berujar, “Masuk.” “Selamat pagi Nona muda.” Sofia menyapa hormat Helena setelah masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya, lalu sedikit ia membungkukkan tubuhnya. “Pagi,” balas singkat Helena, terasa enggan bicara saat masih pagi begini. Sofia menatapnya dengan wajah terpasang rumit. Helena melihat itu mengerut penasaran. Ia pun bertanya, “Kenapa menatapku seperti itu?” “Nona muda, bagaimana dengan kondisi Anda?” tanya Sofia. “Kau lihat saja sendiri sekarang seperti apa kondisiku,” balas Helena yang tak terdengar memuaskan bagi Sofia. Helena menyadari itu, raut wajahnya tak bisa membohonginya. Sofia masih begitu penasaran dengan kondisinya. “Terkadang penampilan sering menipu,
“Kak Michael, kau sedang apa di sini?” Vincent melontarkan pertanyaan pada pria itu, yang kini mengalihkan pandangan ke arahnya. Bukan! Melainkan ke arah Helena yang berada di belakang Vincent, memastikan bila sang adik tak bereaksi berlebihan setelah ia bertindak kasar kepada laki-laki yang sangat disukainya. Itu menurut apa yang diketahui Michael selama ini. “Menemui adik perempuanku, sepertimu,” balasnya singkat kemudian itu ia berjalan menghampiri Helena yang berada di belakang Vincent, tengah menatapnya begitu datar, seakan tak ada nyawa di dalam diri wanita muda itu. Michael yang sudah berada di hadapan Helena, lantas berujar lembut padanya, “Aku melakukan itu demi kamu, sekalipun kamu akan melarangnya, sebagai seorang kakak, aku tidak akan membiarkan laki-laki busuk sepertinya, mendekatimu. Kamu boleh marah padaku, aku akan terima, tapi aku tidak akan membiarkanmu dekat dengannya lagi untuk kali ini.” Mata Helena yang menatap manik coklat dingin itu, sampai hampir lupa berk
“Nona muda, sepertinya tempat ini tidak cocok dengan Anda,” ragu Sofia melihat sekitarnya. Kini ia dan Helena berada di tempat nge-gym. Tempat di mana para orang-orang yang sangat peduli dengan kebugaran dan kesehatan tubuhnya berkumpul. Dan apalagi sekarang weekend, suasana di tempat ini menjadi begitu ramai. Banyak beragam kalangan berada di sini, baik dari muda, maupun sampai tua sekalipun. Tak seperti pikiran Sofia, Nona muda-nya akan mengurungkan niat kembali setelah berada di sini. Helena yang dilihatnya malah begitu tampak menunjukkan binar semangat di kedua matanya. “Sudah lamanya tidak di sini~ ” ucap Helena tanpa sadar ada Sofia di situ dapat mendengarnya. “Sudah lama?” Sofia mendekatkan wajahnya ke arah Helena sambil memegangi gagang kacamatanya. “Nona muda pernah ke sini?” ‘Sial! Keceplosan ... Ah~ harusnya aku lebih berhati-hati lagi menjaga ucapanku. Aku harus ingat di tubuh siapa sekarang.’ Helena memarahi dirinya sendiri yang asal berucap di tengah ada Sofia, pela
Hart dan Rylee hanya menatap mereka berdua dengan tatapan heran.“Apa ini perasaanku saja, mereka sekarang jauh lebih dekat?” duga Hart melihatnya sampai keliling matanya memandang, hingga mobil yang dinaiki Helena dengan Roky sudah pergi menjauh dari mereka.“Bukan kau saja, aku juga merasa begitu,” ujar Rylee. “Jadi apa yang akan kita kerjakan sekarang? Nona Helena hanya memerintah kita bekerja tanpa memberitahu apa pekerjaan itu.”Hart mengedikkan bahu. “Jangan tanya padaku, aku pun tidak tahu.”“Kalian berdua tidak ada kerjaan ‘kan? Bagaimana jika kalian ikut denganku.” Vincent menghampiri mereka berdua yang tengah dilanda kebingungan berdiri di dekat mobil dan gerbang mansion besar milik Malvin Dawson—ayahnya Helena maupun Vincent.“Anda bukan Bos kami.” Hart menjawabnya dingin.Akan tetapi Rylee berbeda dengan Hart. Rylee langsung merangkul Hart dan Vincent, mengatakan, “Pekerjaan apa itu Tuan Vincent?”Hart mendengus dan berpaling wajah tak ingin melihat tingkah temannya yang t
“Semalam ini, kamu dari mana saja?”“Ah!” kaget Helena melihat Vincent yang berada di dalam kamarnya, duduk di kursi dengan tangan disilangkan. “Sepertinya kau senang sekali mengagetkanku, ya?! Ah~ kakak ini … ” Helena kelepasan menjadi berteriak, wanita itu pun memegang kepalanya dan menyugar rambutnya ke belakang.“Kamu juga sering membuat kakakmu ini terkejut dengan semua tindakanmu, adikku Helena.” Vincent membalasanya dan perlahan pria itu berdiri melangkah mendekat ke arahnya. “dari mana kamu sampai jam segini baru pulang?” Vincent mengintrogasinya.Helena berpaling wajah untuk menahan rasa kesalnya diperlakukan seperti itu. “Aku hanya mencari angin, aku ‘kan sudah pernah bilang berada di sini terus rasanya menyesakkan.”“Tadi ayah mencarimu, sebelumnya aku sudah lebih dahulu datang mencarimu, tidak melihat kamu berada di dalam kamar. Aku merasa yakin kamu keluar dan ternyata itu benar, untung saja aku menyelamatkanmu, adikku sayang.” Vincent memasukkan kedua tangannya ke dalam
“Lepaskan aku.”Rylee menjadi menghentikan langkah cepatnya, tergesa-gesa keluar dari apartemen mewah yang kini terdengar suara tembak menghebokan banyak orang. Tapi, herannya polisi masih belum terlihat datang, perasaan cemas kini menyelimuti Helena. Bagaimana jika sesauatu terjadi kepada Roky?Wanita itu menghentikan langkahnya yang dibawa cepat oleh Rylee sehingga Rylee merasakannya langkahnya ikutan terhenti, dan menoleh ke belakang menatap sang empu yang kemudian bersuara.“Nona Helena, Anda tidak ingin masuk ke dalam lagi ‘kan?” Dahinya mengerut sangat jelas menunjukkan tengah memastikannya.“Aku harus mengecek kondisi di sana, pamanku dia tinggal di sana, aku merasa sesuatu terjadi padanya.”“Kamu memperdulikannya?”“Tidak.” Helena mengedikkan bahunya. “aku memperdulikan Sofia.”Rylee seketika melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Helena.Seperti secara terbuka dipersilahkan kemauannya. Helena membalikkan tubuhnya dan melangkah cepat menuju kembali ke tempat itu.Tangan
Mengikuti firasatnya kini, Helena mengambil keputusan cepat bersama Rylee untuk ke tempat di mana keberadaan pria yang memiliki hubungan darah dengan Helena si pemilik tubuh asli dan juga pria itu sebagai mantan suaminya Sofia.“Di sini dia tinggal, Nona,” kata Rylee menunjuk apartemen elite di kawasan ini.Sesuatu yang tidak terduga. Senyum miring terpantri di bibir merah alaminya. “Tempat yang bagus bagi mantan napi sepertinya.”“Awalnya aku pun berpikir seperti itu. Tapi melihat bagaimana selama ini Sofia sering menemuinya, aku mulai berpikir, dia tinggal di sini karena Sofia.”Helena menatapnya, sedetik kemudian menghela. “Sepertinya hubungan keduanya tidak sesederhana yang dikira, apa ada mantan suami istri akan berhubungan sebaik itu?”Rylee menganggu, membalas, “Itu langkah, jikapun ada mungkin tidak sedekat seperti mereka. Walaupun mereka bertemu tidak secara terbuka. Tapi tetap saja, itu terasa janggal.”“Kita akan mencari tahunya,” kata Helena kemudian memberi perintah, “Tun
Perasaan Rylee dipermainkan lagi, ia merasa dilema mencari-cari keberadaan Helena yang tak kunjung ditemukannya. Tadi wanita itu menelponnya berada di halte, ia langsung menuju ke sana, tapi ketika sampai, bukannya ia langsung bertemu dengan Helena, malahan yang ditemukannya handphone milik wanita itu yang keadaan layar masih hidup. Untung saja tidak dicuri. Tapi …Rylee berhenti dan mengambil duduk di bangku halte. Pria itu memegangi dagunya, tengah berpikir, “Tadi ponselnya ini ada di bangku dan masih dalam keadaan hidup, setelah kulihat setelannya, ponsel ini akan mati tiga menit. Dan tadi setelah kulihat, ponsel itu mati, berarti … ”“Berarti sudah tiga menit berlalu aku pergi dan kau baru sampai,” sambung Helena tiba-tiba saja berada di sampingnya, duduk dengan santai sambil menikmati rolled ice cream di dalam wajah mini, yang terdapat strawberry di atasnya ice creamnya sebagai toping.“Eh?!” Rylee terperanj
Helena termangu manik coklatnya tak berkedip menatap Malvin yang memberikan intimindasi padanya secara tak sadar. Hingga melihat bagaimana dalamnya Helena menatapnya, Malvin seketika tersadar dan pria itu mengusap wajahnya kasar sambil berkata, “Bukan itu maksud Ayah. Ayah hanya tidak ingin kita saling mengingatnya setelah lama kita berusaha melupakannya.”“Aku sama sekali tidak mengingatnya, aku sangat berharap bisa mengingatnya. Setidaknya aku bisa tahu seperti apa dia. Aku tidak ingin benar-benar melupakannya, dia ibuku, Ayah,” kata lirih Helena, suaranya terdengar parau dan nyaris menghilang di akhir kalimatnya. Helena menyentuh dadanya. “dia yang telah melahirkanku, betapa berdosanya aku sebagai anak yang telah susah payah dilahirkannya, begitu saja melupakannya.”“Ibumu tidak berharap setelah kepergiannya kamu merasa menderita, sayang. Ayah juga tidak berharap kamu merasakan itu juga, kami sangat memperdulikanmu. Kamu tidak perlu mengingatnya, sekarang yang perlu kamu pedulikan
“Helena, kenapa basah kuyup seperti ini?” Malvin terkejut dan wajahnya tampak cemas memperhatikan penampilan Helena kini. Bagaimana tidak, pulang-pulang Helena basah kuyup padahal cuaca saja tidak sedang hujan.Ia yang akan keluar, menjadi berhenti ketika melihat sang putri berjalan dalam keadaan seperti itu memasuki mansionnya.“Aku kecebur kolam renang,” balas Helena pelan dan sedikit menggigil merasa begitu kedinginan. Tangannya mengusap-usap lengannya berupaya membantu meredahkan rasa dinginnya.“Cepat ambilkan handuk!” suruhnya pada para pelayan yang berada di sini. Sampai para pelayan tersebut bergegas mengambil handuk untuk Helena.“Bagaimana bisa kamu sampai kecebur, sayang? Apa ada yang mendorongmu?” Ia membawa Helena berjalan dengan melebarkan lengan panjangnya, ia memegang ujung bahu Helena dan mendekatkan Helena pada lengannya tak memperdulikan pakaiannya akan basah saling bersentuhan dengan Helena.“Hm, jika tidak bagaimana mungkin aku jatuh,” balas Helena sambil terus be
“Perkiraan saya benar ‘kan? Mereka akan datang, ayah dan kakak laki-laki Anda.” Roky memandang wanita yang duduk di sampingnya, berdua bersamanya di dalam mobil miliknya yang terparkir rapi di basement mobil rumah sakit ini.Sengaja Roky membawa Helena di sini, untuk memperlihatkan kebenaran yang mungkin saja wanita cantik berambut gelombang itu meragukannya. Sekarang, mana mungkin bisa dia menolak kebenaran yang telah terlihat nyata di depan matanya itu, jika memang dia terlalu dibutakan cinta keluarganya.Sekilas tak disadari oleh Roky senyuman Helena tertarik miris. “Aku hampir tidak percaya,” kata Helena.Ia masih bingung dengan situasinya, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Tapi melihat setiap kebenaran yang dikatakan Roky, ada suatu dugaan buruk di dalam benaknya.“Apa sebenarnya tujuan mereka mencariku? Dan apa alasan kakakku Vincent ingin membawaku pergi? Aku bingung memikirkan itu.” Helena bertanya itu pada Roky.Roky tak menjawabnya, pandangannya lurus ke depan. Helena sebe
“Kita pulang sekarang Helena.” Vincent menyambar tangan Helena di tengah Helena sedang berbincang dengan Roky dan Hart mengenai Sofia. Wanita itu tentu terperanjat begitupun dengan dua pria bersamanya, atas tindakan tiba-tiba pria yang merupakan kakak laki-lakinya. Baru datang, dia langsung membawa Helena pergi tampak seakan dikejar oleh sesuatu, ia terburu-buru membawa Helenaa ikut dengannya. “Kak Vincent, ada apa?” Helena menghentikan paksa langkahnya dan menahan tangan Vincent yang menarik tangannya, meskipun kekuatannya tak seimbang, Helena sekuatnya berusaha menahan dirinya berhenti. Vincent berhenti merasakan tangannya berat menarik Helena, dia berbalik lantas menatap Helena yang memandangnya kebingungan. “Kita harus pergi. Di sini tidak akan aman,” ucap Vincent. “Kenapa?” tanya Helena, penasaran dengan apa yang terjadi. Biasanya Vincent tidak seperti itu kepadanya. Ini terasa aneh, dia jelas penasaran. Vincent menghela napas gusarnya, dia membalikkan tubuh dan bergantian ke