Kejadian dalam sekejap itu membuat Helena terpaku, mematung dengan kedua bola mata coklatnya membola lebar dan mulut sedikit terbuka.
Helena mencoba berpikir keras. Yang ia dapatkan kemudian debaran jantungnya yang terasa lebih cepat. Helena menunduk, meringis, sedangkan satu tangannya berusaha menekan dadanya yang terasa sesak dan satunya lagi memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia sampai menjambak-jambaknya dan memukulnya guna untuk meredakan rasa sakit yang tiba-tiba muncul kembali di kepalanya. Namun, bukannya rasa sakitnya menghilang, malah rasanya semakin menjadi-jadi tak tertahankan."Apa ini? Me-menyakitkan sekali … " Helena berusaha menarik kuat rambutnya. "Ini tidak benar, apa yang terjadi dengan diriku … ekhh!" erangnya kesakitan.Helena menggigit bibir bawahnya yang gemetar akibat dari rasa sakit di kepalanya, seperti sesuatu yang menghantamnya terus-menerus mengenai kepalanya.Ia bisa gila terus-terusan seperti ini.Ia butuh obat. Setidaknya bisa meredahkan rasa sakit kepala ini.Helena meremas bajunya dengan satu tangannya terus memegangi kepalanya."Hosh … tidak bisa terus begini, aku harus mencari sesuatu … " Helena berusaha berjalan mendekat wastafel. Tapi tubuhnya itu, terasa begitu lemas tak bertenaga sedangkan kepalanya begitu berat. Ia sampai terjatuh di lantai kamar mandi yang untungnya kering, saking tak bisa menahannya.Helena merintih, berdesis dan mengumpat sangat kesal. "Shtt … sial! Ini sakit sekali. Ada apa dengan kepalaku? Ingatan siapa itu … ? Shtt … ini ti-tidak jelas … ""Nona Helena!""Suara siapa itu?" batinnya kala mendengar suara teriakan seseorang yang sepertinya datang dari luar menghampirinya."Dia pasti menggila lagi. Dia memang tidak bisa sekali saja membuat kita tenang.""Dia 'kan memang sudah gila.""Apa maksudnya menggila? Berani-beraninya kalian mengatakan itu padaku!" Helena sangat marah dalam hatinya pada mereka yang datang seenaknya mengatakan itu. Bukan malah membantunya, malah mencibirnya.Ia tak jelas melihat mereka. Karena posisinya seperti ini yang membuat rambut-rambutnya menutupi wajahnya. "Awas saja kalian! Aku akan membunuh kalian– shit … ! Kenapa ingatan ini terus masuk ke kepalaku?! Ingatan siapa ini?!"Helena menggertak dari rasa kesal bercampur dengan rasa sakit di kepalanya.Helena merasakan kedua bahunya dipegang lembut. "Nona tenanglah, Anda aman di sini, ada kami di sini Nona, Anda akan baik-baik saja.""Dia mengenalku?" batin Helena bingung, di tengah rasa nyeri meradang kepalanya.Suara lembut dari seorang wanita setengah baya itu berusaha menenangkannya, dielus kepalanya yang perlahan ia rengkuh, sedangkan ada tiga wanita yang sepertinya dua di antaranya tadi mencibirnya, mereka membuat kedua tangan Helena dipegang tak membiarkannya terus menyakiti dirinya sendiri."Sial! Mengapa mereka melakukan itu padaku? Apa mereka ingin menyiksaku?" Helena sudah tak memiliki tenaga untuk memberontak.Mata yang tertutup rambut lebatnya itu menyipit nyalang menatap mereka dari sela-sela yang terlihat. Meski di situ bibir Helena gemetar sampai giginya bunyi seakan ia sedang kedinginan. Semestinya, Helena sedang merasakan gejolak sakit yang luar biasa."Berikan saja dia obat penenang. Seharusnya dia tidur, kitakan sudah beri dia makan," ujar wanita yang suaranya Helena sudah tandai mencibirnya tadi."Apa aku tidak waras?! Seenaknya saja kalian memberikanku obat penenang! Berikan aku obat sakit kepala bukan obat penenang, sialan! Aku juga tidak merasa kalian beri makan. Kapan aku makan?!" Helena berteriak menyerukan pendapatnya dengan penuh kekesalan dalam hatinya. Ia tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun suara yang dapat didengarnya, hanya dalam hati ia bisa bersuara dan mengumpat sesukanya. Tapi, apa yang dilakukannya itu percuma saja, mereka tak dapat mendengarnya.Sekuat tenaga Helena berusaha menggerakkan tubuhnya, memberontakkan diri agar mereka tak melakukan sesuatu padanya. Setidaknya, ia sudah melakukan usaha untuk melakukan perlawanan itu.Namun ketika itu. Wanita yang merengkuh kepalanya itu mengucapkan kata-kata penenangnya, dengan terus mengelus rambutnya yang sudah dibasahi keringat sampai lepek dan beraroma tak sedap. "Tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja."Seolah terhipnotis dengan rasa nyaman yang diberikan wanita itu. Helena tak sadar matanya perlahan sayu, kesadaran yang berusaha ia pertahankan mulai memudar dan rasanya semua yang ia lihat menjadi hitam seiring efek obat penenang yang ternyata tanpa sepengetahuannya sudah disuntikkan oleh salah satu perawat yang memegangi lengannya.Wanita itu, yaitu Helena terjatuh dalam pelukan wanita yang merupakan seorang perawat paruh baya yang merengkuh kepalanya. Perlahan, mereka semua membantu membawanya, menidurkannya di ranjang putih ber-dipan besi sebagai penopang, dengan di situ ada tali yang terlepas mengikat kaki kurusnya yang amat ringkih selama ini.Meringis mereka saat perlahan memposisikan dengan hati-hati kakinya yang terantai sampai pergelangannya tampak membiru."Bukankah lebih baik kita tidak mengikatnya lagi? Aku tidak tega melihatnya," ucap perawat paru baya itu pada para perawat yang usianya jauh lebih muda darinya.Perawat yang tampak senang mendumel dan mencibir itu angkat bicara sambil memberikannya gelengan pelan, "Tidak bisa, dia bisa bertindak gila lagi. Ah~ aku lupa dia memang gila." Perawat itu menepuk jidatnya.Yang lainnya saling menghela napas karena menyadari kenyataan tersebut.---Apa sekarang ia sudah mati?"Kasihan sekali. Helena, Helena, seharusnya kamu itu tidak terlalu mencintainya. Sekarang menderitakan? Ck, ck, aku turut prihatin atas nasib menyedihkanmu."Mendadak Helena mendengar suara wanita.Helena melirik ke sekitarnya tapi tak mendapatkan asal suara itu. Sial! Kenapa suara itu sangat menjengkelkan sekali, seperti tengah mengolok-olok nasib naasnya. Tapi mendengar suara itu, ia merasakan sesuatu yang familiar."Helena, dengarkan ya, tetaplah seperti ini. Semakin kamu menderita, di sini aku semakin bahagia, sebagai teman yang baik kamu harus mengalah demi kebahagiaan temanmu ini. Aku pasti bangga denganmu, Helena temanku."Suara itu muncul lagi, terdengar berbisik menekannya. Rasanya telinganya panas dan ingin tangannya menghantam orang yang berbicara seenaknya itu.Dia tidak tahu siapa yang berbicara di tempat sehampa ini. Tapi suara itu terdengar begitu dekat, seperti berada di telinganya. Namun ia tak bisa melihat siapa yang berbicara itu. Sebenarnya ia di mana? Kenapa ia mendengar suara tapi ia tak melihat orang yang bersuara itu?Helena hampir frustasi. Sudah rasanya sesak ditambah lagi mendengar suara menjengkelkan itu."Ah iya, sepertinya waktuku mengunjungimu sudah habis, sekarang aku pulang ya. Semoga harimu semakin buruk di sini, Helena."Helena akan berteriak ketika suara itu muncul kembali. Tapi sebelum ia melakukan itu, mendadak ada setitik cahaya muncul di depannya dan perlahan-lahan cahaya itu membesar hingga menusuk matanya, membuatnya memejamkan matanya hingga ketika ia membukanya, ia tertegun dengan pemandangan sekitarnya yang sebelumnya ia sudah melihatnya.Tak Helena sangka saat ia memposisikan dirinya menjadi duduk. Di situ Helena melihat seorang wanita yang berjalan akan keluar dari ruangan ini.Ketika wanita itu akan keluar, sampai di ambang pintu. Wanita itu menoleh ke arahnya, memberikan seutas senyum manisnya.Mereka saling bersitatap selama beberapa detik sebelum akhirnya wanita itu melenggang pergi begitu saja."Siapa dia? Apa dia Delina si j*lang itu?" Helena menutup wajahnya, dan mengusap wajahnya sampai kedua tangannya mendorong rambutnya ke belakang kepalanya. "Jadi itu bukan mimpi? Aku benar berada di tubuh wanita bernama Helena sama sepertiku, tapi ... " Helena menarik miring bibirnya dengan sudut matanya berkedut. " ... nasibnya lebih buruk dariku. Sial! Mengapa aku harus membayangkan pemandangan yang menjijikkan seperti itu. Wanita ini hidupnya sudah kacau."Berada di tubuh wanita tidak waras ini, akan seperti apa nanti hidupnya?Bersambung ..."Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya. Apa benar orang yang tidak waras dapat berubah dalam sehari?" bisik perawat yang tengah mengupaskan buah untuk Helena, sedikit melirikkan mata ke arah Helena. Ia hati-hati berbisik dengan temannya sesama perawat, yang mengupas buah bersamanya di sebelahnya. Memang keanehan terjadi pada Helena wanita yang biasa mereka rawat kini tengah duduk sibuk membersihkan kuku jari jemari tangannya yang sudah panjang dan kotor, begitu tenang tak seperti biasanya dengan salah satu perawat yang sibuk membantu mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk dan satu perawat wanita yang tengah membantu mengobati luka di pergelangan kakinya. Setelah tadi Helena meminta mereka mengantarkannya mandi tanpa mereka membantunya saat mandi. Sekarang Helena sibuk merawat dirinya. Sampai mereka menjadi repot disuruhnya kesana-kemari. Dan ketika terdengar mereka mendumel saja, Helena langsung sadar, menatap mereka nyalang seperti akan menelan mereka hidup
“Nona muda, silahkan turun.” Sopir Andrian membukakan pintu mobil, mempersilahkan Helena keluar dari mobilnya. Kedua kaki jenjang putih mulus Helena yang pergelangan kakinya tertutup pembalut luka, perlahan turun menginjak halaman luas mansion besar keluarga Dawson, keluarga Helena si pemilik tubuh asli yang memiliki nama depan Helena dan nama belakang keluarganya Dawson. Helena sedikit takjub dan sedikit tak menyangka juga bakal berada di tubuh putri bungsu keluarga Dawson yang merupakan partner kerjanya dahulu serta sahabatnya semasa SMA-nya, ia adalah Malvin Dawson. “Ini mansion atau istana?” Helena yang sudah turun, terperangah melihat bangunan megah yang ada di depan matanya. Helena pernah mendengar dari Malvin Dawson bila pria itu mendapatkan tempat tinggal baru yang mungkin akan menarik mata Helena. Sampai Malvin menyarankan Helena untuk datang ke mansion barunya. Dan tak menyangka juga, ia akan datang ke sini sendiri, bukan sebagai Helena temannya, melainkan Helena putrinya.
“Ini tidak benar!” Mendadak Helena berdiri dan berteriak spontan dari semulanya ia duduk diam di kasurnya. Seorang pelayan wanita yang perlahan membuka pintunya akan masuk ke dalam kamarnya menjadi terkesiap dan memegangi dadanya saking terkejutnya. “AAH! Lancang sekali dia.” Helena mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat frustasi sekali. “Nona muda Helena! Anda kenapa?!” Suara pekikkan seorang wanita mengalihkan mata Helena, seketika ia menghindar darinya yang sepertinya akan memeluknya karena ia melihat wanita itu berlari dengan melebarkan kedua tanganya. Begitu cepat Helena menghindar, hampir saja waanita itu menabrak dinding di depannya seandainya kakinya tak cepat berhenti. “Huft, untung tidak jatuh.” “Siapa kamu?” selidik Helena bersedekap mengintrogasinya. Sofia berbalik menghadap Helena dengan sedikit membenah sikapnya lebih profesional seperti biasa sembari mendorong kacamata kotaknya, membenahinya yang hampir merosot dengan menggunakan satu jari tangannya. “Nona muda ti
Menyisipkan rambutnya ke belakang daun telinganya. Helena tersenyum menyapa mereka, dengan caranya seakan malu-malu di depan mereka semua. Semua orang tampak tercengang melihat kedatangannya, tak ayal mereka seperti itu bila selama ini saja Helena mereka ketahui lagi dirawat di rumah sakit jiwa karena kesehatan mentalnya terganggu dan ada rumor beredar juga bila Helena memiliki penyakitit bipolar yang sukar mengendalikan emosinya jika wanita muda itu sudah marah. “Helena ... putriku?” Malvin mengerjapkan kedua matanya dan menggosok matanya dengan kedua tangannya hampir tak percaya putrinya satu-satunya, Helena, akan muncul di acara dinner yang dibuatnya. Selain itu, kapan putrinya sudah sembuh? Mengapa ia tidak mengetahuinya? Alex yang berada dekat duduknya dengan sang Ayah, memberikan bisikan pada pria setengah baya itu, “Itu Helena, Ayah. Aku sengaja tidak memberitahukannya ke Ayah tadi jika adikku sudah pulang karena aku melihat betapa sibuknya Ayah sejak tadi.” Tak membalas, Ma
Ckiitt! “Helena, mau kemana?” Mendengar decitan kursi dimundurkan ke belakang oleh sang adik perempuannya. Alex seketika menoleh, menanyainya. “Mau ke toilet sebentar,” balas Helena tenang, dengan kedua tangannya menjinjing dress yang dikenakannya, berhati-hati agar tak menyangkut di saat ia akan berjalan keluar. “Cepatlah kembali,” pesan Alex padanya. Helena mengangguk ringan serta membalasnya, “Iya.” Setiap gerak-gerik yang dilakukan Helena, banyak sekali pasang mata terus mengintainya. Bahkan di saat wanita itu beranjak. Banyak yang sebagian dari mereka bertanya-tanya karena tak mendengar pembicaraan pelan dan singkat yang dilakukan Helena dengan Alex. “Ke mana dia?” Delina merasa penasaran Helena pergi begitu saja. Dari sejak tadi pun ia sudah tak tenang, makan saja hanya beberapa suap, dan berkali-kali mencuri padang ke arah Helena yang asik santai menyantap daging steak di piringnya dan ketika Helena berdiri dari duduknya. Rasa penasarannya memuncak, ia begitu ingin tahu a
“Helena ... ?!” Michael, Vincent dan Malvin terkesiap bangkit dari duduknya. Ketiga pria itu sama-sama mendekati Helena yang bahunya dipegangin Alex, saking takutnya lelaki itu bila adiknya itu akan terjatuh pingsan. Sedangkan tindakan yang dilakukan Michael, mengambil tisu untuk mengelap darah di bibir, pipi serta telapak tangan Helena, lalu kemudian Vincent mengambil segelas air minum untuk membantu meredakan batuk berdarah Helena. Helena menerimanya, dibantu Vincent memegangi gelasnya. Setelahnya mereka membantu Helena duduk di kursi dengan hati-hati. Begitu memperlakukannya layaknya permata yang berharga. “Ayah akan siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang.” Malvin berkata pada mereka, Helena mendengar itu seketika menoleh. “Jangan!” bantah Helena. Sontak membuat mereka memandanginya, terkejut. Malvin yang sempat akan melangkah itu. Berbalik kembali menatap sang putri. “Helena, kamu batuk berdarah loh. Bagaimana jika itu membahayakanmu? Ayah takut kamu kenapa-napa, saya
Tock! Tock! Tock! Pintu terketuk tiga kali, semulanya Helena yang sibuk menyisir rambut hitam panjangnya yang tergerai lurus sampai sebatas pinggangnya, sembari Helena menatap cermin yang ada di depannya dengan posisi dirinya berdiri. Mendengar suara ketukan pintu, lantas Helena mengalihkan wajah, sambil berujar, “Masuk.” “Selamat pagi Nona muda.” Sofia menyapa hormat Helena setelah masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya, lalu sedikit ia membungkukkan tubuhnya. “Pagi,” balas singkat Helena, terasa enggan bicara saat masih pagi begini. Sofia menatapnya dengan wajah terpasang rumit. Helena melihat itu mengerut penasaran. Ia pun bertanya, “Kenapa menatapku seperti itu?” “Nona muda, bagaimana dengan kondisi Anda?” tanya Sofia. “Kau lihat saja sendiri sekarang seperti apa kondisiku,” balas Helena yang tak terdengar memuaskan bagi Sofia. Helena menyadari itu, raut wajahnya tak bisa membohonginya. Sofia masih begitu penasaran dengan kondisinya. “Terkadang penampilan sering menipu,
“Kak Michael, kau sedang apa di sini?” Vincent melontarkan pertanyaan pada pria itu, yang kini mengalihkan pandangan ke arahnya. Bukan! Melainkan ke arah Helena yang berada di belakang Vincent, memastikan bila sang adik tak bereaksi berlebihan setelah ia bertindak kasar kepada laki-laki yang sangat disukainya. Itu menurut apa yang diketahui Michael selama ini. “Menemui adik perempuanku, sepertimu,” balasnya singkat kemudian itu ia berjalan menghampiri Helena yang berada di belakang Vincent, tengah menatapnya begitu datar, seakan tak ada nyawa di dalam diri wanita muda itu. Michael yang sudah berada di hadapan Helena, lantas berujar lembut padanya, “Aku melakukan itu demi kamu, sekalipun kamu akan melarangnya, sebagai seorang kakak, aku tidak akan membiarkan laki-laki busuk sepertinya, mendekatimu. Kamu boleh marah padaku, aku akan terima, tapi aku tidak akan membiarkanmu dekat dengannya lagi untuk kali ini.” Mata Helena yang menatap manik coklat dingin itu, sampai hampir lupa berk
Hart dan Rylee hanya menatap mereka berdua dengan tatapan heran.“Apa ini perasaanku saja, mereka sekarang jauh lebih dekat?” duga Hart melihatnya sampai keliling matanya memandang, hingga mobil yang dinaiki Helena dengan Roky sudah pergi menjauh dari mereka.“Bukan kau saja, aku juga merasa begitu,” ujar Rylee. “Jadi apa yang akan kita kerjakan sekarang? Nona Helena hanya memerintah kita bekerja tanpa memberitahu apa pekerjaan itu.”Hart mengedikkan bahu. “Jangan tanya padaku, aku pun tidak tahu.”“Kalian berdua tidak ada kerjaan ‘kan? Bagaimana jika kalian ikut denganku.” Vincent menghampiri mereka berdua yang tengah dilanda kebingungan berdiri di dekat mobil dan gerbang mansion besar milik Malvin Dawson—ayahnya Helena maupun Vincent.“Anda bukan Bos kami.” Hart menjawabnya dingin.Akan tetapi Rylee berbeda dengan Hart. Rylee langsung merangkul Hart dan Vincent, mengatakan, “Pekerjaan apa itu Tuan Vincent?”Hart mendengus dan berpaling wajah tak ingin melihat tingkah temannya yang t
“Semalam ini, kamu dari mana saja?”“Ah!” kaget Helena melihat Vincent yang berada di dalam kamarnya, duduk di kursi dengan tangan disilangkan. “Sepertinya kau senang sekali mengagetkanku, ya?! Ah~ kakak ini … ” Helena kelepasan menjadi berteriak, wanita itu pun memegang kepalanya dan menyugar rambutnya ke belakang.“Kamu juga sering membuat kakakmu ini terkejut dengan semua tindakanmu, adikku Helena.” Vincent membalasanya dan perlahan pria itu berdiri melangkah mendekat ke arahnya. “dari mana kamu sampai jam segini baru pulang?” Vincent mengintrogasinya.Helena berpaling wajah untuk menahan rasa kesalnya diperlakukan seperti itu. “Aku hanya mencari angin, aku ‘kan sudah pernah bilang berada di sini terus rasanya menyesakkan.”“Tadi ayah mencarimu, sebelumnya aku sudah lebih dahulu datang mencarimu, tidak melihat kamu berada di dalam kamar. Aku merasa yakin kamu keluar dan ternyata itu benar, untung saja aku menyelamatkanmu, adikku sayang.” Vincent memasukkan kedua tangannya ke dalam
“Lepaskan aku.”Rylee menjadi menghentikan langkah cepatnya, tergesa-gesa keluar dari apartemen mewah yang kini terdengar suara tembak menghebokan banyak orang. Tapi, herannya polisi masih belum terlihat datang, perasaan cemas kini menyelimuti Helena. Bagaimana jika sesauatu terjadi kepada Roky?Wanita itu menghentikan langkahnya yang dibawa cepat oleh Rylee sehingga Rylee merasakannya langkahnya ikutan terhenti, dan menoleh ke belakang menatap sang empu yang kemudian bersuara.“Nona Helena, Anda tidak ingin masuk ke dalam lagi ‘kan?” Dahinya mengerut sangat jelas menunjukkan tengah memastikannya.“Aku harus mengecek kondisi di sana, pamanku dia tinggal di sana, aku merasa sesuatu terjadi padanya.”“Kamu memperdulikannya?”“Tidak.” Helena mengedikkan bahunya. “aku memperdulikan Sofia.”Rylee seketika melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Helena.Seperti secara terbuka dipersilahkan kemauannya. Helena membalikkan tubuhnya dan melangkah cepat menuju kembali ke tempat itu.Tangan
Mengikuti firasatnya kini, Helena mengambil keputusan cepat bersama Rylee untuk ke tempat di mana keberadaan pria yang memiliki hubungan darah dengan Helena si pemilik tubuh asli dan juga pria itu sebagai mantan suaminya Sofia.“Di sini dia tinggal, Nona,” kata Rylee menunjuk apartemen elite di kawasan ini.Sesuatu yang tidak terduga. Senyum miring terpantri di bibir merah alaminya. “Tempat yang bagus bagi mantan napi sepertinya.”“Awalnya aku pun berpikir seperti itu. Tapi melihat bagaimana selama ini Sofia sering menemuinya, aku mulai berpikir, dia tinggal di sini karena Sofia.”Helena menatapnya, sedetik kemudian menghela. “Sepertinya hubungan keduanya tidak sesederhana yang dikira, apa ada mantan suami istri akan berhubungan sebaik itu?”Rylee menganggu, membalas, “Itu langkah, jikapun ada mungkin tidak sedekat seperti mereka. Walaupun mereka bertemu tidak secara terbuka. Tapi tetap saja, itu terasa janggal.”“Kita akan mencari tahunya,” kata Helena kemudian memberi perintah, “Tun
Perasaan Rylee dipermainkan lagi, ia merasa dilema mencari-cari keberadaan Helena yang tak kunjung ditemukannya. Tadi wanita itu menelponnya berada di halte, ia langsung menuju ke sana, tapi ketika sampai, bukannya ia langsung bertemu dengan Helena, malahan yang ditemukannya handphone milik wanita itu yang keadaan layar masih hidup. Untung saja tidak dicuri. Tapi …Rylee berhenti dan mengambil duduk di bangku halte. Pria itu memegangi dagunya, tengah berpikir, “Tadi ponselnya ini ada di bangku dan masih dalam keadaan hidup, setelah kulihat setelannya, ponsel ini akan mati tiga menit. Dan tadi setelah kulihat, ponsel itu mati, berarti … ”“Berarti sudah tiga menit berlalu aku pergi dan kau baru sampai,” sambung Helena tiba-tiba saja berada di sampingnya, duduk dengan santai sambil menikmati rolled ice cream di dalam wajah mini, yang terdapat strawberry di atasnya ice creamnya sebagai toping.“Eh?!” Rylee terperanj
Helena termangu manik coklatnya tak berkedip menatap Malvin yang memberikan intimindasi padanya secara tak sadar. Hingga melihat bagaimana dalamnya Helena menatapnya, Malvin seketika tersadar dan pria itu mengusap wajahnya kasar sambil berkata, “Bukan itu maksud Ayah. Ayah hanya tidak ingin kita saling mengingatnya setelah lama kita berusaha melupakannya.”“Aku sama sekali tidak mengingatnya, aku sangat berharap bisa mengingatnya. Setidaknya aku bisa tahu seperti apa dia. Aku tidak ingin benar-benar melupakannya, dia ibuku, Ayah,” kata lirih Helena, suaranya terdengar parau dan nyaris menghilang di akhir kalimatnya. Helena menyentuh dadanya. “dia yang telah melahirkanku, betapa berdosanya aku sebagai anak yang telah susah payah dilahirkannya, begitu saja melupakannya.”“Ibumu tidak berharap setelah kepergiannya kamu merasa menderita, sayang. Ayah juga tidak berharap kamu merasakan itu juga, kami sangat memperdulikanmu. Kamu tidak perlu mengingatnya, sekarang yang perlu kamu pedulikan
“Helena, kenapa basah kuyup seperti ini?” Malvin terkejut dan wajahnya tampak cemas memperhatikan penampilan Helena kini. Bagaimana tidak, pulang-pulang Helena basah kuyup padahal cuaca saja tidak sedang hujan.Ia yang akan keluar, menjadi berhenti ketika melihat sang putri berjalan dalam keadaan seperti itu memasuki mansionnya.“Aku kecebur kolam renang,” balas Helena pelan dan sedikit menggigil merasa begitu kedinginan. Tangannya mengusap-usap lengannya berupaya membantu meredahkan rasa dinginnya.“Cepat ambilkan handuk!” suruhnya pada para pelayan yang berada di sini. Sampai para pelayan tersebut bergegas mengambil handuk untuk Helena.“Bagaimana bisa kamu sampai kecebur, sayang? Apa ada yang mendorongmu?” Ia membawa Helena berjalan dengan melebarkan lengan panjangnya, ia memegang ujung bahu Helena dan mendekatkan Helena pada lengannya tak memperdulikan pakaiannya akan basah saling bersentuhan dengan Helena.“Hm, jika tidak bagaimana mungkin aku jatuh,” balas Helena sambil terus be
“Perkiraan saya benar ‘kan? Mereka akan datang, ayah dan kakak laki-laki Anda.” Roky memandang wanita yang duduk di sampingnya, berdua bersamanya di dalam mobil miliknya yang terparkir rapi di basement mobil rumah sakit ini.Sengaja Roky membawa Helena di sini, untuk memperlihatkan kebenaran yang mungkin saja wanita cantik berambut gelombang itu meragukannya. Sekarang, mana mungkin bisa dia menolak kebenaran yang telah terlihat nyata di depan matanya itu, jika memang dia terlalu dibutakan cinta keluarganya.Sekilas tak disadari oleh Roky senyuman Helena tertarik miris. “Aku hampir tidak percaya,” kata Helena.Ia masih bingung dengan situasinya, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Tapi melihat setiap kebenaran yang dikatakan Roky, ada suatu dugaan buruk di dalam benaknya.“Apa sebenarnya tujuan mereka mencariku? Dan apa alasan kakakku Vincent ingin membawaku pergi? Aku bingung memikirkan itu.” Helena bertanya itu pada Roky.Roky tak menjawabnya, pandangannya lurus ke depan. Helena sebe
“Kita pulang sekarang Helena.” Vincent menyambar tangan Helena di tengah Helena sedang berbincang dengan Roky dan Hart mengenai Sofia. Wanita itu tentu terperanjat begitupun dengan dua pria bersamanya, atas tindakan tiba-tiba pria yang merupakan kakak laki-lakinya. Baru datang, dia langsung membawa Helena pergi tampak seakan dikejar oleh sesuatu, ia terburu-buru membawa Helenaa ikut dengannya. “Kak Vincent, ada apa?” Helena menghentikan paksa langkahnya dan menahan tangan Vincent yang menarik tangannya, meskipun kekuatannya tak seimbang, Helena sekuatnya berusaha menahan dirinya berhenti. Vincent berhenti merasakan tangannya berat menarik Helena, dia berbalik lantas menatap Helena yang memandangnya kebingungan. “Kita harus pergi. Di sini tidak akan aman,” ucap Vincent. “Kenapa?” tanya Helena, penasaran dengan apa yang terjadi. Biasanya Vincent tidak seperti itu kepadanya. Ini terasa aneh, dia jelas penasaran. Vincent menghela napas gusarnya, dia membalikkan tubuh dan bergantian ke