Raja Garrpou menghela napas berat untuk yang kesembilan kalinya. Matanya menatap hampa ratusan tangkai lavender yang tak terurus. Tangan gempal terkepal kuat seiring dengan hati yang bergetar.Istana Rubi masih berdiri kokoh di sana meskipun temboknya penuh dengan lumut dan tanaman merambat. Kerinduan menyesakkan dada. Raja Garrpou sangat merindukan seseorang yang dulunya menghuni istana tersebut.Raja Garrpou memejamkan mata dan membiarkan semilir angin mempermainkan rambutnya. "Amarilis, kenapa putra kita harus terkena kutukan? Dia harusnya menjadi putra mahkota yang sempurna. Aku masih sulit percaya jika kau memang menggunakan sihir hitam," gumamnya sendu.Bayangan kejadian masa lalu terlintas dalam benak. Masa ketika Grand Duke Erbish menentang pendapat kuil suci agung dengan lantang. Adik bungsunya itu bahkan masih berusia 13 tahun. Seruan-seruan protes dari suara cempreng anak lelaki beranjak remaja masih terdengar jelas."Kakak! Kakak! Ini tidak benar! Sallac tidak mungkin terk
"Saya tidak salah dengar bukan, Yang Mulia?" Count Calliant hampir saja tanpa sadar meninggikan suara.Dia tengah melakukan peninjauan terhadap tambang Keluarga. Namun, surat panggilan dari istana mendadak datang. Count Calliant terburu-buru pergi ke istana raja, tetapi keputusan tak masuk akal yang harus didengarnya."Kau tidak salah dengar, Count Blossom. Seperti yang kukatakan tadi, aku mencabut perintah penugasan putra mahkota ke perbatasan sekaligus mengeluarkan perintah untuk penangkapan Grand Duke Erbish," tegas Raja Garrpou."Tolong dipertimbangkan lagi, Yang Mulia. Kalau sampai kita kehilangan Grand Duke Erbish juga, kerajaan bisa berada dalam bahaya. Kerajaan-kerajaan lain pasti akan menjadikan kita sasaran empuk." Count Calliant mencoba memberikan masukan.Dia merasa hal aneh terjadi kepada sang raja. Dibandingkan raja-raja terdahulu, Raja Garrpou dikenal sebagai pemimpin yang paling bijaksana. Count Calliant tentu curiga dengan keputusan yang tidak masuk akal."Yang Mulia,
Trang! Trang!Suara besi beradu membuat Sir Datte tersentak. Dia refleks membuka mata. Pasukan istana yang tadi berada di atas angin kini kocar-kacir. Puluhan sosok berjubah hitam terus bermunculan seperti tak habis-habisnya.Sir Datte hanya bisa terpaku. Sementara itu, sosok-sosok berjubah hitam bergerak dengan lincah menumbangkan lawan. Pasukan istana tak siap. Ayunan pedang mereka bahkan kalah cepat dengan belati milik para sosok berjubah hitam."Sial*n! Kenapa harus ada prajurit bayaran di sini?" umpat pimpinan pasukan istana.Dia mengeluarkan bola kristal biru. Benda itu adalah salah satu alat sihir komunikasi jarak jauh yang bisa dibeli di menara sihir. Sang pimpinan pasukan hendak menghubungi markas besar untuk meminta bantuan.Srat! Darah menyembur ke udara. Alat komunikasi sihir terlempar dan membentur batang pohon. Adapun pimpinan pasukan istana terjatuh dari kuda dengan leher terpenggal. Sementara kepalanya masih dijinjing oleh ketua prajurit bayaran. "Wajah menjijikan in
Para pengikut setia Grand Duke Erbish menunggu dengan tegang. Belasan pasang mata itu tak lepas dari lingkaran sihir teleportasi di tengah-tengah ruangan. Mereka memang telah mendapatkan pesan dari Grand Duke Erbish yang akan segera tiba dengan teleportasi."Yang Mulia tiba!" seru pimpinan penyihir wilayah utara saat lingkaran sihir teleportasi bercahaya.Semua pengikut menunduk takzim. Cahaya di lingkaran sihir semakin menyilaukan. Embusan angin yang kencang menerpa. Beberapa pengikut setia sampai terlempar karena kurang siaga.Angin kencang berhenti mendadak. Pendar cahaya perlahan memudar. Ketika cahaya sudah raib sepenuhnya, tampaklah tujuh orang dengan pakaian dan rambut berantakan berdiri tegak di lingkaran sihir."Teleportasinya sangat tidak nyaman! Apa kalian tidak melakukan perawatan secara berkala!" gerutu Pangeran Sallac sambil merapikan rambutnya.Grand Duke Erbish melotot. Belum apa-apa keponakannya itu sudah protes dan menuduh. Grand Duke Erbish tentu melakukan perawatan
Sentuhan lembut di pipi membuat Lady Neenash tersadar. Dia membuka mata perlahan. Wajah tak asing membuatnya seketika bangkit dari posisi berbaring sembari melotot."Kau! Kenapa kau bisa ada di sini!" serunya sambil menunjuk-nunjuk wajah sosok familiar itu.Dadanya naik turun dengan napas tersengal. Wajah cantik Lady Neenash kini merah padam dan terasa panas. Api amarah berkobar dalam hati. Bagaimana tidak? Kini, Lady Cherrie duduk di hadapannya. Sorot mata yang polos dan lembut itu membuatnya muak mengingat banyak sandiwara yang terkandung di dalamnya. "Kau menculikku, 'kan? Apa lagi yang kaurencanakan, hah? Mau membunuhku secara langsung?" cecar Lady Neenash.Lady Cherrie menatap sendu. Tangannya tampak gemetar. Namun, Lady Neenash tak menyadari. Tumpukan emosi dan beban mental tumpah ruah. Lady Neenash bahkan lupa sebelumnya tengah berada di kuil suci utara. Keamanan wilayah Grand Duchy tak bisa diragukan, terutama kuil sucinya. Ada tujuh lapis pelindung khusus yang dibentuk den
Saat mengingat nama Lady Hazel, Lady Neenash tersentak. Seberkas ingatan melintas. Tepatnya, ingatan tentang awal-awal pertemuan dengan Lady Hazel. Obrolan mereka di malam itu kembali terngiang...."Dulu, dia anak yang manis dan polos. Bahkan ketika Count Searaby menyiksanya dan saya menangis, dia akan selalu menghibur saya.""Cherrie yang saya kenal berubah drastis dan seperti menjadi orang lain. Tapi, saya yang begitu bodoh ini masih tak bisa membuang kenangan kami dan terus menyimpan kalung peninggalan ibu Cherrie.""Kemungkinan Lady Cherrie terkena pengaruh sihir hitam. Dia membuang kalung yang memiliki kekuatan suci. Apakah ada hal aneh pada tubuh adik Anda saat sikapnya berubah?"Ah iya, saya ingat! Ada hal aneh selain perubahan sikapnya, saya sempat melihat matanya menjadi keruh seperti dilapisi awan kelabu. Tapi, kejadian itu sangat singkat. Saya pikir salah lihat saja waktu itu.""Awan kelabu ... adik Anda benar terkena pengaruh sihir hitam.""Jika memang pengaruh sihir hita
Rasa hangat tak lagi dirasa. Lady Neenash perlahan membuka mata. Panorama alam nan indah terpampang di depan mata. Ya, mereka tengah berada di suatu desa yang masih asri. Sungai jernih dengan aneka ikan warna-warni membelah pedesaan. Sementara bukit menghijau mengelilingi desa seperti perisai dari zamrud. Ladang-ladang penduduk yang subur juga memanjakan mata. "Ini ... indah sekali ...," gumam Lady Neenash dengan mata berbinar. "Terima kasih pujiannya, Lady. Ini adalah kampung halaman ibu saya di wilayah timur, tempat saya dilahirkan dan tumbuh besar selama ini," jelas Lady Cherrie. "Ayo kita ke rumah saya!" ajaknya lagi. Lady Neenash tak banyak bicara. Dia mengekori langkah Lady Cherrie yang entah kenapa terasa sangat cepat. Akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah mungil, tetapi terasa hangat. Meskipun tampak sederhana, rumah itu dikelilingi ladang subur. Lady Cherrie membawa Lady Neenash ke ladang di sebelah kanan rumah. "Hei, itu, kan, kamu?" seru Lady Neenash refleks saat me
Suara cicit burung menyentak kesadaran Lady Neenash. Dia cepat-cepat membuka mata. Ladang dengan tanaman-tanaman yang baru bertunas terpampang di depan mata. Cukup lama hingga Lady Neenash menyadari dirinya sudah berada di masa yang berbeda.Tawa familiar terdengar dari tengah-tengah ladang. Lady Neenash pun memutuskan untuk mencari sumber suara. Dia bisa berjalan lurus saja tanpa perlu menghindari tanaman karena bisa menembus.Pada bagian tengah ladang, terlihat Lady Cherrie tengah tertawa sambil mencabuti rumput liar. Sementara itu, Sasha membantu dengan mengumpulkan rumput-rumput liar yang sudah dicabut ke suatu keranjang. Keduanya tampak asyik mengobrol dan sesekali melempar canda. Jika tidak melihat seringai licik Sasha yang sebelumnya, Lady Neenash pasti juga akan tertipu."Terima kasih, Sasha. Sejak kamu tinggal di sini, aku jadi tidak kesepian lagi. Pekerjaan di ladang juga menjadi lebih cepat selesai," ungkap Lady Cherrie tulus setelah mereka menyelesaikan pekerjaan.Keduanya