Raungan semakin keras terdengar. Rombongan Lady Neenash memperkuat pertahanan. Punggung mereka saling bersinggungan agar tak ada celah serangan dari belakang.Suara derap kaki berlari terdengar mendekat bersama raungan yang tak henti. Tak lama kemudian, 4 ekor hewan mirip singa tetapi bertanduk muncul. Gigi yang tajam terlihat saat hewan-hewan itu meraung.Louvi mengerutkan kening. "Hewan mistis?" komentarnya."Sedikit mirip dengan Molly," timpal Lady Neenash masih dalam posisi siaga. "Lizen, hewan mistis ini memang sejenis Molly, Neenash. Namun, aku menahan kekuatan Molly sehingga dia memiliki bentuk yang lebih kecil," jelas Pangeran Sallac."Tapi, bukankah hewan-hewan ini tidak seharusnya ada di sini. Kenapa mereka bisa berkeliaran bebas di luar area hewan mistis?" celetuk Lady Hazel yang sedari tadi diam.Mereka semua saling berpandangan. Ucapan Lady Hazel memang benar. Hewan mistis memiliki area tersendiri agar terhindar dari gangguan manusia.Meskipun sebagian orang takut dengan
Heik menerjang secara bersamaan. Louvi mengerahkan kekuatannya untuk membuat belenggu cahaya yang mampu mengikat semua heik. Para hewan itu seketika menjadi lemas. Tak ingin membuang kesempatan, Lady Neenash langsung membekukan mereka."Ayo kita pergi cepat dari sini sebelum kawanan heik yang lain datang lagi!" seru Pangeran Sallac.Dia menggendong Lady Neenash, membuat gadis itu mendelik. Sementara Louvi hanya dipegangi di bagian jubah. Setelah itu, Pangeran Sallac melesat cepat meninggalkan lokasi pertarungan sebelumnya sejauh mungkin.Mereka kompak menghela napas lega setelah merasa kondisi sudah aman. Beruntung, Hutan Oklasian memiliki perlindungan sihir yang cukup unik. Jika menggunakan sihir di kawasan hutan, tidak akan terdeteksi oleh orang yang berada di luar. Oleh karena itulah, Pangeran Sallac dan Lady Neenash bisa menggunakan sihir tanpa perlu merasa khawatir terlacak pasukan istana.Sebaliknya, mereka juga tidak bisa langsung menggunakan sihir teleportasi ke wilayah utara.
Grand Duke Erbish menebas semak belukar yang menghalangi jalan dengan belati kesayangannya. Tak terasa dia sudah cukup lama memasuki Hutan Oklasian bagian dalam. Pencahayaan hampir tidak ada, hanya seberkas sinar mentari yang berhasil menembus dedaunan. Jarak pandang tidak lebih dari lima langkah.Beruntung, insting berburu seorang pahlawan perang lebih kuat daripada orang kebanyakan. Grand Duke Erbish bisa melangkah cepat tanpa perlu khawatir terperangkap di semak berduri ataupun tanaman beracun."Pemburu hewan mistis?" gumam Grand Duke Erbish saat berada di hadapan bangkai heik yang membeku.Dia menyentuh es yang tak meleleh meskipun berada di suhu cukup tinggi. Pola indah pada permukaan es membuatnya terperangah. Harapan sekaligus kecemasan berpilin dalam hati."Neenash ... adikku, bagaimana kalau dia ...," gumamnya lirih.Grand Duke Erbish menggeleng cepat."Tidak! Dilihat dari kondisi hewan mistis ini tampaknya mereka berhasil mengalahkannya! Sallac juga bukan penyihir abal-abal.
Buk!Pedang Grand Duke Erbish menghantam perisai es Lady Neenash. Mereka terdiam beberapa saat. Keheningan terasa mencekik, hingga akhirnya keduanya bisa saling mengenali."Neenash, adikku!""Kakak Erbish!"Pedang Grand Duke Erbish seketika jatuh ke tanah. Dia menghambur dan memeluk Lady Neenash. Gadis itu juga balas memeluk. Mereka berdua menangis penuh haru."Neenash ... syukurlah kau selamat! Aku tidak tahu bagaimana jika sampai kau celaka! Aku akan sangat malu kepada Ayah dan Ibu," cerocos Grand Duke Erbish di antara isak tangisnya. "Jangan seenaknya memeluk kekasihku, Paman!" sergah Pangeran Sallac sembari menarik Lady Neenash dari pelukan Grand Duke Erbish.Matanya mendelik tajam seperti akan menelan bulat-bulat Grand Duke Erbish. Lady Neenash masih belum mencerna apa yang telah terjadi hanya melongo. Lalu, saat tersadar, dia memukuli Pangeran Sallac dengan sadis."Dasar posesif! Kenapa kau tidak bisa membiarkanku melepas rindu dengan Kak Erbish, hah?" omel Lady Neenash."Janga
Lolongan heik memekakkan telinga. Mereka juga tampak bersiaga. Sorot mata hewan mistis mirip serigala itu seolah-olah memberi peringatan agar Lady Hazel tak mencoba keluar dari gua.Lady Hazel menghela napas. Tangannya terkepal. Dia mengeluarkan pistol dari dalam saku. Pelurunya hanya tersisa lima butir. Sementara heik yang berjaga jumlahnya mencapai belasan ekor."Seharusnya, aku membawa peluru lebih banyak. Jika begini apakah bisa ...."Lady Hazel menggeleng kuat."Tidak ada gunanya mengeluh, aku harus mencobanya. Paling tidak membuat hewan-hewan ini panik dan membuka jalan keluar dulu."Lady Hazel mengarahkan pistol ke arah beberapa heik. Dia sudah memperhitungkan dengan seksama posisi hewan mistis yang menjadi target. Hanya perlu tiga peluru untuk membuka sedikit celah menuju pintu masuk. Dua peluru lagi bisa digunakan saat darurat.Jika terjadi kemungkinan terburuk lain, Lady Hazel juga memiliki belati yang terikat di pahanya. Belati itu dibuat khusus dari batu sihir langka. Senj
"Lady Neenash, tunggu! Jangan serang mereka!" sergah Lady Hazel.Lady Neenash tersentak. Belati-belati es yang tadi hampir mengenai tubuh para heik berjatuhan di bebatuan. Pecahannya seketika meleleh, lalu membekukan apa saja yang disentuhnya.Lady Hazel seketika menghela napas lega. Hampir saja usahanya sia-sia. Sudah susah payah menyembuhkan heik yang terluka akan sangat menyedihkan jika hewan-hewan mistis itu malah mati di tangan teman sendiri.Lady Neenash menghambur ke arah Lady Hazel dan memeluknya. "Kau baik-baik saja, Lady?" cecarnya sambil mengamati sang kawan dari ujung rambut hingga ujung kaki.Lady Hazel menyembunyikan lecet di lengannya sebelum menjawab, "Iya, Lady. Aku baik-baik saja." Dia menyengir lebar. "Yah, paling hanya sedikit basah karena dijilati oleh mereka," cerocosnya sambil menunjuk para heik yang sudah bertingkah seperti anjing peliharaan.Sayangnya, Lady Neenash tidak menangkap candaan Lady Hazel. Dia malah melotot. Tangannya terkepal kuat, terasa hawa ding
"Ada apa, Neenash? Kau menemukan sesuatu?" cecar Pangeran Sallac.Lady Neenash mengangguk kecil. Tatapannya kembali beralih kepada danau di tengah-tengah gua. Meskipun sangat samar, dia bisa melihat kabut hitam yang sangat tipis di permukaan air. Hidungnya juga mencium aroma busuk."Sepertinya, ada sesuatu yang mengendalikan sihir hitam ini secara terus menerus. Sekelebat aku melihat kabut hitam dari arah sana," sahut Lady Neenash sembari menunjuk ke arah danau di tengah-tengah gua.Pangeran Sallac ikut menatap danau sambil mengerutkan kening. Dia memicingkan mata untuk menajamkan penglihatan. Benar saja, kabut hitam tipis memang menyebar secara merata di sana.Pangeran Sallac mengelus dagu, lalu bergumam, "Sepertinya, dugaanmu bena–""Kalau begitu, ayo kita singkirkan!" potong Grand Duke Erbish. Dia hampir saja melompat ke danau. Beruntung, Lady Neenash dan Pangeran Sallac sempat memegangi tangannya. Pangeran Sallac mendecakkan lidah."Gunakanlah otak Paman lebih dulu sebelum bertin
Grand Duke Erbish seperti merasakan terpaan angin dan hangatnya mentari. Dia refleks membuka mata. Keningnya seketika berkerut. Sekeliling telah berubah. Tak ada lagi danau dalam gua dan bola kristal hitam. Kini, dia berada di taman bunga yang indah. Dalam kebingungannya, Grand Duke Erbish mencoba menyusuri taman, tetapi terkejut lagi saat melihat kaki sendiri."Kenapa kakiku menjadi kecil sekali? Tunggu! Tanganku juga kecil!" Grand Duke Erbish tersentak. "Suaraku juga jadi seperti anak kecil!" serunya panik.Dia berlari ke arah kolam air mancur di tengah taman. Bayang wajahnya terpantul di permukaan kolam. Grand Duke Erbish yang gagah dan tampan tak tampak di sana, digantikan bocah berpipi gembul.Belum sempat mencerna apa yang terjadi, tubuh Grand Duke Erbish malah bergerak sendiri. Dia juga tak lagi bisa berbicara sesuai isi hati. Tubuh mungil itu berjalan menuju taman bunga dan menghampiri seorang wanita bergaun biru muda."Kau dari mana saja, Erbish? Kakak mencarimu ke mana-mana