CINDY DAN CLARISSA SATU RUANGAN? PERANG DUNIA DUA!
"Dia kah yang bernama Clarissa? Bukankah ketika aku datang sebelumnya dia hanyalah asisten kecil dan sekarang dia telah di promosikan menjadi asisten khusus ruangan Justin? Mungkinkah dia adalah istri Justin yang disembunyikan dengan baik?" batin Cindy mendatangi Clarissa. "Halo asisten Clarissa!" sapa Cindy. Clarissa berdiri menyambut uluran tangan Cindy. "Namaku adalah Cindy," sambungnya. "Hay, namaku Clarissa. Senang bertemu dengnamu, Cindy," sahut Clarissa. "Aku di sini untuk melaporkan ini. Aku ingin meminta pekerjaan. Ini adalah surat pengantarnya, khusus di berikan oleh Kak Justin untukku," kata Cindy mengulurkan amplop surat. "Silakan duduk dulu," perintah Clarissa. Mereka pun duduk berhadapan. "Bolehkah aku membaca surat pengantarnya?" tanya Clarissa. "Seorang siswa teratas departemen keluarga di universitas bergengsi pula, rekomendasi Justin LeKECELAKAAN! "Andrea? Bagaimana? Aku mengeraskan panggilan ini agar Nyonya Cindy juga mendengarkannya," ujar Clarissa. "Andrea jawablah! Ini aku Cindy," imbuh Cindy. "Iya Nona Cindy, aku mendengar suaramu tetapi aku tidak bisa memberikan keputusan sekarang. Lagi pula Tuan Justin sedang sibuk apalagi untuk kantor asisten semua sudah terisi penuh," kata Andrea. Tiba-tiba Cindy segera menyahut telepon dari tangan Clarissa. Membuatnya sedikit terkejut, dengan sigap Cindy mengambil alih telponnya. "Andrea, bukankah asisten Clarissa boleh membimbing murid magang? Kalau begitu aku menjadi murid magang asisten Clarissa saja. Terserah aku ditempatkan di bagian apa, atau kamu saja yang menerimaku. Aku seharusnya tidak akan membuatmu malu kan," sanggah Cindy memaksa. Clarissa melirik ke arah Cindy, dia merasa wanita ini sedikit berbahaya karena dengan lancang berani menarik telepon yang sedang dia gunakan. Terlihat tak menghargainya. Entah mengapa Clarissa tak suka dengan sikap Cindy ini
DIMANA NYONYA CLARISSA? "Te.. terima kasih! Terima kasih, aku tak tahu jika tadi ada truk. Aku terlalu banyak melamun," kata Clarissa masih shock dan ketakutan. Bahkan dia mengatakan itu dengan ada suara bergetar. "Tuan....." "Tuan Steven," kata Clarissa. "Bukankah kamu orang yang memberiku stempel terakhir kali?" tanya Clarissa memastikan. Lelaki itu pun menganggukkan kepalanya, dia berdiri dan berusaha membantu Clarissa agar bisa berdiri juga. "Benar, Nyonya. Kita bertemu lagi kan Nona kecil, ingatlah untuk berhati-hati saat berjalan kaki. Jangan sambil melamun," tegur Tuan Steven. "Maafkan aku, Tuan Steven. Untung saja kau sudah menyelamatkan hidupku," ujar Clarisa pun tersenyum saat lelaki itu mengelus kepalanya. Dia merasa seperti memiliki ikatan batin tersendiri dengan Tuan Steven. Clarrissa merasa diperlakukan seperti keponakan atau adik perempuannya. Dia senang karena selama ini tak memiliki kakak lelaki. "Iya, aku mengerti Tuan Steven. Tapi lihatlah lenganmu berdarah
AKU HARUS MELENYAPKANNYA! "Periksa CCTV dalam gedung semuanya!" perintah Justin. "Kak Justin," panggil Cindy menyapa, dia mendengar suara Justin dari ruangan sebelah. "Apakah kamu mencari asisten Clarissa? Tadi aku masih berbicara dengannya di depan kantor, apa dia hilang?" tanya Cindy. "Kau berbicara dengannya di mana? Katakan!" perintah Justin langsung panik. "Iya saat aku hendak pergi makan siang tadi tak sengaja aku bertemu dengan asisten Clarissa. Lalu..." ucap Cindy menggantung kalimatnya. "Lalu bagaimana ya aku mengatakannya padamu," gumam Cindy. "Kenapa! Cepat katakan padaku," tegas Justin. Sengaaja Cindy menggantungkan kalimatnya. Dia ingin membuatJustin penasaran. Dia melirik ke arah sebelah Justin, mereka nampak menjadi pusat perhatian. "Apakah kita sungguh membicarakannya di sini?" tanya Cindy melihat ke arah karyawan yang saling berkumpul. "Ayo bicara di dalam saja," kata Justin membuka ruangannya. Mereka pun masuk ke dalam. "Sekarang bicaralah," perintah J
DIMANA TUAN JUSTIN? "Kenapa ini? Mengapa dia berubah? Inikah Justin yang aku kenal? Apakah Clarissa begitu penting baginya sampai dia berlaku seperti ini? Aku sudah berusaha mencoba membuatnya marah tetapi kenapa dia tak bisa marah pada Clarissa! Sialan!" umpat Cindy dalam hati. "Aku harus segera melenyapkannya," batin Cindy dalam hati. Cindy pun melihat kepergian Justin begitu saja. Cindy baru menyadari satu hal, dia memang tak berarti lagi bagi Justin. Keberadaannya tak pernah dianggap sama sekali. Hal itu jelas membuatnya sakit hati. "Apa yang membuatnya berbeda dari ku? Apa istimewanya? Kenapa kau memilih gadis itu, Justin? Apa kamu tahu semakin Kamu berpikir dia cantik, baik, dan seolah mencintainya maka semakin aku akan menghancurkannya," batin Cindy tersenyum jahat. Di sisi lain Clarissa baru sadar dari pingsannya. Dia mengerjapkan matnya, ruangan nampak asing. Perlahan Clarissa bangun, dia berada di sebuah ruangan mewah yang tak pernah dikenalinya. "Ini di mana?"
KONVOI KELUARGA JUSTIN! "Apakah kamu ingin menelpon seseorang, maka kau bisa menelpon. Aku memiliki papan kedap suara di sini," katanya. "Tidak tidak perlu, Tuan," sahut Clarissa. Clarisa menghela nafas panjang. Hari ini sudah hampir gelap dan Justin sama sekali tak merespon semua panggilannya. Bahkan tidak ada pergerakan sama sekali, membuat Clarissa sekarang tambah cemas sekali. "Aku tidak ingin menelpon dia lebih dulu, tapi kenapa semua pesanku tak d balas. Ini membuatku merasa kesal tiba-tiba," omel Clarissa dalam hati. Mereka sudah sampai di sebuah resto yang merupakan rekomendasi Steven. Terlihat di sana pengamanan sangat di jaga ketat. Bahkan di halaman restoran pun berjejer semua pengawal Steven. Membuat pengunjung lain langsung merinding tak berani masuk ke dalam. Steven sengaja mengajak Clarissa makan di sebuah restoran keluarganya. "Tuan Steven," panggil Clarissa. "Ya," sahutnya. "Apakah saat keluar juga harus membawa begitu banyak orang? Apakah kau harus di jaga
APA YANG TERJADI SEBENARNYA? "Tuan Steven," panggil seoran ajudan Steven ketika lelaki itu mulai memotong steak daging miliknya. Tanpa banyak bicara lagi pelayan itu menyodorkan tablet miliknya. "Coba lihat ini," kata Steven menyodorkan tablet itu pada Clarissa. "Apa ini?" pekik Clarissa kaget sambil menutup mulutnya. Dia melihat deretan mobil mewah milik Justin Leonard melakukan parade di kota ini. Clarissa sangat hapal sekali bahwa itu adalah barisan mobil yang ada di garasi rumahnya. Hal itu membuat Clarissa kaget. "Apa yang mau dia lakukan?" batin Clarisa . "Armada mobil mewah ini semua pergi ke kota ini. Rupanya dia ini sedang mencarimu, dia takut kalau memeriksa lokasiku secara langsung akan membuatku tidak nyaman. Jadi dia memberitahuku seperti ini. Bukti bahwa dia sedang mencarimu. Aku cukup menghargai suamimu tapi mungkin sekarang seluruh kota tahu kalau istri Presiden Leonard sedang melarikan diri dari rumah," jelas Steven. "Ah begitukah, Tuan Steven. Rasanya aneh s
PENGKHIANAT DI SEKITAR JUSTIN! "Bukankah dia berkeliling kota dengan mobil-mobilnya tadi? Padahal mobilnya belum kembali ke garasi. Bagaimana dia bisa muncul di rumah ini dan suara yang tadi itu? Terlalu lembut untuk seorang Tuan Justin. Bukankah suara Tuan Justin selalu galak dan mengintimidasi, lembutnya sungguh menakutkan dan membuatku berpikir yang tidak-tidak," batin Clarissa. "Kenapa?" tanya Justin. "Apa?" "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Justin. "Kenapa kau berbicara lembut sekali? Itu membuatku takut," sahut Clarissa. "Kau tidak membolehkan ku berkata lembut? Apakah selama ini aku tidak cukup lembut?" tanya Justin. Clarissa menganggukkan kepalanya. "Kemarilah," perintahnya. "Wahhh, benar-benar Tuan Justin sedang tersenyum. Apakah orang ini benar-benar Tuan Justin? Aku merinding sekali melihatnya," batin Clarissa pun langsung maju. Dia langsung mencubit pipinya, memastikan bah
ADA BIBIT PELAKOR DI SINI RUPANYA! "Ada penghianat di sekitarku," ujar Justin. "Ap maksudnya, Tuan Justin? Aku memang harus disalahkan atas kejadian hari ini, tapi aku tak berkhianat," kata Clarissa ketakutan. "Diam, biarkan Andrea menyelidikinya. Sekarang kamu masih belum menjadi jelaskan kenapa kamu keluar dari kantor? Bukankah makanan di kantor juga enak? Bahkan kau hanya tinggal menelpon tak perlu menyebrang ke resto," tanya Justin. "Ck! Mengingat alasannya membuatku sebal saja. Bukankah ini karena kamu, Tuan Justin," tuduh Clarissa. Ucapan itu jelas membuat Justin kaget. Bukan tanpa alasan mengapa sekarang dirinya yang di salahkan. Padahal jelas-jelas di sini Clarissa yang salah. Justin pun menghela nafas panjang menghadapi wanita, sepertinya dia akan selalu terlihat salah. "Aku?" tanya Justin. "Ya! Karena adikmu itu. Membuatku sebal saja, aku sengaja keluar mencari u