Home / Romansa / Balada Cinta ShaBar / Prolog: Daging Busuk

Share

Balada Cinta ShaBar
Balada Cinta ShaBar
Author: Nesri Baidani

Prolog: Daging Busuk

Author: Nesri Baidani
last update Last Updated: 2021-06-12 12:45:12

Naila merasakan sakit tak terperi di antara dua kakinya. Jari-jari beserta lidah mereka masih menjelajahi dadanya, seperti belatung melenting-lenting di atas daging busuk.

Naila sudah lemas. Matanya mengabut, tak jelas lagi memandang sekeliling. Telinganya dipenuhi suara bising desisan, erangan, gumaman, yang bercampur tak keruan seperti polusi yang menyesakkan. Di bawah sana, seseorang mengentak-entak di antara dua kakinya, sementara seorang lagi menghantam-hantam di atas mukanya.

Daging busuk, seperti itulah Naila merasakan dirinya.

Hantaman pada pintu mengejutkan mereka semua. Seketika, lima lelaki itu menjauhi tubuh Naila yang sudah lemas tak bertenaga. Suara teriakan mengiringi tendangan, tinjuan dan seruan kesakitan. 

Desakan dari perut memaksa Naila memiringkan tubuhnya, memuntahkan cairan putih dari mulutnya. 

“Mbak?” Topan melepas kemejanya dan menyelimuti tubuh Naila dengan selembar kain itu.

Antara sadar dan tidak, Naila melihat kecemasan dan rasa bersalah di wajah Topan. “Maaf, terlambat, Mbak,” katanya.

Naila berusaha tersenyum, tetapi semua kemudian menjadi gelap.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
dian munaliza
kak biar bisa kebuka smua gmna ya huhu
goodnovel comment avatar
Nesri Baidani
huhuhu, berpelukaaaaan ....
goodnovel comment avatar
Yulia Andriyani-Syam
Ya Allah... Naila... 😭😭😭😭
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Balada Cinta ShaBar   1. Akbar: Sehari Menjelang

    "Lahir 28 tahun yang lalu, saya kini telah berhasil membawa Purwaka Grup menjadi perusahaan jasa nomor satu di Asia Tenggara. Saya dibesarkan di Papua, karenanya, alam adalah bagian dari hidup saya ...." Gadis itu membacakan keras-keras resume yang dituliskan Amah Hana untukku. Caranya membaca dengan nada dibuat-buat membuatku susah payah menahan senyum. Kalau dilihat-lihat, sebenarnya dia cukup manis.Dilipatnya kembali lembaran resume itu lalu diangkatnya wajah menatapku. "Resume yang menarik, sedikit overconfident, bahkan cenderung sombong."Kurapatkan bibir agar tawa tak terlontar semena-mena. Memang, Amah Hana menuliskan resume terlalu berlebihan. "Lalu?""Aku tak peduli," jawabnya melempar kertas terlipat itu ke tengah meja.

    Last Updated : 2021-06-13
  • Balada Cinta ShaBar   2. Alisha: La Luna

    Alamak! Lupa kalo dia anak alim.Hmmpft! Salaman aja ngga mau. Heran, deh, Mama seneng banget ngejodohin sama anak alim kaya gini. Bikin jadi ngerasa paling berdosa sedunia. Hhh!Mau langsung masuk March-nya Dirga aja, tapi pinggangku malah ditahan sama dia. Terpaksa, deh, pasang senyum manis sambil dadah-dadah sama anak alim rekomendasi Mama."Gila! Bawaannya Maybach," komentar Dirga takjub, ngeliatin mobil Akbar sampe ngilang masuk jalanan."Emang kenapa?" balasku, males, langsung masuk mobil Dirga.Dia juga ikut masuk trus duduk di belakang setir. Sambil masang sabuk pengaman, mulutnya masih lanjut ngoceh, "Ya, tajir banget gitu, masih mau ngotorin tangan bantuin gantiin ban."

    Last Updated : 2021-06-14
  • Balada Cinta ShaBar   3. Alisha: Rasa Cinta

    Pas balik lagi, ngga taunya udah rame aja. Meja yang tadi cuma diisi Mama doang, sekarang tinggal satu kursi yang kosong.Dua laki-laki duduk di ujung-ujung meja. Satunya udah kukenal, Akbar. Satu lagi kayanya lebih tua, jenggotan dan kacamataan. Mungkin bapaknya?Eh, tapi ngga mungkin. Di resume dibilang kalo bapaknya udah meninggal waktu dia kelas 3 SMP. Jadi siapa?Perempuan berkerudung lebar di samping laki-laki jenggotan itu langsung berdiri begitu ngeliat aku. "Alisha, ya?" sambutnya semringah, "pantesan Akbar ngga nolak."Kehangatannya bikin terpaku. Serius, kirain semua keluarganya juga dari kutub selatan kaya dia. Gadis manis berkerudung merah marun di samping perempuan itu juga ikut berdiri, nyodorin tangan dengan senyum mengembang. "Hai, Kak Alisha. Sala

    Last Updated : 2021-06-15
  • Balada Cinta ShaBar   4. Akbar: Puding Kenangan

    Menggunakan kalimat bersayap untuk menyampaikan keputusan tentang masa depan. Bodoh sekali! Amah Hana dan Tante Santi terlihat sangat bahagia. Mereka langsung terlibat percakapan hangat bernuansa nostalgia. "Inget banget waktu acara walimatul 'ursy saya, Akbar tiba-tiba ngilang. Sampe-sampe Bang Karim ikutan turun panggung buat nyariin. Heboh satu gedung, deh, waktu itu," lagi-lagi Amah Hana menceritakan kisah lama itu. Alisha tampak tak mendengarkan. Dia masih menunduk, khusyuk menyendok nasi uduk di piring. Naila menendang kakiku agak keras. Dengan ujung dagu, ditunjuknya Alisha yang seolah sedang menyingkir dari hiruk pikuk meja makan. Kukedikkan bahu, malas. Siapa suruh tak juj

    Last Updated : 2021-06-16
  • Balada Cinta ShaBar   5. Akbar: Rumah Seberang

    Akhirnya disepakati bahwa pembicaraan mengenai hari pernikahan ditunda hingga ada kejelasan mengenai ayah Alisha. Kulirik wajahnya. Ketegangan sepertinya telah menguap dari sana.Lihat saja, bagaimana dia memanfaatkan kesempatan yang baru saja kuciptakan.Kuputuskan untuk mengantar mereka pulang sekaligus mengambil buku nikah milik Tante Santi. Om Karim beserta keluarga telah lebih dulu bertolak karena harus menghadiri pesta pernikahan seorang kolega.Baru saja keluar dari kafe, sebuah mobil March merah masuk area parkir. Kulihat Alisha tertegun, dia pasti mengenali mobil itu."Ayo, pulang," ajakku, tetapi dia bergeming.Seorang anak lelaki kecil keluar sambil berlari. "Bu Guru!" serunya menyongsong Alisha.

    Last Updated : 2021-06-17
  • Balada Cinta ShaBar   6. Alisha: Salah Sambung

    Sumpah! Aku liat dia senyum! Tipis, sih, tapi yakin, deh, itu senyum! Biarpun cuma dari balik kaca depan mobil, aku ngga mungkin halu buat hal kaya gini. Lagian ngga butuh juga disenyumin sama dia. Justru aneh rasanya ngeliat makhluk kutub itu bisa senyum. "Aha!" Mama ngagetin banget sampe aku hampir kelompat. "Ternyata kamu beneran suka sama Mas Akbar, kan?" "Ish, Mama apa-apaan, sih?" "Nah, itu mukanya merah," ledek Mama sambil ngakak. "Ngga! Merah apaan?" Kuusap pipi. Ngga mungkin mukaku merah. Yang bener aja! "Nah, itu merahnya sampe kuping!" Mama makin semangat ngeledek. Refleks megang kuping. "Apaan, sih, Mama!" Tinggalin aja di teras. Kesel.

    Last Updated : 2021-07-29
  • Balada Cinta ShaBar   7. Akbar: Secangkir Pembalasan

    Astaghfirullah! Kenapa bisa salah menekan nomor? Kulihat lagi daftar panggilan barusan. Nama Alisha Maharani di urutan teratas. Diikuti Cinta Zara di urutan kedua. Ya Allah! Ada apa dengan diriku? Ponsel di tangan bergetar. Nama Alisha Maharani terpampang di layar. Kutarik napas sebelum menekan tombol hijau. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam. Enak banget, udah ngebangunin orang, trus dimatiin gitu aja?" "Maaf, silakan tidur lagi," jawabku agak merasa bersalah. "Aku minta kompensasi karena sekarang jadi ngga bisa tidur lagi," lanjutnya seperti pegawai disuruh lembur. "Apa? Bedtime sto

    Last Updated : 2021-07-29
  • Balada Cinta ShaBar   8. Alisha: Nonton

    Astaga! Ternyata Akbar chef di sini. Berarti puding itu bikinan dia? Kok, bisa? Jadi selama ini aku salah sangka? Pantesan Dirga ngga pernah mau bikinin puding lagi. Kenapa dia ngga bilang? "Apa Anda tahu bedanya garam dengan gula?" Dirga makin nge-gas. Kutarik lengannya biar duduk aja. Ngga ada gunanya berdebat sama makhluk kutub. Akbar cuma manggut-manggut dari tadi. Gila! Mukanya bener-bener ngga ada ekspresi. Jangan-jangan dia emang bukan manusia, tapi patung es. "Jadi Anda sengaja memasukkan garam ke dalam kopi?" Akbar ngangguk lagi, masih ngga pake ekspresi. "Saya menyajikan kopi kesukaan calon isteri saya, apa itu masalah buat A

    Last Updated : 2021-07-29

Latest chapter

  • Balada Cinta ShaBar   105. Akbar: Galau

    Akhirnya, kutelepon nomor Alisha. Pada usaha pertama, teleponnya hanya berdering, tetapi tidak diangkat. Panggilan video kedua, juga diabaikan. Pada panggilan ketiga, baru diangkat oleh orang lain.“Halo.” Wajah Alex memenuhi layar. Ternyata dia benar-benar menunggui Alisha.“Halo,” jawabku tak bersemangat, “apa Alisha ada di sana?”Dia menoleh ke samping lalu berkata, “Dia lagi tidur.“Saya mau lihat bagaimana keadaannya,” kataku, memberi kode baginya untuk memasukkan Alisha ke dalam layar.Namun, dia tak menangkap kodeku, atau memang pura-pura tak paham. Aku memilih opsi kedua. “Semua sudah diurus dokter. Luka bakar sedang, derajat dua, di punggung dan kaki.

  • Balada Cinta ShaBar   104. Alisha: On Fire!

    Aku minta ijin buat jalan-jalan sendiri di area proyek. “Hati-hati, ya, Bu,” kata Hanif, “tetap dipakai sepatu safety dan helmnya.”Jadi, begitu masuk area proyek, aku sama Sari langsung dipinjemin peralatan-peralatan penunjang. “Sebenarnya pakai gamis kurang cocok untuk di sini, tapi hati-hati aja, ya, Bu,” gitu katanya.Aku manggut-manggut aja, sih. Manutlah, sama manajer proyek. Apalagi manajernya seganteng Hanif, uhuk.Astaghfirullah, tobat, Sha.Tapi beneran, deh, feeling-ku bilang kalo dia udah ada yang punya. Soalnya, dia seksi banget, astaghfirullah.

  • Balada Cinta ShaBar   103. Alisha: Ujian

    Pagi-pagi, Sari udah buru-buru ngedatengin aku pas lagi sarapan. “Mobil hotel sedang dipakai mengantar tamu, Bu. Saya sedang berusaha menghubungi travel untuk meminjam salah satu mobil mereka,” katanya dengan wajah agak cemas. Kayanya takut dimarahin karena ngga bisa ngurus soal mobil doang.Dalam hati, ketaw. Kebayang, dong, gimana kalo yang lagi dilaporin kaya ginian Akbar. Kalo aku, sih, cuma manggut-manggut trus kasih senyum semanis mungkin. Dia pasti udah berusaha keras buat dapetin mobil buat PJS Presdir. “Kalo pake taksol aja, gimana?” usulku.Sari keliatan lega dan ngangguk seneng. “Baik, Bu. Nanti kalo ngga dapat jawaban dari travel, saya akan langsung

  • Balada Cinta ShaBar   102: Akbar: Aaaargh!

    Naila terbahak. "Gayamu, Bang, kaya yang sanggup aja matiin orang." Kubiarkan dia menyelesaikan tawanya. Rasanya sudah lama sekali tak melihatnya tertawa selepas itu, tetapi pelayan malah menginterupsi dengan meletakkan lemon tea di hadapannya. "Biasanya kamu pesan cappucinno," kataku. "Kopi ngga bagus buat ibu hamil." Aku terdiam. Dia terdiam. Kami bertatapan. "Jadi udah fixed?"

  • Balada Cinta ShaBar   101. Akbar: Bukan Salahmu

    Pikiranku kacau, hilang fokus. Aku harus segera menata ulang lagi isi otak kalau mau tetap on track.Setelah mempelajari gmaps, kuputuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah. Ada sebuah taman yang terlihat cukup menarik untuk dijelajahi.Setelah pamit kepada Ibu Topan, aku keluar dengan menautkan ritsleting jaket. Layar ponsel memang menunjukkan bahwa suhu di luar cuma dua belas derajat, tetapi dengan angin yang lumayan kencang, rasanya jadi lebih rendah dari itu, mungkin sepuluh derajat.Alisha pasti sudah menggigil di cuaca sedingin ini. Kulirik ponsel, tak ada notifikasi apa pun. Masih pukul delapan pagi di Yogya, mungkin dia m

  • Balada Cinta ShaBar   100. Akbar: Kesempatan Kedua

    Aku terbangun di atas sajadah dengan selimut menutupi badan. Sepertinya aku tertidur setelah salat subuh dan entah siapa menyelimutiku. Cahaya matahari pagi masuk melalui kaca jendela, menyilaukan mata. Kualihkan pandang ke kolong meja yang gelap. Sinar matahari menghangatkan kuping yang terasa beku.Aku malas bangun. Andai boleh memilih, aku tidak ingin menjalani hari ini.Ayah pasti akan memarahiku kalau bermalas-malasan seperti ini, tetapi dia sendiri ....Argh! Kenapa sulit sekali menerimanya? Baiklah, dia pernah bersalah, tetapi selama dia menjadi ayah, dia telah melakukan segala yang terbaik. Apa itu tidak cukup untuk menerimanya?Kenapa meributkan satu orang pacar Ayah, tetapi memaklumi sepuluh mantan Alisha?Ya,

  • Balada Cinta ShaBar   99. Alisha: Cuma Kamu

    Siang itu, mulai, deh, mempelajari segala hal tentang proyek resort di Magelang. Capek juga baca tumpukan dokumen satu-satu. Apalagi ini bukan dokumen yang aku ngerti sepenuhnya. Gambar-gambar rancangan, model 3D, anggaran, ya, ampun, kenapa Akbar nyuruh aku ngerjain yang kaya ginian, sih?Akhirnya aku cuma nyuruh mereka presentasiin progress proyek sampe hari ini, dan semua baik-baik aja. Jadi investigasi apa yang musti aku lakuin? Sama sekali ngga ngerti, deh, proyek ginian. Dia mau aku nyari kesalahan di mana?Akhirnya nanya-nanya Sari, si sekretaris magang yang dapat tugas buat jadi semacam pendampingku selama di Yogya. Dia cerita semua yang dia tahu soal proyek

  • Balada Cinta ShaBar   98. Alisha: Kemarahan

    Masih pagi waktu pesawat mendarat mulus di Adi Sutjipto. "Hoaaa!" Aku bener-bener bahagia jadi orang Indonesia. Matahari sepanjang tahun, ngga ada angin dingin yang bikin tulang jadi beku, daun-daun selalu ijo. Biar pun daun merah oranye cakep juga, sih, tapi daun ijo selalu nyegerin.Saking hepinya, aku diem dulu bentar di landasan, rentangin tangan sambil merem, menikmati hangatnya cahaya matahari pagi. Duh, tanahku emang tanah surga. Mungkin karena dulu ke New York pas lagi summer, jadi ngga berasa banget bedanya. Sekarang nyobain musim gugur di Baltimore, plis, deh, paling nikmat Indonesia ke mana-mana.Masuk ke gedung bandara, angin sejuk dari AC langsung menghambur. Tanpa sadar aku jadi senyam-senyum sendiri. Udara AC ini jadi kerasa ngga ada apa-apanya dibanding

  • Balada Cinta ShaBar   97. Akbar: Topan

    Selagi menunggu mobil yang akan mengantar ke Kedutaan Korea, aku bertemu lagi dengannya. Dia menghampiriku dengan langkah tegap dan pandangan lurus tanpa ragu. "Saya sudah membicarakannya dengan calon istri. Kami sepakat menjadikan ini urusan keluarga."Aku berdiri, menantang matanya lurus-lurus. "Apa yang akan kalian lakukan?""Kami akan menggelar forum keluarga, keputusannya tergantung hasil pembicaraan di forum itu nanti."Kuanggukkan kepala. "Satu minggu," kataku, "jika dalam seminggu saya tidak mendengar tentang kelanjutan proses hukum kasus ini, saya sendiri yang akan minta dukungan Presiden untuk menuntaskannya."Sinar matanya yang mantap menatap, seketika berubah. Hanya sesaat, kemudian sebuah seringai tergambar di wajahnya. "Anda cukup pandai menggertak."

DMCA.com Protection Status