"Sinta, anakmu gak bisa diam apa? Rewel terus bikin pusing kepala!" sentak Nurmala kepada menantu barunya. Nurmala yang ketika ibu merekap barang dagangan yang harus diisi lagi ke dalam tokonya tidak bisa konsentrasi karena anak dari menantunya itu sedari pagi sudah rewel dan bikin ribut rumah tersebut.Sinta segera berlari dari arah dapur usai mencuci tangannya yang penuh dengan busa sabun. Sinta sedang mencuci baju semua penghuni rumah tersebut."Iya, Ma maaf." Sinta masuk ke dalam bilik kamarnya dan mendapati putra kecilnya itu terbangun usai dia berusaha menidurkan kembali agar dirinya bisa segera menyelesaikan pekerjaan rumah.Dua Minggu Sinta menjadi menantu di rumah mertuanya. Sinta merasa bagai seorang babu. Ia diperlakukan layaknya seorang pembantu baik dari mertua maupun iparnya. Hanya Kevin saja yang sesekali perhatian kepadanya. Selebihnya ia merasa bagai orang asing di rumah tersebut.Menyesal pun sudah tidak ada gunanya.Andai dulu ia tetap teguh pada pendirian. Setia h
"Cepat bawa dia masuk!" titah Kiran pada kedua pria suruhannya itu. Mereka berhasil menyekap Alina dan membuatnya pingsan karena obat bius yang diberikan salah satu pria bertopeng hitam yabg tidak lain adalah orang suruhan Kiran yang telah dibayar.Alina sudah dimasukkan ke dalam mobil yang mereka tumpangi."Buruan kita bawa ke tempat Mami Mawar. Mami pasti senang banget dapat barang baru yang bagus."Sepanjang perjalanan Alina dibuat tidak sadarkan diri. Sehingga kondisi tersebut memudahkan Kiran untuk membawanya ke tempat lain.."Gimana Ran? Berhasil kamu?" Dering telepon masuk pada ponsel milik Kiran dan setelah diangkat oleh gadis itu ternyata panggilan masuk tersebut adalah dari kawan baiknya, Clara yang menanyakan bagaimana kabar dirinya tentan perencanaan yang sudah ia dan kawannya itu susun bersama. Tanpa terlibat langsung, Clara telah turut andil dalam percobaan penculikan Alina yang dilakukan oleh kawan baiknya itu."Beres, Ra. Ini sudah di jalan mau langsung ke tempatnya M
"Tumben kelihatannya kamu senang sekali hari ini sayang." Pria paruh baya yang baru saja ditemui Kiran melihat ada yang berbeda dasi biasanya."Iya, Om aku senang sekali.""Senang kenapa memangnya?" tanya pria yang baru saja melakukan perjalanan jauh itu justru mencari daun muda dari pada pulang langsung ke rumah di mana istri dan anaknya berada.Leo pria yang kerap disapa itu terus mengendus tengkuk Kiran yang sudah terpampang di depannya."Aku senang akhirnya Om balik juga dan ingat aku. Aku kangen banget tahu sama Om." Mulut manis yang penuh dusta. Kiran tentu saja sengaja menutupi kejahatan yang dilakukannya."Beneran?""Iya bener lah, Om masa iya aku bohong. Aku nanti kalau punya duit banyak kepingin jalan-jalan ke luar negeri juga kaya Om Leo. Pasti enak.""Memangnya kamu kepingin banget jajan-jalan?" tanya pria tua itu dengan mengerlingkan matanya.Leo adalah salah satu pria yang paling mendapatkan nilai 9 dari 10 nilai yang diberikan. Selebihnya adalah laki-laki hidung belang
Kabar keberadaan dari putri semata wayangnya belum juga mendapatkan titik terang. Kini justru muncul lagi kabar yang sungguh tidak pernah mereka duga bahkan dalam tidur pun tidak pernah masuk dalam mimpi keluarga Alina.Kabar yang tersebar perihal foto yang menampakkan wajah lugu putrinya itu. Sontak menjadi buah bibir dan juga gunjingan yang tentu saja membuat posisi putri mereka semakin tersudut. Tanpa bukti yang nyata karena memang belum tentu perempuan dalam foto yang mirip dengan Alina itu adalah Alina yang asli. Bisa saja memang ada wajah yang benar-benar mirip dengan Alina atau bisa juga itu hanyalah sebuah rekayasa yang sengaja diperuntukkan pada Alina dengan perantara kecanggihan teknologi."Bunda, Zafran ada kabar baik untuk kita." Sepulang dari sekolah Zafran yang biasanya pulang langsung ke rumah itu justru berbelok ke arah lain. Anak bungsu dari Marwah dan Farhan justru pergi ke tempat guru kursusnya. Iya Zafran ingat jika sang guru pernah bercerita jika suaminya merupak
"Lihat ini anak kesayangan kalian! Bikin malu nama keluarga saja. Kalian ngajarin aku cara mendidik anak. Tapi malah anak kalian sendiri yang kelakuan seperti wanita mu_rahan." Nurmala mengirim pesan pada adik iparnya. Marwah. Nurmala sangat puas dengan musibah yang menimpa keponakannya sendiri dan mengunakan kesempatan untuk mengolok keluarga adiknya."Mas, ponselku bunyi. Ada pesan masuk. Mungkin ada yang penting." Marwah yagg memang kondisinya belum pulih benar meminta pada suaminya--- Farhan yang menemaninya itu untuk mengambilkan ponselnya yang ada di atas meja rias.Farhan duduk di atas kursi yang berada di sebelah ranjang tempat tidur Marwah, segera beranjak untuk mengambil benda yang dimaksud oleh istrinya."Mas baca saja siapa tahu ada kabar penting." Marwah meminta Farhan untuk membuka pesan yang baru saja masuk."Pesan dari siapa, Mas?" tanya Marwah penasaran karena melihat ekspresi suaminya yang tiba-tiba berubah."Pesan tidak penting.""Coba aku lihat sendiri." Marwah yan
"Ma, itu seperti Papa!"tunjuk anak perempuan pada Ibunya. Kedua perempuan tadi tanpa sengaja melihat sosok seperti yang mereka kenal."Mana? Kamu salah lihat kali. Papamu tadi pamit Mama mau keluar kota ada proyek baru di sana." Perempuan dengan hijab modern dan tampilan khas anak muda celana Jean yang dipadukan dengan kaus berbahan rajut lengan panjang dengan pasmina yang menutupi rambutnya."Itu loh, Ma yang mau masuk ke toko perhiasan." Anak perempuan itu berusaha untuk meyakinkan ibunya. Posisi mereka memang di lantai yang sama namun letaknya berseberangan.Perempuan paruh baya itu semakin menajamkan pengelihatannya mengikuti arah tangan anak perempuannya itu menunjuk."Iya, itu benar Papa kamu. Mama masih ingat dengan atasan yang kemarin sore Mama siapkan untuk dibawa Papamu keluar kota.Tapi siapa yang pegang-pegang tangan Papamu itu? Itu juga kenapa Papamu pakai acara peluk-pelukan segala. Ini gak bisa dibiarin. Pasti perempuan itu simpanan Papamu. Sengaja mau porotin uang Papa
"Ya ampun, Ran ... kok bisa sampai gini sih?" Clara sengaja menjenguk Kiran di tempat kosnya. Kiran telah menceritakan kepada sahabatnya tersebut tentang apa yang baru saja menimpa dirinya."Ini terlalu tiba-tiba, Ra. Niatku cuma mau jalan cuci mata sambil cuci dompetnya di botak. Eh, malah ketemu nenek reyot sama anaknya. Dan kamu tahu? Anaknya si botak itu ternyata teman sekampus sama aku. Teman satu angkatan lagi.""Terus mereka ngapain kamu saja pas ketemu di mall itu?""Yang jelas aku dikeroyok sama ibu dan anak itu. Rambutku yang hanya dari salon ditarik-tarik sampai mau lepas dari kulitnya. Untung saja muka aku ini gak diapa-apain sama mereka. Kalau tidak mana ada yang masih mau sama aku.""Makanya kamu lain kali harus hati-hati. Kalau mau jalan-jalan sekalian cari tempat yang jauh biar aman. Kalau masih satu kota atau sekitaran bisa ada kemungkinan dong ketemu sama orang-orang yang ngenalin kita.""Iya, Ra. Ini bisa jadi pelajaran buat aku. Oh iya, untuk sementara aku mau lib
"Waalaikumsalam ..." Marwah yang ketika itu baru saja selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, diperdengarkan sebuah salam dari suara yang tidak asing di telinganya.Setelah merapikan alat salat yang baru saja ia pakai. Marwah segera keluar dari kamarnya menuju ruang depan untuk melihat siapa tamu yang berkunjung ke rumahnya pada malam hari. Sementara putra bungsu dan suaminya masih belum pulang dari masjid."Bunda ...." Alina segera berlari ke arah ibunya sesaat pintu rumahnya tersebut terbuka. Sementara Marwah masih terdiam. Ia masih belum percaya.Diamatinya sosok yang sedang memeluk erat tubuhnya itu."Alina?""Bunda ini Alina.""Ya Allah, Nak. Kemana saja kamu selama ini. Ayah sama bunda sudah cari-cari kamu. Lala juga terus nanyain kamu."Marwah segera membalas pelukan sang putri dan berkali-kali pula ia ciumi wajah dari putrinya tersebut."Panjang ceritanya bunda. Oh iya bunda kenalin ini teman Alina. Ibra. Dia juga yang sudah membantu Alina bisa kabur dan melar