Tanpa aku duga. Ternyata mas Farhan nekat juga datang menemui ku dan dengan tanpa rasa bersalah ia mengajak ku pulang hanya karena ibunya yang sakit dan tentunya mereka pasti membutuhkan orang yang bisa merawat ibunya. Malas sebenarnya, hanya karena aku masih berstatus sebagai istri dari laki-laki yang ibunya sedang sakit, maka dengan dalih jiwa kemanusiaan pada sesama aku mau mengikuti kemauannya. Dengan syarat mau menungguku hingga menyelesaikan tanggung jawab ku dan aku juga tidak mau selamanya tinggal di sana merawat ibunya hingga kondisinya bisa pulih seperti sediakala atau lebih baik paling tidak.Aku sampai di rumah mertua ketika orang-orang baru turun dari masjid usai melaksanakan salat Isak dan tarawih. Kondisi rumah gelap karena lampu belum dinyalakan sedangkan rumah di sekitarnya nampak terang dengan pencahayaan. Mas Farhan masuk terlebih dahulu usai memarkir motornya dan aku serta Alina mengekornya di belakang. Pintu tidak dikunci dan kondisi di dalam aku jauh berbeda deng
Hari Sabtu malam bakda Isak keluarga dari kakak iparku sampai di rumah mertua. Berdalih ingin melihat kondisi ibu mertua. Tapi aku tidak yakin, kalau pun punya itikad seperti harus harusnya dari beberapa waktu yang lalu ketika kondisi ibunya benar-benar masih down. Aku tidak ingin ber jumawa jika kondisi dari mertua lebih baik berkat diriku tetapi sebagai anak kandung harusnya mbak Nur memiliki hati nurani yang lebih peka terhadap ibunya. Nyatanya selama ini dari yang aku lihat justru berbeda seratus delapan puluh derajat. Ibu yang lebih melayani dirinya dan juga keluarganya. Datang berkunjung jika ada maunya dan juga menambah beban karena seringnya dia membuat orang lain repot. Benar-benar tidak ada hati dan pikiran, pikirku."Han, cepet sini kamu gendongin Karin dulu. Aku capek dari tadi rewel terus gak mau diem," teriak mbak Nur memanggil suamiku. Mungkin mas Farhan sudah pulang dari masjid pikirku karena aku ada di dalam rumah sedangkan sedari Adan berkumandang tadi mas Farhan ber
Sahur pagi ini di warnai dengan drama. Mas Farhan yang sengaja melarang ku menyiapkan makanan sahur untuk keluarganya. Aku dengan senangnya mengiyakan ucapan dari suamiku tersebut. Aku dan mas Farhan pun sahur dengan menu seadanya yang aku masak dadakan dan cukup untuk dimakan oleh kami berdua. Menu tumis sawi dan ceplok telur. Usai membereskan dan membersihkan bekas makan kami tadi. Sambil menunggu adan subuh. Aku melanjutkan pekerjaan rumah rutin-an yakni mencuci pakaian. Jika biasanya perlu waktu berjam-jam untuk menyelesaikan tugas tersebut karena pakaian milik seluruh keluarga suamiku yang harus aku kerjakan. Mas Farhan segera memisahkan pakaian kami dan milik ibu dari pakaian milik keluarga yang lain. Seenaknya saja menaruh pakaian kotor di atas keranjang pakaian yang biasa aku gunakan untuk menaruh pakaian yang akan aku cuci. Berharap pakaian mereka aku juga yang mencucinya. Jangan harap, karena saat ini mata hati dan nurani suamiku telah terbuka. Ia sudah bisa membedakan mana
Sudah satu Minggu sejak kepindahan ku ke rumah mertua. Kehidupan ku jauh terasa lebih tenang dan juga damai, tentunya juga dengan istri dan anakku. Mengenai kondisi dari ibuku sendiri. Ternyata aku tidak menyangka jika ibu akan berniat seperti ini. Dari pengakuan Marwah sebetulnya sudah dari berhari-hari yang lalu kondisi ibu mulai membaik tetapi lebih tepatnya sudah baik. Tanpa sepengetahuan dari ibu, Marwah juga memergoki ibu yang sebenarnya sudah bisa berjalan sendiri bahkan untuk beraktivitas seperti biasanya ibu sudah bisa hanya saja Marwah ingin tahu apa alasan ibu melakukan hal ini, dengan berpura-pura sakit. Apakah karena menginginkan Marwah untuk kembali pulang ke rumahnya ataukah ada motif lain, itu yang masih aku cari tahu. Dari hubungan ku dengan mbak Rina juga aku bisa memantau bagaimana kondisi ibu di sana. Dan berkat mbak Rina pula aku bisa memperoleh informasi tentang ibuku, wanita yang berjasa pada hidupku.Tak terasa jika kami sudah berada di penghujung Ramadan tahu
Tak terasa jika kami sudah berada di penghujung ramadan. Hari raya sudah di depan mata. Dan rencanaku tahun ini adalah merayakan lebaran hari pertama di rumah mertua. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Aku yang sengaja memaksa Marwah untuk merayakan lebaran di rumah ibu dan baru di hari ketiga aku akan mengajak Marwah untuk berlebaran di rumah orang tuanya dan itupun tak pernah aku izinkan untuk menginap. Bukan aku yang tak mengizinkan, apa daya aku hanya ingin mematuhi ucapan ibuku sendiri untuk melarang Marwah agar tidak menginap di rumah orang tuanya. Begitu egoisnya kami tanpa ingin tahu bagaimana perasaan Marwah waktu itu. Dan kali ini aku benar-benar ingin menebus semua kesalahan ku padanya juga pada kedua orang tuanya. Aku yang dengan egois begitu membatasi interaksi antara anak dan orang tuanya. Ucapan ibu dan mbak Nur yang selaku saja berdengung di telingaku, bahwa seorang istri adalah milik suami dan keluarganya. Ia sudah terlepas dari keluarganya. Hari Minggu lalu aku s
Riuh tawa canda yang aku dengar dapati dari keluarga kakak sulungku nyatanya berbanding terbalik dengan air muka yang diperlihatkan oleh ibuku. Bagaimana tidak, kondisi rumah mulai dari ruang tamu hingga ke dapur ini sudah menyerupai bentuk kapal pecah yang tentu saja isinya akan terburai dan berhamburan tidak beraturan. Mulai dari kursi ruang tamu yang tidak beraturan tatanannya, toples yang berpindah tempat dari atas meja menjadi di atas lantai, taplak meja yang teronggok sembarangan di atas kursi, sisa makanan yang berserakan dan yang lebih parahnya lagi adalah di bagian belakang sini. Dapur berserakan, kuah sayur berceceran di atas meja hingga kelantai, piring kotor teronggok di atas wastafel serta cucian yang menumpuk di atas keranjang pakaian kotor. Sungguh hamparan pemandangan yang sangat tidak sedap untuk disaksikan.Mungkin ini adalah alasan kenapa ibuku menampakkan air muka yang masam. Aku jadi curiga, mungkin selama anak perempuannya pulang ke rumah ini, semua pekerjaan rum
Karena tidak ada yang mengolah makanan untuk makan malam. Aku sengaja mengajak Marwah serta Alina untuk mencari makan di luar dan rencananya juga aku akan membungkus di bawa pulang sebagai makan malam untuk ibu. Yang lainnya aku tidak mau ambil pusing, toh biasanya juga mereka sering lupa jika sedang senang-senangnya di luar sana. Masih ingat ketika awal ramadhan aku sengaja bersama keluarga ku makan malam di luar dan membiarkan anak Istriku makan sendiri di rumah. Itu pun makan yang susah payah diolah oleh Marwah dilahab habis sendiri oleh keluargaku tanpa mau mengingat dan menyisahkannya untuk istri dan anakku. Dan bodohnya aku juga mengikuti jejak mereka. Dan ketika aku mengingat anak istri ku dan berniat untuk membungkusnya sebagai oleh-oleh, justru keluarga ku juga yang memberikan larangan padaku. Teringat itu betapa kejamnya aku sebagai suami dan juga ayah. Bersenang-senang sendiri tanpa menghiraukan perasaan anak istri.Aku sengaja mengajak keluarga kecilku makan di warung soto
Hari adalah hari lamaran Reihan adikku dengan kekasihnya, Riana. Hari yang susah di sepakati oleh kedua belah pihak."Wah, masak apa hari ini?" tanya mbak Nur ketika aku akan pergi mengantar Marwah untuk ke pasar. Karena ini adalah permintaan dari ibu sendiri. Sebelumnya ibu yang menghendaki untuk mbak Nur saja yang berbelanja untuk keperluan makan kami tapi sudah bisa ditebak jika saudariku itu tidak akan mau. Takut nombok pakai uangnya jika dia yang harus pergi ke pasar."Masak sayur sup, mbak.""Kok sayur sup, sih. Anak-anak ku mana mau. Kenapa gak masak rendang daging atau semur daging saja?""Kalau mau makan menu seperti yang mbak Nur sebutkan tadi. Ya, mbak silahkan pergi belanja sendiri dan olah sendiri. Itu sudah perintah ibu," sahut ku. Aku yang sudah berada di atas motor dan bersiap untuk berangkat ke pasar. Kami sudah terbiasa bangun pagi dan juga mandi pagi. Alina nampak segar dan wangi karena minyak telon yang sengaja di balurkan di tubuhnya oleh ibunya. Berbeda halnya de
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk