Share

Di Luar Prediksi!

“Lukamu cukup dalam Nona, jadi pantas saja darahnya terus keluar.”

Kirana menatap seorang wanita yang saat ini sedang menutupi lukanya dengan kasa. Setelah diberi obat kini lututnya diperban.

“Sudah selesai, sekarang darahnya tidak akan keluar lagi,” ucap wanita itu yang belum diketahui namanya. 

Kirana tersenyum tipis. “Terima kasih Mbak, dan umm … maaf telah merepotkan Anda.”

“Tidak usah berterima kasih, ini semua kan atas perintah Tuan Arion. Sudah menjadi tugas saya menuruti perintahnya.” Kirana tersenyum mengangguk, memang semua ini terjadi atas kebaikan Arion padanya. Padahal sebelumnya ia sudah menolak untuk disembuhkan namun karena Arion yang kala itu memaksa membuat Kirana mau tak mau menurut. Dan di sinilah ia berada, di rumah kediaman Tuan Hengkara.

“Apa sekarang saya boleh pulang? Saya merasa tidak pantas menginjakkan kaki di sini. Apalagi saya bukan siapa-siapanya Tuan. Jadi tak enak,” ucap Kirana sembari celingak-celinguk. Diruangan ini memang hanya ada dirinya dan wanita itu membuat Kirana merasa aman jikalau ia pulang dalam keadaan sepi begini. 

“Lebih baik tunggu dulu, Nona. Takutnya Tuan mencari Anda.”

Kirana terkekeh kecil. “wanita seperti saya siapa yang akan mencari, Mbak. Hanya orang-orang terpenting yang Tuan cari.” Kirana tersenyum kecut, ya, siapa pula yang akan peduli padanya? Selain karena rasa kasihan yang mengantarkannya ke sini. Orang-orang melihatnya memang seperti itu. Kasihan dan kasihan. 

Namun, hal itu sudah tidak aneh bagi Kirana, karena nyatanya selama ia hidup ia hanya mengandalkan belas kasihan dari orang lain. Namun sekarang sudah cukup! Ia tidak boleh hidup atas dasar bantuan orang lain! Ia harus hidup mandiri, berdiri sendiri dan berjuang sendiri! Ya, sekarang ia harus membawa perubahan pada dirinya sendiri. 

“Nah, itu Tuan muda!” Ucapan wanita itu sukses membuat Kirana beranjak dari duduknya, ia menoleh ke belakang yang mana ada Arion di sana. Benar, dia menuju ke sini! 

Kirana gugup, meremas jari-jemarinya. Penampilan Arion kali ini benar-benar berubah total. Bukan lagi pakaian satpam dengan alat-alat yang tersimpan, melainkan pakaian mewah yang terlihat bermerek wah. 

“Bagaimana sekarang? Sudah diobati?” tanya Arion melirik pada wanita yang tadi bersama Kirana. Pandangan matanya mengarah pada lutut Kirana yang sudah diperban. 

“Sudah Tuan Muda.”

“Baiklah, kau boleh pergi.” Wanita itu sedikit membungkuk, setelahnya pergi sesuai perintah Tuannya. Namun berbeda dengan Kirana, mendadak jantungnya berdegup sangat cepat, menjadi patung yang tak bergerak sedikit pun . Situasi ini benar-benar membuatnya tak berkutik! Bagaimana akan tenang jika ia ditinggalkan berdua dalam satu ruangan? Jelas membuat hatinya resah. 

“Kau punya rumah?” Pertanyaan Arion berhasil membuat Kirana mendongak, untuk sekian kali matanya kembali bersibubruk dengan manik hitam legam itu, namun dengan cepat Kirana memalingkan wajahnya dengan gugup. 

“Em … saya—saya—-”

“Maaf sebelumnya telah mendengar semuanya, tapi ….”

“Tidak apa-apa Tuan, lagipula semuanya sudah terjadi,” ucap Kirana cepat, ia sudah menduga Arion pasti tau mengenai permasalahan dirinya dengan Aditya, toh dia berdiam diri sebagai seorang petugas satpam, tak memungkinkan jika dia tahu mengenai perceraian itu. 

“Terima kasih sebelumnya, ini kedua kalinya Tuan membantu saya. Tapi sekarang saya harus pergi, ada sesuatu yang harus saya urus Tuan.” Masih menunduk, Kirana berucap tanpa berani menatap wajahnya Arion. 

“Tidak usah mengucap terimakasih, memang sudah seharusnya manusia membantu manusia yang lain. Mengenai kau pulang … salah satu sopir kami akan mengantarmu.”

“Tidak Tuan, jangan!” Kirana langsung mendongak, menggeleng untuk menerima bantuan yang ketiga kalinya. 

“Tidak usah, saya bisa pulang sendiri Tuan. Lagipula dekat kok.” Benar-benar menolak, Kirana tidak ingin merepotkan orang lain. 

“Beneran?” Arion menaikan satu alisnya, entah kenapa dimata Kirana hal itu cukup menggemaskan. Ish! Kirana menggeleng kecil, semenjak bertemu dengan pria seperti Arion hatinya mendesir tak karuan. Dia terlalu tampan untuk dirinya yang jelek. 

“I--iya, beneran Tuan. Saya bisa sendiri,” ucap Kirana tersenyum kecil. 

“Tapi ini sudah malam, tidak baik untuk perempuan keluar malam-malam sendirian.”

“Tidak apa-apa, karena saya sudah biasa.” Untuk kedua kalinya ia tersenyum canggung, menolak dengan halus. 

Arion terdiam sejenak, namun kemudian mengangguk mengiyakan. “baiklah jika kau memang punya rumah. Saya kira setelah permasalahan itu kau diusir, jadinya saya berniat untuk menawarkan bantuan.”

Kirana hanya tersenyum kecil, benar-benar! Jantungnya tidak bisa dikondisikan, makin mendesir tak karuan. Hal inilah yang membuat Kirana ingin cepat-cepat pergi. 

“Kalau begitu saya pamit pulang, Tuan. Permisi,” ucapnya lantas melewati Arion. 

“Tunggu sebentar!” Arion menghentikan langkah Kirana, pria dewasa itu berdiri tepat di hadapan Kirana. “ini untukmu, hanya untuk berjaga-jaga,” ucapnya sembari menyodorkan amplop bewarna cokelat.

Kirana melotot, dengan cepat menggeleng sebagai tanda penolakan. Ia tahu isinya, pasti uang merah yang Arion sisihkan untuknya. Ya ampun … hal ini semakin membuat Kirana tak enak. Pasalnya Arion terlalu baik terhadapnya padahal baru kenal juga. 

“Tidak Tuan, ambil kembali saja, saya tidak membutuhkannya,” tolak Kirana. Bohong, sejujurnya ia membutuhkan uang itu tapi … ya sudahlah ia juga malu untuk menerimanya. 

“Kau akan membutuhkannya, ambil saja.” Arion tetap menyodorkan amplop cokelat itu, semakin membuat Kirana tak enak hati dalam menerimanya. 

“Kirana? Nama kamu Kirana kan?”

“I--iya Tuan.” 

“Ya kalau gitu ambil,” ucapnya lagi. 

Kirana menelan salivanya pelan. Benar-benar bingung. Di sisi lain ia memang membutuhkannya namun di sisi lain pula ia merasa sungkan untuk menerimanya. Jadi? Apa ia terima saja uang dari Arion? 

“Ambil! Ini akan menjadi hal yang kamu butuhkan dikemudian hari.” Arion menarik lengan Kirana yang terdiam bak patung. Pria itu menyimpan amplop tersebut di telapak tangannya. 

Kirana tersentak, melihat amplopnya yang sudah ada ditangannya saja. 

“Buka dan lihatlah,” ucap Arion. Dengan ragu Kirana menatap amplop cokelat tersebut, membukanya untuk melihat isinya. Walau ragu namun tak ayal ia membukanya sebab penasaran. 

Pelan namun pasti, Kirana membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Dan tepat saat barang itu keluar mata Kirana melotot terkejut. 

Ini ….

Ini bukan uang! Melainkan ….

“Jika nanti ada berandalan atau preman, kau gunakan alat ini untuk memukulnya ya?” ucap Arion setelah Kirana menatap cengo isinya. Diluar prediksi BMKG! Yang dikira uang ternyata hanya berisi alat pelindung diri? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status