“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Akh, Mas! Pelan-pelan. Sss– sakit ….” Wanita itu diseret paksa, menangis tertahan saat tangannya ditarik kian kuat. “Diam kamu! Malu-maluin aja!” Pria itu mengeram kesal, menghempaskan tubuhnya hingga wanita itu terjatuh. “Dasar istri kampungan! Malu-maluin aja! Udah aku bilang untuk diam di rumah! Kenapa malah datang ke sini dan ikut campur di dalam sana?!!” Napas pria itu menggebu, memerah marah. Dengan kasar pria itu mencengkam kedua pipi istrinya. Ya, wanita yang saat ini menangis adalah istrinya. “Udah aku peringati untuk tidak membuat keributan Kirana, tapi kamu dengan mudahnya masuk dan mempermalukan aku dengan pakaian kamu ini. Kau tidak sadar apa yang kamu lakukan, hah?” “M--mas, s--sakit….” Wanita itu, Kirana Farhana namanya, menangis kian deras saat suaminya tampak hilang kendali, ia ketakutan, tubuhnya gemetar hebat, kepalanya makin terangkat sebab tangan suaminya terus mencengkram pipinya. 2 tahun pernikahan bersama Aditya Darmawijaya, kehidupan Kirana ti
‘’Kamu Kirana Farhana, aku ceraikan dengan talak 3!’Ucapan yang belum genap lima menit itu terus terngiang di telinga Kirana. Dengan langkah sempoyan Kirana berjalan. Namun karena merasakan sakit di bagian lutut ia mendadak berhenti di tempat. Dilihatnya lutut itu yang berdarah, mungkin saat tadi Aditya yang mendorongnya tanpa perasaan, tanpa tahu bahwa lututnya terkena batu yang cukup keras. Kirana meringis sakit, darahnya mengucur tanpa bisa dicegah, bingung untuk menghentikan pendarahan agar tidak keluar semakin banyak.“Bersihkan lukanya dengan ini.” Di tengah rasa sakit itu tiba-tiba seseorang mengulurkan sebuah botol yang berisi cairan, entah apa, Kirana tidak tahu. Ia mendongak mendapati seorang petugas satpam dengan topi yang menutup setengah wajahnya. “Terima kasih, Pak. Tapi saya tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil.” Mencoba tersenyum, Kirana mencoba kuat di hadapan orang yang mengasihaninya. “Ck! Kalau tidak dibersihkan lukanya akan terkena infeksi.” Pria itu berjongko
“Ya ampun Arion? Putraku!” Tuan Hengkara segera memeluk putranya kala topi itu terlepas, membuat beberapa orang yang ada di sana menganga tak percaya. Apalagi teruntuk Aditya dan Derina, keduanya terkejut setengah mati. Ekspresi Kirana? Jangan tanyakan lagi, ia benar-benar terkejut atas apa yang ia dengar. Apa katanya? Putraku? Itu berarti orang yang baru saja menolongnya tak lain… ? “A--apa maksud Anda, dia adalah putra Anda?” tanya seseorang. “Jelas ini putraku, Arion Mahaprana Hengkara!” ujar Tuan Hengkara penuh bangga. Pria itu menepuk bahu Arion. Ya, dia Arion Mahaprana Hengkara, putra satu-satunya keluarga Hengkara! Pewaris tunggal Hengkara! “Kapan kamu pulang, Nak? Kenapa tidak berkabar?” tanya Tuan Hengkara merasa pangling akan putranya ini, wajar 5 tahun putranya itu berada di luar negeri dan sekarang dia sudah kembali. “Tentu saja untuk memberi kejutan, Ayah. Sekaligus melihat siapa yang pantas untuk bekerja di perusahaan Hengkara dan siapa yang tidak layak untuk bekerja
“Lukamu cukup dalam Nona, jadi pantas saja darahnya terus keluar.”Kirana menatap seorang wanita yang saat ini sedang menutupi lukanya dengan kasa. Setelah diberi obat kini lututnya diperban.“Sudah selesai, sekarang darahnya tidak akan keluar lagi,” ucap wanita itu yang belum diketahui namanya. Kirana tersenyum tipis. “Terima kasih Mbak, dan umm … maaf telah merepotkan Anda.”“Tidak usah berterima kasih, ini semua kan atas perintah Tuan Arion. Sudah menjadi tugas saya menuruti perintahnya.” Kirana tersenyum mengangguk, memang semua ini terjadi atas kebaikan Arion padanya. Padahal sebelumnya ia sudah menolak untuk disembuhkan namun karena Arion yang kala itu memaksa membuat Kirana mau tak mau menurut. Dan di sinilah ia berada, di rumah kediaman Tuan Hengkara.“Apa sekarang saya boleh pulang? Saya merasa tidak pantas menginjakkan kaki di sini. Apalagi saya bukan siapa-siapanya Tuan. Jadi tak enak,” ucap Kirana sembari celingak-celinguk. Diruangan ini memang hanya ada dirinya dan wanit
Kirana menarik napas dalam-dalam, bercandaan Arion cukup membuatnya setengah kesal. Aish! Salah sendiri kenapa terlalu berharap bahwa isinya adalah uang? Dasar matre! Arion tertawa renyah, ia menggelengkan kepalanya sedikit. “Saya bercanda, yang aslinya ini,” ucapnya kembali menyodorkan amplop cokelat. Kali ini isinya benar-benar uang. “ambil ya,” ucapnya lagi sembari menyimpan amplop tersebut ditelapak tangan Kirana. Kirana melirik, ada hal aneh yang justru ia pikirkan saat ini. Sikap Arion padanya kenapa begitu ramah? Sungguh, bukankah keduanya baru bertemu? Kenapa terasa aneh begini? Atau jangan-jangan ada sesuatu yang disembunyikan? Mengenai kebaikan Arion padanya? Kirana hendak menjawab namun tiba-tiba suara dering ponsel terdengar. Menyadari bawah itu milik Arion pria itu lantas melirik Kirana. “Jika kau ingin pergi pergilah. Nanti saya akan menyuruh salah satu pelayan untuk mengantarkanmu sampai ke pintu depan.” Arion pergi begitu saja setelah menerima telpon, benar-benar s
“Jika kau ingin pergi pergilah. Nanti saya akan menyuruh salah satu pelayan untuk mengantarkanmu sampai ke pintu depan." Arion berlalu meninggalkan Kirana begitu saja, namun tanpa Kirana ketahui bahwa pria itu diam-diam bersembunyi dibilik pintu yang tak jauh darinya. “Antarkan dia sampai ke pintu utama, setelahnya kau boleh pergi,” ucap Arion pada salah satu pelayan yang sudah ia suruh. “Baik Tuan.” Pelayan wanita itu sedikit membungkuk kemudian melenggang pergi menemui Kirana. Dalam pandangan yang tak pernah lepas dalam menatap Kirana, Arion menghubungi seseorang. “Ikuti gadis yang saya suruh. Ingat, jangan melakukan apapun selain sebuah kabar mengenai dirinya. Dan jangan lupa cari informasi mengenai dirinya!” ucap Arion di telpon, menatap Kirana yang sudah pergi menjauh. “Kau melupakan aku, Kiran …,” ucapnya lirih sebelum kemudian melenggang pergi meninggalkan ruangan tersebut. ***“Apa yang kau katakan? Oma tidak ada?” ucap Arion dengan raut gusar. Setelah beberapa menit dis
Kirana tersenyum canggung, ia menggaruk pangkal hidungnya. Tak berani menatap Arion maupun Tyas, Kirana hanya diam dengan perasaan malu. “Kamu sudah kenal juga dengan Kirana, Rion? Kenapa enggak bilang Oma?” “Aku sudah mengenalnya Oma, tapi dianya saja yang enggak kenal aku,” celetuk Arion tanpa disadari Kirana. Perempuan itu mendengar namun tidak mampu Kirana pahami maksudnya. “Ah maksudku, baru saja. Baru saja kami saling kenal,” ucap Arion membenarkan. Dalam diam Arion menatap Kirana, namun tanpa sengaja justru tatapan keduanya bertemu. Kirana dengan malunya langsung menunduk. Pipinya memerah merona dilihat seperti itu. “Ya sudah kalo kalian sudah kenal sebelumnya, biarkan dia masuk, kasihan!” ucap Tyas. Tyas menarik lengan Kirana, ia tersenyum tipis. “Kiran, ayo masuk!”“Tapi Oma—”“Nggak ada tapi-tapian! Percaya sama Oma nggak bakal ada yang nyakitin kamu di sini, nggak usah takut.”Kirana melirik sekilas pada Arion, bukan tidak ingin hanya saja ia merasa tak enak dengan pr
“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Apa kamu tidak lelah Mas? Ada seseorang yang menunggumu di atas ranjang, tapi kau malah mencari ranjang hangat di orang lain,” ucap Kirana. Bertambah kerutan dikening Arion, pria itu menarik pelan bahu sang istri. “Apa maksudmu, Kiran? Kau menuduhku telah berselingkuh?”Kirana terdiam, bibirnya cemberut. Memalingkan wajah ke arah lain, Kirana justru ditarik oleh tangan Arion agar menatapnya. “Sudah berapa kali Mas bilang, cuma kamu wanita yang sekarang Mas cintai. Kenapa masih meragukannya?”“Aku nggak ragu! Hanya saja … seharian ini Mas memilih bersama Syera ketimbang istri sendiri. Wajar kan aku curiga?” Kirana membuang muka, bertambah cemberut lah bibirnya akan hal itu. Arion terkekeh. Melihat sisi kiri-kanan yang cukup masih ramai bisingnya orang-orang membuat Arion mengangkat Kirana ala koala, membawanya ke kamar agar leluasa berbicara satu-sama lain. Sedang perempuan itu terkejut, dengan cepat mengeratkan dalam memeluk leher Arion. “Tidak kusangka, seorang Kirana juga bisa
“Hendra? Kau di sini? Di mana Mas Arion?” tanya Kirana sehabis pulang dari sungai. Wanita itu memilih pulang ke penginapan, beristirahat dan tidur mungkin. “Tuan sedang ada urusan Nona, saya ditugaskan untuk menjaga Anda di luar sini.”Cih! Ada urusan? Dengan Syera maksdunya? “Oh.” Hanya itu yang keluar dibibirnya, Kirana memilih bodo amat dan masuk ke dalam penginapan. Hendra menatap cengo atas sikap yang ditujukan Kirana. Hanya oh? [Tuan, Nona sudah pulang barusan. Dia menanyakan Anda di mana, saya jawab sedang ada urusan. Tapi, Nona terlihat acuh tak acuh.]Hendra mengirimkan pesan tersebut pada Arion. Sebelum benar-benar berjaga di sini Hendra memang diperintahkan Arion untuk mengabari mengenai istrinya itu. Tadi saat Hendra ke sini ia mendapati kabar bahwa Kirana tidak ada dipenginapan, hal itu membuatnya berkabar pada Arion. Namun jawaban Arion cukup jelas, kabari jika Kirana sudah pulang. Untuk itulah Hendra langsung mengabari Arion mengenai kepulangan Kirana. [Kau tidak
“Katakan, ada hal apa yang ingin kamu bicarakan, Ray?” tanya Kirana menghela napas panjang. Sorot matanya menatap sungai yang tampak jernih. Setelah mendengar ucapan Rayyan barusan membuat Kirana mengurungkan niat untuk pergi. Mengenai Arion, pria itu cukup membuatnya kecewa. “Kiran, kamu ingat saat kita berumur 10 tahun tidak? Saat kita masih bersama-sama? Saat keluarga kita masih lengkap? Saat di mana aku menyatakan perasaan dan berjanji akan menikahimu kelak dewasa nanti? Kamu masih ingat?” tanya Rayyan. Kirana terdiam, tidak mungkin tidak ia lupakan kenangan terdahulu. Walau sudah lama tertinggal namun kenangan yang ada di desa tidak akan pernah ia bisa lupakan. “Heeum, aku masih mengingatnya.”Rayyan tersenyum tipis. “Aku ingin menepatinya, pada Bapak, pada Ibu, dan pada kamu. Aku ingin menepati janji itu. Tapi … aku tak menyangka kalau ternyata kamu sudah menikah.” Rayyan menghela napas panjang, ada rasa sesak yang tidak bisa ia jelaskan. Orang yang ia cintai sudah menikah.
“Morning kiss.”Cup! Mata Kirana mengerjap saat bibirnya merasakan kenyalan halus. Perempuan itu membuka mata mendapati sosok suami yang ada di depan wajahnya. Langsung terkejut, hal itu membuat Arion tertawa lucu. “Udah bangun?”“Mas?”Untuk sekali lagi Arion mencium Kirana, namun kali ini tidak di bibir melainkan di kedua pipi Kirana.Pipi Kirana bersemu merah, mendadak malu saat ia rasakan kenyalan lembut yang menempel cukup lama. Aih, baru saja kemarin malam keduanya melakukan hak suami-istri, pagi ini Kirana dibuat meremang kembali oleh tingkahnya yang kelewat batas ini. “Mas, aku belum mandi. Mas udah mandi aja,” ucap Kirana merasa malu. Harum maskulin Arion memenuhi indra penciumannya, apalagi rambut basah Arion yang menyentuh kulitnya. Bertambah dag dig dug lah jantungnya akan hal ini. “Nggak papa, Mas suka.”Kirana menggigit bibir bawahnya, aneh, padahal Arion tipekal laki-laki yang suka bersih, rapi dan jelas wangi. Tapi malam itu dan sekarang, suaminya ini seakan tak me
“Sentuh aku jika kamu mencintai aku, Mas,” kata Kirana sekali lagi. “namun jika dalam lima menit ini kau tak mampu untuk melakukannya … silahkan ceraikan aku!”Kirana terkekeh kembali, baiklah. Melihat keterdiaman seperti ini membuatnya tau akan jawaban Arion. Kirana hendak melangkah pergi namun tiba-tiba… Sreg! Kirana melotot terkejut saat sisi pinggangnya Arion tarik dalam sekali tarikan. Refleks dada Kirana terbentur halus dengan dada Arion. Mendadak mati kutu, Kirana dibuat jantungkan akan Arion yang menatapnya penuh dalam. “Mas….” “Jadi, ini pilihan kamu?” tanya Arion. “kalau begitu aku akan menjawab pilihanku juga Kirana….” Arion merapatkan tubuhnya, membisik tepat di telinga Kirana. “Kamu ingin memiliki anak berapa? Satu, dua? Lima atau sepuluh?”Deg! “Mas!” Kirana refleks mendorong dada Arion, namun tenaga Arion yang menahannya cukup keras membuat Kirana tidak bisa melerai pelukan itu. “Kenapa? Kamu bilang kalau aku menyentuhmu … artinya aku mencintai kamu, kan? Lalu
“Kiran? Aku menyukaimu!” teriak Rayyan mengundang tatapan mata. Pria itu terkekeh melihat raut wajah Kirana yang berubah terkejut. Kirana menggeleng, tangannya berkacak pinggang. Di hadapan Bapak, Ibunya, di hadapan temannya, Rayyan yang saat itu berumur 10 tahun secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Hal itu jelas saja membuat orang-orang yang mendengarnya tertawa. Anak yang baru berumur 10 tahun tau apa soal cinta coba? Memang dasarnya anak zaman sekarang, tidak kenal umur. “Belajar yang bener dulu! Kalo udah dewasa dan jadi orang sukses baru bisa menikah dengan anak Bapak,” ucap Hamza. “Kamu ini Ray, masih kecil udah main cinta-cintaan!” Surya—Ayahnya Ray ikut menyahut. Tertawa menggeleng atas tingkah putranya itu. “Ya emangnya kenapa kalau Ray suka sama Kiran?”“Gak ada yang salah, yang salah kamu masih kecil. Sangat kecil,” ucap Surya membenarkan. “Heeum, perasaan baru kemarin kan Ray disunatan? Udah mikirin cinta.” Gelak tawa terdengar saat Hamza berkata demikia
“Penginapannya memang ada segini, Pak. Yang lain sudah penuh, karena kebetulan banyak dari kota yang datang ke sini,” ucap Syera memperjelaskan. “Penginapan ini milik Rayyan?” tanyanya. Seketika Kirana yang ada di samping melirik. “Iya, semua penginapan sini memang milik Pak Rayyan,” balas Syera. “tapi kalau Bapak mau menginap di rumah saya—”“Saya tidak akan pernah mau menginap di rumah Syera! Bagaimana pun keadaannya!” ucap Kirana memotong. Wajahnya menjadi datar, apa-apaan maksudnya coba? Menginap di rumahnya? Hah, bilang saja mau menggoda suaminya kan? “Tapi ini pemiliknya Rayyan, Kiran.”“Terus? Apa masalahnya? Mas tetep milih menginap di rumah Syera?”Arion bukannya ingin hanya saja ia tak terima jika harus bermalam di rumah penginapan. Mana milik Rayyan lagi. Ya, setelah kejadian tadi membuat Arion sedikitnya tak suka terhadap Rayyan. Hal itulah mempengaruhi moodnya yang tidak ingin menggunakan fasilitas apapun milik Rayyan. Termasuk hari ini yang akan bermalam, Arion masih
Arion menatap tajam sang lawan, sedangkan yang ditatap juga tak kalah tajam dalam menatap. Sampai suara helaan napas dari Kirana tampak terdengar berat. “Hentikan pertikaian diantara kalian. Mari saling maaf-memaafkan!”“Tidak!” ucap keduanya berbarengan. “Ya udah, terserah!” ucap Kirana menopang dagu. Pandangan matanya jatuh pada kebun yang dipenuhi tanaman. Saat ini ketiganya berada di kedai makan, dengan pemandangan di depan yang disuguhi sebuah kebun, tampak asri. Dipinggirnya ada sawah, tanaman padi yang hijau mulai menguning pertanda menjelang musim. Setelah pertikaian tadi di tengah jalan akhirnya Kirana memutuskan untuk membawa kedua laki-laki itu untuk berbicara satu-sama lain. Namun tampaknya argumen itu tidak didengar oleh keduanya,terbukti bahwa tatapan dingin tak bersahabat itu saling bertemu. Padahal niat Kirana baik,tak lebih untuk mengenang masalalu dahulu. Tidak salah bukan? Kirana hanya ingin seperti dulu, saling berteman, mengobrol dan bercanda. “Kirana, aku but