Ah, mengingat akan Aditya, Kirana jadi teringat akan Ibu Aditya. Bagaimana keadaan ia sekarang? Apa sudah makan atau belum? Apa Aditya mengurusnya atau tidak? Karena biasanya hanya dirinya sajalah yang mengurus perempuan itu. Penyakit stroke yang diderita Ibu Aditya membuat rasa khawatir hinggap didalam hati Kirana. Jika bukan ia yang selama ini menjaga serta mengurus lalu siapa lagi? Mendadak pikiran Kirana benar-benar terganggu. Mengenai Ibu Aditya ia akan menjenguknya siang ini. Tidak apa, siang ini Aditya pasti akan pergi kerja menjadikan rumah akan sepi selain Ibu Aditya saja. Namun, tanpa Kirana sedari di tempat lain… Plak! Sebuah tamparan keras didapat Aditya kala seorang perempuan menatapnya dengan amarah memuncak. “B0doh kamu, Adi! Ibu sudah bilang untuk tidak menceraikan Kirana! Tapi apa? Kamu malah menceraikannya hah?!” Amarah itu berkobar, menatap marah pada anaknya. Tidak marah bagaimana? Setelah mendengar pengakuan sang putra akan penceraian itu membuat Ningsih mara
“Lihat tuh istri orang, mereka cantik, kulitnya putih, bersih, enak dipandang lagi. Sedang kamu? Kamu nggak malu apa wajah kusam gitu? Pake lipstik-lipstik kek, biar tuh bibir nggak pucet! Malu, Kiran, aku malu punya istri kayak kamu!”Kirana menunduk dalam-dalam saat lontaran berupa hinaan itu tersemat dibibir Aditya. Matanya berkaca-kaca. “Gaji yang aku beri emang nggak cukup buat kamu perawatan, hah? Atau kamu pake buat hal yang nggak jelas?” ucapnya masih berlanjut. “Pake baju udah kayak pembantu! Longgar, bolong-bolong, kumel lagi! Nggak sadar diri!”Untuk sekian kali ucapan Aditya begitu nyelekit dalam sanubarinya. Amat sakit. Kirana hendak menyangkal namun Aditya seakan tak mengizinkannya untuk membuka suara. “Gadis kampung kodratnya memang seperti ini ya? Gak bisa dandan, bisanya cuman borosin uang!” Aditya jengah melihat istrinya sendiri, dengan cepat ia masuk ke dalam mobil. “Mas, bekal makannya!” Walau setiap hari tak lepas dari hinaan suami, namun tak memungkinkan untuk
Satu hal yang tidak pernah Kirana pikirkan adalah kehidupan yang membawanya pada takdir tak terduga. Ia kira hidup setelah diceraikan akan menderita, atau mungkin menjadi gelandangan tersebab tidak punya siapa-siapa. Namun semuanya terbalik, justru ia dipertemukan dengan orang baik yang mau menampung dirinya untuk tinggal. Seperti sekarang, Tyas tetap bersi kukuh meminta dirinya untuk menjadi pacar pura-pura Arion. Dengan imbalan dibayar 10 juta plus tetap tinggal di rumahnya. Menolaknya? Sepertinya tidak bisa, terbukti dari Tyas yang membawanya ke meja rias. Kembali dirias oleh wanita itu, Kirana dibuat cantik bak bidadari. ***Kirana duduk di kursi sofa atas perintah Tyas, katanya sekarang tinggal menunggu Arion yang belum selesai bersiap. Benar-benar dag dig dug, Kirana gugup dengan isi hatinya yang berdetak tak karuan. “Kamu yang tenang aja, santai aja,” ucap Tyas menenangkan. Walau begitu tetap saja Kirana tidak bisa tenang. Dari atas tangga suara langkah kaki terdengar. Perp
“Ayah, kita mau ke mana?” tanya Arion kecil. Anak kecil yang saat ini berusia 4 tahun menatap sang Ayah yang tengah mengemudi. “Kita bakal tinggal di desa ini untuk sementara, Ar.” “Desa? Berarti kita enggak tinggal di rumah dong? Terus di rumah siapa yang isi?” Dias—Ayah Arion tertawa kecil. “Ya dirumah ada Oma. Oma bakal jagain rumah kita.” Arion mangut-mangut, lirikan matanya mengarah pada sang Ibu yang tengah tertidur. Tampak lelah, membuat Arion kembali terdiam, memainkan ponselnya. Beberapa jam telah berlalu… “Udah sampai, ayo turun!” Dias berseru. Menyuruh istrinya dan Arion untuk keluar. Ada beberapa mobil yang ikut dengan Dias yakni orang-orang yang memang ia tugaskan dalam hal ini. “Udah sampai, Ayah?” tanya Arion membenarkan kacamatanya yang bertengger. Anak kecil itu memang memakai kacamata besar, baju yang ia pakai dikancingkan hingga atas. “Ummm, Mas … apa kita akan terus di sini?” tanya Selaras masih menguap. Perempuan itu benar-benar mengantuk, tampak le
“Kamu … kamu Arion?! Si anak kecil cupu dari kota?!” seru Kirana heboh. Entah kenapa tatkala Arion memperkenalkan dirinya bahwa ia adalah teman masa kecilnya, membuat lintasan masalalu hadir dikepala Kirana. Dan saat itulah Kirana tersadar satu hal, bahwa Arion yang saat ini sedang bersamanya adalah Arion sama yang pernah jadi temannya dulu. Arion mendengkus. “Kemana aja? Baru sadar kalo aku Arion?”Kirana menatap Arion dengan tatapan tak percaya, namun didetik berikutnya Kirana memeluk Arion dengan spontan. Arion terkejut, jelas, pelukan tiba-tiba itu benar-benar dilakukan secara spontan. Namun dalam hitungan detik Arion merasakan bahunya basah, Kirana … perempuan itu menangis. Tubuh Kirana bergetar, ia menangis di bahu Arion dengan perasaan bungkah. Menangis sejadi-jadinya tanpa bisa menjelaskan kenapa. Dan Arion sendiri? Ia terdiam, terdiam kala Kirana meluruhkan segalanya lewat tangisan. “Menangislah … menangislah untuk mengeluarkan segala rasa yang kamu pendam selama ini. ”
Pipi Kirana memerah, jantungnya berdetak tak karuan. Apalagi saat tatapan Arion tak pernah lepas darinya, membuat ia salah tingkah. Elusan yang dilakukan Arion pula ia rasakan. Terasa mendebarkan namun pula menentramkan. Ah, entahlah … entah bagaimana perasaan ini tiba-tiba hadir. Tapi, jika dikata jujur bolehkah Kirana berharap bahwa Arion akan melamarnya? “Kiran …,” panggil Arion. Dengan sedikit malu Kinara mendongak. “I--iya?” “Menikahlah denganku?”“Apa?” Kiraha melotot terkejut. Ucapan Arion padanya…“Iya, menikahlah denganku. Kita memiliki nasib yang sama bukan? Lalu kenapa tidak kita mulai dengan hubungan yang lebih serius? Menjalani nasib yang sama-sama kita rasakan?”Kirana benar-benar gugup, bingung untuk menjawab. Ah, sebenarnya Kirana mau, tapi ia takut apabila Arion hanya pura-pura. Tapi jikapun benar serius bagaimana? Saat Kirana hendak menjawab tiba-tiba…”Brak! Kirana terlonjak kaget suara gebrakan meja dipukul keras. “Arion?!” Seorang perempuan entah siapa tib
Kirana tertawa renyah, “apa perlu bukti untuk kau percaya bahwa kami tidak bohong?”“Tentu saja, sebelum benar-benar lihat kalian menikah dan—” Sebelum ucapan Selina berlanjut Kirana sudah menarik badan Arion agar menghadapnya. Hingga didetik berikutnya mata Selina melotot tatkala Kinara mencium … bibir Arion? Arion sendiri tak kalah terkejut, pria itu menegang saat Kirana mencium bibirnya. Ah tidak, sebenarnya Kirana tidak benar-benar menciumnya, ada jempol miliknya yang tersimpan di tengah-tengah bibir keduanya, dan mungkin hal ini justru terlihat seperti keduanya tengah berciuman. Namun tetap saja! Arion mendadak jadi patung saat hembusan napas Kirana menerpa dirinya, jantungnya seperti berhenti berdetak, menegang dengan hasrat yang mulai bergelora. Sekali seumur hidup! Baru kali ini Arion merasakan adegan seperti ini. Arion mematung, tetap diam saat Kinara sudah melepaskan ciumannya. “Masih tidak percaya? Atau perlu aku buktikan lebih dari ini?” tanya Kirana menatap remeh Selin
Kirana terdiam. Ia memasuki mobil saat keduanya sampai. Deru mesin mobil terdengar saat Arion menyalakannya. “Ar, tapi kenapa harus melakukan ini?”“Melakukan apa?” tanya Arion tak paham. “Selina cantik, yang dikatakan dia juga ada benernya. Walau kalian sepupu tapi untuk menikah tidak ada larangan kan?” tanya Kirana. Sebenarnya ia benar-benar penasaran kenapa Arion sangat menolaknya. Pun ada yang ingin ia tanyakan, mengenai tadi saat Arion mengajaknya untuk menikah. Kirana kepikiran akan hal itu. “Kami pernah se-susu, yang otomatis ya semahram kan? Haram menikah.”“Apa?” Arion mengangguk. Mesin mobil yang sebelumnya dinyalakan dimatikan kembali. Ia menatap Kirana dengan serius. “Tapi dianya aja yang ngeyel dan nggak terima kalau kami sedarah. Ibunya sudah meninggal, jadi mana tau Selina beranggapan akan hal itu. Ditambah Ayahnya menikah lagi, membuat Ibunya cukup matre akan uang. Memaksa dia buat nikah sama aku. Aku yang memang nggak mau mana bisa dipaksakan.”Kirana mulai mangu
“Kirana …,” ucap Ningsih dengan suara lirih. Tak kalah terkejutnya, Ningsih meneguk salivanya susah payah. Pun dengan Aditya yang juga sama terkejut. “Kiran …!” Ningsih langsung berlari menuju Kirana, memegang tangannya kemudian berkata, “Kiran, tolongin Adi, Kiran … tolong keluarin dia. Dia nggak bersalah. Sama sekali nggak!” kata Ningsih dengan berderai air mata. Kirana terkejut, bukan pada Aditya yang sekarang berada di penjara melainkan pada kaki Ningsih yang bisa bergerak. “Ibu tidak lumpuh?” tanya Kirana dengan raut tak percaya. Ningsih seketika terdiam, menatap kakinya yang ditatap pula Kirana. “Kiran … maafin Ibu ….” ujarnya dengan berderai air mata. “Maafin Ibu yang udah bohongin kamu. Maaf ….”Jantung Kirana berdegup sangat cepat. Jadi, selama ini … Ningsih hanya berpura-pura?“Ibu membohongiku selama ini? Bertahun lamanya? Kenapa, bu? Kenapa?!” teriak Kirana seakan benar-benar menjadi manusia terbodoh. Entah apa alasan Ningsih melakukan ini semua, namun selama menjadi
Ningsih terkejut, baru sadar bahwa ia tak memakai kursi roda sebagai alat kepura-puraannya. Selama ini baik kerabat, tetangga bahkan RT, RW sekalipun Ningsih selalu menerima bantuan berupa uang. Tak hanya itu orang-orang juga mengasihaninya sampai memberi beberapa hal seperti sembako dan kebutuhan lainnya. Walau memang tidak setiap bulan tapi Ningsih selalu diberi beberapa bansos tersebut. Dan sekarang ketika beberapa pasang mata menatap Ningsih membuat perempuan itu benar-benar gelagapan. “Bu saya--saya–”“Ooh ternyata begini kelakuan aslinya Bu Ningsih? Astaghfirullah….” Orang-orang yang ada di sana mengucap istighfar, namun ada beberapa orang pula yang langsung mengumpat tersebab marah. “ Dasar tidak tau malu! Pantas sekarang anaknya masuk penjara! Buah dari Karma emang nggak pernah jauh dari Ibunya!” kata tetangga yang memiliki mulut pedas. Hal itu jelas mengundang tatapan Ningsih. “Apa? Di penjara? Maksud kalian apa ya? Putra saya ada di rumah, mana ada masuk penjaraa!” kata
“Ini kesalahan kamu Adi! Andai saat itu kamu nggak cerai sama Kiran, mungkin semua ini nggak bakal kayak gini!” cecar Ningsih dengan marah yang terus berlanjut. Saat ini Aditya sudah pulang ke rumah dan ia malah disuguhi omelan Ningsih yang tidak ada henti-hentinya. “Bu, berhenti bawa-bawa nama Kirana! Dia udah nikah, bahagia dengan kehidupannya sekarang!” kata Aditya jengah. Ibunya itu selalu saja menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi. Padahal sudah beberapa bulan berlalu tapi Ningsih tampaknya belum menerima keadaan ini. Wajar, Kirana yang apa-apa dijadikan layaknya babu, kini tampak sepi sebab tak ada pembantu. “Dan lagipula, Kirana berhak bahagia untuk sekarang dan seterusnya … sebab jika hidup kembali bersama kita, sudah dipastikan Ibu bakal jadikan dia pembantu.” “Heh, mana tau kamu bicara gitu hah?! Ibu—” “Bu, sudahlah… yang terjadi biarlah terjadi!” Ningsih menatap tajam sang anak, hah! Anak itu mana tau susahnya Ia jika harus bekerja rumah seorang diri! Mana t
Derina duduk manis di hadapan calon mertuanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ibunya Aditya. Namun, yang ditatap justru hanya menampilkan raut cueknya, terlihat sekali bahwa Ningsih enggan melihat Derina. “Bu, kedatangan Derina ke sini….”“Ibu udah tau!” jawab Ningsih memotong ucapan Aditya yang hendak mengeluarkan bicaranya. “Ibu tidak setuju!” ucapnya blak-blakan dengan wajah yang menatap Derina. “ibu butuh menantu yang bakal fokus ke rumah tangga, bukan ngejar karir seperti kamu!” ucapnya terang-terangan. “Ibu pengen yang seperti Kiran, nurut dan gak banyak tingkah!”Derina yang mendengarnya jelas marah, ia paling tidak suka jika harus dibanding-bandingkan. Dan secara terang-terangan orang di depannya ini membandingkan dirinya dengan Kirana. “Bu, ini tidak seperti yang ibu pikirkan. Derina seperti ini sebab—”“Tidak ada alasan apapun. Ibu tetap menolak!” Dalam diam Derina menahan gejolak amarahnya.Cih, lagipula siapa yang mau menjadi menantunya? Yang hanya dijadikan pembantu? Buka
“Sayang?” Kening Arion mengerut tatkala melihat dua orang yang sangat ia kenal. Tatapan matanya seketika langsung menajam. Aditya maupun Derina langsung tukar pandang, mendadak terkejut sebab ada Bosnya di sini. “Tuan Arion? Anda di sini?” tanya Derina ramah. Arion terkekeh lucu, memasukan tangan kanannya ke dalam saku celana. “Apa yang barusan kalian bicarakan dengan istri saya?” ucapnya berhasil membuat mata Derina maupun Aditya melebar. Apa katanya? Istri? “Tuan, A--anda tidak salah? Istri?”“Ah, tentu saja kalian tidak tau. Biar saya perjelas saja di sini. Kalian bisa melihat wanita yang ada di sisiku ini kan?” Arion menarik pinggang Kirana, dia menarik sudut bibirnya dalam memandang Derina apalagi terhadap Aditya. “Dia istri saya, kami sudah menikah yang mana tidak dipublikan.”“Mas?” Kirana mencubit pinggang Arion, kesal sekali kenapa suaminya itu malah membuka status mereka. “Kenapa sayang? Katakan, tadi mereka mengatakan apa tentangmu?” Mendengar pernyataan itu tangan A
Sudah 7 bulan berlalu, dan kini usia kandungan Kirana sudah memasuki 8 bulan lebih. Ada banyak hal yang dialami oleh ibu muda itu, namun untungnya Kirana mampu mengkondisikan keadaan tersebut dengan baik. Takut terjadi apa-apa pada si bayi, Kirana memilih lebih berhati-hati dalam hal apapun. “Sayang?”Arion dengan jas mewahnya, menghampiri Kirana yang saat ini tengah duduk di tepi ranjang. “Pakaikan mas dasi dong?”Kirana tersenyum tipis kala Arion duduk berhadapan padanya. Dengan penuh telaten Kirana memakaikan dasi pada leher sang suami.“Mas tampan tidak?” tanyanya. “Ya jelas tampan, Mas. Mas selalu tampan setiap hari.”“Beneran?”“Hmm.”Arion mendelik kecil. “kok gitu jawabnya? Cuman hhmm?”Kirana terdiam dari gerakannya sejenak. “Ya terus, harus jawab gimana? Kan aku udah jawab. Mas selalu tampan setiap hari….” Kirana mencubit pelan hidung Arion yang mancung, gemas sekali. “Kenapa sih? Jangan cemberut kayak gitu.” Kirana menegur, Arion itu lucu sekali dimatanya, jadi teringat
“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Apa kamu tidak lelah Mas? Ada seseorang yang menunggumu di atas ranjang, tapi kau malah mencari ranjang hangat di orang lain,” ucap Kirana. Bertambah kerutan dikening Arion, pria itu menarik pelan bahu sang istri. “Apa maksudmu, Kiran? Kau menuduhku telah berselingkuh?”Kirana terdiam, bibirnya cemberut. Memalingkan wajah ke arah lain, Kirana justru ditarik oleh tangan Arion agar menatapnya. “Sudah berapa kali Mas bilang, cuma kamu wanita yang sekarang Mas cintai. Kenapa masih meragukannya?”“Aku nggak ragu! Hanya saja … seharian ini Mas memilih bersama Syera ketimbang istri sendiri. Wajar kan aku curiga?” Kirana membuang muka, bertambah cemberut lah bibirnya akan hal itu. Arion terkekeh. Melihat sisi kiri-kanan yang cukup masih ramai bisingnya orang-orang membuat Arion mengangkat Kirana ala koala, membawanya ke kamar agar leluasa berbicara satu-sama lain. Sedang perempuan itu terkejut, dengan cepat mengeratkan dalam memeluk leher Arion. “Tidak kusangka, seorang Kirana juga bisa
“Hendra? Kau di sini? Di mana Mas Arion?” tanya Kirana sehabis pulang dari sungai. Wanita itu memilih pulang ke penginapan, beristirahat dan tidur mungkin. “Tuan sedang ada urusan Nona, saya ditugaskan untuk menjaga Anda di luar sini.”Cih! Ada urusan? Dengan Syera maksdunya? “Oh.” Hanya itu yang keluar dibibirnya, Kirana memilih bodo amat dan masuk ke dalam penginapan. Hendra menatap cengo atas sikap yang ditujukan Kirana. Hanya oh? [Tuan, Nona sudah pulang barusan. Dia menanyakan Anda di mana, saya jawab sedang ada urusan. Tapi, Nona terlihat acuh tak acuh.]Hendra mengirimkan pesan tersebut pada Arion. Sebelum benar-benar berjaga di sini Hendra memang diperintahkan Arion untuk mengabari mengenai istrinya itu. Tadi saat Hendra ke sini ia mendapati kabar bahwa Kirana tidak ada dipenginapan, hal itu membuatnya berkabar pada Arion. Namun jawaban Arion cukup jelas, kabari jika Kirana sudah pulang. Untuk itulah Hendra langsung mengabari Arion mengenai kepulangan Kirana. [Kau tidak