Beranda / Romansa / Bahagia Setelah Terusir / Mimpi Buruk Muncul Kembali

Share

Mimpi Buruk Muncul Kembali

Penulis: El Nurien
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-24 21:19:24

"Kenapa Ibu ke sini?" tanya Tera ketika sudah di luar gedung. Di pinggir jalan, sebuah mobil yang dikemudi oleh Arbain

"Pulanglah," pinta ibunya, sambil melirik Keane yang berada di dekat mereka.

Tera beralih ke Keane. “Keane, dia ibuku, tinggalkan kami sebentar.”

Keane mengangguk. “Tapi, maaf saya tidak bisa meninggalkan terlalu jauh. Mohon pengertiannya.”

“Iya, saya mengerti. Terima kasih, Keane.”

"Di sini aku sudah punya pekerjaan, jadi Ibu kembalilah,” pinta Tera setelah Keane menjauh.

 "Pekerjaan apa? Merebut suami orang?" ketus Bastiah.

Tera tersentak. "Apa maksud Ibu? Aku di sini mengasuh seorang anak. Dari mana Ibu mendapat informasi ga jelas itu?"

Bastiah tergagap. "Ada … ada pokoknya."

"Iya, tapi siapa?" desak Tera. "Jangan katakan Arbain yang katakan itu pada Ibu?!"

"Bukan, bukan dia."

Arbain keluar dari mobil, mendekati mereka. Melihatnya Tera jadi berang. Ia langsung men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bahagia Setelah Terusir   Mimpi Buruk Muncul Kembali (2)

    Evan langsung berlari ketika ia keluar dari kelasnya. Tiada adanya Tera di jam istirahat benar-benar membuatnya semakin cemas. Ia melambatkan jalannya begitu melihat Keane berdiri sendiri di depan gedung. Matanya mengerjap pelan. Jalannya semakin lambat, berharap Tera akan muncul. Kenyataannya, ia telah sampai di depan Keane. Halaman telah sepi. Pagar gedung sekolah sudah ditutup. Sekarang hanya ada dia dan Keane. Keane mendekatinya. Ia berjongkok sambil memegang pundak Evan. Keane sedikit dapat bernapas lega, Evan tidak menjauh darinya.“Mama ada keperluan mendadak. Evan pulang sama Om ya. Tadi Mama ada titip pesan di ponsel Om, nanti Evan bisa baca di mobil, ya?”Evan mengangguk. Keane merasakan ada yang mengganjal di tenggorokannya ketika melihat mata merah Evan yang mengerjap cepat. Ia bertanya-tanya siapakah perempuan yang dimaksud Bastiah? Mengapa tega mengorbankan anak tunawicara ini hanya demi kepentingan pribadi? ***“Katakan berapa harga yang kamu inginkan?” ucap Sanad ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-25
  • Bahagia Setelah Terusir   Kampung Nyamuk

    Ah, kadang Mama lupa Evan hanyalah anak kecil yang belum genap usianya 6 tahun. Namun, Evan anak istimewa yang sangat cerdas. Di saat anak-anak lain membaca buku fabel, Evan sudah membaca buku bahasa Inggris. Dulu Mama pikir, Papa itu sangat kejam. Setelah melihat perkembangan Evan, ternyata luar biasa. Evan sangat beruntung memiliki Papa. Ah, tidak. Papa yang sangat beruntung memiliki anak secerdas Evan. Mama juga sangat beruntung bertemu dan sempat bersama Evan. Betapa Mama sangat ingin terus bersama Evan, sampai melihat Evan tumbuh besar dan bisa bicara. Sampai detik itu, Evan pasti sangat membanggakan Papa.  Maafkan Mama. Mama harus pulang dan tidak sempat pamitan sama Evan. Dari sini Mama akan selalu mendoakan Evan. Percayalah, Evan tidak pernah sendiri. Ada Papa yang selalu berjuang untuk Evan. Ada Mama yang selalu mendoakan Evan. Ada nenek, Mama Hayati, Om Keane yang selalu menjaga Evan, dan orang-orang di rumah yang selalu berusaha berbuat yang terbaik bu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-25
  • Bahagia Setelah Terusir   Kampung Nyamuk (2)

    Mobil meluncur bebas. Hujan semakin deras. Beberapa lokasi, lampu jalanan mati, membuat jalanan bertambah gelap. Penerangan lampu mobilnya yang cukup ditambah jalanan sepi membuat Sanad lebih leluasa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.“Hati-hati, Pa. Pelan-pelan saja. Tuh badan kita tidak basah,” ucap Kaayat sambil memeluk bayi Evan yang tertidur. “Iya, Sayang."Di sebuah belokan, tiba-tiba sebuah mobil muncul dari belakang mobil yang berlawanan arah dengannya. Seketika Sanad panik. Ia menekan klakson secepat dan sekuat mungkin. Lampu dari mobil lawan arah tepat di depannya. Ia membanting setir. Namun yang terjadi ia menabrak sebuah pohon besar. Sanad terlonjak. Ia terjaga dari mimpinya. Matanya mengerjap beberapa kali. Napasnya memburu.Hayati ikut terbangun. “Kenapa? Mimpi buruk lagi?”Sanad mengangguk. Napasnya masih belum teratur. Keringat membanjiri badannya. Ia menengok ke arah AC yang ternyata masih nyala. 

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-25
  • Bahagia Setelah Terusir   Terusik

    Sanad meletakkan dagunya di atas kepala, tangannya memeluk erat, sedang pikirannya entah ke mana. Sudah berapa kali dia mendesah, hingga membuat mata Evan terbuka.“Mama?!”“Heh?” Sanad menurunkan wajahnya, menatap Evan.“Mama?”“Mama?” ulang Sanad. Keningnya mengerut. “Oh, Evan merindukan Mama? Iya, nanti Minggu kita ke sana. In sya Allah.”Evan menggeleng. Kening Sanad makin menukik.“Mama?” Evan menunjuk ke arahnya dengan dagu.“Papa?”Evan mengangguk.“Mama.”“Papa ... Mama." Sanad menatap langit-langit, berusaha mencerna ungkapan Evan. "Papa kangen Mama?”Evan mengangguk sambil tersenyum nakal.“Ish, mikir apa sih?! Sudah tidur nggeh,” tukas Sanad sambil menenggelamkan wajah Evan dalam pelukannya.'Kangen?' Tiba-tiba Sanad mengeja kata dalam hatinya. Bohong jika ia tidak merindukan gadis itu. Namun, rindu seperti apa yang dimilikinya? ***

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Bahagia Setelah Terusir   Terusik (2)

    “Nggak mau nyala?"Tera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Iya, ini. Mungkin karena lama nggak dihidupkan, jadinya gini,” keluhnya.“Sini aku coba.” Rudi mengambil alih gagang yang dipegang Tera. Hanya sekali tarikan, mesin langsung berbunyi. Seketika Rudi tertawa. “Tenagamu bukan seperti dulu lagi. Itu lihat, napasnya ngos-ngosan begitu.”Tera hanya memasang wajah merengut.“Memang di sana, benda yang paling berat kamu angkat apa?” tanya Rudi sambil mengangkat mesin dan meletakkan ke sampan.“Evan,” sahut Tera sambil mengikuti Rudi.“Itu bukan benda.”“Berat juga kan?”“Iya, tapi tetap saja beda. Manusia sudah secara alami memiliki keseimbangan jika diangkat. Coba kalau kamu angkat benda yang beratnya sama dengan Evan. Pasti beda."Rudi sudah kembali ke teras. “Mau ke danau?"Tera mengangguk.“Aku temani ya,” tawar Rudi.Tera memicingkan mata. “Nggak kerja?”“Sudah jam segini, masih ditanya kerja?”Tera memonyongkan bib

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Bahagia Setelah Terusir   Tatapan Itu

    Sanad berjongkok. "Kita pulang dulu, ya. Nanti kita janjian lagi," bujuk Sanad. Evan tetap bersikukuh. Sanad beralih ke Bastiah. "Kami tunggu saja, Bu.""Iya, silakan masuk." Bastiah menyingkir. Sanad hendak menarik tangan Evan, tetapi anak itu malah menarik, lalu duduk di bangku panjang. "Kalau begitu, kami tunggu di sini saja, Bu. Maaf ya.""Iya, nggak apa-apa. Silakan. Saya ke belakang dulu," ucap Bastiah ramah.Sanad duduk di samping Evan, setelah Bastiah masuk ke rumah, Sedang Keane berdiri, bersandar ke sebuah tiang. “Cepat banget gerahnya ya,” keluh Keane sambil mengipas-ngipas kerah kemejanya. Ia membuka ponselnya. “Cuaca sama saja dengan Kandangan. Kenapa terasa cepat gerah?”“Itu karena posisi kita di atas air.  Uap air akan membuat suhu lebih panas. Ditambah air menjadi panas ketika kena matahari. Semakin panas suatu benda, maka semakin panas pula suhunya. Panasnya akan berkali lipat. Panas ini ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Bahagia Setelah Terusir   Tatapan Itu (2)

    Sanad tertawa ketika melihat bintik merah di wajah putranya akibat gigitan nyamuk. Ditambah dengan garukannya, akibat gatal. “Jangan digaruk!” Sanad mengambil tangannya yang hendak kembali menggaruk. “Kulitnya putih sekali, jadi merahnya nampak sekali. Di sini banyak nyamuk, Cu. Apalagi kalau malam,” ucap Bastiah. Tak lama terdengar bunyi mesin ketinting dari kejauhan. “Nah itu mungkin Tera,” seru Bastiah, lalu berdiri. Evan langsung berdiri, hendak mengikuti, tetapi ditahan Sanad. “Di sini saja!”“Tak apa. Masuk saja. Barangkali mau melihat Bangkau lebih luas lagi."Evan bergerak-gerak, menarik ayahnya. “Ayo, Nak.”Akhirnya Sanad berdiri, masih dengan memegang tangan putranya mengikuti Bastiah. Di tengah rumah, tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari kamar dengan wajah kucel. Arbain terkejut ketika melihatnya.“Pak Sanad? Iya kan, Pak Sanad?” tanya Arbain.“Kamu mengenalnya?” tanya Bastiah. “Dia kan putra Bu Fatima, pemilik minimarket tempat saya bekerja.”“Benar, Nak?!” tanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-27
  • Bahagia Setelah Terusir   Keindahan Tiga Elemen

    Tera menghela napasnya. Melihat sikap Tera, Sanad mendekat dan mengambil kertas yang dipegangnya. Ia mengelus rambut Evan. “Ada banyak yang harus dikerjakan Mama. Mama juga punya ibu yang harus dijaga, jadi Mama harus pulang. Evan ngerti ‘kan?” Evan mengangguk. Tera tersenyum haru. Matanya mulai mengembun. Evan kembali menulis dan menyerahkan pada Tera. [Evan juga akan jaga Mama jika sudah besar]Sontak Tera tertawa. Kali ini matanya berair. Diam-diam Sanad menatapnya. Betapa ia ingin menghapus air mata itu. Air mata yang mengalir untuk anaknya. Melihat Tera, ia selalu bertanya-tanya dalam dalam hati, benarkah perasaan sukanya murni dari hati? Jangan-jangan yang dirasakannya hanyalah bentuk terima kasih atas semua yang dilakukan Tera untuk putranya. Hari itu, anak dan bapak itu menghabiskan waktu seharian bersama Tera. Sore hari Bastiah menyuguhkan makanan khas Bangkau. Ikan kerapu goreng, ikan gabus panggang, tana

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-27

Bab terbaru

  • Bahagia Setelah Terusir   Teratai Dan Danau Bangkau

    "Kamu pakai parfum apa?" tanya Sanad. "Parfum yang kamu kasih." "Aku suka wanginya." Sanad tergoda membaui aroma lembut di leher Tera. Tera merasakan bulu romanya merinding. Kehangatan napas Sanad menimbulkan reaksi alamiah yang membuat Sanad semakin bersemangat."San, hati-hati, kamu tidak bisa mandi lo." Tera mengingatkan.Tera menghempaskan napasnya. Ia segera bangkit, dan menurunkan kakinya ke lantai. "Aku pingin lihat Evan. Kok nggak ada suaranya." Tangan Sanad menyambar pinggangnya. "Tadi dia sama Lilac.""Aku pingin lihat, khawatir badannya bentol-bentol."Sanad menarik bahunya hingga terbaring. Seketika tubuhnya terkunci oleh sebelah tangan kekar."Tadi aku sudah minta Lilac agar mengolesi kulitnya dengan lotion anti nyamuk." Sanad meletakkan bibirnya di leher Tera. "San, kamu berani berendam di tengah malam? Bukan mandi di kolam rumah lo.""Kita mandi bersama.""San …." Mendadak bibirnya terkunci oleh

  • Bahagia Setelah Terusir   Ending (Season 1)

    "Benarkah? Janji?!""Iya …."*** Kamar Tera kini dihiasi layaknya kamar pengantin. Ada sedikit berbeda di kamar Tera dibanding kamar pengantin umumnya. Di zaman sekarang, pengantin lebih banyak menggunakan ranjang modern tipe divan bed, sedang Tera memilih tipe ranjang kelambu. Ranjang yang memiliki kanopi supaya bisa dipasang kelambu. Dulu orang Bangkau banyak memakai tipe ini, mengingat kampung mereka banyak nyamuk. Perlahan ranjang kelambu kekurangan peminatnya, karena ranjang divan bed setiap masa desainnya semakin modern dan untuk menghiasi kamar pun semakin banyak kreasinya. Soal nyamuk, itu nanti dipikirkan, yang penting terlebih dahulu menikmati sebagai sepasang raja ratu, meski hanya sehari.Berbeda dengan Tera, mengingat Sanad bukanlah orang Bangkau, tentu nyamuk bukanlah perkara bisa dianggap enteng. Pertama kali yang dipikirkannya bagaimana supaya suaminya bisa tidur dengan nyaman tanpa adanya gangguan nyamuk. Menggunakan obat nyamuk sepanjang malam bukanlah pilihan ya

  • Bahagia Setelah Terusir   Ending (Season 1)

    "Cil." Tera ikutan menangis. "Kenapa ngungkit itu, kan jadi nangis." Ia mengusap wajahnya kasar.Kembang mengambilkan tisu, lalu meletakkan di tengah-tengah."Terima lah dia. Dilihat kesungguhannya ingin beli Teratai Kedua, terlihat dia sangat ingin membahagiakanmu. Masalah perbedaan, asal sama-sama mau berusaha dan terbuka, seiring waktu kalian akan bisa saling mengimbangi.""Cil." Tera meletakkan wajahnya di pangkuan Acil Nurul. Tangisnya makin menderu. Bastiah dan Kembang ikut mengusap wajahnya. Air mata Acil Nurul tak henti-hentinya mengalir. Sebelah tangannya membelai rambut Tera. "Doa Acil akan selalu menyertaimu."***Hari lamaran tiba. Mengingat Bastiah sering menyebut perbedaan, Sanad mengantisipasi dengan hanya melibatkan keluarga dari pihak ibunya yang berada di Baruh Kambang. Secara kelas social mereka tidak terlalu berbeda. Ditambah Muallim Ibrahim, keluarga Tera yang tinggal di Baruh Kambang mem

  • Bahagia Setelah Terusir   Menuju Ending (2)

    “Aku pergi dulu. Jaga diri baik-baik. Malam ini aku akan ke sini.”“Jangan!” jawab Tera cepat. "Kenapa?" "Kamu lihatlah, bagaimana mereka," bisik Tera sambil mengerling ke arah kumpulan tetangga. "Tapi masih banyak yang harus kita bicarakan.""Kita bisa bicara lewat telepon kan?""Iya, sih. Tapi ….""Ayo lah …."Akhirnya mau tak mau, Sanad harus mau menuruti Tera. Benar saja, begitu mobil Sanad menjauh, ibu-ibu di kumpulan itu langsung memberondongnya. Mereka mengikuti Tera sampai ke dalam rumah. "Bagaimana keadaanmu, Tera? Alhamdulillah, akhirnya bisa pulang," ucap salah seorang ibu yang muka cemongnya dengan pupur basah. "Aku nggak menyangka lo, Tera. Kamu kemarin sudah kayak mayat," imbuh seorang perempuan muda. "Oh iya, laki-laki tadi menyelamatkanmu kemarin kan? Dia siapa? Jangan katakan dia langganan kerupukmu!""Mulai," batin Tera. Bastiah datang membawa

  • Bahagia Setelah Terusir   Menuju Ending

    "Jangan khawatir. Aku hanya butuh akuisisi. Produksinya tetap mereka yang tangani, kamu hanya bertanggungjawab bagian pengembangan." Tera menghela napasnya. "Tapi … apa aku bisa? Teratai Produksi yang sempat jaya bertahun-tahun, sekarang kolaps padahal ditangani seorang sarjana. Rudi cerita produksi Teratai Kedua juga mengalami kemunduran, apa aku bisa membangkitkannya, padahal kamu telah mengeluarkan banyak biaya." "Kamu pasti bisa. Kamu dengarkan Mama sudah menawarkan tempat untukmu, tinggal produksi saja lagi dengan kualitas sebaik mungkin." "Aku takut mengecewakan."Sanad meraih bahu Tera. "Aku percaya kamu pasti bisa.""Coba saja, Tera. Nanti aku langsung akan cek barangnya, aku tidak akan segan menolak, kalau memang itu tidak layak bertengger di minimarket kami."Tera mengangguk. "Terima kasih, Bu.""Semangatlah." Sanad mendekatkan wajahnya ke telinga Tera. "Ini kesempatanmu membuktikan diri kalau kamu layak jadi istri Sanad."Tera berdecak. Fatima tersenyum penuh arti. Tapi

  • Bahagia Setelah Terusir   Orang Kota dan Orang Kampung

    "Belum apa-apa sudah nyusur. Tera, kamu dan dia jauh banget. Dia orang kota, kita orang kampung. Orang kampung masih polos. Bagaimana kamu bisa hidup sebebas dia? Belum jadi istri sudah berani cium. Kamu juga, diam aja dicium," gerutu Bastiah. Elang tertawa. "Siapa bilang orang kampung itu masih polos? Sekarang informasi mudah diakses, jadi hal semacam itu bukan lagi hal tabu. Ibu saja yang tidak memperhatikan perubahan zaman.""Pokoknya aku tak suka dengan orang kota. Mereka nggak akan bisa beradaptasi dengan lingkungan kita.""Sudahlah, Bu. Kenapa sih selalu maunya punya Ibu yang dijalankan?" sanggah Elang."Bukan begitu. Orang tua itu sudah banyak makan asam garam," sahut Bastiah. "Aku tau. Tapi Kak Tera juga sudah dewasa. Apa yang terjadi nanti, tentu dia sudah siap menghadapinya. Yang merepotkan, jika Ibu bersikukuh dengan pendapat Ibu, tiba-tiba nanti dia mengalami hal buruk, maka beban yang dirasakan Kak Tera akan terasa lebih be

  • Bahagia Setelah Terusir   Orang Kota dan Orang Kampung

    "Dia Elang, adikku. Yang masih kuliah di Bjb." Tera mengenalkan.  "Evan ingat tidak?"Evan mengangguk. "Om Elang." "Pintar!" Tera mengeratkan pelukannya.Kedua lelaki itu saling berjabat tangan dan mengenalkan diri. "Akhirnya aku bisa bertemu dengan Anda," ucap Elang nada membuat Tera mengernyit. Mata tajamnya menatap penuh selidik. "Elang, apaan sih kamu?" tegur Tera. "Tidak apa. Aku hanya ingin memastikan orang yang dekat dengan kakakku itu orang baik. Aku tidak ingin kejadian dulu terulang lagi," sahut Elang sambil mengerling ke arah Arbain. "Ngomong apa kamu, Lang?" sela Bastiah. "Oh iya, Nak Sanad. Ini agak kasar, tapi Ibu minta kamu jangan terlalu dekat dengan Teratai. Teratai telah bertunangan dan kamu juga telah beristri. Sebagai seorang ibu, tentu aku tidak ingin putriku jadi perusak rumah tangga orang lain.""Ibu ngomong apa sih?" seru Teratai. Ia mengerling ke arah Evan. Sanad mendekati

  • Bahagia Setelah Terusir   Bimbang (2)

    Tera membuka mulut, tetapi menutup kembali. Tidak memungkinkan ia membela diri di saat sama-sama emosi. Selain itu, ia tidak tahu betul bagaimana hubungan Sanad dengan Hayati. Sanad belum bercerita kalau sudah bercerai dengan Hayati. "Terserah Ibu lah," ucapnya akhirnya, lalu menutup diri. Dalam selimut ia masih saja mendengar wejangan Bastiah. "Tera, aku tahu perlakuan laki-laki itu sangat baik padamu, tapi jangan jadi perusak rumah tangga orang. Selain itu, sebesar apa pun ia mencintaimu, kalian dari kasta yang berbeda. Aku sudah dengar dari Arbain. Dia putra bosnya yang memiliki banyak minimarket. Dari segi keturunan, mereka juga dari kaum bangsawan, bergelar Gusti."Tera tercenung. Ia masih belum berani berharap pada Sanad. Namun membayangkan perbedaan yang sangat jauh membuat nyalinya ciut. Bahkan berbanding dengan Evan saja dia masih ketinggalan jauh. Antara langit dan bumi. Ia sering menemani Evan ke berbagai acara keluarga, rata-rata mereka baik dan ramah, tapi itu dulu h

  • Bahagia Setelah Terusir   Bimbang

    "San, aku ingin bicara denganmu. Ada waktu?" tanya Rudi.Sanad mengerutkan keningnya. Sesaat ia menoleh ke arah Tera. Gadis itu terlihat cemas. Ia juga menoleh ke Bastiah."Asal tidak sekarang, kapan?""Nanti kasih kabar, jika kamu punya waktu."***Sepeninggalan Sanad, Bastiah membuka kulkas. Sesaat matanya membesar. Melihat kulkas yang terisi penuh. Mulai roti, buah, cake, susu cair, yogurt, teh botol dan air mineral. "Kalian mau jualan?" ejek Bastiah. Tera menengok sebentar, tapi lalu kembali berpaling. Bahkan menoleh pun masih terasa sakit.Rudi duduk berhadapan dengan Tera yang sedang menyuap buburnya. "Bubur sumsumnya tidak dimakan?" tanya Rudi."Habiskan ini dulu. Sayang, sudah terlanjur. Itu kan masih belum bergerak, nggak papa disimpan lama." Rudi terkekeh. Tera memang selalu begitu, penuh dengan pertimbangan. Tidak bisa kah di saat sakit seperti ini mengutamakan rasa

DMCA.com Protection Status