Apa yang dikatakan Amar nyatanya betul-betul lelaki itu lakukan. Sudah sebulan lebih, Mita tidak bertemu dengan pengusaha itu. Setelah panggilan beberapa waktu lalu di mana Amar mengatakan ingin menjaga nama baik Mita sebagai seorang istri yang tengah hamil dan memiliki suami, lelaki itu tak pernah lagi terlihat batang hidungnya. Begitu pun Nina. Bocah kecil itu seperti dibuat menjauh oleh ayahnya.Namun, tidak bagi Yola. Gadis yang tengah kuliah itu, sempat mampir datang ke butik selama beberapa kali. Selain karena urusan bisnis milik Amar yang rupanya diserahkan kepada sang adik, gadis itu juga seperti sengaja ingin menyampaikan sesuatu yang selama ini disimpan. Seperti sore itu. Ranti yang sudah izin pulang duluan karena ada urusan dengan dijemput sang suami, Mita kedatangan Yola ketika hendak pamit pada para karyawannya. "Yola?""Sore, Mbak. Sudah mau pulang, yah?" tanya gadis itu tak enak hati. Setelah memeluk dan mencium pipi kanan kiri khas sapaan para wanita, Mita kemudian
Berita tentang kehamilan Mita yang akhirnya diketahui oleh kedua mertuanya, kini juga sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mereka mengucapkan selamat dan meminta Mita untuk lebih berhati-hati atas kondisi dirinya sekarang. "Jangan terlalu capek kerja!""Kehamilan muda itu rawan. Jangan seenaknya sampai lupa kalau lagi hamil.""Jangan mentang-mentang ngerasa sehat dan kuat sampai enggak peduli sama jabang bayi yang ada di dalam perut."Pesan dan nasehat bertubi-tubi datang. Mita mendapatkan semua itu ketika kedua orang tuanya menghubungi. Bahkan, beberapa saudara juga memberinya selamat atas dua tahun lebih pernikahan ia dan Danu yang akhirnya diberi juga momongan. "Dua tahun bukan waktu yang sebentar, Mita. Jadi, jaga baik-baik."Mita sampai tidak tahu bagaimana respon yang harus ia berikan. Hanya kata terima kasih yang bisa ia ucapkan kepada mereka semua. Di luar perasaan bahagia sebab perhatian yang mereka berikan kepadanya.Andai saja mereka semua tahu kalau suaminya sendiri eng
Mita membuka pintu kamar. Tampak sang ibu mertua dengan cardigan menyelimuti tubuhnya, menatap Mita cemas. "Ada apa? Ibu dengar suara teriak dari bawah."Mita berusaha mengontrol suaranya ketika akan menjawab pertanyaan ibu mertuanya itu. Sesaat ia akan bersuara, tiba-tiba muncul Danu dari belakang tubuhnya. "Tadi ada kecoa, Bu. Mita takut dan menjerit ketakutan."Seketika Mita menoleh pada suaminya, yang justru memalingkan wajahnya tak peduli. "Benarkah begitu, Mita? Cuma karena kecoa kamu teriak malam-malam begini?" Ibu mertuanya menatap sambil tersenyum. "I-iya, Bu. Maaf kalau sudah bikin Ibu dan ayah terganggu. Udah tidur, yah?" tanya Mita seraya terkekeh. "Belum. Baru aja mau," jawab perempuan paruh baya itu. "Terus, gimana kecoanya? Apa udah pergi?" lanjutnya bertanya. "Udah. Tadi aku matiin, terus dibuang." Danu menjawab cepat. "Oh, ya udah. Syukurlah kalau begitu. Besok biar bibi yang bersihin rumah periksa kamar kalian, khawatir ada kecoa atau binatang lainnya. Kamu 'k
Hari itu Mita kembali datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kehamilannya. Sudah bulan kedua sekarang dan Mita sangat antusias mengetahui kabar si calon bayi di perutnya. Perempuan itu datang sendiri. Jangan tanyakan kemana suami yang seharusnya menemani dirinya menemui dokter kandungan. Sebab sosok lelaki tersebut memang tak pernah mengakui akan keberadaan janin di dalam kandungannya tersebut. "Bagus sekali. Kehamilan sudah memasuki minggu ke sembilan. Sejauh ini tidak ada apapun yang perlu dikhawatirkan." Dokter menjelaskan sembari melihat layar monitor di depannya dengan sebuah alat di perut Mita. Setelah selesai menjelaskan kondisi janin yang ada di dalam perut Mita, dokter meminta asisten membantu perempuan itu merapikan penampilannya kembali. "Silakan!" Dokter mempersilakan Mita untuk duduk. "Terima kasih, Dok!"Mita memperhatikan gerakan tangan dokter yang menari di atas selembar kertas catatannya. "Apakah ada keluhan yang Bu Mita rasakan di kehamilan pertama ini, setel
Tak disangka sama sekali, kedatangan Mita ke salah satu mall besar di pusat kota, dirinya malah bertemu dengan Selena dan Danu yang sedang makan siang. Mita yang saat itu sudah selesai mendapatkan apa yang dicari, berniat untuk mengisi perutnya yang kosong di salah satu restoran yang ada di lantai dua mall. Lucunya, setelah ia selesai memesan makanan, dirinya baru menyadari keberadaan sang suami dan madunya tengah duduk di sudut restoran. 'Kenapa dunia ini sempit sekali. Bagaimana bisa mereka juga datang ke restoran yang sama dengan yang aku datangi?' batin Mita bertanya. Ingin sekali perempuan itu pergi, tetapi karena makanan yang sudah ia pesan, membuatnya urung pergi. Namun, seketika ia memiliki ide brilian. Bergegas ia menghampiri meja kasir. Di sana ia meminta pelayan yang tadi mencatat pesanannya untuk mengganti pesanan dine in menjadi take a way. "Dibungkus saja, yah, Mbak."Permintaan Mita diangguki oleh seorang pelayan perempuan yang tadi melayaninya. "Ditunggu sebentar
Danu segera melarikan Mita ke rumah sakit terdekat. Sempat meminta Selena untuk membantu, tetapi malah tak diindahkan, lelaki itu akhirnya pergi sendirian sembari membawa istri pertamanya itu. Di sepanjang jalan Mita terus mengerang seolah menahan sakit di perutnya. Beberapa kali Danu harus memastikan istrinya itu dalam keadaan sadar. Sambil menyetir, fokusnya mungkin terganggu. Tapi, ia harus meyakinkan dirinya jika apa yang terjadi pada Mita saat ini tidak berakibat fatal. Sesampainya Danu di rumah sakit, ia segera meminta perawat jaga untuk menolongnya membawa Mita ke ruang IGD. Bekas darah tampak di jok mobil ketika Mita kemudian diangkat ke atas bangkar."Mas," rintih Mita sesaat akan dibawa ke bilik IGD. Situasinya yang tampak darurat, mengharuskan ia segera ditangani.Danu terlihat kebingungan. Ia yang memilih menunggu di depan teras rumah sakit, bergegas menghubungi kedua orang tuanya. Entah apa yang ia pikirkan. Berada di rumah sakit sendirian dengan kondisi Mita yang ber
"Tapi, Mit?" Tercekat Danu menyahut permintaan istrinya itu. "Itu yang Mas dan Selena harapkan bukan? Sekarang Mas bisa melakukan hal itu. Sudah tak ada lagi yang aku pertahankan setelah kehilangan calon bayi kita. Jadi, gugatan cerai bisa kamu layangkan secepatnya. Aku tak akan menghalangi.""Mit, Mita. Kamu masih dalam keadaan syok setelah keguguran yang kamu alami. Kita bisa membicarakan hal ini setelah kamu pulih."Entah apa yang ada di pikiran Danu sekarang. Sejak kemarin ia terus berkata akan menceraikan Mita dengan alasan sudah tak ada cinta. Bahkan ia akan berusaha menarik hati kedua orang tuanya supaya bisa menerima Selena dan menyayangi wanita yang sejatinya sangat ia cintai. Tapi sekarang, setelah melihat dan turut merasakan kesedihan yang istri pertamanya itu alami, Danu mendadak berubah tujuan. Tak ada semangat seperti kemarin di mana ia begitu ingin berpisah dari istri pertamanya itu. Bahkan, beberapa saat lalu ketika pikirannya masih berkeinginan mengusir Mita dari rum
"Dan kamu masih mau bertahan?" tanya Ranti tampak emosi. Saat ini Mita sudah dipindah ke ruang perawatan. Ranti datang bersama suaminya, tepat setelah Mita berada di ruangan tersebut. Sudah bisa ditebak, Mita pasti menceritakan semuanya mengenai kejadian sore tadi. Termasuk pertengkaran yang terjadi antara ia dan Selena yang sebetulnya sudah ia hindari. "Aku tidak berkata seperti itu. Aku justru mempersilakan Mas Danu untuk menceraikan aku sekarang," ucap Mita yang saat itu hanya tinggal berdua bersama Ranti. Suami sahabatnya pamit ke kantin untuk mencari kopi, sedangkan Danu pamit pulang untuk mengambil barang-barang pribadi miliknya yang pasti akan ia perlukan selama menginap di rumah sakit. "Lalu, apa katanya?" sahut Ranti yang terlihat cukup puas atas keputusan sahabatnya itu. "Dia enggan membahas masalah itu. Tidak tahu kenapa tiba-tiba ia fokus supaya aku pulih dulu.""Alasan. Itu hanya caranya saja untuk menutupi keburukan istrinya.""Aku tidak tahu." Mita menjawab pasrah.
Proses ijab kabul berjalan dengan lancar. Meski sudah dua kali menikah, Danu tetap merasa gugup ketika acara hendak dimulai. Tapi, sang penghulu membuat suasana hatinya jauh lebih baik sebab kepandaiannya mencairkan suasana. Nisa dihadirkan setelah Danu mengucap ijab kabul. Gadis itu muncul bersama Mita mengenakan kebaya berwarna pink yang cantik, secantik wajahnya. Beberapa orang yang belum mengenal Nisa, tampak terpesona dengan kecantikan gadis itu yang tampak alami. Ya, Nisa meminta pada penata riaknya untuk tidak mendadaninya dengan riasan yang tebal. "Natural saja, tapi bagus."Alhasil, beginilah penampakan Nisa sekarang. Mampu membuat semua orang terpana dengan kecantikannya yang khas dan alami. "Orang kaya yang enggak banyak tingkah. Danu beruntung." Amar berkata pelan kepada istrinya. Mita tersenyum mendengar ucapan Amar. Ia setuju dengan pujian suaminya itu. "Aku pikir keduanya beruntung," balas Mita memilih tak memihak. "Setuju.""Kamu tidak cemburu atau iri 'kan, Mas
Sebelum saya melanjutkan bab terakhir kisah Danu dan Nisa, izinkan saya mempromosikan cerita terbaru yang berjudul PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN. Saya berharap kalian suka dan membaca cerita tersebut yang akan saya update di bulan Februari besok. Cerita ini masih ber-genre romantis. Mengisahkan dua insan manusia yaitu Shania dan Alex yang menikah bukan atas dasar cinta.Bagaimana kisah keduanya? Tentu kalian harus membacanya dari awal sampai akhir supaya tidak penasaran. Untuk itu, saya beri kalian spoiler di bab awal, ya. Untuk bab selanjutnya kalian bisa buka cerita PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN di baris paling bawah. Selamat membaca. Happy reading! BAB 1.Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang
Namun, ide dan saran Danu justru diterima dengan sangat baik oleh Rendy dan istrinya. Kedua orang tua Nisa dengan serta merta setuju dan langsung mem-booking aula hotel miliknya di tanggal yang Danu minta. "Kalian ini kenapa sih? Kok bisa-bisanya kompak untuk urusan beginian," ucap Nisa saat Danu menyampaikan keinginannya tersebut. Nisa mungkin hanya protes di mulut, karena pada kenyataannya, ia pun merasa bahagia karena akan segera melepas masa lajangnya. Ia dan Danu akan menikah dengan acara yang ayahnya buat begitu mewah. "Kamu anak Ayah dan ibu satu-satunya. Tidak mungkin kalau kami membuat pesta sederhana dengan keluarga dan kolega kita yang begitu banyak.""Lagipula, Ayah ingin semua orang tahu bahwa putri Ayah yang cantik ini sudah ada pemiliknya. Seorang laki-laki pemberani yang bisa menaklukan hati putri Ayah yang sangat terjaga ini. Danu bukan seorang lelaki pengecut yang tidak mampu menghadapi aral dan masalah."Ucapan sang ayah membuat Nisa terdiam. 'Apakah ayah sudah t
"Jadi, Mas Danu yakin kalau dia tidak akan mengganggu kita lagi?" tanya Nisa setelah mendengar penuturan Danu tentang pertemuannya dengan Selena. "Semoga saja begitu. Aku tidak mau berkata yakin sebab wanita itu bisa saja melakukan hal di luar nalarnya. Tapi, aku cukup memberinya penjelasan tentang sesuatu.""Penjelasan apa?""Bukan penjelasan. Tapi, lebih ke ancaman mungkin." Danu terkekeh. "Mas Danu ngancam apa?""Aku cuma bilang, jangan macam-macam dengan hubunganku sekarang. Karena calon mertuaku bukanlah keluarga sembarangan. Mereka bisa melakukan apa saja jika ada yang berani mengusik anaknya.""Kamu bilang begitu?" Nisa menatap tak percaya. "Ya." Danu terkekeh. Dipandangnya Nisa yang malah menggeleng karena ceritanya. "Kamu ini ada-ada saja.""Memanfaatkan kekayaan keluargamu aku pikir akan berhasil. Setidaknya, ia langsung bungkam ketika aku bicara begitu.""Haha. Kamu percaya diri sekali.""Aku kenal Selena. Dia memang bukan perempuan lemah lembut seperti Mita. Tapi, aku
Danu sudah parkir di depan gerbang rumah Nisa setelah pertemuannya dengan Selena berakhir dengan keributan. Perempuan itu jelas tidak terima dengan keputusan yang diambilnya. "Dia bukan anakku. Seharusnya kamu meminta pertanggung jawaban lelaki itu, dan bukan malah mengganggu bahkan menemui aku seperti ini.""Dia pergi meninggalkan aku, Danu.""Apa bedanya dengan kamu yang pergi meninggalkan aku dengan dalih balas dendam. Padahal saat itu aku tidak tahu menahu tentang hubungan gelapmu dengan lelaki itu. Bahkan, aku juga menyangka bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku.""Aku minta maaf, Danu.""Aku sudah memaafkan kamu, Selena. Tapi, aku tidak bisa kembali denganmu. Apalagi setelah semua yang kamu lakukan.""Kamu yang lebih dulu menyakiti aku!" teriak Selena di tengah taman yang sepi. Tak banyak orang yang ada di sana, kecuali ia dan Danu juga beberapa pasangan muda mudi lain yang menempati titik berbeda. "Ya, kalau begitu kita impas bukan?""Benar. Kita impas. Jadi,
Nisa sudah akan beranjak meninggalkan Danu dan Noah, tapi tiba-tiba Danu bersuara. "Aku pikir bukan kamu yang seharusnya pergi. Tapi, aku."Nisa menoleh. "Bukannya tadi kamu mau bertanya sama dia? Kenapa jadi berubah pikiran?" tanya Nisa ketus. "Awalnya, iya. Tapi, buat apa aku bicara pada laki-laki pecundang yang bahkan kisah masa lalunya sudah tidak memiliki harapan lagi," ucap Danu yang kemudian berbalik untuk menuju ke mobilnya. Nisa tidak menghentikan langkah lelaki itu. Ia memilih diam sampai mobil milik Danu berlalu meninggalkannya dan Noah. Sekarang hanya tinggal ia dan Noah. Laki-laki itu tampak senang karena bisa berbicara berdua saja dengan sang mantan kekasih. "Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Nisa masih tidak bergeming di posisinya. Di tempat lain Danu yang sudah meninggalkan area gedung, melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meninggalkan Nisa yang saat ini tengah berbicara dengan Noah, membuat dadanya sesak menahan kesal. Saat dirinya masih
Danu mungkin tengah bahagia sekarang. Sebab hubungannya dengan Nisa yang akan melangkah lebih maju dari sebelumnya. Kekhawatiran yang Nisa tunjukkan, dengan sangat mudah ia tenangkan. Mereka akan membawa hubungan yang belum matang itu agar tetap terjaga hingga perasaan cinta benar-benar hadir di hati mereka. Namun, satu yang Danu lupa jika saat ini ada sosok lain yang tengah menunggu responnya. Sosok itu yang sudah Danu buang jauh dari hatinya, kini muncul kembali seolah meminta perhatiannya."Aku mau bicara sama kamu," ucap Danu pada Nisa yang siang itu baru saja selesai istirahat. "Sekarang?" tanya Nisa yang masih berbicara santai dengan karyawan lainnya di kantin. "Kalau kamu sudah selesai istirahat saja," jawab Danu yang memilih melakukan komunikasi dengan calon istrinya itu melalui aplikasi pesan. Danu masih menjaga hubungannya dengan Nisa dari orang-orang di kantor. Bukan karena tidak mau orang lain tahu, tapi ia memilih menyimpan rahasia itu sampai di waktu yang tepat. "Ka
Danu terdiam beberapa saat setelah Nisa menjawab pertanyaannya. "Aku pikir itu cuma alasan saja," gumamnya. "Awalnya aku pikir juga begitu, tapi ketika aku kembali bertemu Tia, dengan penuh keyakinan perempuan itu mengatakan bahwa Noah merasa tak percaya diri karena statusnya yang cuma staf biasa bisa berpacaran dengan aku yang adalah anak dari bosnya." Helaan napas terdengar kencang setelah Nisa menjelaskan. "Dan kamu percaya?" Danu kembali bertanya. Nisa mengangguk. "Aku percaya kalau Tia tidak berbohong. Terlebih lagi sikap Noah yang selama ini tidak berani menyentuhku, aku pikir alasannya berubah dan akhirnya berselingkuh adalah karena itu.""Lantas, apakah maksudmu dengan menceritakan ini semua adalah karena kamu sudah memaafkan dan mau kembali padanya?""Tidak. Aku enggak bilang begitu!" Nisa sontak menggeleng. "Kenapa kamu berpikir ke arah sana, Mas?""Bukan. Aku cuma menyimpulkan apa yang kamu katakan di akhir tadi. Dengan ia tidak pernah menyentuhmu, lain denganku yang su
Acara makan malam berlangsung penuh kehangatan. Kedua keluarga seperti sudah sangat akrab hingga membuat acara malam itu berlalu dengan penuh tawa dan kegembiraan. Baik Danu dan Nisa sama-sama bisa melupakan debaran di hati mereka karena kedua orang tua mereka yang berbicara tanpa henti, membicarakan apa saja yang bisa membuat semuanya tertawa. Kedua sejoli itu tentu saja bersyukur karena kegugupan yang tiba-tiba melanda, seketika sirna. Satu hal yang membuat keduanya sadar, bahwa tidak ada pembahasan apapun yang berhubungan dengan acara pertunangan mereka. Danu mengirim pesan ke ponsel Nisa secara sembunyi-sembunyi —khawatir aksinya akan membuat heboh jika ketahuan. 'Sepertinya makan malam hari ini memang murni hanya makan saja.'Bunyi pesan Danu pada Nisa yang langsung gadis itu sadari. Sebelum membalas, Nisa memandang Danu dan tersenyum. 'Iya. Sepertinya begitu.' Nisa mengirim balasannya singkat. Danu kembali memeriksa ponselnya, lalu mengetik balasan pesan dari Nisa. 'Maa