BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUAkhirnya, waktu yang kutunggu datang juga. Hari ini aku sengaja ambil libur untuk mengurus perceraianku dengan Ning ke pengadilan. Sudah tidak sabar rasanya untuk berpisah dengan perempuan itu dan menikah dengan pujaan hati–Ida.—----------Tiga minggu setelah pengajuan gugatan cerai, akhirnya aku mendapat surat panggilan dari pengadilan agama. Sidang pertama akan dilaksanakan tiga hari lagi.Setiap mendapat kabar bahagia seperti ini aku tak pernah absen memberitahu Ida.Baru saja memikirkan dia, orangnya datang. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Sudah beberapa hari ini Ida membawa motorku. Aku pun mengalah dengan naik angkot saat berangkat kerja. "Tumben datang ke kost, Mas," tanyaku."Memangnya ngga boleh?""Boleh, dong, tapi ngga biasanya kamu mau ke sini. Kebetulan Mas juga ngga lembur."Ida turun dari motor dan duduk di kursi teras depan. Aku melihat motorku ada yang beda, lecet di mana-mana. Bagian body sangat parah."D-Da, ini mo
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku harus tegar menghadapi sidang perceraian hari ini. Meski tak bisa dipungkiri, kalau hatiku terluka. Bukan karena Mas Heru lebih memilih perempuan lain daripada aku, bukan. Tapi lebih ke rasa sakit saat melihat Fathan. Anak yang tidak tahu apa-apa harus menjadi korban. Ya … hari ini aku akan menghadiri sidang perceraian pertamaku dengan Mas Heru. Aku akan berusaha terus hadir sampai sidang putusan nanti. Akan kutunjukkan di depan Mas Heru bahwa aku perempuan yang kuat.—-----------Tidak pernah terbayangkan sekitipun dalam benakku, kalau saat ini akan membawa seorang anak yang belum genap tiga bulan ke pengadilan agama. Anak sekecil Fathan yang seharusnya sedang merasakan kehangatan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, kini justru akan ikut hadir dalam sidang perceraian ayah dan ibunya. "Ning, apa kamu benar-benar sudah siap menghadiri sidang perceraian ini?" tanya Bu Wati yang memang ingin mengantarku. Nanti beliau akan me
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUItu beneran badut tua 'kan? Kenapa penampilannya beda sekali. Naik mobil mewah pula. Berkali-kali mengusap kedua mataku, memastikan kalau memang tidak salah lihat. Badut tua yang dulu mangkal di lampu merah bersama Ning, sekarang berubah seratus delapan puluh derajat. Dia seperti orang kaya raya. Tapi mana mungkin secepat itu dia menjadi kaya. Masa' iya dia kaya karena menjadi badut. Impossible.Terdengar panggilan masuk dari Ida. Segera mengambil ponsel dari saku celana dengan pandangan masih tertuju pada badut tua dan juga Ning."Hallo, Da.""Gimana, Mas, sidangnya? Lancar?""Lancar, dong. Untung Ning tidak mempersulit.""Bagus, deh, kalau begitu.""Kenapa? Kamu sudah tidak sabar ingin menikah denganku, ya.""Ngga juga, sih. Yang penting Mas Heru punya uang dan bisa memberikan apa yang aku butuhkan. Karena itu salah satu poin penting untuk pria yang ingin menikahiku. Harus punya rumah, kendaraan sendiri, syukur-syukur mobil."Aku hanya mam
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku tidak tahu, harus merasa lega atau sedih. Tapi yang pasti aku harus bisa menerima semua ini dengan ikhlas. Setelah beberapa kali sidang, akhirnya aku dan Mas Heru pun resmi bercerai. Proses lebih cepat dari yang aku kira.Hak asuh Fathan jelas jatuh di tanganku, apalagi Mas Heru memang tidak menghendaki Fathan. Makanya dia tidak mempermasalahkan soal anak. Kini aku harus menyiapkan diri sebagai orang tua tunggal untuk Fathan. Dia sebuah anugerah luar biasa yang Allah titipkan padaku. Aku harus membimbing dan mendidik dia agar menjadi anak yang sukses dunia maupun akhirat. —----------Selama melalui masa iddah, aku tetap menerima pesanan kue basah ataupun kering. Tetapi mereka harus mengambil sendiri di rumah. Sejak melahirkan Fathan, aku memang hanya membuat kue atau makanan lain saat ada pesanan saja. Aku belum mulai menitipkan jualan ke warung terdekat ataupun pasar seperti waktu hamil.Hari ini kebetulan aku mendapat dua pes
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU"Mending kamu pindah kerja saja, Mas. Kalau kita masih satu tempat kerja seperti ini, yang ada akan menimbulkan masalah terus. Capek jadi olok-olokan teman pabrik," ucap Ida."Pindah kerja? Ngapain sampai segitunya, sih, Da. Cuekin saja omongan mereka yang ngga penting itu. Apalagi sekarang aku sudah resmi bercerai dengan Ning. Jadi masalahnya di mana kalau Mas deketin kamu?""Masalahnya, dari awal mereka sudah menganggap'ku sebagai perusak rumah tangga kamu dan badut itu. Kalau kamu pindah kerja, pasti mereka tidak akan membahas tentang kita lagi."Ada benarnya juga ucapan Ida. Sampai kapan pun mereka pasti akan membicarakan kami. Apalagi ada provokator si Eli dan gengnya itu."Terus, kapan badut itu keluar dari rumah kamu, Mas? Kenapa sampai sekarang kamu masih ngekost. Bukannya setelah resmi bercerai, dia akan kamu usir?""I-iya, Da. Pasti Mas akan usir Ning. Tapi sabar dulu, biar perempuan itu selesai masa iddahnya. Nanti Mas dikira suami
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NING"Hebat, aku pikir kamu perempuan polos, ternyata licik sekali," ucap Mas Heru dengan kedua tangan mengepal. Aku yang dikagetkan dengan kedatangannya malam-malam masih bingung atas ucapannya tersebut. "Maksud kamu apa bicara seperti itu? Aku heran sama kamu, Mas. Hobby sekali datang ke sini dan marah-marah.""Tidak perlu berlagak bodoh! Kembalikan uang warisanku," teriak Mas Heru.Ternyata Mas Heru datang ke sini dan marah-marah karena uang yang diberikan orang tuanya padaku dan juga Fathan. Sudah aku duga dari awal, pasti akan menjadi masalahi. Tapi … kemarin bapak dan emak sudah mewanti-wanti agar uang tersebut tidak boleh diberikan pada Mas Heru. Bahkan mereka sampai bilang tidak ridho."Kenapa diam? Cepat kembalikan uangnya.""Tidak. Aku tidak akan memberikan uang tersebut padamu, Mas. Kalau memang harus aku kembalikan, akan aku kembalikan pada bapak dan emak."Uang masih tersimpan dengan rapi, selembar pun aku tidak menguranginy
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUSialan … sudah capek-capek pulang kampung, ngga dapat apa-apa. Mana aku sudah janji mau membelikan Ida gelang emas. Sebenarnya yang anaknya bapak dan emak itu siapa? Aku apa Ning? Kenapa orang tuaku sendiri justru sangat membela perempuan itu. Sampai-sampai uang penjualan tanah warisanku malah diberikan pada dia dan anak selingkuhannya. Memang br*ngsek perempuan itu. Hidupku selalu sial karena dia. Sudah ceraipun masih saja membuat hidupku susah. -"Apa, Mas? Kamu tidak jadi beliin aku gelang? Terus ngapain kemarin nanya aku pengen apa. Kamu sudah janji, pokoknya aku ngga mau tahu." Ida sangat marah.Wajar saja Ida kecewa, aku tidak bisa menyalahkan dia. Semua karena Ning, karena sudah mengambil uangku secara licik. "Iya, Da. Besok kalau sudah ada uangnya, pasti Mas beliin."Ida menatapku dengan kedua mata membulat dan tangan bersedekap. "Kalau tidak punya uang, ngapain kemarin bilang mau beliin aku gelang? Aku sudah terlanjur bilang sama t
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NING"Ning, hari ini kamu ikut Ibu, ya. Toko biar ditunggu Mbak Tum sama Mbak Sri," terang Bu Wati menghampiri'ku ke kamar. Sudah dua minggu ini aku memang tinggal di rumah Bu Wati. Akhirnya aku tidak bisa menolak ajakan beliau untuk tinggal bersama. Bu Wati mengontrakkan aku sebuah toko yang tak jauh dari rumah beliau untuk jualan kue yang memang mulai banyak pelanggan dan juga pesanan setiap hari. Meski sudah pindah tempat, tapi pelanggan tetap setia datang.Tidak sampai di situ, Bu Wati juga merenovasi rumahku. Berusaha menolak kebaikan beliau pun percuma. Karena Bu Wati tidak akan berhenti sebelum aku mengangguk dan mengucap kata iya.Sebenarnya berat harus meninggalkan rumahku sendiri. Tapi setelah dipikir-pikir, mungkin dengan cara tinggal bersama Bu Wati, aku bisa membuka lembaran baru dan menutup masa lalu yang penuh luka hati di rumah itu. "Memangnya kita mau ke mana, Bu?""Mau ke butik langganan Ibu. Satu bulan lagi 'kan acara