Perjalanan yang Esther lalui ke kampus terasa jadi begitu lama dari pada biasanya. Masalahnya bukan hanya dari kepadatan lalu lintas saja, tetapi juga dari pikiran yang melanglang buana dan kondisi emosional Esther yang teraduk tidak beraturan karena kejadian di kos-nya beberapa saat yang lalu.Sebelum pergi saja untuk terakhir kalinya Esther membanting pintu di depan muka sepupunya. Meski dia tahu kalau Elson dari dulu sampai sekarang sangat menyayanginya dan tidak pernah menginginkan sesuatu yang buruk terjadi kepadanya.Esther menghela napas, sebelum memukulkan dahinya pada setir.Disisi lain dia sangat puas karena bisa mengeluarkan emosinya, tetapi di sisi lain dia juga tahu bahwa Elson mungkin saja hancur melihat sikap Esther yang seperti tadi. Memang betul Elson berhak untuk menasehatinya karena tidak sempat menghubungi siapa pun di malam setelah kejadian begitu dia merasa jauh lebih tenang. Namun Esther tetap saja merasa kurang bisa terima perlakuan lelaki itu yang berani main
Kata Nara kelas Gaara ada di lantai dua. Makanya setelah berpisah dengan lelaki itu Esther buru-buru langsung memacu langkahnya menuju ke lantai dua. Dia memperhatikan setiap kelas, dan untungnya ada satu kelas yang terisi banyak mahasiswa dan pintunya masih terbuka. Jadi Esther masih bisa mengintip ke dalam melalui jendela untuk mencari sang penyelematnya.Tetapi sepanjang meneliti satu persatu orang di dalam kelas, dia tidak bisa menemukan lelaki dengan ciri khas seperti Gaara di dalam sana. Karena fokusnya pada jendela sambil melangkah Esther tidak menyadari keberadaan orang di depannya dan tiba-tiba saja Esther sudah menabrak tubuh kokoh yang mendadak muncul entah dari mana.“Ugh…” Bagai tersengat listrik, Esther sontak mundur beberapa langkah. Tanpa merasa perlu melihat muka orang yang ditabraknya, gadis itu langsung menundukan kepala dan melancarkan rentetan permintaan maaf yang sangat familiar dilidah. “Maaf, maafkan saya, saya tidak sengaja.”Biasanya jika adegan seperti ini b
Begitu kelasnya selesai Esther segera pergi ke parkiran dimana Gaara memintanya untuk menunggu. Seperti kesepakatan yang telah mereka setuju. Karena hal itulah, Esther berdiri di samping range rover Gaara dengan patuh. Kedua matanya melirik ke semua penjuru arah yang masih riuh. Karena Gaara ternyata belum ada, jadinya Esther yang menantikan sambil sesekali menatap ke direksi yang satu.Sambil menunggu, Esther kemudian mengecek ponsel yang diberikan Gaara kepadanya.Gadis itu mengerjapkan mata ketika dirinya sadar ponsel yang ada ditangannya bukan milik dia, melainkan milik Gaara. Tampaknya ponsel mereka tertukar lagi.Setelah dua puluh menit berlalu, Esther mengecek arlojinya. Dia menghela napas dan sekali lagi memastikan keberadaan Gaara yang tidak kunjung tiba. Sebersit praduga banyak berterbangan dipikirannya. Sebenarnya Esther sempat tergoda untuk menelepon ponselnya yang ada ditangan Gaara, tetapi dia agak takut kalau aksinya itu malah akan mengganggu si pria.Kesabarannya seola
“Dia cuma bilang Elson,” ungkap Gaara sambil mengangkat bahunya, kemudian setelah itu dia menatap Esther kembali. “Lalu Vinson kemudian pergi dan aku tidak melihat dia hingga detik ini.”“Aku tidak paham,” tutur Esther jujur, dia bersandar pada mobil Gaara di belakang punggungnya. “Aku sebenarnya sudah tahu kalau Vinson memang punya masalah dengan sepupuku. Tapi kenapa dia menjadikan hal itu sebagai alasan untuk membenciku? Maksudku yang jadi sepupunya Elson itu bukan cuma aku, adikku Elma juga. Tapi dia tidak membenci adikku sama seperti dia membenciku. Padahal aku dan Elma punya ikatan persaudaraan juga dengan Elson.”“Kau sendiri pernah bertanya pada sepupumu soal itu?”Esther terdiam beberapa saat, tampak berusaha mengingat sesuatu. “Sebenarnya aku pernah bertanya kenapa dia dan Vinson saling membenci satu sama lain. Tetapi dia selalu menolak memberiku penjelasan detail. Dia hanya bilang bahwa dia pernah berteman dengan Vinson. Dulu sekali,” jelas Esther yang kontan membuat alis G
“Terima kasih,” ujar Esther kepada wanita paruh baya yang melayaninya dari balik meja sayur mayur sebelum dirinya berbalik dan mencari pedagang yang lain. Dari dalam kantong sweater yang dia kenakan, Esther mengeluarkan secarik kertas yang telah berisi daftar belanjaan yang dia perlu dapatkan seluruhnya.“Ini sudah dibeli… nah yang ini masih ada dirumah kurasa,” gumamnya ketika gadis itu menelusuri daftar panjang buatannya. Setelah memastikan semua yang dia perlukan telah beralih ke dalam kantong, kini tujuan Esther adalah membeli ikan. Kebetulan pasar ikan terletak lima ratus meter dari posisinya sekarang. Jadi dia berjalan kaki dengan santai menuju ke satu lokasi yang sudah dia tandai sebagai lapak langganannya.Setelah kemarin berjalan-jalan dengan Gaara, dia menandai beberapa hal di tempat yang sama. Dan alasan mengapa Esther sekarang berbelanja lebih banyak dari biasanya adalah karena hari ini adalah hari yang dia janjikan kepada kakak-beradik keluarga Maxwell untuk makan malam b
Karena Esther hanya diam saja, lelaki itu kemudian tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya buka suara lagi. “Oh, maaf. Pastinya kamu tidak akan nyaman ya? Saya lupa mengenalkan diri. Nama saya Felix,” ujarnya yang membuat Esther kontak menengok padanya lagi. “Dan Vinson sendiri adalah adik laki-laki saya.”Tuh kan! sisi dalam diri Esther langsung memberi tanggapan. Dugaan Esther tidak meleset sama sekali, memang benar lelaki ini punya hubungan darah dengan Vinson. Kalau tidak mana mungkin mereka semirip itu, terlebih hubungannya sedekat itu pula. Tetapi yang jadi pertanyaan adalah mengapa anggota keluarga dari si Vinson itu bisa ada di pasar sendirian? Tidakkah mereka adalah orang kaya yang urusan dapurnya sudah pasti menjadi tanggung jawab kepala pelayan?“Karena kamu menyebut namanya tadi, saya berasumsi kalau kamu mengenal dia juga,” ujar lelaki itu sambil terkekeh. “Tapi kalau diingat-ingat, kebanyakan memang kadang sering salah mengenal kami. Padahal aku lebih tua dari Vinson,
Tidak ada yang tahu soal bagaimana masa lalu Felix, meski memang banyak orang yang berusaha mengorek soal itu untuk menghancurkan dirinya. Kebanyakan dari orang itu sudah dibereskan, dank arena akhir tragis yang terjadi kepada siapa saja yang berusaha membocorkan awal mulanya. Orang-orang mulai menyerah dan menutup mulut mereka dengan terpaksa.Felix adalah anak yang dibesarkan disebuah panti asuhan bersama dengan adiknya yang kala itu belum genap berusia satu tahun. Felix tidak memiliki memori apapun soal sang ibu yang memilih menggiringnya ke panti asuhan beserta sebuah sepucuk surat ditangan. Karena hal itulah Felix tidak punya sedikitpun perasaan kepada wanita yang tidak dia ketahui namanya itu. Dia tidak menyayanginya dan juga tidak membencinya. Dia tidak merasakan apapun pada wanita itu.Namun karena dia hidup bersama sang adik, sebagai gantinya Felix mencurahkan seluruh kasih sayang dia miliki kepada Vinson yang mendadak menjadi tanggung jawabnya. Satu-satunya hal yang Felix in
Seiring berjalannya waktu, adik yang dia rawat mulai tumbuh besar. Karena dia hidup di wilayah peternakan, maka tidak heran di usianya yang masih belia Vinson sudah bisa menunggang kuda bersama kakaknya dan dia bahkan menjalin kedekatan secara emosional dengan para kuda. Namun disamping kesukaannya terhadap kuda, Vinson tumbuh menjadi sosok bocah yang pemalu. Felix tidak mengerti mengapa adiknya sangat takut berinteraksi dengan orang lain. Tetapi Felix paham bahwa sebenarnya adiknya juga perlu teman sebaya.Selanjutnya pertemuan antara Vinson dan Elson seperti sebuah takdir yang tidak bisa dihindari. Karena usia mereka tidak terpaut jauh. Elson juga membutuhkan sosok lain selain buku untuk menemaninya karena itulah tiba-tiba saja mereka sudah bermain saja di belakang rumah utama.Itu adalah pertama kali Felix menemukan adanya hubungan yang terjalin antara mereka.Beberapa bulan kemudian, keduanya menjadi tidak terpisahkan. Mereka nyaris melakukan semua hal bersama, sampai titik tidur