“Terima kasih,” ujar Esther kepada wanita paruh baya yang melayaninya dari balik meja sayur mayur sebelum dirinya berbalik dan mencari pedagang yang lain. Dari dalam kantong sweater yang dia kenakan, Esther mengeluarkan secarik kertas yang telah berisi daftar belanjaan yang dia perlu dapatkan seluruhnya.“Ini sudah dibeli… nah yang ini masih ada dirumah kurasa,” gumamnya ketika gadis itu menelusuri daftar panjang buatannya. Setelah memastikan semua yang dia perlukan telah beralih ke dalam kantong, kini tujuan Esther adalah membeli ikan. Kebetulan pasar ikan terletak lima ratus meter dari posisinya sekarang. Jadi dia berjalan kaki dengan santai menuju ke satu lokasi yang sudah dia tandai sebagai lapak langganannya.Setelah kemarin berjalan-jalan dengan Gaara, dia menandai beberapa hal di tempat yang sama. Dan alasan mengapa Esther sekarang berbelanja lebih banyak dari biasanya adalah karena hari ini adalah hari yang dia janjikan kepada kakak-beradik keluarga Maxwell untuk makan malam b
Karena Esther hanya diam saja, lelaki itu kemudian tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya buka suara lagi. “Oh, maaf. Pastinya kamu tidak akan nyaman ya? Saya lupa mengenalkan diri. Nama saya Felix,” ujarnya yang membuat Esther kontak menengok padanya lagi. “Dan Vinson sendiri adalah adik laki-laki saya.”Tuh kan! sisi dalam diri Esther langsung memberi tanggapan. Dugaan Esther tidak meleset sama sekali, memang benar lelaki ini punya hubungan darah dengan Vinson. Kalau tidak mana mungkin mereka semirip itu, terlebih hubungannya sedekat itu pula. Tetapi yang jadi pertanyaan adalah mengapa anggota keluarga dari si Vinson itu bisa ada di pasar sendirian? Tidakkah mereka adalah orang kaya yang urusan dapurnya sudah pasti menjadi tanggung jawab kepala pelayan?“Karena kamu menyebut namanya tadi, saya berasumsi kalau kamu mengenal dia juga,” ujar lelaki itu sambil terkekeh. “Tapi kalau diingat-ingat, kebanyakan memang kadang sering salah mengenal kami. Padahal aku lebih tua dari Vinson,
Tidak ada yang tahu soal bagaimana masa lalu Felix, meski memang banyak orang yang berusaha mengorek soal itu untuk menghancurkan dirinya. Kebanyakan dari orang itu sudah dibereskan, dank arena akhir tragis yang terjadi kepada siapa saja yang berusaha membocorkan awal mulanya. Orang-orang mulai menyerah dan menutup mulut mereka dengan terpaksa.Felix adalah anak yang dibesarkan disebuah panti asuhan bersama dengan adiknya yang kala itu belum genap berusia satu tahun. Felix tidak memiliki memori apapun soal sang ibu yang memilih menggiringnya ke panti asuhan beserta sebuah sepucuk surat ditangan. Karena hal itulah Felix tidak punya sedikitpun perasaan kepada wanita yang tidak dia ketahui namanya itu. Dia tidak menyayanginya dan juga tidak membencinya. Dia tidak merasakan apapun pada wanita itu.Namun karena dia hidup bersama sang adik, sebagai gantinya Felix mencurahkan seluruh kasih sayang dia miliki kepada Vinson yang mendadak menjadi tanggung jawabnya. Satu-satunya hal yang Felix in
Seiring berjalannya waktu, adik yang dia rawat mulai tumbuh besar. Karena dia hidup di wilayah peternakan, maka tidak heran di usianya yang masih belia Vinson sudah bisa menunggang kuda bersama kakaknya dan dia bahkan menjalin kedekatan secara emosional dengan para kuda. Namun disamping kesukaannya terhadap kuda, Vinson tumbuh menjadi sosok bocah yang pemalu. Felix tidak mengerti mengapa adiknya sangat takut berinteraksi dengan orang lain. Tetapi Felix paham bahwa sebenarnya adiknya juga perlu teman sebaya.Selanjutnya pertemuan antara Vinson dan Elson seperti sebuah takdir yang tidak bisa dihindari. Karena usia mereka tidak terpaut jauh. Elson juga membutuhkan sosok lain selain buku untuk menemaninya karena itulah tiba-tiba saja mereka sudah bermain saja di belakang rumah utama.Itu adalah pertama kali Felix menemukan adanya hubungan yang terjalin antara mereka.Beberapa bulan kemudian, keduanya menjadi tidak terpisahkan. Mereka nyaris melakukan semua hal bersama, sampai titik tidur
Suatu siang dibulan September, Felix membiarkan Vinson pergi bersama Elson dan Esther untuk melakukan piknik. Ketiga bocah itu memang kerap kali melakukannya mengingat kesukaan Esther yang suka membantu koki rumahnya memasak dan kedua anak laki-laki itu akan menjadi orang pertama yang mencicipi hasil buatan tangannya. Lokasi yang mereka pilih adalah dipinggir sebuah sungai dengan jarak yang tidak begitu jauh dari peternakan, dan biasanya ketika mereka disana Felix akan mengawasi mereka bertiga.Tetapi sayangnya, hari itu dia cukup sibuk karena membantu proses kelahiran seekor sapi betina tua di kadang, sehingga tugas menjaga para bocah dia titipkan kepada pekerja baru yang memang belum mahir dalam hal-hal seperti ini. Felix sempat punya pemikiran bahwa hal tersebut agak beresiko. Namun karena dia dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dia mengesampingkan firasat buruknya dan fokus pada apa yang sedang dia kerjakan.Felix bahkan sampai melupakan fakta bahwa para bocah keluar dalam kond
Malam itu sambil mengobati luka bekas gigitan litah di betis adiknya, Felix mencoba secara pelan-pelan menggali apa yang adiknya ketahui dari kejadian tadi. Meskipun tentu saja Felix sangat percaya bahwa Vinson tidak mungkin melakukannya.Namun sebelum melakukannya, Elson keburu datang ke kediaman mereka. Bocah itu bahkan terlihat sangat arogan saat dia berdiri di dekat pintu.“Aku tidak pernah menyukaimu sejak kau cari muka pada paman, Felix. Setiap kami makan malam bersama, yang dibicarakan oleh Paman Zeref selalu saja soal Felix yang melakukan ini, Felix yang melakukan itu. Aku muak mendengar namamu diagungkan dan dipuji-puji oleh Paman, padahal kau sendiri bahkan bukan bagian dari keluarga Rodrigo. Namamu tidak pantas disebut di meja makan kami. Kau itu harusnya sadar posisimu sejak datang, kalau kau hanya orang asing yang meminta belas kasihan Paman untuk menjadi buruh kasar. Tempatmu selamanya akan ada di situ. Tempat yang rendah dan jangan bermimpi untuk bisa setara dengan kami
Vinson akhirnya terbangun ketika mereka sudah berada di dalam bus, dan sudah meninggalkan peternakan keluarga Rodrigo sejak lima belas menit yang lalu. Bocah kecil itu celingukan dan tampak kebigungan atas kondisi baru yang dia alami.“Kita ada dimana, Kak Felix?”“Kita sedang dalam perjalanan menuju ke rumah baru kita.”Diluar dugaan Vinson sama sekali tidak menentang atau menangis. Sebaliknya bocah itu malah terdiam menatap pemandangan yang tersaji dari kaca mobil bus yang didominasi dengan pepohonan. Setelah keheningan yang begitu panjang, bocah itu akhirnya kembali buka suara. “Kak, kenapa kita harus pindah? Apa karena aku nakal? Atau karena kecelakaan yang terjadi kepada Esther?”Felix tampak menimbang-nimbang untuk membuka cerita itu atau tidak kepada adiknya. Tetapi dia berpikir bahwa akan jauh lebih bijaksana bila anak itu tidak tahu apa-apa. “Memang sudah waktunya bagi kita untuk pindah saja, Vinson,” jawab Felix sambil mengelus puncak kepala adiknya.“Kak, boleh aku bertanya
“Tuan Felix… Tuan Felix….” Esther pelan-pelan menusuk lengan si pria dengan jari telunjuknya. “… anda baik-baik saja?”Felix tersadar dari lamunannya dan kemudian berbalik untuk memandangi Esther yang sudah berada dalam versi lebih dewasa. Ingatannya tidak banyak menyimpan memori apapun soal gadis disebelahnya, kecuali bayangan Esther yang masih mungil dengan rambut pendek dan jepitan rambutnya. Bertemu gadis sudah beranjak menjadi dewasa rasanya sudah seperti mimpi saja.“Ya, saya baik-baik saja, Nona,” sahut Felix sambil memberikan senyum hangat kepada Esther, membuat kerutan yang ada disekitar matanya jadi sedikit tertarik. “Bagaimana denganmu?”“Ah, saya baik-baik saja. Justru saya jadi khawatir karena Anda tiba-tiba diam saja cukup lama. Apa ada sesuatu yang anda pikirkan?” tanya gadis itu dengan ekspresi cemas.“Tidak ada,” katanya yang kemudian terdiam lagi setelah beberapa saat sebelum akhirnya kembali buka suara lagi, “Tapi kalau tidak keberatan boleh saya bertanya sesuatu ya