Hal pertama yang Nelsy sadari begitu dia terjaga adalah fakta bahwa dia saat ini berada sebuah ruangan yang bukan miliknya. Rasa pegal dan kaku diseluruh badan menyusul setelah itu, terutama di bagian lehernya. Butuh waktu sepersekian detik hingga dia bisa memanggil seluruh ingatan di kepala, terutama untuk kejadian yang baru saja dia alami semalam.Nelsy merenggangkan seluruh tubuhnya seperti seekor kucing sebelum mulai berdiri dari sofa yang dia tempati semalaman sambil menguap lebar. Aksi yang dia lakukan setelah itu adalah mendekati ranjang yang tidak jauh dari posisinya. Disana sudah terbaring seorang pria yang adalah sang pemilik kamar ini sekaligus orang yang sudah menduduki posisi paling menyebalkan bagi Nelsy.Vinson.Nelsy menghela napas, tanpa sadar jemarinya menyingkirkan rambut yang menutupi wajah dahi sang pemuda. Sejujurnya jika dilihat diposisi ini, Vinson sangat polos dan terlihat seperti pria baik yang bijaksana, dia nampak jauh lebih mudah dicintai dengan tampangnya
Malam sebelumnya “Kau tunggu disini ya Esther, aku akan ambilkan minuman.” Itu adalah kata-kata terakhir yang Nelsy katakan kepada Esther sebelum meninggalkan dia begitu saja di sofa yang telah dia pilihkan. Saat itu Nelsy sama sekali tidak mengira bahwa tindakan tersebut adalah cikal bakal daripada pengubah nasib mereka malam itu.Jadi, ketika dia meninggalkan Esther. Nelsy segera menuju ke bar dimana ada seseorang yang ahli meracik minuman berada. Nelsy memesan mocktail untuk dia dan Esther, karena Nelsy tahu kalau gadis itu bukan tipikal orang yang suka minum alkohol. Walaupun kebersamaan mereka terbilang singkat, tetapi Nelsy sudah cukup mengenal gadis itu. Bahkan sampai titik dimana dia mendengar soal permainan konyol Vinson yang menjebak Esther didalam pusaran tidak berujung.“Halo, Nelsy.”Mendengar namanya disebut oleh suara yang familiar kontan gadis itu merinding, apalagi ketika napas hangat orang itu menerpa lehernya, kemudian diikuti dengan sepasang lengan kuat yang menda
Tiba-tiba Vinson melumat bibirnya, membawa dia dalam sebuah ciuman yang begitu lembut dan mesra.Ciuman yang selalu diingat oleh Nelsy ketika mereka masih dimabuk cinta.Oh … betapa dia merindukan moment ini, dia merindukan kelembutan yang selalu pria itu berikan hanya kepadanya. Dia merindukan Vinson, Vinson-nya.Ketika dia terpaut dalam ciuman tersebut, tanpa sadar pertahanan Nelsy melemah, dia menyerah terhadap godaan bibir Vinson. Sudah lama sekali sejak terakhir kali pria itu menunjukan sisi lembutnya seperti ini. Ciuman ini begitu memikat hingga Nelsy takut jika dia membiarkan dirinya terbuai terlalu lama, dia akan disakiti lagi di kemudian hari.Tetapi secara mendadak wajah Elise Northway muncul di dalam benaknya, memori disaat Nelsy memergoki mereka berdua berciuman langsung menyentak dirinya kembali pada realita yang ada.Vinson sejatinya tidak pernah benar-benar berlaku seperti ini hanya kepadanya. Faktanya Nelsy juga pernah melihat dia memperlakukan Elise dengan serupa.Vin
Nara yang kurang tanggap menyadari serangan Vinson mau tidak mau terkena hantaman kepala pemuda barbar tersebut. Nara mundur ke belakang, tetapi Vinson tidak membiarkan sedikitpun ada jeda. Malah dia langsung melayangkan bogem mentah tepat di wajah Nara yang kontan membuat si pemuda langsung terpelanting ke belakang.“STOP! KAU SUDAH GILA YA?!” Nelsy menjerit sejadi-jadinya. Demi Tuhan, situasi ini terlalu kacau. Apalagi dia tidak mengerti sebenarnya apa yang sedang para jantan ini lakukan?Vinson tidak peduli, sementara Nara bangkit kembali. Pemuda itu langsung menerjang Vinson begitu pula Vinson sendiri. Tampaknya mereka serius berkelahi sampai salah satu diantara mereka ada yang tidak sadarkan diri. Tidak tahan dengan keributan tensinya makin tinggi, Nesly memutuskan untuk menginterupsi.Dia dengan berani menyela diantara kedua pria yang sedang baku hantam tanpa alasan. Dia mendorong Nara menjauh sementara dirinya sendiri mengamankan Vinson dengan cara memeluknya. Alasan mengapa di
Sementara itu di kediaman Gaara, bersama Esther Rodrigo…“Loh? Esther? Apa yang kau lakukan disini pagi-pagi?” Amber berseru kaget. Tidak diperlukan waktu yang lama baginya untuk dapat menganalisa keadaan di ruangan tersebut. Jack masih dalam pakaian kerjanya, berarti adiknya itu baru tiba. Sementara Gaara si adik bungsu tidak berpakaian dan Esther memegang kaos yang Amber rasa adalah milik Gaara untuk menutupi wajahnya.Amber tidak perlu menjadi sejenius Albert Einsten untuk menyimpulkan keadaan.Jack pasti baru saja menangkap basah Esther dan adiknya hendak berbuat Tuhan tahu mereka mau berbuat apa di pagi yang cerah ini.Esther sendiri sempat kehilangan suaranya, tetapi begitu dia mendapatkannya dia malah mendapati dirinya bicara terbata-bata. “A—A—Aku …. A—A—Aku …. A—A—Aku …. Harus pulang!” ujarnya agak melengking sambil melesat keluar dari ruangan tersebut. Dia melewati Amber, melewati Jack, melewati para pelayan wanita yang berkerumun disekitar game room untuk mengintip dan bodo
Ponsel Gaara berdering tatkala dia tiba di lokernya pagi itu. Dia langsung menekan tombol hijau, mendengarkan, lalu memaki setelah mendengar runtutan penjelasan dari sang penelepon. “Lalu dimana?”Seorang pria menjawab dari ujung telepon. “Kawasan kumuh dipinggir kota, dekat bar.”“Sudah coba kesana?”“Belum, aku baru dapat alamat ini dari pacarnya setelah kusogok dengan uang.”“Kalau begitu kirim alamatnya padaku, biar aku sendiri yang kesana,” kata Gaara sambil menggertakan gigi. “Tidak ada orang yang bisa lolos setelah berani menipuku,” ujarnya lagi sambil menghantamkan tinju pada pintu lokernya sendiri.Orang dibalik telepon mengiyakan sebelum akhirnya memutuskan hubungan telepon. Gaara kembali menyimpan ponselnya di saku, lalu menghembuskan napas kesal sambil mengacak rambutnya.Sudah sejak kemarin pagi mood Gaara jelek, ditambah dengan dia mendengar berita ini dan baru dapat perkembangannya sekarang.Dia biasanya selalu mempercayai Nol (orang yang meneleponnya barusan) untuk ber
Esther sangat bersyukur karena hari itu dia punya kelas yang sama dengan Nelsy sehingga mereka bisa makan siang bersama. Walau tidak sering setiap hari, tetapi setidaknya Esther bersyukur dia punya waktu dimana dia bisa menghabiskan waktu bersama seorang teman layaknya mahasiswa normal pada umumnya, setelah selama ini dia selalu sendirian.Hari itu kebetulan cuaca sangat bagus, jadinya mereka berdua memutuskan makan siang di kavling kampus yang kebetulan ada pohon besarnya sehingga suasananya jadi teduh dan nyaman. Topik pembicaraan mereka didominasi oleh kejadian dimalam pesta.“Bagaimana malammu di pestanya si Northway, Esther?” tanya Nelsy sebelum melahap irisan wortelnya.Esther nyaris tersedak spring roll-nya sendiri akibat pertanyaan Nelsy yang mendadak.“Kamu tidak apa-apa kan? aku merasa bersalah saat meninggalkanmu. Aku terjebak dengan si Vinson, dan kami ada sedikit konflik. Aku minta maaf sekali, padahal aku yang memaksamu datang kesana tapi pada akhirnya aku malah meningga
Gaara yang mencuri dengar apa yang Vinson katakan hanya bisa terkekeh. “Dasar bajingan,” katanya sebelum mengambil kursi yang kosong tepat di dekat jendela barisan kedua belakang. “Nelsy,” panggil Gaara yang membuat gadis itu melirik. “Jangan sangkut pautkan masalahmu dengan si bajingan Vinson, kau tetap harus memberiku bantuan.”Vinson langsung mengacungkan jari tengahnya ke Gaara. “Nelsy tidak akan sudi berbagi denganmu, jawabannya itu milikku.”“Bangsat,” maki Gaara tetapi dia pribadi tidak terlalu menanggapi omongan Vinson dengan serius.Vinson sendiri sebenarnya terbilang pandai, tetapi karena sifatnya yang selalu menganggap remeh semua hal dan kebiasaan buruknya yang mendarah daging kepintarannya itu jadi hilang begitu saja dan Nelsy selalu menjadi malaikat yang membantu Vinson tetap berada di sepuluh besar seangkatan.Kalau Gaara sendiri bukan tipikal mahasiswa yang peduli soal nilai. Dia hanya datang ke kampus untuk setor muka dan memastikan agar uang sang ayah tetap mengalir