Share

Isak tangis

last update Last Updated: 2021-03-31 23:17:58

Berjalan menuju musholla dengan langkah yang berat memang tak mudah, banyak kata yang tersimpan dalam benak yang tak terucap, banyak kata tersirat dalam tatapan mata yang sangat lelah, tapi hanya dengan berkumpul dengan mereka aku lautan rasa dengki terhadap adikku sedikit terlupakan, dipertigaan menuju musholla aku mendengar terikan yang tak asing lagi, ya dia Fadli teman dekat ku, "tas budal, Nang ndi ae rek" (baru berangkat, kemana saja kamu) tanyanya sambil memandang ku, aku tak menjawabnya hanya ajakan untuk terus melangkah maju menuju musholla, sudah lah rasa ini semakin sesak jika kurasakan.

Temanku dimusholla sudah heboh dengan sendirinya, mereka melakukan semua candaan sampai suaranya terdengar dari jalan gang ini, aku dan fadli segera bergegas menuju mereka, ingin segera bergabung dan berbagi cerita dengan mereka, kami sedikit berlari kecil, ternyata teman-teman kami sudah siap dengan segala macam makanan dan cerita kesana kemari tiada henti, kadang kita bercerita tentang hantu, kadang kita bercerita tentang hal-hal lucu, biasanya yang bermalam dimusholla hanya empat anak, sekarang ada dua anak tambahan yang ikut gabung dan dia yang membawa makanan cemilan tersebut, aku dan fadli segera bergabung dan ikut nimbrung bercerita tentang segala macam hal, Ari dia adalah tetanggaku anaknya pendiam dan ramah, sangat baik, "koen gak tau turu omah tah not, kok mesti turu musholla tok". (Kamu tidak pernah tidur dirumah kah not, kenapa selalu tidur dimusholla) tanya nya ketika semua sedang hening tak bersuara. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban singkat ku, memang setiap malam kuhabiskan disini, dimusholla ini, aku hanya akan tidur dirumah jika aku merasa sakit atau tidak enak badan, kadang hujan pun tak menjadi penghalang untuk ku pergi kemusholla ini, dan ini yang membuatku dikenal oleh beberapa orang tetangga. kami akan mengabiskan malam dengan bercanda, bermain bersama bahkan kita akan berpura-pura untuk tidur jika ada salah satu tetangga yang datang karena terganggu dengan kegaduhan yang kami buat dimalam hari, seketika kami akan mematung dan pura-pura lelap tidur hanya untuk menghindari amukan tetangga musholla, ketika sang fajar mengintip untuk muncul, kami sudah dibangunkan pengurus masjid untuk menunaikan sholat subuh berjamaah, tak hayal ketika mata masih tak kuat menahan rasa ngantuk yang teramat sangat, karena kita tidur kelewat malam, sholat subuh pun kami lakukan dengan sesekali memejamkan mata, tak kalah usilnya, teman kitapun ketika sholat subuh dengan usilnya jika adalah salah satu diantara kita yang masih ter kantuk-kantuk dijakan korban kejahilannya, tidak hanya sampai disitu saja, saat usai sholat subuh, waktu berdzikirpun kita tak luput dengan gurauan kecil sembari sebagai penghilang rasa kantuk ini, saat sholat subuh dan rutinitas setelah sholat subuh yakni berdzikir bersama dan mengaji bersama kita lalui, kita bergegas dengan sedikit terburu-buru untuk segera pulang menuju rumah kami, aku dan fadli yang sedikit berlari menuju rumah, karena rselain rumah kami yang terlalu jauh dari mushollah, aku baru ingat bahwa ada beberapa tugas sekolah yang harus aku kerjakan sebelum aku pergi kesekolah. aku melambaikan tangganku kepada fadli sebagai tanda perpisahan, kekuatan super berlari ku pun segera ku lakukan, karena ya tugas matematika mulai terbayang nyata didepanku, sesampainya dirumah kukusuri kamar tempat aku menaruh peralatan tas sekolahku, membuka dan mencari halaman pr yang harus ku kerjakan, sembari memandang jam tembok yang sedikit berdebu, aku sedikit lega jam masih menunjukkan 05:30 yang berarti akau masih punya waktu selama setengah jam untuk menyelesaikan tugas ku, mengerjakan pr dengan jumlah soal yang tidak sedikit, apalagi ini merupakan mata pelajaran yang sangat membutuhkan cara berpikir yang sangat panjang, ya sepuluh butir soal terpampang dalam bukuku, ingin rasanya aku segera menyelesaikan pekerjaan ini, tapi apalah dayaku, aku hanya bisa mengerjakan beberapa soal saja dan itupun aku tidak yakin dengan jawaban ku sendiri. dan sialnya ketika aku sibuk mengerjakan pekerjaan ini, sekelebat bayangan mengganggu penglihatanku, dan deg spontan aku melihat jam diding yang berdebu itu, sial. aku kesiangan jam menunujukkan pukul 06:10, ya kelebatan bayangan itu kelebatan adikku yang sudah siap berangkat sekolah, memakai seragam yang sedikit lusuh dan dia sibuk dengan merapikan pakainnya, sedangkan aku segera membereskan semua pekerjaan sekolahku yang belum terselesaikan dan segera menuju kamar mandi, kamar mandi dirumahku berada tepat dibelakang rumahku, bangunan belanda kata orang-orang didesaku, ya berbentuk sumur, dimana aku harus menimba terlebih dahulu untuk mendapatkan air untuk kugunakan mandi, sial pikirku, aku bisa terlamabat sekolah hari ini. 

Aku mandi dengan sedikit menghemat air, karena matahari yang menyengat tubuhku semakin panas, pertanda bahwa aku harus segera pergi dari rumah menuju sekolahku, aku berpapasan dengan ibuku, "wes awan not, ndang budal sekolah" (sudah siang not, cepat pergi kesekolah) tak ku gubris aku segera memakai pakaianku dan segera berangkat menuju sekolah, aku memandang seisi rumah mencoba mencari keberadaan adikku, sialnya dia pasti sudah berangkat, dia tipe anak rajin disekolah, dia juga sedikit lebih pintar dariku, tapi aku tidak pernah iri kepadanya, kecuali ya kasih sayang ibukku yang terlalu besar kepadanya, stelah berpakaina rapi aku segera mencari keberadaan ibukku, ingin berpamitan dan mencium tangannya, rutinitas sebelum kemana-mana yang selalu kulakukan, dan aku menjumpainya dibelakang rumah, dia sedang menggondong adik ke-dua ku dan sedang mencari bayam yang tumbuh liar dibelakang rumah, sudah kuduga menu makan siang nanti pasti sayur bening bayam, yah keluarga ku sering menkonsumsi itu, aku bergegas menuju padanya dan menjabat tangannya "gak sarapan dikek a?" (gak sarapan dulu ?) tanyanya yang hanya kubalas dengan senyuman dan gelengan kepala, aku segera berlari menuju sepeda pancal tuaku yang selalu menemaniku, ku kayuh dengan sedikit tenaga karena aku tidak sarapan pagi, ya karena hari ini aku kesiangan,jalan raya sudah semakin ramai pertanda bahwa aku sudah sangat terlambat, sembari menunggu pak satpam yang bertugas menyebrangkan anak sekolah di sekolahanku, aku sedikit mengamati siswa siswa yang berajajar dan berlalulalang di depanku, aku perhatikan dengan seksama, ternyata baju sekolah ku terlalu kusam dan lusuh dibandingkan yang mereka miliki, sudah tiga tahun seragam ini menemaniku, tetapi sampai saat ini aku belum berani minta kepada bapakku, apalagi aku bukan tipe anak yang bisa mengucapkan semua keinginanku dengan mudah dihadapan bapak, melihat senyumannya saja sudah cukup berarti bahwa dia dunia masih berjalan dengan semestinya, layaknya mereka aku ingin memakai pakain yang baru disetiap kenaikan kelas, tapi tak apalah baju ini masih cukup muat untuk ku gunakan, mungkin hanya warnanya saja yang beda dengan yang lainnya. dan lamunanku buyar seketika ketika peluit pak satpam terdengar nyaring di telingaku. "priiit" pertanda kita siap untuk menyebrang jalan.

Related chapters

  • Badai Pun Belum Berlalu   senyum senja

    Kujumpai adikku sedang bercanda ria dengan teman sekelasku, ya aku dan aikku memang terpaut beberapa tahun tapi aku satu kelas dengannya, aku tak pernah mengerti kenapa tapi yakinlah bapakku punya alasan sendiri agar aku sekelas dengan cupang, karena aku dan adikku dari kecil memang ada batasan tersendiri, mungkin seseorang tak akan mengira bahwa dia adikku, seakan kita tidak pernah mengenal jika kita diluar rumah, aku hanya bisa mengelus dada dan bernafas sedikit berat jika memikirnya, entahlah dia seakan menjaga jarak denganku, aku sebagai kakak lebih memlih diam tanpa bertanya, karena aku berpikir jika aku bertanya akan membuat jarak diantara kita semakin menjauh, aku hanya bisa melihatnya dalam jarak yang sedikit jauh dariku, memastikan dia baik-baik saja dan menyapanya jika dia menegurku, dan itupun kami lakukan jika kita saling bertanya perihal uang saku, jangankan untuk berbicara bercanda gurau bersama, dia duduk bersama teman baiknya, sejak kelas satu sampai sekarang, ya aku

    Last Updated : 2021-04-05
  • Badai Pun Belum Berlalu   Sosok Hitam

    jam pun berdetik tanpa henti, tanpa sedikitpun memberi jeda untukku dan fadli lebih lama tertawa lepas, kini bel masuk kelas pun sudah menggema disetiap sudut, menandakan bahwa jam masuk kelas sudah tiba, aku segera bergegas menuju kelasku, berjalan membelah ramainya lapangan dengan banyak anak yang lalu lalang, bergegas menuju kelas masing-masing, beberapa guru sudah mulai meninggalkan ruang guru satu persatu, kelasku terletak dilorong pojok gedung sekolah ini aku sedikit mempercepat langkah ku, kupandang seluruh isi kelas ini, cupang ya dia terlihat sedang berdiskusi dengan teman sebelahnya, tertawa lepas tanpa ada beban, aku hanya memandangnya dan terus berjalan membelah suara bising dikelasku yang diciptakan oleh kegaduhan teman kelasku. lalu tak lama sosok hitampun itu masuk dan segera membuat kelasku merasa tercekam, hening, tanpa ada bisikan sama sekali. aku segera menoleh ya sosok yang sangat disegenani disekolah ini, dia bukan kepala sekolah ataupun pemilik sekolah, dia han

    Last Updated : 2021-04-09
  • Badai Pun Belum Berlalu   Hadiah

    detik semakin mencekam pak hitam semakin menatap dengan tatapan yang penuh arti, keringat dingin mulai membasahi tangan ku, kenapa semakin sesak isi dada ini, suara pak hitam yang sangat wibawa membuyarkan degup jantungku, "ojo onok seng lungguh, wong gak ngerjakno tugas kok katene lungguh, pr mung limo ae ra kerjakne" (jangan ada yang duduk, kalian tidak mengerjakan tugas, tugas hanya lima soal saja kalian tidak mengerjakan). ucapnya pasti, kami segera menuju ke tempat duduk kami mengambil buku dan alat tulis kami, satu persatu dari kami segera mengambil posisi, tanpa duduk kami mengikuti pembelajaran matematika hari ini, dengan memaksa sedikit untuk berkonsentrasi aku mencoba tidak menghiraukan teman-teman disampingku yang asyik dengan cerita mereka, aku memang tidak sepandai adikku, tapi aku adalah sosok orang yang selalu menulis disetiap pelajaran, entah itu aku paham atau hanya sekedar menulis saja.aku tetap mencoba memahami materi yang dijelaskan pak hitam hari ini, wa

    Last Updated : 2021-04-12
  • Badai Pun Belum Berlalu   tak bernilai

    saat matahari semakin tingginya diatas kepala, tanpa ampun membuat keringat bercucuran membasahi kaos bapak yang sangat lusuh, lelah pasti tapi bapak tidak pernah mengeluh didepanku, dia selalu tersenyum, "ayo le ngasuh dikek"( ayo nak, istirahat dulu) kata bapak sambil mengelus keringat yang didahinya, aku segera menyudahinya menepi mencari tempat yang lebih teduh, aku duduk bersama bapak, tanpa kata yang terucap, bapak hanya meminum botol yang berisi air putih yang ibukku masak buatnya, dia juga mengeluarkan makanan bekal yang ia bawa dipagi hari tadi, aku hanya memperhatikannya, bapak membukanya tanpa basa-basi bapak menyodorkannya kepada ku, "aku mari maem pak" (aku sudah selesai makan pak) jawabku, sembari mendorong kotak makanan bapak.bapak mengambilnya dan langsung memakannya, sangat lahap dia menunduk seakan makan dengan makanan yang sangat mewah, tapi layaknya lauk dirumah tak beda jauh, hanya saja sambal goreng ditambahkan dengan sayur bening, sudah cukup nikmat ba

    Last Updated : 2021-04-13
  • Badai Pun Belum Berlalu   Tetes air mata

    Dalam kata yang terdengar samar kini mulai terdengar lebih jelas, mereka yang kupanggil bapak dan ibuk seakan sedikit bernada tinggi dalam berkata, aku takut, berdiri mengintip dan mencoba mencerna kata yang belum kupahami, sangat sulit dimengerti di usia ku yang masih sangat dini memahami perkataan yang jauh dari kata mengerti."Ojo budal"(jangan pergi) kata bapakku sambil tetap memegang tangan ibuk.Ibuk melengos dan tak berkata, sejenak kaki ini ingin melangkah, bertanya tapi aku terlalu takut untuk itu.Suasana seakan mencekam, tetesan air mata ibuk masih berlinang, membasahi pipinya, menunduk dengan penuh kesedihan.Adikku mendekatiku, mencoba bertanya perihal yang terjadi, otakku bekerja sekeras mungkin bagaimana aku bisa menjelaskan, aku yang tak paham dengan situasi ini hanya mampu memberi isyarat untuk tetap diam, dia yang lebih polos dariku akhirnya menyerah tanpa bertanya lagi.Aku masih

    Last Updated : 2021-03-19

Latest chapter

  • Badai Pun Belum Berlalu   tak bernilai

    saat matahari semakin tingginya diatas kepala, tanpa ampun membuat keringat bercucuran membasahi kaos bapak yang sangat lusuh, lelah pasti tapi bapak tidak pernah mengeluh didepanku, dia selalu tersenyum, "ayo le ngasuh dikek"( ayo nak, istirahat dulu) kata bapak sambil mengelus keringat yang didahinya, aku segera menyudahinya menepi mencari tempat yang lebih teduh, aku duduk bersama bapak, tanpa kata yang terucap, bapak hanya meminum botol yang berisi air putih yang ibukku masak buatnya, dia juga mengeluarkan makanan bekal yang ia bawa dipagi hari tadi, aku hanya memperhatikannya, bapak membukanya tanpa basa-basi bapak menyodorkannya kepada ku, "aku mari maem pak" (aku sudah selesai makan pak) jawabku, sembari mendorong kotak makanan bapak.bapak mengambilnya dan langsung memakannya, sangat lahap dia menunduk seakan makan dengan makanan yang sangat mewah, tapi layaknya lauk dirumah tak beda jauh, hanya saja sambal goreng ditambahkan dengan sayur bening, sudah cukup nikmat ba

  • Badai Pun Belum Berlalu   Hadiah

    detik semakin mencekam pak hitam semakin menatap dengan tatapan yang penuh arti, keringat dingin mulai membasahi tangan ku, kenapa semakin sesak isi dada ini, suara pak hitam yang sangat wibawa membuyarkan degup jantungku, "ojo onok seng lungguh, wong gak ngerjakno tugas kok katene lungguh, pr mung limo ae ra kerjakne" (jangan ada yang duduk, kalian tidak mengerjakan tugas, tugas hanya lima soal saja kalian tidak mengerjakan). ucapnya pasti, kami segera menuju ke tempat duduk kami mengambil buku dan alat tulis kami, satu persatu dari kami segera mengambil posisi, tanpa duduk kami mengikuti pembelajaran matematika hari ini, dengan memaksa sedikit untuk berkonsentrasi aku mencoba tidak menghiraukan teman-teman disampingku yang asyik dengan cerita mereka, aku memang tidak sepandai adikku, tapi aku adalah sosok orang yang selalu menulis disetiap pelajaran, entah itu aku paham atau hanya sekedar menulis saja.aku tetap mencoba memahami materi yang dijelaskan pak hitam hari ini, wa

  • Badai Pun Belum Berlalu   Sosok Hitam

    jam pun berdetik tanpa henti, tanpa sedikitpun memberi jeda untukku dan fadli lebih lama tertawa lepas, kini bel masuk kelas pun sudah menggema disetiap sudut, menandakan bahwa jam masuk kelas sudah tiba, aku segera bergegas menuju kelasku, berjalan membelah ramainya lapangan dengan banyak anak yang lalu lalang, bergegas menuju kelas masing-masing, beberapa guru sudah mulai meninggalkan ruang guru satu persatu, kelasku terletak dilorong pojok gedung sekolah ini aku sedikit mempercepat langkah ku, kupandang seluruh isi kelas ini, cupang ya dia terlihat sedang berdiskusi dengan teman sebelahnya, tertawa lepas tanpa ada beban, aku hanya memandangnya dan terus berjalan membelah suara bising dikelasku yang diciptakan oleh kegaduhan teman kelasku. lalu tak lama sosok hitampun itu masuk dan segera membuat kelasku merasa tercekam, hening, tanpa ada bisikan sama sekali. aku segera menoleh ya sosok yang sangat disegenani disekolah ini, dia bukan kepala sekolah ataupun pemilik sekolah, dia han

  • Badai Pun Belum Berlalu   senyum senja

    Kujumpai adikku sedang bercanda ria dengan teman sekelasku, ya aku dan aikku memang terpaut beberapa tahun tapi aku satu kelas dengannya, aku tak pernah mengerti kenapa tapi yakinlah bapakku punya alasan sendiri agar aku sekelas dengan cupang, karena aku dan adikku dari kecil memang ada batasan tersendiri, mungkin seseorang tak akan mengira bahwa dia adikku, seakan kita tidak pernah mengenal jika kita diluar rumah, aku hanya bisa mengelus dada dan bernafas sedikit berat jika memikirnya, entahlah dia seakan menjaga jarak denganku, aku sebagai kakak lebih memlih diam tanpa bertanya, karena aku berpikir jika aku bertanya akan membuat jarak diantara kita semakin menjauh, aku hanya bisa melihatnya dalam jarak yang sedikit jauh dariku, memastikan dia baik-baik saja dan menyapanya jika dia menegurku, dan itupun kami lakukan jika kita saling bertanya perihal uang saku, jangankan untuk berbicara bercanda gurau bersama, dia duduk bersama teman baiknya, sejak kelas satu sampai sekarang, ya aku

  • Badai Pun Belum Berlalu   Isak tangis

    Berjalan menuju musholla dengan langkah yang berat memang tak mudah, banyak kata yang tersimpan dalam benak yang tak terucap, banyak kata tersirat dalam tatapan mata yang sangat lelah, tapi hanya dengan berkumpul dengan mereka aku lautan rasa dengki terhadap adikku sedikit terlupakan, dipertigaan menuju musholla aku mendengar terikan yang tak asing lagi, ya dia Fadli teman dekat ku, "tas budal, Nang ndi ae rek" (baru berangkat, kemana saja kamu) tanyanya sambil memandang ku, aku tak menjawabnya hanya ajakan untuk terus melangkah maju menuju musholla, sudah lah rasa ini semakin sesak jika kurasakan.Temanku dimusholla sudah heboh dengan sendirinya, mereka melakukan semua candaan sampai suaranya terdengar dari jalan gang ini, aku dan fadli segera bergegas menuju mereka, ingin segera bergabung dan berbagi cerita dengan mereka, kami sedikit berlari kecil, ternyata teman-teman kami sudah siap dengan segala macam makanan dan cerita kesana kemari tiada henti, kadang kita bercerita t

  • Badai Pun Belum Berlalu   Tetes air mata

    Dalam kata yang terdengar samar kini mulai terdengar lebih jelas, mereka yang kupanggil bapak dan ibuk seakan sedikit bernada tinggi dalam berkata, aku takut, berdiri mengintip dan mencoba mencerna kata yang belum kupahami, sangat sulit dimengerti di usia ku yang masih sangat dini memahami perkataan yang jauh dari kata mengerti."Ojo budal"(jangan pergi) kata bapakku sambil tetap memegang tangan ibuk.Ibuk melengos dan tak berkata, sejenak kaki ini ingin melangkah, bertanya tapi aku terlalu takut untuk itu.Suasana seakan mencekam, tetesan air mata ibuk masih berlinang, membasahi pipinya, menunduk dengan penuh kesedihan.Adikku mendekatiku, mencoba bertanya perihal yang terjadi, otakku bekerja sekeras mungkin bagaimana aku bisa menjelaskan, aku yang tak paham dengan situasi ini hanya mampu memberi isyarat untuk tetap diam, dia yang lebih polos dariku akhirnya menyerah tanpa bertanya lagi.Aku masih

DMCA.com Protection Status