Share

Bab 2

Penulis: Senchaaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku ingin membunuh Allendra, Ibu mau membantuku?"

***

Gadis itu mengambil ancang-ancang, menapakkan kaki kanan di tembok gedung lalu melakukan gerakan melayang sampai kaki yang satunya menyentuh pipi seorang pria yang sejak tadi berlaga jagoan di hadapannya. Alena paling benci orang yang sok berkuasa atas apa pun yang bukan miliknya. Dia bukan orang baik, ya itu memang benar, tapi jika ada sesuatu yang tidak sedap dipandang tertangkap matanya tentu Alena tidak bisa tinggal diam. Suasana di gang sempit itu tampak sepi padahal hari sudah cukup pagi, hari ini Alena memang berangkat lebih awal dari biasanya karena malas diinterogasi dengan sederet pertanyaan tidak penting Allendra. Benar, memang pria itu satu-satunya walinya yang tersisa di dunia ini tapi sejak orang tuanya meninggal Alena merasa semua wali dan orang-orang yang peduli padanya pun ikut hilang. Allendra lebih mirip orang asing yang tidak peduli pada adik semata wayangnya.

Hubungan mereka tidak dekat apalagi akrab untuk disebut sebagai kakak-adik, jauh dari kata harmonis, setidaknya begitu yang Alena rasa sekarang. Ketika berpapasan di rumah pun mereka akan saling mengabaikan, layaknya musuh yang bertemu di persimpangan jalan. Tidak ada yang berbesar hati menyapa lebih dahulu atau sekadar menunjukkan keberadaan satu sama lain. Letak kediaman yang kebetulan sangat besar dan keduanya menghuni gedung berbeda membuat intensitas pertemuan Alena dan Allendra semakin jarang.

Kedua orang itu tidak pernah mempermasalahkannya dan hanya fokus pada kehidupannya masing-masing. Selagi tidak saling mengusik maka keduanya akan bersikap wajar, dan Allendra mulai melanggar kesepakatan itu sejak Zeeya mengunjungi rumahnya. Sudah Alena duga, keputusan gurunya itu hanya akan semakin merepotkannya. Menyebalkan!

"Kurang ajar! Berani kau menyentuhku, dasar gadis sialan!" umpat lelaki itu kemudian balas menyerang Alena dan menghadiahi beberapa pukulan di wajah dan perut Alena.

Gadis itu kecolongan saat mendengar korban palak berandal itu memekik keras, seharusnya ia abaikan saja tapi Alena takut anak itu kenapa-kenapa jadi dia terpaksa menghentikan perlawanan dan memeriksa keadaan gadis itu. Sayangnya, kelengahan Alena dimanfaatkan musuhnya untuk balas menyerang dan berhasil, Alena sempat kewalahan. Tubuhnya membentur tembok dan bahunya ditahan oleh dua orang sementara satu orang lainnya kembali membubuhkan pukulan ke wajah Alena sampai luka-luka yang kemarin nyaris hilang kini kembali lagi dan lebih parah.

"Hentikan, kumohon hentikan! Ahhh," teriak gadis lemah tadi sambil menangis dan menjerit miris saat darah segar mengucur dari sudut bibir Alena.

Bukan Alena namanya jika harus kalah dalam pertempuran, sekali pun kini dia sudah terluka parah dan lawannya tidak imbang namun gadis itu masih memiliki tenaga untuk menendang bagian selangkang laki-laki di hadapannya lalu meraih kepala dua orang yang menahan pundaknya tadi. Kepala itu dihantamkan satu sama lain, sang korban meringis kesakitan dan menimbulkan efek pusing yang cukup menyisa.

Tidak berhenti sampai di sana, Alena lantas menyerang sang ketua berandal dengan tinju-tinju keras secara membabi buta. Ia baru berhenti ketika berandal itu mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Alena mencengkeram kerah kemeja orang itu yang sudah ternoda bercak darah, tatapan tajam ia jatuhkan sekaligus memberi peringatan.

"Jangan pernah muncul di hadapanku lagi atau kalian akan mati!" tekan gadis itu dingin dan menusuk, untuk ukuran pria saja-tiga berandal tadi merinding mendengar ancaman itu.

Mereka mengangguk ketakutan dan beringsut menjauhi Alena sampai akhirnya ketiganya lari terbirit menjauhi tempat itu.

Alena menepuk seragam sekolahnya yang kotor akibat perkelahian barusan, dia menyugar rambut kecokelatannya lalu menyeka darah di sudut bibirnya. Minggu ini adalah minggu tersial untuk gadis itu, dalam waktu berdekatan dia harus mengeluarkan banyak tenaga untuk menghukum cecunguk-cecunguk tidak tahu diri. Besok-besok Alena tidak akan melewati rute jalan ini, dia pun berharap kejadian semacam ini tidak terulang kembali. Sungguh, itu sangat merepotkan dan tidak menguntungkan sama sekali.

"Kakak, tunggu!" panggil gadis yang nyaris kehilangan semua barang berharganya itu.

Alena menoleh dan gadis yang tampak sedikit lebih mudah darinya itu pun menghampiri Alena.

"Ini Kak, gunakan sapu tanganku untuk menyeka darah di wajah Kakak."

Gadis itu menyodorkan sapu tangan berwarna biru muda dengan motif garis-garis, Alena tidak langsung menerimanya dan hanya menatap sapu tangan itu datar.

"Tidak perlu," tolak Alena sambil lalu.

Gadis itu mengikuti arah pergi penyelamatnya dan dia berlari agar mengimbangi langkah Alena.

"Kalau begitu sebaiknya kita ke klinik dan mengobati luka Kakak. Aku takutnya nanti infeksi dan berbekas, sayang kan kulit mulus Kakak kalau ada bekas luka."

"Kubilang tidak perlu ya tidak perlu. Pergi sana, jangan mengikutiku!" usir Alena merasa terganggu dengan kehadiran gadis cerewet itu.

"Aku tidak mengikuti Kakak, tujuan kita memang sama. Kakak murid SMA Sevit, kan?"

Tidak ada jawaban, alih-alih mendengar ocehan gadis itu, Alena justru mengeluarkan earphone lalu disumbatkan ke kedua telinganya. Ia memutar lagu sekeras mungkin bahkan sampai bisa terdengar oleh gadis yang masih setia mengekorinya. Ekspresi ketakutan yang tadi ditunjukkan gadis itu kini berubah menjadi keceriaan yang membuat Alena muak. Pasalnya gadis itu terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan tidak penting dan bertingkah seakan mereka dekat, padahal sejak tadi Alena jelas mengabaikan gadis itu.

Kini mereka sudah memasuki bus yang nantinya akan melintasi halte di dekat SMA Sevit, gadis itu masih belum menyerah untuk bersikap ramah pada penyelamatnya. Mereka satu sekolah dan besar harapan si gadis untuk bisa berteman dengan perempuan hebat seperti Alena. Serta merta perasaan kagum itu muncul tanpa peduli sikap tidak bersahabat yang ditunjukkan Alena.

"Ini hari pertamaku masuk sekolah, Kak. Asalku dari Bandung, datang ke sini karena menerima beasiswa di SMA Sevit. Aku tinggal di rumah bibiku, ah iya, sebenarnya aku juga punya kakak sepupu yang sekolah di Sevit. Tadinya kami mau berangkat bersama tapi sayang kemarin malam kakak sepupuku tidak pulang dan harus menginap di sekolah. Jadilah aku berangkat sendiri, eh pas di tengah jalan aku malah lupa harus turun di mana dan akhirnya turun di halte yang salah. jalan sebentar buat cari ojek tapi malah dicegat sama berandal, tadi aku takut banget, untung ada Kakak.”

Gadis dengan rambut dikucir kuda itu terus bercerita dengan ceria seakan Alena mendengarkan setiap detail ceritanya.

"Paman dan Bibi juga sempat menawarkan tumpangan untukku, Cuma aku nolak karena mau belajar berangkat sendiri berbekal ingatan yang tak seberapa ini. aku payah banget tahu Kak kalau disuruh ngapal jalan, mesti dilakuin berulang kali baru hafal, nasib jadi orang yang buta arah ya gini, hobi nyasar.”

Lima belas menit perjalanan sudah berlalu dan selama itu pula gadis remaja itu terus mengeluarkan cerita demi cerita yang entah mengapa begitu mudah dia bagikan pada orang asing. Alena tidak peduli dengan itu semua, sungguh, dia malas memberi peringatan lagi karena terhitung dua kali diingatkan dua kali pula peringatan Alena itu diabaikan. Jadi kini yang perlu dilakukan gadis itu hanya diam, berpura-pura tidak kenal-ah sebenarnya mereka memang tidak saling mengenal-dan bersikap seperti biasanya, dingin pada siapa pun. Bus berhenti tepat di halte tujuan, Alena bergegas turun diikuti gadis tadi yang seakan tidak ingin ketinggalan momen kebersamaan dengan idola barunya.

***

Zeeya mendesah berat, rasanya akhir-akhir ini begitu banyak alasan untuknya melakukan itu setiap hari apalagi jika dia sudah berhadapan dengan gadis ini. Masih seputar kasus pelanggaran minggu lalu, Zeeya berencana untuk menyelesaikan perkara itu hingga ke akar dan membuat beberapa perjanjian dengan Alena sampai mereka menghasilkan win win solution. Kekesalannya pada kakak gadis itu memang masih berkobar hebat sampai sekarang, Zeeya terhina sekaligus ternoda akan sikap kurang ajar dan pelecehan yang dilakukan Allendra terhadapnya. Awalnya gadis itu ingin melaporkannya ke polisi, namun setelah dipikir lagi itu percuma saja. Hanya membuang-buang waktu dan tenaga, Allendra bukan orang yang bisa dilumpuhkan oleh hukum negara dengan mudah. Orang sepertinya sudah pasti kebal hukum, mengingat kekayaan dan kekuasaan pria itu membuat Zeeya ragu untuk melawannya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa yang berkuasa bisa mengalahkan segalanya. Mereka punya kendali penuh atas apa saja tanpa khawatir ada yang menjegal langkahnya.

Semua perkara bisa diselesaikan dengan uang, bukan bermaksud berpikir negatif akan sistem kehidupan zaman sekarang namun memang begitulah faktanya. Sistem tak tertulis ini sudah berlaku sejak lama di berbagai belahan dunia. Upaya pemberantasan tindakan semena-mena tentu ada, tapi tidak pernah benar-benar tuntas karena mereka yang menindak hukum tidak lebih baik dari para pelanggar hukum itu sendiri. Memang tidak semua begitu, tapi sebagian besar kurang lebih seperti itu.

"Kau bertengkar dengan siapa lagi?" dakwa Zeeya melihat plester yang tertempel di sudut bibir, pipi kanan, dan pelipis kiri Alena.

"Bukan urusan Ibu."

"Jelas ini urusan Ibu, Alena! Kau murid Ibu, tanggung jawab Ibu jadi sudah sepantasnya Ibu tahu apa yang membuat kau seperti ini."

"Kalau mau mengeluarkanku dari sekolah ini tinggal lakukan saja, tidak perlu banyak basa-basi dan melakukan sesuatu yang tidak perlu. Buang-buang waktu."

Zeeya menahan emosinya sekuat mungkin, dia merapal doa ketenangan berulang kali agar tetap bisa sabar dan tampil bijaksana di hadapan muridnya yang luar biasa kurang ajar ini.

"Alena, Ibu sama sekali tidak bermaksud buruk dengan ikut campur ke dalam urusanmu. Tapi jika ini menyangkut masalah sekolah, maka Ibu tidak bisa lepas tangan begitu saja. Kau ini tanggung jawab Ibu di sini, tidak ada yang bisa mengeluarkanmu dari sekolah ini selama masih ada Ibu."

Alena mendecih, seperti menganggap remeh ucapan gurunya. Dia sudah menduga bahwa perempuan dewasa itu akan berbicara omong kosong, tadinya Alena ingin menghindar ketika Zeeya menyuruhnya ikut ke ruangan guru. Namun tangan Alena dicekal erat sekali oleh Zeeya sampai akhirnya dia terpaksa ikut dan berakhir di ruangan ini sekarang.

"Sebenarnya saya sudah malas membahas masalah ini dengan Ibu, berulang kali saya tekankan kalau saya tidak keberatan sama sekali jika dikeluarkan dari sekolah. Lagi pula untuk apa saya bertahan di sini, sejak awal saya memang tidak menginginkannya."

"Sekolah itu penting untuk masa depanmu, Alena. Kau harus tetap belajar agar-"

"Orang sepertiku tidak butuh masa depan, Bu."

"Jangan bicara seperti itu Alena, kita semua memiliki masa depan dan kau membutuhkan itu untuk tetap melanjutkan hidup. Kau masih muda, ada banyak waktu untukmu merenung, menanyakan semuanya pada hatimu tentang apa yang ingin kau lakukan di kemudian hari, tujuan apa yang ingin kau capai, dan mimpi apa yang bisa membuatmu senang. Cobalah Len, Ibu yakin kau akan menemukan satu hal yang akan kembali membuatmu semangat menjalani hidup ini."

"Sejak dulu aku hanya punya satu tujuan dan aku tidak perlu sekolah untuk mewujudkan tujuan itu."

"Ceritakan pada Ibu, apa tujuanmu? Kita bisa belajar sama-sama dan siapa tahu Ibu bisa membantumu."

Alena menunjukkan senyum miring dengan tatapan dingin namun penuh ambisi. Dia menyimpan kedua tangannya di atas meja, mencondongkan tubuh ke arah Zeeya lalu berbisik, "Aku ingin membunuh Allendra, Ibu mau membantuku?" ungkap Alena serius diselingi senyum mengerikan yang hanya dimiliki oleh psikopat-psikopat yang Zeeya lihat di film-film.

Gadis berambut panjang yang kini diikat ekor kuda itu mematung, bisa-bisanya anak seusia Alena berucap kalimat tidak pantas seperti itu. Alena cukup puas dengan jawaban yang dia berikan pada Zeeya, melihat reaksi gurunya, Alena merasa tidak ada satu pun yang bisa memahami dirinya. Jadi dia tidak butuh orang lain untuk mewujudkan semua hal yang ingin dia lakukan. Gadis itu meninggalkan ruangan Zeeya tanpa berkata apa-apa lagi, membiarkan gurunya berkutat dengan pikiran-pikiran yang mungkin akan mengusik hari-harinya mulai dari hari ini dan seterusnya.

"Astaga, mereka benar-benar keluarga psikopat."

***

"Kakak ...."

Lengkingan suara yang tidak asing itu menggema di telinga Alena, dia yang baru keluar dari ruangan Zeeya tiba-tiba dihampiri gadis cerewet yang sejak tadi pagi selalu mengusik hidupnya. Alena tidak tahu apa keinginan gadis itu mendekatinya, dan tidak tahu juga sebenarnya. Begitu sadar bahwa yang memanggilnya adalah si gadis cerewet, Alena pun bergegas menuruni tangga dan mempercepat langkah.

"Kakak aku panggil kok malah menjauh sih, hhh hhh hhh," ujar gadis itu setelah berhasil menyamakan langkah dengan Alena.

Menjauhi area gedung sekolah, Alena berjalan ke arah luar menuju lapang basket yang sedang dipenuhi anak kelas XII A. Mereka sedang latihan tanding dengan kelas tetangga yaitu kelas XII B. Sorak sorai penonton bergemuruh di sana namun lengkingan suara gadis cerewet ketika ingin menarik perhatian Alena, tidak kalah nyaringnya.

"Kakak, aku masuk ke kelas X A, loh. Katanya itu kelas unggulan, teman-temannya juga pada baik semua dan aku senang karena mereka menyambutku dengan hangat. Kupikir, aku akan dikucilkan karena pindahan dari desa. Aku senang sekali hari ini, bisa bertemu dengan Kakak dan teman-teman yang baik. Meskipun sempat terjadi insiden mengerikan tadi pagi tapi berkat Kakak, hari pertamaku masuk sekolah jadi sangat menyenangkan."

Alena masih tetap mengabaikan gadis itu, sialnya saat ini gadis itu tidak membawa ear phone karena tadi Zeeya buru-buru mengajaknya keluar kelas.

"Oh iya, Kak, aku hampir lupa, kenalkan namaku Seranisa. Kalau kakak siapa? Kelas berapa?"

Sejak tadi Sera terus memanggil Alena dengan sebutan kakak berdasarkan insting dan tebakannya saja. Ia merasa penyelamatnya itu lebih dewasa dari usianya jadi dia memanggilnya seperti itu agar lebih sopan.

"Kakak orangnya pendiam ya, aku jadi tidak enak bicara sendiri terus. Maaf ya Kak kalau merasa terganggu, aku hanya ingin mengenal Kakak lebih dekat dan—"

"Awasss!" teriak banyak orang di lapangan, Sera menoleh lalu meringkuk spontan saat bola basket melayang cepat ke arahnya.

Beberapa saat kemudian Sera membuka mata, dia tak merasakan nyeri atau hantaman apa pun. Begitu sadar ternyata bola berwarna cokelat tua itu sudah tepat ada di hadapannya dan dalam kuasa tangan Alena. Mata Sera berbinar antara kaget dan kagum membaur jadi satu. Sekali lagi, Alena menyelamatkannya dari bahaya, kekaguman gadis itu pun semakin menjadi-jadi saja. Orang-orang yang ada di sana pun dibuat jantungan, terutama para pemain basket yang sempat waswas kalau bola mereka akan menyakiti orang lain.

"Liam, bukankah itu adik sepupumu?" tanya salah seorang pemain.

Lelaki jangkung itu pun menajamkan pandangan dan dari arah yang cukup jauh dia bisa memastikan bahwa gadis yang hampir terkena lemparan bola tadi memang benar sepupunya.

"Kenapa dia bisa bersama Alena?"

"Wah, bahaya itu."

Cuitan kekhawatiran dari teman satu timnya membuat Liam mengambil langkah tegas. Lelaki itu berjalan menghampiri sepupunya diiringi teriakan penonton yang entah bertujuan untuk apa. Mungkin mereka sedang terpesona saat melihat Liam yang saat ini mengenakan seragam basket warna hitam, berjalan di bawah terik matahari dengan keringat bercucuran dan mengalir di rahangnya yang tegas. Anak-anak perempuan menggambarkan keadaan itu dengan kata seksi. Mereka senang melihat sang bintang sekolah saat melakukan kegiatan apa pun tanpa terkecuali, karena memang dia selalu memesona setiap saatnya. Alena memantulkan bola basket di tangannya ke arah aspal dan refleks Liam menangkap bola itu tanpa meleset. Setelahnya gadis itu pergi meninggalkan area lapang tanpa berucap apa pun atau memandang siapa pun termasuk Liam dan Sera.

"Kakak tunggu!" panggil Sera hendak mengejar Alena namun lengannya dicegah Liam.

"Kau mengenal Alena?" tanya Liam membuat Sera mengernyit karena merasa tidak mengenal nama itu.

"Alena siapa?"

"Gadis yang menangkap bola tadi."

"Oh ... jadi namanya kak Alena? Wah, nama yang cantik ya Kak, secantik orangnya. Tadi aku mengajaknya berkenalan tadi malah diabaikan, sepertinya kak Alena memang sangat pendiam."

"Jangan dekat-dekat dengannya, Sera."

"Loh, kenapa? Kak Alena itu orang baik."

"Tidak, dia sama sekali tidak baik. Sebaiknya mulai sekarang kau hindari dia dan jangan pernah mencari gara-gara dengan gadis itu, kau mengerti?"

"Tapi Kak—"

"Aku tidak ingin dibantah, Sera."

"Iya, tapi aku harus tahu dulu alasan mengapa aku tidak boleh dekat-dekat dengan Kak Alena. Kalau seperti ini aku jadi tidak punya alasan kuat untuk menjauhinya."

"Dia gadis berbahaya."

Bersambung

Bab terkait

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 3

    Brak!Seseorang baru saja berbuat keributan di kantin sekolah, kalian salah jika mengira itu Alena, karena faktanya gadis yang dicurigai itu tidak melakukan apa-apa meski masih ada kaitan dengannya. Alena melihat sekilas orang yang menggebrak mejanya lalu membeliak malas dan lanjut menyantap makan siang yang dipesannya beberapa saat lalu."Sampai kapan kau mau berlaga seperti orang yang berkuasa di sekolah ini Alena? Kau bukan siapa-siapa tapi selalu bersikap semena-mena!" maki orang yang mengusik ketenangan Alena.Sontak kejadian itu menarik perhatian banyak orang, dalam sekejap mata mereka menjadi buah bibir dan tontonan menarik yang sangat sayang jika dilewatkan."Kau punya telinga tidak?! Jawab aku dan berhenti bersikap pongah!" teriak gadis itu lagi yang diperkirakan seusia Alena.Alena berusaha mengabaikan pancingan demi pancingan yang sedikit banyak mulai memengaruhi emosinya. Tapi gadis itu sedang tidak minat menghajar siapa pun hari ini ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 4

    “Bisa bicara dengan tuan Allendra?” tanya Zeeya setelah dia menentukan pilihan. “Saya sendiri, siapa ini?” “Saya wali kelas Alena, Azeeya.” “Ahh, hai, apa kabar?” “Bisakah Anda datang ke sekolah sekarang?” “Kenapa, kau merindukanku?”***“Mohon maafkan Alena sekali ini saja Pak, saya janji akan membimbingnya menjadi lebih baik lagi. “Pihak sekolah sudah terlalu sering memberiny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 5

    "Saya benci pria yang tidak bertanggung jawab. Jadi berhentilah bermimpi, karena sampai kapan pun tujuan Anda tidak akan tercapai."Allendra memejam sedetik masih dengan senyum lebar di bibirnya. Gemas mendengar jawaban Zeeya yang benar-benar memacu adrenalin hatinya. Ia senang menemukan tantangan yang menyenangkan. Ia akan berterima kasih pada adiknya karena berkat Alena, Allendra menemukan Zeeya."Mau bertaruh denganku?"***"Aku tahu aku tampan, tidak perlu menatapku setajam itu. Kau membuatku semakin menyukaimu."Zeeya mendengus, seolah tidak cukup membuatnya mangkir dari jam kerja, pria itu kini membuat jantungnya ingin meledakkan amarah besar. Masa bodoh jika memang pria ini adalah orang berpengaruh dan sangat berbahaya seperti kata Alena, Zeeya tetap tidak bisa menerima tindakan semena-menanya. Tidak tahu aturan, tidak disiplin, arogan, dan sombong. Semua sifat yang dimiliki iblis ada padanya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 6

    Alena berbaring dan menatap lurus langit-langit kamarnya yang bertabur bintang. Interior ruangan di kamar gadis itu memang lebih futuristik dibanding ruangan lain yang ada di istana megah keluarganya. Jika kamar Allendra didominasi warna hitam dan abu, maka berbeda dengan kamar Alena meski kesan yang didapat sama-sama gelap. Di kamar gadis itu warna putih dan biru lebih dominan. Lampu yang berpijar di bawah tempat tidurnya yang berbentuk bundar menyala terang sejak tadi.Tepatnya, sejak sang pemilik berbaring di atas kasur itu sambil merenungi kejadian demi kejadian yang telah terjadi hari ini. Sebelum benar-benar memeluk geming, Alena sempat memukul-mukul kasur dan meluapkan emosinya pada barang-barang di atas meja riasnya. Meja yang sama sekali tak menampung peralatan tempur perempuan ketika merias diri. Di sana hanya ada pelembap, bedak bayi, dan parfum kesukaan Alena. Selebihnya, tidak ada apa-apa lagi. Ah, mungkin di laci mejanya ada sisir dan hair dryer, itu pun jarang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 7

    "Ck, ck, ternyata kutukan Spancer itu benar adanya," gumam Vincent sambil geleng-geleng tak menyangka."Maksudmu?""Kau tidak tahu?""Tahu apa?"***"Selamat pagi," sapa seorang pria, menyapa Zeeya ketika gadis itu baru keluar dari rumahnya."Pagi, kau baru mau berangkat, Mark?""Iya, mobilmu mana?""Di bengkel.""Ada masalah apa memangnya?""Entah, aku tidak mengerti. Hanya saja kemarin keluar asap dari bagian kap depan. Maklum, mobil tua.""Mm, bagaimana kalau hari ini kau berangkat bersamaku?"Zeeya tersenyum sopan pada tetangga sekaligus teman kuliahnya ini. Dia bekerja di salah satu bank swasta sebagai manajer. Tubuhnya tinggi, memiliki tahi lalat di dagu, dan berkaca mata. Meski begitu, pria yang selalu tampak formal sepanjang Zeeya mengenalnya tetap terlihat ideal untuk dijadikan kriteria para gadis. Dia baik, ramah, dan sangat perhatian, dan cukup menyenang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 8

    "Jangan macam-macam, ini di sekolah.""Berarti kalau di luar sekolah boleh?"***Kehidupan itu tentang pusaran waktu, menyeretmu ke setiap sudut situasi tanpa ingin bertanya apakah kau siap atau tidak untuk menghadapinya. Seperti aliran sungai yang tidak akan berhenti berjalan sampai ia bermuara di titik yang semestinya. Sekali pun kau memaksa, agar apa yang tak diinginkan menghilang dari pandangan namun waktu tahu kapan dia harus memanjakanmu. Waktu tahu kapan ia harus mengabaikanmu. Waktu tahu, kapan ia harus berada di sisimu atau menjauh darimu sampai batas yang dia inginkan. Kau harus bahagia hari ini, maka itu adalah waktumu. Dia akan sukses esok hari, maka itu adalah waktunya. Kau yang belum mencapai titik membanggakan dalam hidup bukanlah pecundang yang tak dibutuhkan. Waktumu belum tiba namun bukan berarti kau harus meregang asa. Bukan berarti kau harus menyurutkan usaha. Selagi menanti waktu, mari bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 9

    "Pulanglah tuan Allendra, saya yakin kekasih Anda sedang menunggu di rumah.""Kekasihku sedang menunggu di sini."***Dua orang itu saling melempar tatap, bingung mau mulai dari mana dan dengan cara apa. Tepatnya, Liam yang merasakan hal itu sementara Alena hanya duduk tenang sambil memperhatikan sang kapten basket yang entah mengapa bisa duduk berhadapan dengannya di perpustakaan hari ini."Bisa kita mulai?" tanya Liam, Alena diam saja."Mohon kerja samanya karena ini juga bukan kemauanku.""Siapa yang menyuruhmu?""Ketua Yayasan."“Lo tahu gue enggak suka belajar, kan?""Tahu."Alena mengangguk kemudian bersiap pergi."Duduk," kata Liam penuh tuntutan.Gadis itu menoleh sambil mengernyitkan kening."Aku tahu kau benci belajar dan tugasku sekarang adalah membuatmu melakukan apa yang kau benci.""Dibayar berapa lo sama si Pak tua itu?""Bicara yang sopan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 10

    "Kenapa diam saja, makan, aku sengaja memesan menu termahal untukmu.""Saya mau pulang, bukan mau makan di restoran!" protes Zeeya, enggan menyentuh satu pun sajian makan malam lezat yang sengaja dipesan Allendra.Pria itu memesan beberapa menu makanan western dengan porsi yang tidak manusiawi. Setiap sudut meja dipenuhi dengan makanan. Sebenarnya, jauh di lubuk hati, gadis itu mulai tergoda dengan lambaian asap beraroma sedap yang menguar dari hidangan itu. Kalau saja bukan Allendra yang menyajikan semua ini, pasti setengahnya sudah habis Zeeya lahap. Jangan salah, walau berbadan kecil tapi nafsu makannya luar biasa rakus. Kebiasaan itu didukung oleh satu fakta melegakan, sebanyak apapun makanan yang masuk ke usus Zeeya, tidak akan berpengaruh sama sekali pada bobot tubuhnya. Tanpa perlu diet dia bisa makan banyak sesuka hati. Keuntungan yang menjadi impian sebagian besar perempuan di muka bumi."Makan dulu baru pulang. Kau pasti lapar, kan, dari tadi belum mak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 66 (TAMAT)

    "Vincent, Natasha sudah kembali ke Inggris," ujar Zeeya berusaha bicara dengan sangat hati-hati. Matanya setia menanti reaksi pria yang baru datang dengan sekantung makanan pesanannya. "Iya, terus hubungannya denganku?" "Kau tidak mengucapkan selamat tinggal atau apa gitu padanya?" "Sudah." "Apa yang kau maksud hari di mana dia menciummu?" "Kau tau dari mana?" kaget Vincent, tampak tidak menyangka Zeeya mengetahui rahasia itu. "Natasha cerita padaku, katanya dia menciummu. Tapi itu kan sudah sangat lama, ada tiga bulan yang lalu." "Sama saja." Setelah mengatakan itu, Vincent mengambil minuman yang disajikan pelayan keluarga Spancer. Menyesap aroma dengan hidungnya terlebih dahulu lantas meneguknya secara perlahan. "Bagaimana bisa kau berbicara sejahat itu?" "Jahat apanya?" "Natasha tulus menyukaimu, Vin." "Tapi aku menyukai gadis lain." "Gadis yang kau sukai sudah jadi ist

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 65

    Ketika kamu benar-benar menginginkan sesuatu lalu kamu memperjuangkannya tanpa membatasi dirimu dengan ketidakpercayaan, maka semesta akan menjadikannya nyata untukmu. Memang tidak mudah memegang prinsip itu, ujian akan datang dari berbagai arah—menempamu dengan perah berlumur perih. Selayaknya kehidupan yang tidak selalu mudah, putus asa dan ingin menyerah bisa muncul kapan saja. Melemahkan hatimu dengan letih yang menatih. Namun perih itu tak akan selamanya membuatmu merintih, sebab selalu ada bahagia yang dihadiahkan bagi mereka yang ikhlas menjalani itu semua. Zeeya sedang berada di fase itu sekarang, merasakan kebahagiaan berlipat ganda usai dijatuhi luka yang menyiksa. Selamat dari maut, berhasil mendatangkan Seandra ke dunia, melihat sang suami memangku bayinya. Semua itu adalah angan yang selalu ia berikan pada Tuhan lantas mewujud doa yang dikabulkan. Ternyata benar, sesulit apa pun keadaan yang sedang dihadapi, alangkah lebih baik jika kita tetap berpikir positif ser

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 64

    Tidak ada yang tahu bahwa niat bersenang-senang yang didambakan Zeeya tadi sore akan berujung celaka. Wanita yang sebelumnya tampak paling semangat melakukan agenda kencan ganda ini sudah berbaring di atas belangkar dengan wajah pucat karena kehabisan banyak darah. Cairan merah beraroma amis itu terus keluar bahkan sampai mengaliri kedua kakinya, diiringi rasa sakit yang sudah tak terperi seberapa tingkatannya. Zeeya Beberap kali melirih perih, dia menangis karena rak sanggup menahan penyiksaan yang menimpanya. Tangan Allendra setia menggenggam jemari sang istri. Kedua orang tua Zeeya masih dalam perjalanan setelah sebelumnya dihubungi oleh Allendra.Allendra, pria itu tak henti-hentinya menenangkan dan mengelus pelipis sang istri yang sudah dibasahi keringat dingin. Belum hilang rasa kagetnya setelah melihat tubuh Zeeya menggelinding di tangga halaman SMA Sevit, kini pria itu kembali menerima kejutan lanjutan dengan insiden pendarahan istrinya. Kalau saja waktu bisa diulang,

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 63

    Dering ponsel berbunyi, menarik Liam untuk menghentikan aktivitasnya sejenak yang tadi sedang sibuk mencarikan buku latihan soal tes masuk universitas negeri untuk kekasihnya. Lelaki itu menjawab panggilan dari seorang wanita tepat di samping Alena, tidak ragu apalagi sungkan. Liam malah sangat ingin Alena mendengarkan percakapan ini."Iya, Bu?""Kamu tadi ke rumah?""Mm, kenapa memang?""Ah, tidak, Ibu kaget karena motor kamu tidak ada di garasi.""Maaf, tadi tidak sempa

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 62

    Liam menambah kecepatan motornya demi mengikis waktu, ia terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Terlambat bukan kebiasaan Liam, hanya saja kemacetan akhir pekan begitu sulit ia taklukkan terlebih tadi dia sempat terjebak sekitar satu jam di dalam bus sebelum akhirnya pulang ke rumah untuk mengambil motornya. Begitu motor sport warna hitam itu memasuki beranda depan kediaman Spancer, Liam menemukan kekasihnya sudah berdiri di sana seorang diri. Dari jarak tiga meter tampak ada dua pelayan yang ikut menanti, mungkin untuk memastikan bahwa Alena benar-benar pergi dengan orang yang sudah resmi mendapat izin Allendra untuk membawa Alena pergi keluar."Maaf, lama nunggunya, ya?" ucap Liam setelah ia melepas helm dan turun dari motornya.Alena menggeleng, sama sekali tidak merasa jika penantian yang dia lakukan terlalu panjang sampai mencapai titik bosan."Tidak kok, aku baru keluar. Lagi pula aku menunggu di rumahku sendiri, kalau pun tidak jadi ya tinggal m

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 61

    Vincent memainkan sepatu kulitnya dengan menendang-nendang dedaunan yang turun tepat di kakinya. Pria itu duduk di sebuah kursi panjang, di atasnya terdapat daun rimbun dari pohon besar di belakang tubuhnya. Taman ini cukup ramai saat sore hari, terdapat orang tua dan anak yang asyik jalan-jalan, muda-mudi yang ngobrol-ngobrol santai, dan ada pula pasangan yang sedang merajut romansa dengan indahnya. Saat ini Vincent masih sendiri namun tak lama lagi seseorang akan menemuinya di sana.Semua sudah berakhir, kegilaan dan kenekatan yang Vincent buat harus segera diakhiri. Dia ingin mengakui semuanya pada orang itu dan meminta maaf dengan tulus atas semua kepalsuan yang sudah dia tebar. Mata tajam Vincent berkeliling memindai sekitar, sampailah manik itu menangkap sosok perempuan cantik dengan gayacasual-nya sedang melenggang cantik dan melempar senyum padanya meski jarak mereka masih jauh. Vincent segera bangkit, menanti dengan senyum kesopanan yang tidak kalah le

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 60

    "I love you, Zeeya .""I love you too, Alle."Dua kalimat keramat itu terus terngiang-ngiang dalam benak Allendra. Dia yang sudah mengetahui kata sandi ponsel lamanya memutar video yang tadi dia tonton bersama sang istri berulang kali. Seperti mau memastikan bahwa laki-laki yang ada di dalam video itu memang dirinya. Memang dia yang matanya tampak begitu bersinar ketika menatap Zeeya . Seakan wanita itu adalah poros dari segala cahaya yang menyinari kehidupan pria itu. Sedikit demi sedikit Allendra belajar menerima istrinya, setidaknya sekarang dia tidak terlalu kejam seperti awal-awal. Meski tentu saja perdebatan di antara mereka tidak pernah usai. Selalu ada saja yang memantik emosi sampai akhirnya keduanya adu mulut tapi ujung-ujungnya kembali akur lagi."Aku sudah siap," kata Zeeya yang baru datang dan sudah berpakaian olahraga yang tampak lucu dikenakannya saat hamil.Allendra buru-buru menyimpan ponsel tadi lalu berdiri dari dudukn

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 59

    Menikah dengan Zeeya adalah salah satu takdir mengejutkan yang pada akhirnya sulit Allendra tolak. Dua sisi di hatinya benar-benar memberikan rasa yang bertolak belakang untuk pria itu pahami apa alasannya. Dia ingin bertanya langsung pada Zeeya namun masih gengsi. Wanita hamil itu pasti akan besar kepala dan mengira Allendra telah takluk padanya karena berusaha mencari tahu masa lalu mereka. Allendra tidak ingin terlihat terpedaya oleh wanita itu meskipun nyatanya dia sudah telanjur mengalaminya dengan atau tanpa dia sadari.Ini hari kedua dia menyandang status sebagai suami seseorang, rasanya tidak terlalu berbeda dengan saat dia masih melajang. Yang berbeda hanyalah tidur pria itu kini semakin sering terusik karena kehadiran Zeeya . Wanita itu memang selalu bisa menguji kesabaran Allendra di berbagai kesempatan. Ada saja tingkahnya yang membuat pria itu takjub, kesal, geleng-geleng kepala, sampai pria itu tak tahu lagi harus bicara apa.Contohnya seperti kejadian ke

  • Bad Guy (Bahasa Indonesia)   Bab 58

    Allendra mati kutu di hadapan kedua orang tua Zeeya . Kemampuan berbicara diplomatisnya tiba-tiba hilang tak bersisa. Mungkin jika situasinya normal pria itu masih bisa menyapa dengan biasa tanpa ada rasa tidak enak yang begitu kuat, sekali pun ia tidak mengingat calon mertua yang hari ini sudah resmi menjadi mertuanya tanpa dia sangka-sangka. Saat ini Allendra harus berbesar hati menekan kesal yang sejak tadi siang terus meronta untuk dibebaskan. Tak mungkin pria itu melampiaskan kekesalannya pada Zeeya di hadapan orang tua wanita itu. Terlebih sekarang Allendra sedang menginap di kediaman istrinya."Hari ini kau pasti terkejut, kan, Nak?" tanya ayah Zeeya ramah sekali.Semua kesal dalam dada Allendra bisa dikondisikan dengan baik ketika ia berbincang dengan ayah Zeeya di ruang makan."Sudah jelas, Yah, Zeeya itu memang ada-ada saja kelakuannya. Jangan salah paham dulu ya nak Al, kami juga tidak tahu jika dia merencanakan hal gila bersama Vincent untuk menjebak

DMCA.com Protection Status