“Jungyeon… !!! Heiiiii!” Seol Mi berteriak memanggil namaku, ia berlarian menghampiri diriku yang masih berjalan dengan santai dan baru akan memasuki gerbang sekolah. Mataku membulat melihat tingkahnya yang terkesan aneh. Apakah sesuatu sedang terjadi tanpa sepengetahuanku ? mengapa ia seperti terburu-buru untuk memberitahukan sesuatu.
Seol Mi memukul punggungku dengan keras hingga aku mengaduh kesakitan
“Ya, Jeong Seol Mi ! Kenapa kau memukulku seperti itu ? Sakit tahu !” bentakku dengan kesal“Jungyeon Choi…sebenarnya apa yang kau lakukan kemarin hingga menyeret preman dari sekolah Sungkyungkhwan ke sekolah kita, hah ?!” Tanya Seol Mi dengan histeris.
“Preman ? apa maksudmu ?” mulutku ternganga, teringat kejadian sebelumnya, segera aku menyadari bahwa preman yang dimaksud teman sebangku ku itu adalah Hyunwoo, Park Hyunwoo yang meminta kawanannya memukuli Deok Kwon hingga babak belur, dan juga mencuri ciuman pertamaku dengan cara yang paling tidak etis. Gawat ! Aku lupa akan peringatan Deok Kwon untuk tidak datang ke sekolah hari ini.
“Ah…sebaiknya aku kabur” ucapku dengan ngeri. Belum sempat aku mengambil langkah untuk kabur, Seol Mi segera menarik tanganku “apa-apaan kau ini ? KABUR ?!” ucap Seol Mi dengan nada tinggi, terlihat kesal.
“Tidakkah kau penasaran dengan apa yang dilakukan preman itu pada teman-teman kita ?” tambahnya, mata gadis itu berkaca-kaca dan aku baru menyadari bahwa tangannya gemetaran. Ah sialan ! laki-laki itu pasti menyiksa teman-temanku seperti ia menyiksa Deok Kwon hingga membuat Seol Mi yang dikenal sebagai ratu petarung dan pemenang judo tingkat nasional dari sekolahku itu menjadi gemetar ketakutan. Aku menggenggam tangan Seolmi dan memeluknya dengan erat.
“Tenanglah…semuanya akan baik-baik saja. Preman yang kau maksud itu datang hanya untuk mencariku, bukan ?” ucapku sambil menepuk punggung Seolmi. Aku bisa merasakan air mata Seol Mi yang jatuh dan membasahi seragamku. Ia mengangguk dengan lemah, membenarkan ucapanku.
“Jadi aku hanya perlu menemuinya, dan dia tidak akan mengganggu kalian lagi, bukan ?” tanyaku lagi.
Seol Mi menarik dirinya dari pelukanku. Ia menatapku dengan khawatir yang dicampur dengan rasa takut. Pipinya kini sudah basah oleh air mata, dan bibirnya bergetar, cairan kental keluar dari hidungnya. “Jungyeon…maafkan aku, tapi tolong berkorbanlah demi kami, dan serahkan dirimu pada Hyunwoo” ucap gadis itu dengan penuh penyesalan. Itulah pertamakalinya aku mendengar nama Hyunwoo.
*****
Saat aku tiba di sekolah, ratusan murid sekolahku berkerumun di depan kelasku. Aku dan Seolmi dengan susah payah menyerobot ke dalam kerumunan tersebut hingga berhasil masuk ke dalam kelas. Ruangan kelas itu sudah berantakan, kursi dibiarkan terbalik. Tas para murid bergelatakan di mana-mana, dan betapa kagetnya aku ketika melihat sudut ruangan menjadi tempat berkumpul beberapa murid kelasku yang sudah babak belur. Hyunwoo duduk di atas meja guru sambil menyesap rokok, sedangkan para kawanannya sibuk menahan teman-temanku.
Tidak ada kata-kata lain selain kata brengsek yang mampu mendeskripsikan sosok Hyunwoo dan kawanannya. “Kemana perginya para guru ?” bisikku pada Seolmi.
“Mereka semua dikurung di ruang guru dan lihat..” Seol Mi menunjuk saku celana Hyunwoo yang menggantung beberapa kunci “kunci ruang guru dipegang oleh Hyunwoo” lanjut Seol Mi.
Bimbang. Satu kata yang mampu mendeskripsikan perasaanku saat itu. Bagaimana tidak ? aku sendiri takut untuk menghadapi sosok Hyunwoo yang terlihat seperti Psikopat, tidak memiliki hati dan mampu menyiksa seseorang tanpa ampun, namun disisi lain, aku sendiri merasa kasihan pada teman-temanku yang tidak memiliki salah apapun padanya. Sungguh ! apa dia sedendam itu pada ku karena aku menampar pipinya ? Hah ! masa bodo lah ! aku ingin mengakhiri urusanku dengan orang itu sesegera mungkin.
“Park Hyunwoo…?” panggil ku dengan ragu. Hyunwoo menoleh, begitupun dengan kawanannya.
“Waaaah…ini dia yang ku cari…Choi Jungyeon ku !” jawab Hyunwoo dengan rasa puas terlihat jelas di wajahnya. Ia menyeringai dengan kengerian yang luar biasa.
“Hap” dia turun dari meja guru dan berjalan dengan santai ke arahku. Matanya yang sipit dengan sudut yang tajam tak berhenti menatapku, mengamatiku dari atas ke bawah lalu menyeringai untuk yang kedua kalinya. Hyunwoo mengangkat tangannya ke udara dan seketika kawanannya kembali memukuli teman-temanku yang berada di sudut ruangan. Suara nyaring terdengar dari mulut teman-temanku, berteriak dan mengaduh kesakitan, bahkan Haeyeon sampai memuntahkan darah ke lantai. Gila ! Gila ! Gila ! Mengapa mereka harus tunduk pada Hyunwoo ? dan kenapa pula tidak ada yang melawan ?! Hah…“Park Hyunwoo keparat kau !” ucapku secara tidak sadar.
“HAHAHAHAHA” Hyunwoo tertawa dengan lantang, hingga suaranya bergema ke koridor sekolah
“Kau tidak ingin menyelamatkan mereka seperti kau menyelamatkan ketua kelasmu, Jungyeon Choi ?” Tanya Hyunwoo dengan sarkatik.“Sebenarnya apa maumu bajingan ?!” tanyaku dengan emosi yang sudah lepas kendali. Hyunwoo menjentikan jarinya “Bingo ! itulah pertanyaan yang aku tunggu” jawab Hyunwoo.
Hyunwoo menarik diriku, dan melingkarkan tangan kirinya di pinggangku, sedangkan tangan kanannya menyentuh rambutku dengan sangat hati-hati. Matanya menatapku dengan penuh nafsu yang memburu.“Aku tidak sabar menikmatimu…” Hyun Woo mengeratkan tangannya di pinggangku, lagi-lagi tubuh kami bersentuhan dan aku bisa mendengar detak jantungnya saat itu “Jungyeon” panggilnya lirih.Aku membalasnya dengan tatapan penuh kebencian “Cepat katakan saja apa maumu, brengsek ! dan segera lepaskan mereka !” teriakk
“Cup” Hyunwoo menyentuh bibirku dengan bibirnya dan melumatnya dengan agresif. Alih-alih menyukai sikapnya, aku merasa jijik, hingga rasanya ingin aku membersihkan bibirku 10 kali dalam sejam untuk meninggalkan jejak bibirnya di bibirku. Namun, tentu saja aku harus menarik diriku darinya terlebih dahulu. Aku menarik kepalaku untuk menghentikan ciuman darinya “Le-paaas” ucapku lirih.
“Hah !” Hyunwoo mendengus dengan kesal, ia menusap bibirnya dengan jemarinya lentik “Kau tadi bertanya apa mau ku, bukan ?” Ia mengangkat wajahku, dan memaksaku untuk menatap wajahnya dalam jarak yang sangat dekat hingga aku bisa melihat ke dalam matanya, dan emosi yang ia pendam begitu lama “Kau ! aku mau kau menjadi wanitaku !” ucapnya dengan penuh penekanan. Dan begitulah cara dia mengikatku hingga saat ini. Aku memang tidak bisa mengharapkan sesuatunya akan berakhir dengan baik antara aku dan dirinya, hah...mana mungkin juga dia mau berdamai denganku, sudah jelas dia mengincar ku untuk menggantikan ku posisi Deok Kwon. Aku tahu bahwa lingkaran penindasan seperti ini akan terus berlanjut, begitupun tindakan penindasan yang dilakukan oleh Hyunwoo dan kawan-kawannya. Saat ia berhasil menghancurkan seseorang, maka ia akan mencari seseorang yang baru untuk dihancurkan. Melihat Hyunwoo menyeringai saat melihat teman-temanku dipukuli bisa membuatku yakin bahwa aku tidak akan bisa menang melawannya. Matilah sudah aku ! Andaikan saja waktu diputar ulang...pasti aku akan memilih untuk mencari orang dewasa untuk menghentikan perkelahian Hyunwoo dan Deok Kwon, bukannya malah menghadapinya seorang diri. Hah...andaikan saja aku tahu lebih awal tentang sosok Hyunwoo yang bengis, aku juga pasti tidak akan mau mencari gara-gara dengannya. Meskipun penyesalan terus menggerogoti semangatku, namun saat itu aku masih optimis bahwa aku bisa melewati hari sulit ini, ya aku hanya perlu mengikuti keinginannya dan permainannya hingga pukul 3 sore nanti.
“Buka bajumu !” perintah Hyunwoo saat kami sedang berada di kamarnya. Itu adalah pertama kalinya aku mendatangi kediaman Hyunwoo. Melihat kemegahan rumah dan ruang kamar tidurnya saja sudah berhasil membuatku terkejut, namun perintah Hyunwoo barusan lebih mengejutkan lagi ternyata.“Apa maksudmu ?” tanyaku dengan was-was. Kedua tanganku disilangkan di dada, menutupi bagian terpenting diriku dari pandangannya.“Bukankah sudah jelas apa maksudku itu” jawab Hyunwoo dengan santai. Ia menepuk-nepuk bantalan sofa empuk di pinggirnya “Buka bajumu dan duduklah kemari” lanjut Hyunwoo dengan senyum usil terukir di wajahnya.“Dasar gila !” celetukku.“HAHAHAHA” Hyunwoo tertawa dengan keras. Ia selalu puas tiap kali melihat raut kesal terpampang jelas di wajahku. Bahkan caci makiku selalu terdengar seperti puisi cinta di telinganya. Ya, puisi cinta yang selalu membuatnya gembira dan t
Jungyeon berjalan dengan linglung di sisi jalan, di sampingnya terdapat sungai Han yang mengalir dengan tenang, ia memandangi sungai tersebut dengan tatapan yang nanar, memikirkan seberapa dalamnya sungai tersebut, dan berapa waktu yang dibutuhkan seseorang untuk kehabisan nafasnya jika tenggelam di sungai itu, pemikiran-pemikiran yang sebenarnya sama sekali tidak perlu dipikirkan oleh orang normal yang hidup dengan baik. Sayangnya Jungyeon bukanlah salah satu dari orang normal tersebut, kehidupannya kan sudah benar-benar hancur sekarang. Angin yang berhembus terasa kencang dan menikam kulitnya. Ada sedikit keraguan dalam dirinya, juga ketakutan, namun pada akhirnya tangan dan kakinya yang bergetar berhasil membuat dirinya berdiri di atas pembatas jembatan, tinggal selangkah lagi untuk melakukan aksi bunuh diri yang selalu ia rencanakan, ia memajamkan mata dan merentangkan tangannya, merapalkan do'a agar dosa-dosanya akan diampuni oleh yang Maha Kuasa."KAU GILA YA?!" b
Puluhan tetes air berjatuhan dari pakaian yang dikenakan oleh Jungyeon, rambutnya masih belum kering sama sekali, dan tekanan air yang ia rasakan saat berada di dalam sungai masih bisa ia rasakan pula hingga saat ini. Jungyeon membuka pintu rumahnya dan mndapati ayahnya yang sedang duduk di tengah ruangan sambil menonton televisi, tidak biasanya orang itu sudah berada di rumah padahal matahari masih belum terbenam.Choi Suguk tertawa terbahak-bahak sambil mengipas dirinya dengan koran bekas dan memakan cemilan yang entah ia dapatkan dari mana, ia hanya menatap sekilas ke arah Jungyeon yang baru saja tiba di rumahnya "Kau sudah pulng?" tanya Choi Suguk berbasa basi, sebenarnya ia sama sekali tidak peduli anak perempuannya itu pulang atau tidak, dan entah pula yang merasuki diirnya hingga berbicara seperti itu pada Jungyeon.Jungyeon sama sekali tidak menanggapi ucapan ayahnya, ia segera berjalan tertatih menuju kamarnya, mencari baju ganti, setelah itu baru berjalan ke
Jungyeon keluar dari kamarnya dalam keadaan yang berantakan, ia sama sekali tak menuruti perkataan ayahnya, ia sama sekali tidak takut dengan ancaman yang keluar dari mulut lelaki itu. Pakaian kumal yang ia kenakan, rambutnya yang belum juga kering, dan lebam merah di pipi kanannya membuat wanita berbaju ungu tua itu merasa iba. Ia mendekati Jungyeon dan meraba wajahnya dengan lembut "Kau tidak apa-apa Nak? Kenapa kondisimu sampai seperti ini?" tanya wnaita itu dengan khawatir. Tak lama kemudian wanita itu langsung mengedarkan pandangannya ke arah Choi Suguk yang tengah ketakutan dan merasa malu, wanita itu menatap tajam Choi Suguk seakan siap untuk menembakan anak panah ke jantung lelaki itu.Berbeda dengan tatapannya pada Jungyeon yang penuh cinta, wanita itu memeluk Jungyeon dan mengusap punggungnya dengan lembut "Kau akan baik-baik saja selepas keluar dari rumah ini." Ujar wanita itu yang masih belum diketahui identitasnya.Di tempatnya berada Hyunwoo duduk dengan
Pernahkah kamu merasa sangat ingin mati ? kalau aku…ya. Bahkan saat ini, meskipun aku sedang terduduk di bangku taman yang berada di keramaian tengah kota sekalipun, keinginan untuk mati itu selalu menghantui. Aku bahkan memikirkan cara-cara untuk mengakhiri hidup paling cepat. Meminum racun, menabrakan diri ke truk, atau melompat ke rel kereta saat kereta melewat, melombat ke laut dan tenggelam, atau…menggantung diriku sendiri saat tidak ada seorang pun di rumah ? Hah…kenapa hidup rasanya begitu sulit ? menunetukan jenis kematian pun sesulit ini.“Puk”Aku merasakan seseorang menepuk pundakku dari belakang, namun saat ku menoleh, tidak ada siapapun disana. Hanya sekelebat bayangan hitam yang terasa sedang mengintip di tengah-tengah keramaian orang yang sibuk berlalu lalang.“Aneh” batinku dalam hati “Apa itu halusinasi akibat dari terlalu sering melamun?” lanjut pikiranku. Hah. Bah
Kehidupanku terasa baik-baik saja sebelum aku mengenal Hyunwoo. Meskipun aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana dan terkadang mendapat perlakuan yang tidak adil dari ayahku, namun aku masih bisa menikmati hidup karena keberadaan teman-temanku di sekolah. Aku bukanlah gadis yang penyindiri dan pemurung, aku sangat suka bersosialisasi dan ikut campur dalam permasalahan temanku, namun bukan dengan niat mengganggu melainkan membantu. Aku hanya tidak bisa membiarkan temanku terkena masalah dan menyuruhnya menyelesaikan sendiri, karena aku sendiri tahu betapa tidak menyenangkannya jika harus menghadapi sesuatu yang sulit itu sendirian. Namun, disitulah masalahku.Hyunwoo dan aku merupakan murid di sekolah yang berbeda. Ia merupakan siswa di sekolahan Sungkyukhwan yang merupakan sekolah elite dan diisi oleh anak-anak dari keluarga kaya dengan latar belakang yang bagus, sedangkan aku adalah siswi di sekolah Gemhwa yang merupakah sekolah swasta di pinggiran kota.
Malam harinya, di saat aku sendirian di rumah, aku membaringkan diri di tempat tidur, mencoba untuk terlelap dan melupakan semua kejadian yang ku alami tadi. Namun, sayangnya melupakan suatu kejadian memang tidak semudah membalikan telapak tangan, apalagi jika kejadian itu adalah kejadian yang meningalkan kesan buruk dalam ingatan. Aku kembali mengingat cara Hyunwoo yang menyeringai sambil menghisap rokoknya, ah benar-benar mengerikan. Terlebih lagi ia terleihat sangat menikmati rasa sakit yang dirasakan Deok Kwon saat dirinya dipukuli, semua itu membuat sosok Hyunwoo terlihat seperti seorang psikopat. Jelas saja, orang normal mana yang senang melihat seseorang menderita. Dan membayangkan bahwa baru saja aku berurusan dengan orang semacam dia benar-benar mengganggu pikiranku. Membuatku terjaga hingga waktu ayahku pulang.Ayahku yang bernama Choi Suguk adalah seorang sales di perusahaan MT Electronic yang merupakan anak perusahaan dari MT Group, perusahaan yang sedang na
Jungyeon keluar dari kamarnya dalam keadaan yang berantakan, ia sama sekali tak menuruti perkataan ayahnya, ia sama sekali tidak takut dengan ancaman yang keluar dari mulut lelaki itu. Pakaian kumal yang ia kenakan, rambutnya yang belum juga kering, dan lebam merah di pipi kanannya membuat wanita berbaju ungu tua itu merasa iba. Ia mendekati Jungyeon dan meraba wajahnya dengan lembut "Kau tidak apa-apa Nak? Kenapa kondisimu sampai seperti ini?" tanya wnaita itu dengan khawatir. Tak lama kemudian wanita itu langsung mengedarkan pandangannya ke arah Choi Suguk yang tengah ketakutan dan merasa malu, wanita itu menatap tajam Choi Suguk seakan siap untuk menembakan anak panah ke jantung lelaki itu.Berbeda dengan tatapannya pada Jungyeon yang penuh cinta, wanita itu memeluk Jungyeon dan mengusap punggungnya dengan lembut "Kau akan baik-baik saja selepas keluar dari rumah ini." Ujar wanita itu yang masih belum diketahui identitasnya.Di tempatnya berada Hyunwoo duduk dengan
Puluhan tetes air berjatuhan dari pakaian yang dikenakan oleh Jungyeon, rambutnya masih belum kering sama sekali, dan tekanan air yang ia rasakan saat berada di dalam sungai masih bisa ia rasakan pula hingga saat ini. Jungyeon membuka pintu rumahnya dan mndapati ayahnya yang sedang duduk di tengah ruangan sambil menonton televisi, tidak biasanya orang itu sudah berada di rumah padahal matahari masih belum terbenam.Choi Suguk tertawa terbahak-bahak sambil mengipas dirinya dengan koran bekas dan memakan cemilan yang entah ia dapatkan dari mana, ia hanya menatap sekilas ke arah Jungyeon yang baru saja tiba di rumahnya "Kau sudah pulng?" tanya Choi Suguk berbasa basi, sebenarnya ia sama sekali tidak peduli anak perempuannya itu pulang atau tidak, dan entah pula yang merasuki diirnya hingga berbicara seperti itu pada Jungyeon.Jungyeon sama sekali tidak menanggapi ucapan ayahnya, ia segera berjalan tertatih menuju kamarnya, mencari baju ganti, setelah itu baru berjalan ke
Jungyeon berjalan dengan linglung di sisi jalan, di sampingnya terdapat sungai Han yang mengalir dengan tenang, ia memandangi sungai tersebut dengan tatapan yang nanar, memikirkan seberapa dalamnya sungai tersebut, dan berapa waktu yang dibutuhkan seseorang untuk kehabisan nafasnya jika tenggelam di sungai itu, pemikiran-pemikiran yang sebenarnya sama sekali tidak perlu dipikirkan oleh orang normal yang hidup dengan baik. Sayangnya Jungyeon bukanlah salah satu dari orang normal tersebut, kehidupannya kan sudah benar-benar hancur sekarang. Angin yang berhembus terasa kencang dan menikam kulitnya. Ada sedikit keraguan dalam dirinya, juga ketakutan, namun pada akhirnya tangan dan kakinya yang bergetar berhasil membuat dirinya berdiri di atas pembatas jembatan, tinggal selangkah lagi untuk melakukan aksi bunuh diri yang selalu ia rencanakan, ia memajamkan mata dan merentangkan tangannya, merapalkan do'a agar dosa-dosanya akan diampuni oleh yang Maha Kuasa."KAU GILA YA?!" b
“Buka bajumu !” perintah Hyunwoo saat kami sedang berada di kamarnya. Itu adalah pertama kalinya aku mendatangi kediaman Hyunwoo. Melihat kemegahan rumah dan ruang kamar tidurnya saja sudah berhasil membuatku terkejut, namun perintah Hyunwoo barusan lebih mengejutkan lagi ternyata.“Apa maksudmu ?” tanyaku dengan was-was. Kedua tanganku disilangkan di dada, menutupi bagian terpenting diriku dari pandangannya.“Bukankah sudah jelas apa maksudku itu” jawab Hyunwoo dengan santai. Ia menepuk-nepuk bantalan sofa empuk di pinggirnya “Buka bajumu dan duduklah kemari” lanjut Hyunwoo dengan senyum usil terukir di wajahnya.“Dasar gila !” celetukku.“HAHAHAHA” Hyunwoo tertawa dengan keras. Ia selalu puas tiap kali melihat raut kesal terpampang jelas di wajahku. Bahkan caci makiku selalu terdengar seperti puisi cinta di telinganya. Ya, puisi cinta yang selalu membuatnya gembira dan t
“Jungyeon… !!! Heiiiii!” Seol Mi berteriak memanggil namaku, ia berlarian menghampiri diriku yang masih berjalan dengan santai dan baru akan memasuki gerbang sekolah. Mataku membulat melihat tingkahnya yang terkesan aneh. Apakah sesuatu sedang terjadi tanpa sepengetahuanku ? mengapa ia seperti terburu-buru untuk memberitahukan sesuatu.Seol Mi memukul punggungku dengan keras hingga aku mengaduh kesakitan“Ya, Jeong Seol Mi ! Kenapa kau memukulku seperti itu ? Sakit tahu !” bentakku dengan kesal“Jungyeon Choi…sebenarnya apa yang kau lakukan kemarin hingga menyeret preman dari sekolah Sungkyungkhwan ke sekolah kita, hah ?!” Tanya Seol Mi dengan histeris.“Preman ? apa maksudmu ?” mulutku ternganga, teringat kejadian sebelumnya, segera aku menyadari bahwa preman yang dimaksud teman sebangku ku itu adalah Hyunwoo, Park Hyunwoo yang meminta kawanannya memukuli Deok Kwon hingga babak belur, dan
Malam harinya, di saat aku sendirian di rumah, aku membaringkan diri di tempat tidur, mencoba untuk terlelap dan melupakan semua kejadian yang ku alami tadi. Namun, sayangnya melupakan suatu kejadian memang tidak semudah membalikan telapak tangan, apalagi jika kejadian itu adalah kejadian yang meningalkan kesan buruk dalam ingatan. Aku kembali mengingat cara Hyunwoo yang menyeringai sambil menghisap rokoknya, ah benar-benar mengerikan. Terlebih lagi ia terleihat sangat menikmati rasa sakit yang dirasakan Deok Kwon saat dirinya dipukuli, semua itu membuat sosok Hyunwoo terlihat seperti seorang psikopat. Jelas saja, orang normal mana yang senang melihat seseorang menderita. Dan membayangkan bahwa baru saja aku berurusan dengan orang semacam dia benar-benar mengganggu pikiranku. Membuatku terjaga hingga waktu ayahku pulang.Ayahku yang bernama Choi Suguk adalah seorang sales di perusahaan MT Electronic yang merupakan anak perusahaan dari MT Group, perusahaan yang sedang na
Kehidupanku terasa baik-baik saja sebelum aku mengenal Hyunwoo. Meskipun aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana dan terkadang mendapat perlakuan yang tidak adil dari ayahku, namun aku masih bisa menikmati hidup karena keberadaan teman-temanku di sekolah. Aku bukanlah gadis yang penyindiri dan pemurung, aku sangat suka bersosialisasi dan ikut campur dalam permasalahan temanku, namun bukan dengan niat mengganggu melainkan membantu. Aku hanya tidak bisa membiarkan temanku terkena masalah dan menyuruhnya menyelesaikan sendiri, karena aku sendiri tahu betapa tidak menyenangkannya jika harus menghadapi sesuatu yang sulit itu sendirian. Namun, disitulah masalahku.Hyunwoo dan aku merupakan murid di sekolah yang berbeda. Ia merupakan siswa di sekolahan Sungkyukhwan yang merupakan sekolah elite dan diisi oleh anak-anak dari keluarga kaya dengan latar belakang yang bagus, sedangkan aku adalah siswi di sekolah Gemhwa yang merupakah sekolah swasta di pinggiran kota.
Pernahkah kamu merasa sangat ingin mati ? kalau aku…ya. Bahkan saat ini, meskipun aku sedang terduduk di bangku taman yang berada di keramaian tengah kota sekalipun, keinginan untuk mati itu selalu menghantui. Aku bahkan memikirkan cara-cara untuk mengakhiri hidup paling cepat. Meminum racun, menabrakan diri ke truk, atau melompat ke rel kereta saat kereta melewat, melombat ke laut dan tenggelam, atau…menggantung diriku sendiri saat tidak ada seorang pun di rumah ? Hah…kenapa hidup rasanya begitu sulit ? menunetukan jenis kematian pun sesulit ini.“Puk”Aku merasakan seseorang menepuk pundakku dari belakang, namun saat ku menoleh, tidak ada siapapun disana. Hanya sekelebat bayangan hitam yang terasa sedang mengintip di tengah-tengah keramaian orang yang sibuk berlalu lalang.“Aneh” batinku dalam hati “Apa itu halusinasi akibat dari terlalu sering melamun?” lanjut pikiranku. Hah. Bah