Jang Nara mengantarkan teh herbal pesanan Terryn ke kamarnya, Terryn sedang berbaring di tempat tidurnya. Aroma wangi teh yang bercampur dengan kelopak bunga itu membuat mata Terryn terbuka. Dia hendak bangun dan turun dari tempat tidur tapi segera Jang Nara mencegahnya.
“Tidak … Jangan … Jangan turun dari tempat tidur, Non. Biar Nara yang antarkan ke tempat tidur Non Terryn.” Jang Nara segera mendekati Terryn dan duduk di sampingnya untuk menyodorkan minuman hangat itu.
“Sebenarnya Non Terryn sakit apa yaa? Jangan-jangan kayak di drama-drama Korea itu yaa? Iihhh amit-amit secantik Non Terryn kena cancer.” Jang Nara bergidik dan dia pun sungguh tidak ingin membayangkan hal itu terjadi.
“Tidak, saya hanya sakit paru-paru tapi tenang
Deva gelisah di atas tempat tidurnya dia merasa sangat tidak nyaman tidur dengan mengenakan daster dan juga dalaman bra. Tapi dia harus tetap bertahan seperti itu untuk berjaga-jaga jangan sampai Terryn terbangun dan membutuhkan bantuannya.“Ribet banget yaa tidur pake daster kayak gini?” gumam Deva sambil membetulkan letak dasternya yang sudah beberapa kali tersingkap. Deva pun bangun dari tidurnya dan mengambil wig serta gigi palsunya. Dia mencoba ke dapur atau sekedar mengecek keadaan rumah.Pelan-pelan Deva membuka pintu kamar dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Dari kejauhan samar terlihat lampu kamar Terryn yang masih menyala. Biasanya Terryn tidak bisa tidur jika cahaya kamarnya terang. Deva mengendap dan mencari tahu apakah istrinya masih bekerja atau ketiduran.
“Gila kamu Cho! Aku tuh udah nikah, gimana ceritanya kamu lamar istrinya orang!” seru Terryn sambil memundurkan badannya hingga rapat di sandaran kursi.“Aku terima kasih banyak kamu sudah pakai jasa aku untuk mendesain rumah impian kamu tapi hubungan kita sebatas klien aja, Cho. Carilah perempuan lain yang lebih sepadan untukmu.”“Sayangnya aku kesulitan menemukan yang seperti kamu, Terryn. Kamu adalah sosok ideal idaman untuk dijadikan istri. Tolong pikirkan lagi, aku belum percaya jika kamu itu istri seseorang.” Jericho menatap Terryn dengan serius.Desta masih menunggu reaksi Terryn, kamera ponselnya masih merekam percakapan keduanya. Sahabat Deva itu sangat berharap jika Terryn masih teguh pendiriannya untuk menyebut dirinya seb
Jang Nara memalingkan wajahnya sambil menepuk dahi pelan. kedua ibu itu dipersilakan masuk oleh Terryn. Jang Nara bergegas masuk menuju dapur dan mencoba menyiapkan segala pertanyaan yang pasti akan diajukan oleh ibunya yang super teliti.“Yang tadi itu siapa, Yin?” tanya ibu mertuanya yang sekilas melihat punggung Jang Nara menjauh. Ibu Imelda melongo memanjangkan lehernya berkali-kali untuk mencari sosok yang tadi dilihatnya.“Ouh, itu Nara, ponakan bi Ira yang gantikan bi Ira sementara, ” jawab Terryn sambil ikut melongo ke arah dapur.“Penampilannya kok aneh gitu, Yin?” Ibu Imelda kemudian duduk dengan tenang menatap menantunya.“Kok bisa siih Yin Sayang kamu pergi gitu
“Non Terryn mencari Nara?” tanya Jang Nara dengan nafas memburu dan dahinya yang basah karena keringat. Dia tiba tepat waktu saat Terryn hendak mendekati lemari pakaiannya.“Kamu dari mana sampai ngos-ngosan begini?” Terryn mengamati wajah Jang Nara dan jempolnya segera mematikan sambungannya pada nomer ponsel Deva.“Dari kebun, Non. Petik daun singkong buat masak sayur karena lauk kita udah habis.” jawab Jang Nara sambil mengelap dahinya dengan punggung tangannya.“Non cari Nara?” Jang Nara mengulangi lagi pertanyaanya karena dia menemukan Terryn berada dalam kamarnya. Terryn mengangguk pelan.“Aku sepertinya ketagihan dengan pijatanmu kemarin, boleh aku dipijat lagi?”
“Non Terryyyn! Perasaan tadi Nara menggeleng yang artinya tidak, kenapa Non iyakan tawaran tuan Jerichooo?” bibir Jang Nara membulat dan ekspresinya sangat kesal pada keputusan Terryn. Mereka masih berada di ruang tamu sepulangnya Jericho.“Yaa saya gak enak aja Nara, sebenarnya Jericho itu orangnya baik kok, cuma memang rada-rada tukang pamer.” Terryn terkekeh karena tahu isi kepala Jang Nara yang tidak suka pada Jericho.“Harus banget yaa kita berdua ke sana?” tanya Jang Nara ragu sambil memilin ujung rambutnya.“Aku penasaran pengen ketemu sama arsitek vila itu, rancangannya jadi buah bibir seantero desa, katanya vilanya bagus banget.” Terryn menghabiskan teh bunga mawar yang tadi dibuatkan Jang Nara.
Tubuh Terryn melorot terkulai lemas dan dengan sigap Deva menangkap istrinya, diangkatnya tubuh Terryn yang bagai seringan daun dalam pelukannya. Desta memberi jalan kepada Deva agar Terryn dibawanya pulang kembali ke rumah. Pak Suwiryo berkali-kali minta maaf atas kejadian ini, begitu pula dengan Jericho yang tak menyangka jika undangan makan malamnya ini justru berujung petaka bagi Terryn.Desta membukakan pintu mobil dan menemani Deva untuk pulang. Tegas dia mengatakan kepada Jericho sebelum mereka meninggalkan tempat itu jika Terryn adalah istri dari Deva Danuarta. Jericho tersentak kaget dan wajahnya memucat dia, rasa bersalah semakin menghantam Jericho.“Tolong nanti telpon ibuku Des, dan minta beliau mengirimkan dokter keluarga kami.” Pinta Deva yang masih mendekap Terryn yang terkulai tak bergerak. Nafasnya terasa
Deva menggeleng pelan, dia tertawa dengan ekspresi sedih mendengar penuturan ibu Asih. Tertawa dalam raut sedih. Ibu Asih mengundurkan bahunya hingga tepat bersandar pada sandaran kursinya sambil menatap menantunya dengan cemas.“Aku tidak akan pernah menceraikan Terryn, Bu. Tidak akan pernah. Bahkan jika aku harus membayar kebersamaanku dengan Terryn memakai separuh nyawaku untuknya aku akan memberikannya dengan suka rela. Tapi jangan minta aku pergi darinya,Bu.” Deva meneguk teh manisnya kemudian memutar piring nasi gorengnya.“Aku akan makan ini, aku akan menghabiskannya, aku butuh banyak energi dan tenaga untuk merawat istriku, dia kan baik-baik saja bersamaku.”“Nak Deva, Ibu minta maaf, Ibu tidak bermaksud untuk—“
Hari ketiga Terryn di rawat di rumah sakit, keadaannya sudah mulai jauh membaik. Desta dan Willy bergantian menjenguknya dan ikut ngobrol dengan Jang Nara. Saat itu kedua sahabat Deva datang lagi menjenguk Terryn bersamaan. Namun, sebenarnya keduanya datang pada Deva untuk meminta Deva menandatangani dokumen-dokumen penting perusahaan. Awalnya Willy sangat terkejut dan tidak bisa mengenali sama sekali sosok Deva dalam diri Jang Nara. Willy berjuang berat untuk tidak tertawa di depan Terryn hingga urusan mereka selesai.“Kenapa siih Kak Desta dan Kak Willy rajin banget jengukin Terryn? Jangan bilang kalau kalian ada yang suka sama Jang Nara yaa!” goda Terryn pada keduanya. Willy menggeleng keras juga Desta di waktu yang bersamaan, Jang Nara hanya tersenyum malu-malu sambil memilin ujung rambutnya.“Selama Deva gak ad