#BUKAN_MENANTU_BODOH
#PART_12
Setelah mendengar perdebatan Mas Aksa dan ibu semalam, aku memutuskan untuk tetap pergi ke kantor pagi ini.
Sebenarnya, jabatan Mas Aksa belum resmi di turunkan karena aku berharap Mas Aksa keluar dari kantor tapi, ternyata ia memilih bertahan.
Aku tahu penyebabnya, apalagi kalau bukan karena Mas Aksa bukanlah lulusan sarjana yang bisa dengan mudah melamar di sebuah perusahaan. Ia hanya beruntung berada di perusahaan milik keluargaku ini. Sayangnya, ia lupa diri dan memilih menduakan aku.
"Bosen ngeliat kamu pergi tapi, gak ada hasil Ren! gak capek apa kamu?" sindir Ibu.
"Usaha itu gak ada yang capek Bu, apalagi aku kan janda. Kalau engga usaha sendiri mau ngandelin siapa?" sindirku balik.
"Susah ngomong sama perempuan kampung kaya kamu!" sentak Ibu.
"Yuk Bu!" ajak Dinda.
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_13"Kenapa masih disini?" bentakku saat sampai di rumah.Aku lihat Mas Aksa dan Ibu masih duduk santai sembari menonton televisi. Ada Mas Aksa juga disana, mereka benar-benar tak tahu malu.Baru saja mereka menghina bahkan menampar aku di kantor tapi, mereka bisa dengan santainya duduk-duduk di rumahku tanpa merasa berdosa.Aku biarkan Vira dan Galih menunggu di luar, karena bagaimanapun ini adalah urusan keluarga. Meski begitu, aku meminta mereka bersiap jika memang keluarga Mas Aksa melawan dan membuat keributan.Wajah Ibu tampak panik saat melihatku datang, ia tak percaya aku bisa pulang secepat ini."Kasih waktu kami dua hari Ren untuk beres-beres!" pinta ibu."Gak bu, sudah cukup saya beri waktu!" ketusku.Aku melirik dan terus berusaha mencari keberadaan wanita murahan itu."Bu, saya mau pulang aja!" rengek Dinda yang tiba-tiba keluar dari kamar tamu."Lho, pulang kemana Nak
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_14Biarlah orang berbuat buruk terhadap kita. Namun, bersikap baiklah pada siapapun bahkan kepada orang yang menyakiti hati. Karena kebaikan tidak butuh pengakuan dari siapapun._____"Hari ini, sebaiknya kamu engga ke kantor dulu Ren," usul Vira."Gak Vir, aku malah kepikiran terus kalau tetep diem dirumah," jawabku.Aku memang bukan tipe orang yang bisa cepat move on jika sedang patah hati atau mengalami masa-masa sulit yang bersangkutan dengan perasaan.Namun, aku lebih suka menyibukan diri dari pada tetap diam dirumah dan menikmati rasa sakit. Seperti halnya hari ini, aku tetap bersiap menuju ke kantor setelah semua yang terjadi.Bagiku, sesakit apapun hati ini. Hidup akan terus berjalan, bumi akan terus berputar dan aku harus tetap menyapa dunia meski dalamnya luka di hatiku.
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_15#NASIB_AKSAKetika sebuah keinginan tak sepadan dengan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab. Hanya penyesalan, yang tersisa.____"Kita mau kemana Sa?" tanya Ibuku saat aku baru saja keluar dari rumah megah milik Reni."Entahlah Bu, kita cari kontrakan yang sederhana dulu ya," usulku."Sederhana?" potong Dinda.Mataku melirik ke arahnya, sepertinya ia berusaha membuat kekacauan.Sementara aku membiarkan Ibu dan Dinda menginap di sebuah hotel, dan aku sendiri pergi mencari kontrakan untuk tempat tinggal kami.Rumah petak sederhana, bercat putih lusuh dengan biaya sewa satu juta perbulan. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan.Aku tahu, Ibu tak akan menyukai tempat ini. Namun, setidaknya beliau harus menyadari sampai disinilah kemampuan putra semata wayang nya.Memberikan kebahagiaan pada orang tua, pastilah menjadi impian semua anak. Begitupula denganku.Dulu, aku m
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_16#NASIB_AKSAPenyesalan memang selalu berada di ujung harapan, ketika hati mulai lemah dan tak ada tujuan. Semua seperti mengajakku kembali mengingat tentangmu.____Aku pulang dari rumah sakit setelah semua pembayaran selesai di bayarkan oleh Reni, rasanya sudah tak ada lagi harga diri seorang lelaki dalam diriku.Ia, wanita yang selalu bisa memberikan semuanya dengan tulus justru aku balas dengan pedihnya luka.Reni, rasanya hati ini baru saja menyadari sebuah kebodohan yang seharusnya tak pernah aku lakukan. Aku hanya tak pernah mensyukuri nikmat yang sudah Sang Maha Pencipta berikan.Seorang istri yang rela menjadi sederhana saat ia mampu bergelimang harta hanya demi bersanding denganku. Nyatanya, aku harus menelan semua kepahitan ini seorang diri."Jam segini kamu udah pulang Sa?" tanya Ibu saat aku baru saja sampai di kontrakan."Sudah Bu," jawabku sembari mengusap kening beliau,
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_17Terkadang, Tuhan menghadirkan masalah untuk mendewasakan seseorang. Akan selalu ada hikmah di balik setiap cobaan. Bersabarlah.____"Ren, bisa temenin aku gak?" ucap Galih yang datang tiba-tiba.Bagaimana dia bisa tahu aku dan Vira tengah di rumah sakit?. Aku melirik Vira yang tiba-tiba nyengir bagai kuda. Sudah pasti dia yang memberitahu."Kemana?" tanyaku polos."Ke acara pembukaan cabang baru," jelas Galih."Udah sana, biar mobil aku yang bawa," usul Vira.Aku melirik Vira lagi, tatapanya begitu meledek seakan memang ia sudah merencanakan ini sebelumnya."Urusannya udah beres kan?" tanya Galih lagi.Aku baru ingat, kedatanganku ke rumah sakit karena Mas Aksa yang memintaku membayarkan administrasi. Pandanganku mencari soso
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_18Kenyataan terkadang jauh lebih menyakitkan, bukan hanya sebuah rencana yang telah di siapkan dengan matang tapi, juga impian yang harus kandas karena tak sesuai dengan harapan.____Pandanganku masih semu, antara percaya atau tidak dengan kenyataan ini. Semua terasa seperti mimpi. Baru saja aku hendak melepaskan beban, adalagi beban baru yang harus aku tanggung.Mas Aksa masih di luar, menunggu keputusanku. Perceraian akan tetap lanjut atau berhenti demi anak dalam kandunganku.Dilema, antara hatiku dan pikiranku. Apakah aku tidak terlalu egois?. Keputusan yang akan aku ambil jelas akan mempengaruhi masadepanku dan anak ku nantinya.Aku tidak boleh gegabah, aku harus memikirkannya dengan matang. Berserah diri pada Sang Pencipta adalah jalan yang pasti terbaikVira mendekat ke arahku
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_19Sesuatu yang pergi, biarlah pergi. Jangan menahan hanya karena hatimu belum sepenuhnya sembuh dari luka.____Menunggu beberapa menit, sampai akhirnya Dinda dan Mas Aksa keluar. Aku berusaha bersembunyi di balik sebuah majalah ibu hamil yang aku temukan di antara rak buku yang memang di siapkan untuk ibu hamil yang menunggu antrean."Renita Salsabila Hendarso!"Pengeras suara menyebut namaku, "Yuk Ren!" ajak Vira, sembari meraih tanganku.Aku lipat majalah yang masih menutupi sebagian wajahku."Ren ...!"Mas Aksa terpaku melihatku, wajahnya begitu heran saat aku ada di tempat yang sama. Ia melirik perutku yang sama-sama membuncit seperti Dinda.Pertemuan ini menjadi pertemuan pertama semenjak kejadian di rumah sakit kala itu. Kar
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_20Setiap luka pasti memiliki obat agar ia bisa pulih sempurna. Tak ada yang tidak mungkin jika Sang Maha pencipta sudah menakdirkan. Jangan risau tentang hati yang hancur, akan ada masanya ia kembali utuh, bahkan jauh lebih kokoh._____"Istrinya gak apa-apa kok," ucap Dokter Grace sembari melirik wajahku.Aku menelan saliva, tak mengerti harus menjelaskan atau tetap diam."Tapi, lebamnya Dok?" tanya Galih dengan wajah penuh kecemasan."Ga apa-apa, nanti di kompres juga sembuh."Dokter Grace tersenyum simpul, wajahnya begitu teduh saat menyambut kami berdua. Meski aku melihat ada sorot mata heran, selama lima bulan ia menangani kehamilanku baru kali ini aku datang bersama seorang pria.Maklum saja jika dokter Grace mengira Galih adalah suamiku. Perlakuan Galih dan rasa