Beranda / Rumah Tangga / BUKAN KISAH CINDERELLA / 02. Demi Gaji 3 Kali Lipat

Share

02. Demi Gaji 3 Kali Lipat

Penulis: Nafish Fn
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-24 21:56:14

Laisa memang tidak tertarik dengan pernikahan bisnis yang Reina tawarkan, tapi kalau soal naik gaji mungkin bisa dibicarakan. Bagaimanapun ia tak bisa melewatkan kesempatan emas. Naik gaji tiga kali lipat bukan angka yang murah.

"Aku tidak mungkin menghianati Leon hanya demi acara tidak penting itu, Laisa, dan terus terang aku tidak mau Papa tahu kalau aku tidak datang. Tamu acara ini sudah seperti reservasi rumah makan mewah, perlu konfirmasi wali yang bersangkutan kalau ada kandidat yang berhalangan."

Laisa terdiam sejenak. Ia mengelola kalimat itu di kepala dengan cermat. Agar tak melewatkan sedikitpun permainan kata yang Reina buat.

Intinya, Laisa hanya perlu datang, kan?

Ia bertugas memerankan tokoh Reina sepanjang acara. Berpura-pura menjadi putri tunggal keluarga Lesmana, lantas mendapat untung naik gaji sampai tiga kali lipat. Apalagi yang perlu Laisa pertimbangkan? Tawaran itu sangat menggiurkan.

Namun, "Apa kau yakin tidak ada yang curiga?" selintas saja pikiran itu mengganggu Laisa. 

Andai kata acara itu memang dibuat sangat ketat, tidakkah mereka memiliki data profil lengkap yang mencatat masing-masing kandidat? Bagaimana kalau ketahuan di tengah acara? Apakah itu artinya dia gagal mendapatkan kenaikan gaji ekstra?

"Mereka tidak meminta foto, Laisa," tukas Reina seolah telah tuntas memprediksi segala kemungkinan. "Itu adalah bukti dari konsistensi mereka yang menyatakan 'tidak memandang fisik dan latar belakang keluarga.' Mereka hanya mengandalkan kode barcode sebagai bukti pendaftaran."

Sekali lagi, Laisa bungkam. Semua ini terasa mengganjal baginya. Seperti ada sesuatu yang tidak benar, hal yang salah dan tidak seharusnya ia sepakati dengan Reina.

"Dengar, aku menaikkan gajimu tanpa sepengetahuan Papa, Laisa. Itu artinya aku serius dengan penawaran barusan!" desak Reina tidak sabar dengan sesi tawar-menawar yang mereka lakukan. Membuat Laisa mendengus panjang, membuang tatapan kosong ke arah dirinya.

"Lalu apa yang aku lakukan? Maksudku, selama di sana, setelah menjadi dirimu, aku harus apa?" keluhnya. Kalau boleh jujur, Laisa sangat tergoda untuk sepakat. Ayolah... lagipula siapa yang mau mengeluarkan upah bulanan sebesar itu kecuali Reina?

Reina yang sudah mencapai batas sabarnya pun memutar bola mata kesal, "Terserah! Mau kau buat mereka ilfeel atau muak! Kau mau datang atau tidak?!"

Pada dasarnya, Laisa sudah tidak punya harga diri sejak keluarganya bangkrut total. Ia tidak peduli bahkan jika dalam beberapa kasus Reina terkesan memanfaatkan kelemahan dirinya dan semena-mena terhadap uang. Tidak perlu dipusingkan selama kebutuhan hidupnya tercukupi dengan mudah.

Cukup satu malam. Hanya datang ke pesta besar yang dihadiri ratusan orang. Tidak mungkin ketahuan, apalagi sampai terjadi hal buruk yang tidak diharapkan.

"Ya..." gumam Laisa di ambang keraguan, "Maksudku, oke... baiklah, aku sepakat."

Detik itu juga Reina bersorak tanpa suara. Ia mendeklarasikan kemenangan dirinya lewat senyum semringah. "Great! Love you... besok langsung ke rumahku aja. Kau harus tampil cantik dan menawan sebagai Reina."

Tentu saja, sebagai Reina.

Bahkan hanya dengan meminjam namanya, Laisa bisa merasakan kehidupan mewah yang telah raib sekian lama. Dia akan menjadi Cinderella dalam satu malam. Merasakan hidup bagai tuan putri tunggal yang kaya raya.

Ada secuplik gembira menyusupi relungnya. Apalagi ketika memikirkan upah bulanan yang akan menjadi berlipat-lipat. Mungkin (sebagai balasan) setelah ini Laisa tidak perlu ikut campur lagi soal Leon dan Reina. Sudah seharusnya ia cukup tahu diri dan mendukung sahabat karibnya itu sepenuh jiwa.

Tetapi belum sempat Laisa menunjukkan reaksinya, lelaki itu lebih dulu memeluk Reina dari belakang. Sosok Leon yang baru mencapai 60% kesadaran dirinya bergelayut manja. Berbisik sendu seraya mengigit kecil telinga Reina, "Miss you, Beb..."

Tak butuh waktu lama bagi Reina menjadi salah tingkah. Laisa bisa melihat gurat pipi perempuan itu kian memerah. "Astaga, pakai celanamu, Leon," sahutnya lebih menggoda. Mereka sama sekali tak tahu malu di hadapan Laisa.

Dan sebelum adegan sejoli itu semakin liar, Laisa buru-buru bersuara, "Kalian mau di sini atau pindah?"

Mereka kompak tertawa menanggapinya.

"Kau boleh pulang, Laisa, dan jangan lupakan kesepakatan kita," sahut Reina berusaha keras mengabaikan sentuhan-sentuhan Leon yang sudah tidak sabar.

Sementara Leon yang tak merasa terganggu malah melirik Laisa dengan mata sayunya. Memincingkan senyum jahil yang paling menyebalkan di dunia, "Atau tetap di sini juga bukan masalah, Laisa. Kau punya hak istimewa menonton kami berdua."

Laisa hanya menanggapi lelaki itu dengan tatapan setajam bilah. Tak menunjukkan ekspresi apapun selain menyambar tas dan beranjak dari sana. Dunia memang mau kiamat, Laisa bahkan tak melihat sedikitpun rasa malu menyelimuti Leon dan Reina. 

Mereka bercinta di setiap sudut toko baju tanpa memusingkan keberadaan Laisa. Seolah percintaan semacam itu normal dan wajar disaksikan oleh seseorang. Memang gila! Seisi alam semesta sudah tidak lagi berakal. 

Bahkan andai boleh mengaku, Laisa yang tak pernah pacaran itu semakin tidak ingin menjalin hubungan romansa sejak tiga tahun lalu. Konfliknya sederhana, ia takut mendapatkan pasangan bernafsu tinggi seperti Leon atau Reina. 

Kembali pada sejarah hidup Laisa, keinganan dia sebetulnya amat sederhana. Bertemu dengan lelaki yang biasa saja, normal, tidak perlu terlalu kaya. Ia ingin mencinta dan dicintai dengan cara yang natural. Menghabiskan waktu ke tempat-tempat umum sambil bercengkrama, atau makan di warung pinggir jalan sembari mendengar bisingnya lalu-lalang.

Mungkin dalam tahap pacaran, Laisa cukup menikmati sentuhan-sentuhan lembut di puncak kepala. Bukan masalah kalau sebatas cubit kecil, atau kecup tipis di pipinya. Laisa ingin menikmati sensasi malu-malu kucing saat tangannya digenggam.

Baginya, romansa seperti itu adalah kisah manis yang wajib dimiliki sekali dalam hidupnya.

Meski nyatanya kehidupan seperti itu nyaris tidak mungkin Laisa dapatkan. Di usia yang menginjak dua puluh enam, ia masih perlu dua tahun lagi untuk melunasi segala hutang. Masa muda Laisa tergadaikan. Semua keinginan-keinginan itu ibarat mimpi yang mustahil terlaksana.

Sialnya, bicara soal kepedihan hidup selalu berhasil membuat air mata Laisa merebak. Ia gagal mengendalikan diri jika berkaiatan soal masa depan. Laisa tidak punya banyak harapan, satu-satunya tujuan hidupnya adalah uang.

Entah sampai kapan ia harus merelakan harga diri demi uang? Sampai titik mana ia menjual dirinya demi pundi-pundi rupiah? Bahkan sejujurnya Laisa benci kenyataan bahwa ia merasa senang bisa berkesempatan menjadi Reina guna mencicipi kemewahan.

Laisa ingin marah pada dirinya yang rela melakukan apapun demi kenaikan gaji tiga kali lipat. Ia bahkan sukarela memasang topeng selama menyaksikan tindakan bejat Leon dan Reina hanya karena pekerjaannya sebagai penjaga toko pakaian. Mendadak segala kalut di kepalanya bermunculan.

Dilema dalam diri Laisa berkecamuk membentuk isak. Sesak dadanya menjelma raung pilu yang menyayat telinga. Tanpa berpikir panjang, Laisa berjongkok meluapkan tangisan. Bermodalkan telapak tangan yang menangkup seluruh wajah, ia merayakan air mata.

Dalam situasi seperti ini, siapa yang peduli soal lalu lalang? Sekalipun ia mejadi pusat perhatian dari pejalan kaki di trotoar, bukan masalah. Lagipula, Laisa sudah tidak punya harga diri yang perlu dipertahankan.

Akan tetapi di antara tangis itu, Laisa mendengar suara lembut nan berat di hadapannya. Bayangan hitamnya melindungi Laisa dari paparan sinar matahari yang menyengat. Seorang lelaki yang langsung tersenyum begitu Laisa mengintipnya dari sela jemari tangan.

"Sorry... bukan bermaksud mengganggu, tapi..." katanya menggantung, kemudian ikut berjongkok selagi menyodorkan sapu tangan bermotif batik dari balik saku, "Ini. Barangkali butuh."

Satu detik, dua detik, Laisa mendiamkan lelaki itu. Ia ragu. Apakah lelaki ini tengah mempraktikkan modus penipuan terbaru? Namun lelaki itu hanya menyuguhkan seulas senyum.

"Bad day, right? Hanya sapu tangan biasa. Kebetulan belum aku pakai apa-apa," imbuhnya memperjelas.

Laisa pun memutuskan untuk menerima. Meraih sapu tangan lalu menutup area hidung sampai mulutnya. Membuat manik mata mereka lebih leluasa untuk saling berjumpa. Memangkas habis jarak yang hanya tersisa dua jengkal.

Lelaki berwajah oriental Khas Asia Timur itu sekali lagi tersenyum ramah. Kali ini ia menyodorkan air mineral dingin kepada Laisa, "Just it, berharap bisa sedikit memperbaiki your feeling."

Dan seakan tak memberi kesempatan bagi Laisa untuk menolak, lelaki itu meraih tangannya dan meletakkan air mineral itu di sana. Detik berikutnya ia bangkit sambil menepuk-nepuk pundak Laisa. "Hati-hati di jalan ya..." ujarnya tepat sebelum raib dari jangkauan pandang.

Laisa yang tak beranjak hanya bisa memandangi air mineral dan sapu tangan itu bergantian. Merasakan gelora degup jantungnya yang tidak karuan. Apakah lelaki itu adalah takdir hidupnya?

Entahlah...

Liasa tidak cukup berani untuk berharap.

Bab terkait

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    03. Keluarga Salomon

    "Bagian mana diskusinya?"Lelaki itu melamatkan pandang, menyisir satu per satu orang yang berperan dalam acara perjodohan. Sudah amat terlambat kalau mereka mencabut berita itu sekarang. Lebih dari 200 perempuan mulai dari gadis hingga janda dari berbagai usia terlanjur mendaftar untuk berpartisipasi sebagai kandidat."Memangnya kau setuju kalau kita bicarakan dulu sebelum acara? Sekali-kali coba pikirkan perasaan Nada, dia butuh sosok ibu yang mendampingi tumbuh kembangnya," sahut wanita itu lembut. Ia tak merasa bersalah sedikitpun. Lagipula keputusannya bulat, ia akan membuat Avram menikah."Itu bukan urusan Anda, Nyonya Kim," Avram menyahut sinis. Tidak peduli sebesar apapun wanita itu berusaha mendekatkan diri, Avram tak akan pernah membuka hati. Ya, ia tak bisa melupakan pengkhianatan paling menyakitkan yang dilakukan Ayah-nya sebulan setelah sang Bunda meninggal dunia. Bagaimana bisa pria yang mengaku cinta setengah mati pada sang Bunda itu langsung jatuh cinta pada perawan c

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-24
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    04. Cinderella Satu Malam

    "Atas nama Laisa Putri Senja?"Suara Laisa tercekat di tenggorokan usai petugas resempsionis membacakan data dirinya.Mencoba peruntungan dengan nama sendiri, katanya?! Sialan, itu semua hanya sandirwara. Skenario tentang menggantikan dirinya yang dipaksa datang oleh Tuan Lesmana adalah bual. Reina memang mendaftarkan Laisa untuk berpartisipasi dalam acara perjodohan.Kalau sudah terlanjur begini Laisa harus bagaimana? Pulang dan memarahi Reina? Yang benar saja! Perempuan itu tak akan merasa bersalah. "Nona?" petugas resepsionis menuntut jawaban, "Apakah Anda Laisa Putri Senja?" ulangnya.Antrian panjang di belakang Laisa mulai bersungut kesal. Di sisi lain tiga orang petugas keamanan bertubuh kekar mulai mendekat. Dengan segenap ragu, ia menganggukkan kepala, "I-iya.""Ada masalah apa?" salah satu petugas keamanan bersuara garang, membuat Laisa terkesiap."Tolong antarkan Nona Laisa ke kursi nomor 39," petugas resepsionis menjawab tenang latas menatap lagi kepada Laisa, "Setelah sam

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-25
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    05. Es Krim

    "Ini punyaku!"Laisa yang sejak tadi tertawan pada hidangan penutup dan mengabaikan para perempuan berebut bocah langsung melingak. Tentu bukan hanya Laisa, suara melengking nan nyaring itu berhasil mencuri seluruh perhatian. Salah seorang bocah berwajah pucat tengah berusaha merebut es krim dari anak yang sepanjang malam ini menjadi primadona.Dari tampilannya, anak itu memang lebih cocok memegang peran sebagai Nada. Berpakaian modis dengan garis muka perpaduan Indonesia-Eropa. Melihat dari garis keturunan Avram, kemungkinan besar dialah anak yang seharusnya menjadi pemeran utama, penting untuk ditaklukkan oleh seluruh kandidat."Ini es krimku!" anak berpakaian modis menolak, meski sebetulnya mudah saja bagi dia mendapatkan es krim yang baru. Hanya perlu sedikit merengek, dan perempuan-perempuan yang sejak tadi mengitarinya pasti langsung lari mewujudkan keinginan itu.Namun, bagaimanapun anak-anak secara alami memang suka bertengkar merebutkan sesuatu. Dia ingin menunjukkan kekuasaa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-25
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    06. Akhir Pesta

    Namun, di luar dugaannya, dua jam terakhir itu terasa bagai neraka. Begitu memasuki ruangan pesta, Laisa menjadi pusat perhatian seluruh tamu undangan. Ratusan pasang mata itu tertuju padanya. Menyuguhkan tatapan sinis disertai cibir tajam. Entahlah, Laisa pribadi tidak mengerti alasan situasi ini terjadi. Dia mencoba tidak peduli. Mengalihkan perhatian pada ikan-ikan hias yang giat bermain di bawah ubin. Sampai ketika sepasang kaki berhenti tepat di hadapannya. Pantofel mengkilap yang membuat Laisa terpaksa menyeret ekor mata. "Tidak baca aturan acara, ya?" lelaki dengan garis wajah tegas itu dingin bersuara. Tatapannya datar, gigih menatap lekat iris mata Laisa. Tepat berada di tengah ruangan, Laisa resmi menjadi tontonan. Perempuan-perempuan itu secara naluriah melingkari mereka. Membuat Laisa meringis canggung demi mencairkan suasana. "Maaf, tapi... apa karena saya bawa anak tadi keluar? Saya sudah ijin pihak keamanan..." "Dan kau belikan dia es krim sembarangan?" tukas lela

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-02
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    07. Taksi Online

    "Halo?" Laisa sigap mengangkat dering ponselnya yang nyaring di dalam laju kendaraan. Perempuan itu baru bisa bernapas sedikit lebih lega. Keluar dari halaman mansion mewah milik keluarga Salomon dan mengamati penorama jalanan yang lengang. Akan tetapi ketentraman sesaat itu musnah begitu mendengar suara dari balik telpon genggam. Mata Laisa membulat sempurna. "Bu Laisa, saya hampir setengah jam di titik lokasi penjemputan. Mohon maaf ibu di sebelah mana, ya? Ramai sekali, Bu, di sini. Bisa tolong kasih saya tanda?" Sontak Laisa bangkit dari sandaran mobil guna mengamati sekitar. Ia panik bukan main kala lelaki yang memegang kendali kendaraan meliriknya dari spion atas. "Maafkan aku, Nona. Kau terlihat buru-buru dan aku tidak bisa menolak." Mata Laisa menyipit setengah ragu. Mengamati dengan saksama perpaduan antara suara dan sepasang manik mata itu. Tunggu dulu, Laisa tahu. Alih-alih berteriak dan mencari cara turun dari kendaraan, Laisa merangkak ke sela-sela kursi depan. Ia me

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-02
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    08. Hadir Tidak Terduga

    "Apa ada kejadian seru di pesta?"Reina yang sejak tadi hanya berpangku tangan memandangi kesibukan Laisa akhirnya bersuara. Dia sudah tidak tahan. Bagaimana mungkin perempuan itu bersikap biasa saja pasca dijebak Reina untuk menghadiri acara perjodohan?Yang semakin membuat Reina semakin penasaran adalah raut wajah Laisa yang cerah semringah. Sosok yang biasanya gampang ngomel hanya karena pelanggan sekadar mampir tanpa membeli barang, bersikap ramah pada semua orang. Entahlah, bahkan wajah datarnya seolah ditanggalkan pada suatu tempat.Sementara Laisa yang tengah disibukkan dengan kegiatan menghitung stok pakaian tak bisa menyembunyikan senyum. Ingatan soal lelaki sapu tangan bernama Gazza itu membuatnya gembira sepanjang waktu. Ia telah dibuat candu."Bisa dibilang begitu," sahut Laisa tanpa menoleh.Masih dengan mode detektifnya, Reina bertanya gamang, "Aku dengar pestanya bubar lebih awal. Kenapa?"Dalam hitungan detik suasana hati Laisa teralih. Bayangan pertengkarannya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    09. Selisih Pandang

    Habis sudah akalnya untuk merayu Laisa. Perempuan itu bersikeras mengulang-ulang jawaban yang sama. Sepatah alasan paling tidak logis yang pernah disampaikan Laisa sepanjang sejarah.Sambil sesekali memijat pelipisnya, Reina yang bersindekap dada itu membuang napas berat, "Sejak kapan kau percaya intuisi?""Aku tidak bisa, Rei," tukas Laisa menggeleng gigih."Kau hanya terbawa perasaan, Laisa. Situasinya terlalu mendukung, kau bertemu dengan dia pada titik terlemahmu, itu saja."Barangkali justru karena itu.Ia semakin sulit mengabaikan sosok Gazza yang begitu ramah dan lembut. Murah dalam tersenyum. Juga manis dalam bertutur.Segala komponen dalam diri Gazza berhasil memikat hati Laisa. Meski tanpa kepastian, walau dia sendiri tidak yakin kapan takdir mau mempertemukan, Laisa yakin keputusannya tepat. Ia tidak akan menikahi Avram."Mencintainya?" senyum memincing Reina mengembang, "Omong kosong, Laisa. Kau hanya kesepian dan dia ramah ke semua orang!""Apa yang membuatmu begitu marah

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • BUKAN KISAH CINDERELLA    10. Lantunan Sumpah Sakral

    Belum sampai Laisa mengambil keputusan, kabar pernikahan Avram lebih dulu tersebar di penjuru Nusantara. Satu perempuan misterius yang identitasnya dijaga dengan ketat. Ia mendapat mobil jemputan beberapa menit kemudian. Persis seperti tahanan, Laisa diringkus tanpa sempat mengelak. Ucapan Kim Sarang soal 'berhak menolak' rupanya hanya omong kosong semata. Pernikahan itu memang telah disusun secara mutlak sejak pengumaman pencarian calon pengantin wanita resmi dibuat. Dan seolah sudah sepakat, Reina hanya memandangnya dari kejauhan. Tanpa melambaikan tangan perpisahan, atau kalimat lain yang mengakhiri perjumpaan mereka. Laisa hanya bisa terduduk pasrah. Meratapi jalan hidupnya yang kian kacau berantakan. Usai bangkrut, menghadapi kematian kedua orang tua, serta terlilit hutang hingga bertahun-tahun lamanya. Tinggal selangkah lagi menuju kebebasan. Kurang satu tahap untuk menjemput cinta sejatinya. Ia terjerumus dalam pernikahan paksa yang dirancang oleh orang-orang kaya. Entah ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04

Bab terbaru

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    51. Akhir dari Segalanya

    Pesan perpisahan terakhir kali yang ditujukan kepada mendiang telah dihaturkan. Tangisan haru Kim Sarang terdengar paling nyaring dan menusuk relung jiwa. Tak ada yang bisa Laisa lakukan kecuali membelai lembut pundak wanita itu perlahan-lahan. Henry Salomon telah meninggalkan dunia. Avram mengantarkan satu per satu tamu yang pamit pulang. Sementara Nada tetap tenang berada di dekat Laisa sambil memperhatikan hilir mudik sekitar. Tentu tak ada sebutir air mata pun jatuh ke pipinya, sebab Nada tak pernah mengenal Henry Salomon dengan baik dan benar. Pria itu tak pernah menganggap Nada ada, terlebih keterbatasan kesehatan yang memaksanya untuk selalu berada di dalam kamar. Kematian Henry tak berpengaruh apapun di kehidupan Nada. Satu-satunya yang terpukul dalam situasi ini hanyalah Kim Sarang. Wanita itu tak berhenti meraungkan nama belahan hidupnya. Tentu Avram tak sampai hati melihatnya. Walau ia tidak terlalu peduli pada Kim Sarang, detik itu dia menyadari bahwa wanita itu tulus me

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    50. Tabiat Buruk dan Penangkal

    "Demi Tuhan, Leon, aku tidak tahu keberadaan Reina," rintih Laisa memelas, ia terus menggeliat supaya bisa membebaskan diri dari tali yang mengikat tangan dan tubuhnya."Kalian bertemu, Laisa," sinis Leon dari kejauhan, lelaki itu berselancar pada telpon genggam Laisa , berusaha keras mencari suatu pertanda."Lepaskan aku, Leon, atau aku...""Apa?!" teriak Leon kesal, lantas melempar ponsel Laisa sembarangan. Ia mendekat perlahan-lahan, "Atau apa? Suamimu tidak akan bisa menemukanmu, Laisa, kecuali aku yang membebaskan."Jarak mereka kian terpangkas, membuat napas Leon yang memburu itu menyapu wajah Laisa. Kemudian jari tunjuknya bergerak lembut seraya menuntun dagu Laisa mendongak. "Dan tak perlu repot soal mengugurkan kandungan, kau bisa terus diam dan bermalam di sini untuk menghapus jejak bayi itu selamanya," bisik Leon tajam membuat Laisa langsung berpaling geram."Kau memilih musuh yang salah, Leon," dingin suara Laisa menggema. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman Leon.Al

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    49. Tidak Ada Yang Sempurna

    "Apa menurutmu kalau kita pindah?"Pertanyaan itu diajukan tiba-tiba tepat ketika Avram baru masuk ke kamar. Lelaki itu membawa tablet pintar sambil menghampiri Laisa yang menghadap ponsel pintar di pinggir ranjang. Kalimat yang tentu membuatnya sontak mendongak, memandang Avram hingga mereka berhadapan."Pindah? Meninggalkan rumah utama?" mata Laisa membola, keningnya mengernyit heran.Sementara Avram hanya mengangguk singkat. Sudah lama sejak terakhir kali mereka membicarakan masalah rumah tangga. Satu bulan terakhir, kegiatan mereka padat merayap mengurus perusahaan. Jadi, tentu, masalah ini layak untuk lekas dibicarakan."Kau kepala keluarga Salomon, Avram, bagaimana mungkin meninggalkan bangunan ini begitu saja?"Avram mengambil duduknya, lantas meraih tangan Laisa, "Ada Ayah dan Nyonya Kim, kan? Atau kau lebih suka aku mengusir mereka?""Kau sudah berjanji tak akan melakukannya."Jawaban dari Laisa membuat Avram tersenyum hangat, ia membelai lembut rambut sang istri perlahan, "A

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    48. Menyudahi Hubungan

    "Apa maksudnya?" Kim Sarang memijat pelipis sambil bersuara lemah, "Menghapus Gazza dari keluarga Salomon? Tidakkah itu keterlaluan?"Avram masih dalam diamnya. Ia menyisipkan jemari pada sela-sela jari Laisa guna menenangkan diri dari amarah. Sementara Laisa tertunduk dalam, berusaha keras menghindari tatapan Gazza."Apa ini kesepakatan yang kalian buat berdua?" Henry Salomon ikut bertanya. Ia mencoba mencerna situasi dengan sudut pandang yang jauh lebih luas, "Nak Laisa? Apa kau terlibat dalam keputusan Avram? Apakah menurutmu itu bijaksana?"Mata Laisa sontak berlarian, ia terkejut bukan main. Kim Sarang yang tampak berharap cemas, sementara Henry Salomon yang menuntut jawaban. Laisa semakin erat menggenggam tangan Avram. Ia tak mampu menemukan jawaban.Laisa tahu, ia paham betul betapa Gazza mengatinya sekarang."Laisa mungkin akan menempati posisi Nyonya Kim begitu saya menjabat, dan atas kesepakatan kami, jauh lebih baik jika Gazza tak terlibat pada lini bisnis Salomon begitu say

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    47. Upacara Pelantikan Resmi

    "Aku akan memajukan hari pelantikan," Avram bersuara serak sembari membelai lembut rambut Laisa yang berbaring pada lengannya.Mereka menghabiskan hari yang panjang. Saling memuja, mendamba, serta menginginkan. Dan kalimat Avram yang terdengar menggantung di udara itu membuat Laisa mendongak."Setelah itu apa?" tanya Laisa, ia berusaha keras mencerna air muka Avram yang tegak lurus menatap ke depan."Menghapus Gazza dari garis keluarga."Sepersekian detik itu, Laisa tercekat. Sontak saja ia membuang pandang menjauh sambil bergerak bangkit dari tidurnya. Membicarakan Gazza dalam hubungan mereka tetaplah janggal, Laisa masih merasa getaran samar meski mulai melemah."Kau akan mengusirnya?" Laisa kembali bertanya, kali ini ia membungi Avram agar tak menyaksikan raut murka."Dia selalu ingin pergi, bukan?"Laisa berbalik, menatap manik mata Avram tidak mengerti. Mengapa tenang sekali? Sejak kapan Avram memiliki tabiat seperti ini?"Aku menyampaikannya sebagai bentuk percayaku, Laisa. Aku

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    46. Lantai Dua

    Nyeri, begitulah satu kata yang bisa menggambarkan situasi Laisa saat ini. Perempuan itu terbaring lemah di atas ranjang dengan air mata yang terus mengalir. Pedih, menyerahkan diri kepada Avram selalu terasa begitu sakit.Padahal lelaki itu pernah sebegitu lembut padanya. Sempat juga membuat ia merasa seperti diperlakukan sebagaimana istri normal. Tapi tidakkah semua itu hanya tipu daya? Tabiat buruk Avram soal amarah tidak akan pernah berubah.Bahkan sekalipun semua ini disebabkan oleh kesalahannya yang berselingkuh dengan Gazza, Avram tak berhak bersikap demikian. Dengan tenaga yang tersisa, Laisa memaksa dirinya bangkit dari posisi terlentang. Mencoba duduk meski tulang selangkanya enggan diajak kerjasama. Laisa mendesis kala kakinya berhasil menggantung di pinggir ranjang, kemudian mengedarkan pandang guna mencari helai-helai kain yang bisa melindungi tubuh bugilnya.Namun sial, Avram seperti tidak Sudi mengijinkannya berbusana. Bahkan secarik selimut pun tak bisa Laisa temukan.

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    45. Rumah Pinggir Pantai

    Laju kendaraan Avram bukan menuju rumah utama, melainkan hunian pinggir pantai miliknya. Ia harus memberi Laisa pelajaran. Menunjukkan akibat dari perbuatan kurang ajar yang Laisa lakukan.Dengan kemudi yang ugal-ugalan, Avram tak berhenti mendenguskan murka. Lelaki itu sesekali melirik tajam Laisa lewat spion atas. Tindakan yang membuat Laisa menciut pasrah dengan linang air mata.Pikiran Laisa campur aduk tidak jelas. Sembari merasakan nyeri di sebujur tubuhnya akibat tindak kasar Avram. Pada momen itu, Laisa bahkan tidak peduli jika harus meregang nyawa. Apapun murka Avram telah siap ia terima.Mobil terparkir usai mempersingkat perjalanan dengan kecepatan di atas rata-rata. Avram membuka pintu belakang lantas menarik kasar lengan Laisa. "Jalan yang benar!" titah Avram tegas, sambil menyeret Laisa serupa tawanan penjahat.Mereka sampai di depan pintu dengan sambutan debur ombak. Sedetik kemudian Avram menekan tombol sandi, dan langsung mendorong Laisa ke sofa begitu pintu terbuka.

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    44. Dini Hari Sebelum Pagi

    "Bu Midah? Mana Laisa?"Kening Avram mengernyit heran. Ia sudah mencari perempuan itu di kamar namun nihil bersua. Tapi jauh lebih mengherankannya lagi adalah kamar Nada, untuk apa Bu Midah berusaha menidurkannya?Dengan berat hati, Bu Midah memberikan isyarat agar Avram tidak menimbulkan kegaduhan. Nada butuh waktu terlelap, dan Avram terpaksa mundur perlahan sambil menahan rasa penasaran.Pesta bakar-bakar sebagai kejutan sudah disiapkan. Oleh-oleh yang ia bawa juga keluar dari bagasi mobil semua. Tapi apa yang terjadi selama Avram tidak ada? Kemana perginya Laisa?Enggan berlama-lama mengadu jawab dan tanya di kepala, Avram berusaha menelpon Laisa. Tetapi belasan kali pun ia mengulang hal yang sama, panggilannya tetap dijawab oleh mesin suara. Avram berdecak sengit, ia menganalisis berbagai skenario yang paling mungkin."Batalkan semuanya," titah Avram datar, rahang bawah langsung mengeras kala melihat sosok Tej berjalan ke arahnya."Mohon maaf, bagaimana, Tuan?" Tej memastikan. Me

  • BUKAN KISAH CINDERELLA    43. Anugrah Cinta Kasih

    Tidak munafik, pertemuan dengan Kim Sarang tentu menggunjang jiwa Gazza. Ia tidak tenang, mungkinkah Kim Sarang menyadari hubungan mereka? Wanita itu juga bukan tipe manusia yang berpegang teguh pada asumsi semata.Melihat dari tabiatnya, jelas, Kim Sarang telah menemukan bukti yang kuat.Di dalam kekalutannya, Gazza secara sadar menekan pedal gas menjauhi kota. Ia seperti sengaja mengalihkan perhatian pada kemudi alih-alih kalut pikiran. Gazza lari menjauhi fakta, bahwa hubungannya dengan Laisa merupakan sebuah kesalahan besar.Tapi Gazza bisa apa? Ia mencintai Laisa. Tak bisakah itu menjadi satu-satunya alasan untuk membenarkan? Toh kalau mau ditarik lebih jauh ke belakang, Gazza lebih dulu bertemu Laisa.Ia lebih dulu jatuh cinta padanya. Mereka layak untuk bersama dibanding dengan siapapun di dunia. Gazza dan Laisa adalah takdir yang sempurna.Tentu saja Gazza marah, kesal, murka, segala perpaduan emosional yang sejujurnya sulit dicerna. Apakah benar semua ini adalah kesalahannya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status