"Mhm?"
Bianca menyimak ucapan Clary sambil memasang antingnya di cermin. Ia tidak bereaksi banyak atas ucapan Clary tapi itu tidak berarti ia tuli. Bianca tau pernikahan macam apa yang hendak ia hadapi, suami macam apa yang akan ia nikahi. Bianca sangat tau kalau pernikahan ini bukan kisah romansa yang ketika ia menatap calon suaminya, bibit-bibit asmara akan langsung bermekaran di antara mereka.Tidak. Mustahil.Bianca sudah mencaritahu siapa Gerald Lagrave yang akan menjadi suaminya, dan dari penyelidikan Bianca, ia tau pria itu akan menjadi masalah lain di hidupnya--sebuah masalah baru.Gerald Lagrave adalah pria yang terkenal berkepribadian dingin dan kejam. Ia angkuh, garang dan secara menyeluruh, tidak menyenangkan. Tidak banyak rumor bertebaran tentang Gerald selain kalau dia adalah pria yang sudah mematahkan puluhan hati wanita. Dia bahkan dirumorkan gay karena sikap apatisnya terhadap lawan jenis.
Bianca sempat mengira pria itu benar-benar gay ketika melakukan penyelidikannya sendiri. Namun, setelah menelisik lebih dalam lagi, ternyata Gerald tidak gay. Lebih buruk daripada gay, Gerald sudah mempunyai wanita yang dia damba pagi dan malam, sosok yang akan selalu berada di benaknya ketika matanya terpejam dan terbuka.'Sialnya, kenapa aku harus menikahi pria yang mencintai wanita lain?' Bianca merutuk keki di dalam hati, tapi mempertahankan ekspresi santai di luar.'Aku harap dia tidak membenciku karena sudah menghalangi kisah cinta romantisnya...' adalah harapan Bianca ketika ia dibimbing menuju altar bersama ayahnya yang beraroma seperti tembakau dan tuxedo baru.Di seberang ruang, Gerald Lagrave dengan ketampanan yang mampu membuat wanita jejeritan dan mimisan, berdiri elegan dalam balutan tuxedo putih yang cemerlang. Pria itu--kendati mempunyai ketampanan yang tumpah-ruah--menunjukkan ekspresi yang tak ramah. Dia seperti menjelaskan situasinya kepada Bianca secara tersirat di sana, bahwa 'Aku benci berada di sini!'.'Aaah, ada apa dengan sambutan hangat itu' Bianca membatin pada dirinya sendiri. Di kepalanya, ia tiba-tiba mempertimbangkan ucapan Clarissa tentang melarikan diri.Haruskah ia melarikan diri ketika pria yang akan ia nikahi menunjukkan permusuhan dan kebencian yang begitu kentara di wajahnya? Pria itu..., dia terlihat seperti sosok yang akan memelintir leher Bianca kalau-kalau Bianca melakukan kesalahan. Itu menyeramkan.
'Jangan ketakutan, Bia. Jangan takut! Dia tidak lebih buruk daripada ayahmu! Dia hanya..., ahh, dia sangat tampan, bukan? Fokus saja dengan wajahnya, fokus dengan ketampanannya! Dia tidak menakutkan sama sekali.' Bianca meyakinkan diri setelah Gerald menyambut tangannya dan menuntun ia menghadap pendeta. Tangan mereka yang bergandengan langsung Gerald lepaskan setelah mereka sampai di depan altar.Pendeta memulai upacara pernikahan itu dengan membaca ini dan itu, Bianca tidak begitu menyimak karena sekarang isi kepalanya melalang-buana. Ia memikirkan masa depan yang harus ia tempuh ke depannya bersama pria yang akan menyandang gelar suaminya. Pria yang jelas-jelas tidak mencintainya.'Apakah baik-baik saja berdiri di rumah Tuhan dan mengutarakan ikrar palsu?' Bianca memikirkan itu ketika ia menutup upacara pernikahannya dengan sebuah persetujuan yang tidak menunjukkan kesungguhan."Sekarang, silakan mencium mempelai wanitanya.""Ha?"Ketika si pendeta berbicara, Gerald spontan memberikan reaksi garang. Ia menatap Bianca dengan keogahan terpatri jelas di wajahnya. Dia tidak menyembunyikan keengganannya sama sekali, si bajingan itu. Bianca meringis menahan malu."Sekarang..., kau bisa mencium mempelai wanita..." si Pendeta menunjukkan keraguan dalam ucapannya yang kedua, ia agak risih terhadap reaksi Gerald yang jelas-jelas iritasi terhadap perintahnya. Seakan-akan dia sudah memerintahkan sesuatu yang sangat nista.Si pendeta mungkin takut Gerald tiba-tiba memukulnya, karena demi Tuhan, Gerald seperti orang yang sangat haus darah di sana.
Tidak bisa dibiarkan, pikir Bianca.
Jika Gerald terus bereaksi keras, pernikahan ini akan menjadi cemoohan untuk keluarganya. Ayah mungkin akan marah besar juga. Jadi, memotong jarak di antaranya dan Gerald, suaminya yang tampan tersebut menunjukkan keterkejutan ketika Bianca menjadi lebih dekat di hadapannya. Aroma semanis bunga.
"Aku tau kau enggan, tapi ini diperlukan," Bianca berbisik di depan wajah Gerald.
"...""Hanya ciuman ringan, kau tidak akan mati." Bianca menambahkan sekali lagi.Mencoba mengontrol emosinya yang sempat melonjak naik, Gerald pun mengingat kembali alasannya berada di upacara bodoh ini, menikah dengan wanita yang tidak ia cintai. Ia menemukan kendali dirinya dalam sepersekian detik di sana setelah mengingat bahwa pernikahan ini tidak akan berlangsung selamanya, ia hanya melakukan bisnis saja.Tidak ada yang berubah di sini. Dia hanya menandatangani kontrak bisnis, ia tidak benar-benar menyerahkan hatinya kepada Bianca. Ia akan baik-baik saja karena semua ini tidak berarti apa-apa.
Ciuman ini juga, tidak memiliki arti apa-apa.
"Kyaaaa..." Pekik kebahagiaan yang bercampur dengan sorakan memenuhi ruangan. Para tamu undangan bersorak-sorai penuh keriuhan. Tidak tau sama sekali kalau di balik ciuman manis yang terjadi, si mempelai pria dan mempelai wanita menahan jeritan murka.
Bianca tidak menginginkan pernikahan ini terjadi.
Gerald tidak menginginkan pernikahan ini terjadi.
'Maafkan aku Tuhan, karena sudah berbohong di dalam rumahmu.' Bianca membuat permohonan dari lubuk hatinya yang terdalam, berharap agar Tuhan mengerti situasinya, tidak menghukumnya atas dusta yang sudah ia ciptakan dengan senyum palsu yang elegan.
***
"Luar biasa, mulai hari ini aku adalah Bianca Lagrave." Bianca berbicara pada pantulan dirinya di cermin. Pesta pernikahannya yang megah dan meriah telah berakhir dengan aman sentosa. Ayah Bianca, Warren Dawson memuji Bianca karena sudah terlahir sebagai wanita jelita. Berterima kasih karena Bianca sudah menjadi puteri yang berguna. Bianca membalas ucapan Warren dengan senyuman, tapi di dalam hati, Bianca tidak tau apakah ia menyukai pujian itu atau tidak. Yang Bianca inginkan adalah, Warren menepati janjinya agar membiarkan Clarissa melanjutkan pendidikannya. "Kau tidak perlu mencemaskan Clary, dia akan berangkat ke Stanford minggu depan, sesuai harapanmu." Ucapan Warren hari itu seperti angin segar bagi Bianca, ia merasa ketegangan yang melandanya, segala beban di kepalanya, telah tersapu bersih. "Kau hanya perlu menjadi istri yang baik di sini dan layani suamimu seperti dia adalah raja. Kau tidak mau kerja sama kami batal hanya karena kau tidak kompeten sebagai istri, kan?" "Ak
Pernikahan atas nama bisnis seharusnya bukan hal yang tabu dan asing lagi. Beberapa orang dan perusahaan melakukan kerja sama melalui pernikahan demi memperkuat ikatan bisnis mereka, dan itu adalah kewajaran. Demi menghindari ditikam dari belakang, demi keamanan mutlak dan demi-demi yang lain. Pernikahan seperti ini bahkan sudah dilakukan sejak ratusan tahun silam, jauh sebelum Christopher Columbus menemukan Amerika. Jauh sebelum peradaban semaju sekarang. Gerald yang sudah bekerja di bawah ayahnya selama ini seharusnya mewajarkan pilihan ayahnya yang menggunakan pernikahan untuk mengamankan kerja samanya dengan keluarga Dawson. Lagipula, pemimpin keluarga Dawson adalah pria yang sangat liar dan tak terbaca. Tidak hanya licik dan berbisa, perangai seorang Warren Dawson juga terkenal busuk luar dalam, sulit memastikan kerja sama ini akan berujung membawa keuntungan kalau dia tidak dijinakkan. Kerja sama di atas kertas tidak cukup untuk mengendalikan pria arogan gila uang itu. Mereka
Bianca melenggang menuju kamarnya, santai seperti biasa. Beberapa meter di depan Bianca, Gerald melangkah tergesa-gesa. Ada banyak amarah tersirat dari gesturnya, tapi Bianca tidak peduli. Bianca tidak salah sama sekali. Kalau ada yang harus disalahkan, maka itu adalah keteledoran keluarga Lagrave yang sengaja mengabaikannya. Sialan, apa ini masih di SMA? Bagaimana bisa mereka membully-nya dengan tindakan kolot itu?'Jika Ayah tau aku diperlakukan seperti tadi, dia akan menjemputku pulang dan meninggalkan para bajingan ini sendirian.' Bianca membatin sambil mengingat ekspresi kejam seorang Warren Dawson. Ayahnya mungkin pria gila yang terobsesi pada pekerjaan, tapi dia sangat menjaga nama baiknya. Bila dia tau darah dagingnya diperlakukan dengan hina, dia akan sangat marah. Bukan berarti dia menyayangi Bianca sih, lebih kepada dia sangat menjaga nama baiknya sendiri.Dijemput pulang mungkin opsi yang menyenangkan, tapi itu tidak berarti aman. Clarissa masih harus berkuliah, Bianca tid
Mengenang kembali mengapa Bianca harus menikah dengan si bajingan Gerald Lagrave, semuanya bermula ketika Warren Dawson pulang ke rumah dengan senyum lebar terpatri di wajahnya. Pria itu begitu ceria sampai-sampai ia memberikan kecupan kuat di kening Bianca dan kening Clarissa. "Sempurna, sangat sangat sempurna! Kita akan menjadi bagian dari keluarga paling besar di Richmond, Clarissa!" Warren menangkup pipi puteri bungsunya tersebut seperti menangkup permata, sentuhannya penuh kehati-hatian, takut sosok Clarissa akan retak di dalam sentuhannya. "Ayah sepertinya begitu bahagia, apa yang terjadi?" Tidak seperti Warren, Bianca merasakan firasat buruk merayap di tulang belakangnya. Membuat ia menjadi sangat waspada. Sosok Clarissa ia tarik ke balik punggungnya. "Ah, benar juga. Bianca, Bianca..., kau sebaiknya mempersiapkan dirimu untuk event sangat besar yang akan segera terjadi." "Ya?" "Keluarga Lagrave," kata Warren, suara
"BIANCA DAWSON!" Seruan Gerald mengheningkan suasana, mencekamkan atmosfir teduh di sore hari itu. Tidak ada suara menginterupsinya, seakan-akan seluruh waktu terjeda. Gerald berseru keras dengan amarah yang sudah memenuhi ubun-ubunnya. "Jaga ucapanmu!" tekannya, tatapan meruncing berbahaya. Peringatan yang keluar dari bibir Gerald seperti sebilah pisau tajam, nada suaranya dingin dan menikam. Gerald sangat marah, tapi Bianca yang menatapnya seperti memantulkan kemurkaan yang sama. "Lihat..." Bianca mendudukkan dirinya kembali, tangan mengipasi wajahnya yang memerah karena emosi. "Apa aku yang memulai ini?" "Bi-Bianca..., aku tau kau sangat marah, tapi menuding Gerald sebagai pedofil adalah tindakan yang keterlaluan. Kau tidak seharusnya mengatakan itu pada suamimu." Erina mencoba mendamaikan dua suami istri yang baru saja bertikai sengit, tapi..., sebagai tanggapan untuk kelembutan suaranya, ia menerima lirikan kesal dari Bianca. "Jangan ikut campur, Erina. Apa kau konseling pern
Hari ketika Bianca mengkritik pelayanan di rumah keluarga Lagrave adalah hari ketika perubahan besar-besaran mulai dilakukan di rumah itu. Tidak hanya meja makan yang menjadi panjang dan mampu menampung hingga sepuluh orang, kini sofa di ruang tamu, ruang keluarga, bangku di balkon bahkan bangku di taman, berubah ukuran. Bianca takjub pada perubahan itu, tapi ia tidak merasa segala hal perlu diubah, jujur saja. Seperti bangku di balkon saja, tidak semua mereka akan pernah berkumpul di sana, karena itu, perubahan tidak perlu dilakukan. Namun, malas memperpanjang masalah, Bianca memilih diam dan menikmati satu-persatu tirai di rumah itu terganti dengan warna baru. "Rasanya seperti pergantian musim," kata Bianca, dia berbicara pada Junie yang berdiri di dekatnya. Nyaris satu minggu Bianca menjadi menantu di rumah itu dan meskipun satu minggu sudah berlalu, Bianca masih merasa seperti ia baru sehari di sana. Sofa-sofa dan tirai di rumah ini bisa
Sebuah keajaiban terjadi hari ini. Keajaiban yang tidak menyenangkan sama sekali..., karena, mengapa Gerald ikut menemaninya mengantar Clarissa ke bandara? Bianca merasa, semangatnya yang 100 persen, terpangkas 20 persen begitu Gerald berada di sisinya. Bianca tau kalau Gerald tidak mau menemaninya ke bandara dan itu sangat terbaca dari ekspresi muak pria itu yang kentara. Bianca tau Gerald tidak mungkin akan menjadi pria baik hati yang mengantar istrinya bepergian, jadi, siapa yang sudah usil di sini? Apa Melisa? "Kgh," Bianca mau mengacak rambutnya habis-habisan karena frustasi, tapi melakukan itu hanya akan membuat rambutnya berantakan. Junie akan membunuhnya kalau dia melakukan itu. Bianca masuk ke mobil Gerald dan menghela napas panjang-panjang. Gerald yang berada di sisinya seketika melemparkan tatapan penghakiman. Mengapa gadis itu bersikap seperti berada bersama Gerald adalah hukuman? Apa dia tidak tau seberapa banyaknya wanita
Setelah berpisah dengan Clarissa di bandara, Bianca merasakan kehampaan luar biasa. Kesedihan yang melingkupinya membuat ia hening sepanjang perjalanan pulang, Gerald--untungnya--tidak memancing emosinya lagi dengan perdebatan yang tidak penting. Pria itu bungkam, tampak mempunyai banyak beban pikiran. Bianca tidak tau apa, tapi dia tidak begitu peduli juga. Setiba di rumah, Gerald yang berekspresi muram langsung bersemangat saat melihat Erina menyambutnya di ruang tengah. Intonasi suaranya turun beberapa oktaf, lemah, lembut, dan bersahabat. Bianca menatap interaksi mereka sejenak sebelum berlalu dan menuju kamarnya di lantai dua. Bianca hanya ingin tidur dan melupakan realita kalau sekarang, ia jauh dari Clarissa. Ia tidak mempunyai sosok yang mampu menjadi pelipur laranya berada di dekatnya. Ia tidak memiliki siapa pun sekarang. Ia... "Bia..." Samar-samar, sapaan seseorang menyapa telinganya. Memanggil ia yang entah bagaimana, berada di anta
"Apa?" tanya Bianca, delikan matanya menyerang Gerald yang nampak kesusahan menahan senyuman.Iya, Gerald Lagrave yang terkenal dingin dan tak berperasaan itu sekarang cekikikan di sampingnya, meliriknya dengan tatapan jenaka yang menggoda. Jika saja Bianca tidak sedang kesal dengan Gerald, dia mungkin akan menganggap ekspresi pria itu begitu menawan dan memukaukan sekarang. Namun...Namun...Kekesalannya terhadap pria itu lebih mendominasinya, dan kekesalan tersebut bukan muncul tanpa alasan.Gerald Lagrave, suaminya yang memiliki energi dan stamina layaknya binatang buas di hutan sabana, sudah mengerjainya kemarin pagi, kemarin sore, kemarin malam dan oh, jangan lupakan tadi pagi juga. Dia terlalu bersemangat, demi Tuhan, dan semangatnya itu menakutkan.Permainan yang awalnya menyenangkan bagi Bianca, sesuatu yang menurutnya luar biasa, sekarang berubah menjengkelkan dan sangat melelahkan. Itu berubah menakutkan.Bianca jengkel setengah mati karena Gerald susah dibuat berhenti!Apa
"Kalian dari mana?"--merupakan pertanyaan yang menyambut Bianca dan Gerald begitu mereka sampai di rumah. Si penanya--Erina--berdiri di ruang tamu, menyambut mereka dengan penampilan yang begitu segar dan mengagumkan. "Kami baru saja selesai berjalan-jalan," Gerald berujar sambil merangkul Bianca rapat ke arahnya. Rangkulan itu pula membuatnya berujung disikut. Bianca masih kurang nyaman melakukan kontak fisik dengan Gerald, ia merasa nyalinya melunak dan jantungnya akan meledak. "Awww, kalau aku tau kalian akan berjalan-jalan, aku akan ikut." Erina mengerucutkan bibir. "Aku sangat suka jalan-jalan pagi." "Kau masih bisa jalan-jalan," Bianca menimpali. "Sekarang masih jam setengah tujuh, bukan? Gerald..., kau mau menemani Erina?" "Huh?" reaksi Gerald menyiratkan keterkejutan dan sedikit..., penolakan? Dia nampak tidak menyukai ide tersebut. "Aku baru saja berjalan-jalan denganmu. Aku berencana tidur kembali setelah ini." "Tidur lagi?" "Aku kurang tidur semalam." Semalam, ya? O
"Ugh..."Langit masih gelap di luar sana ketika Bianca terbangun dari tidurnya. Waktu menunjukkan pukul 5. Ketika ia seharusnya kembali memejamkan mata, tidur dan membiarkan hangat selimut dan lengan Gerald melingkupinya, Bianca malah memutuskan bangun.Ia beranjak perlahan-lahan dari posisi berbaringnya, berusaha lepas dari dekapan Gerald tanpa membangunkan singa tidur tersebut.'Sialan,' pikir Bianca. Nyeri di ototnya, merah di kulitnya, membuat Bianca bertanya-tanya kegilaan macam apa yang sudah terjadi semalam? Apa yang sudah ia lakukan sampai memancing Gerald menciumnya dan menuntun mereka ke dalam pergelutan buas yang kalau Bianca ingat-ingat kembali, sangat memalukan?'Gerald adalah binatang,' Bianca sangat yakin sekarang.Pria itu mungkin mempunyai wujud manusia dengan raut tampan yang memukau dan mempesona. Namun, di balik ketenangan yang rautnya tunjukkan, ada binatang bersemayam di tubuhnya. Dia begitu liar dan tidak tau kapan harus berhenti. Tidak, mungkin dia memang tidak
Mungkin karena terlalu asik dengan dunia menggambarnya, Bianca tidak menyadari sesosok pria yang kini berdiri di depan pintu kamarnya, memantaunya. Atau, mungkin karena musik yang menyumpal kupingnya juga, Bianca tidak mendengar dan menyadari kedatangan pria itu.Pria itu--atau tepatnya--Gerald Lagrave."Dan di sini aku menembus badai salju karena mencemaskannya sendirian." Gerald menghela napas panjang.Di hatinya, ia merasa lega melihat Bianca baik-baik saja sendirian di kamarnya. Sebelum ini, Gerald mencemaskan Bianca, takut gadis itu akan diliputi kesedihan karena kesepian. Habisnya, siapa yang bisa berbahagia ketika di hari orang-orang berparade di pusat kota dengan senyum sumringah ceria, dia malah terjebak sendirian di kamarnya tanpa teman untuk diajak bicara.Setelah mendengar kabar Bianca tidak pergi kemana-mana, Gerald segera meninggalkan pesta alumninya. Perjalanannya pulang sempat terhambat karena salju yang menumpuk tebal di jalanan. Ia tidak mempunyai pilihan lain selain
Pergantian tahun tinggal hitungan jam lagi. Ketika orang-orang kerap berkumpul di pusat kota, merayakan tahun baru dengan kembang api yang menghiasi angkasa, berkumpul dengan keluarga, pergi ke restoran dan menikmati beragam hiburan, Bianca Lagrave--malangnya--terjebak di mansion keluarga Lagrave karena badai salju yang terjadi di luar.Alih-alih bergembira dan berpesta, ia terjebak di kamarnya, menatap langit-langit kamar dengan satu mug cokelat panas tergeletak di atas meja. Sendirian tanpa Junie, karena pelayannya itu mengambil cuti akhir tahun.Di luar kamarnya pun, mansion keluarga Lagrave begitu sunyi karena Melisa dan Roman Lagrave berangkat ke Newyork untuk merayakan tahun baru bersama kolega bisnis mereka di sana. Olliver, Erina dan Gerald di sisi lain, menghadiri selebrasi tahun baru yang dirayakan teman alumni sekolah mereka.Bianca--sebenarnya--bisa saja menempeli Gerald dan ikut menunjukkan wajahnya di pesta tersebut. Namun, demi mengikuti rencananya yang ingin menjadi 'i
"Mau bagaimana lagi," adalah gumaman Bianca begitu ia masuk ke kamarnya dan menemukan pot pemberian Liam sudah pecah di lantai.Junie berada di lokasi pecahan tersebut, mata bergetar gugup. Setelah Bianca datang, Junie langsung bersimpuh di kakinya penuh drama, memohon ampun karena sudah tidak sengaja memecahkan hadiah natal Bianca."Aku tidak sengaja menyenggolnya ketika sedang membersihkan meja, Miss. Bia. Aku sudah bersalah. Maafkan aku, aku tidak tau mengapa aku bisa selalai ini dalam bekerja. Aku benar-benar berdosa..."Bianca ingin marah, sebenarnya. Mengingat pot tembikar pemberian Liam adalah sebuah mahakarya yang hanya ada sedikit di dunia.Pot tersebut mungkin berharga puluhan juta dan sangat berarti bagi Bianca juga, karena itu adalah hadiah dari sahabatnya. Namun, bagaimana bisa ia menyalahkan Junie ketika wanita itu mengaku tidak sengaja?Ketidak-sengajaan bukanlah kesalahan. Terkecuali ia melakukannya berulang-ulang, dan ini adalah kali pertama Junie melakukan kesalahan.
Gerald berniat mengajak Bianca makan siang bersama di luar hari ini.Di pikiran Gerald, atau lebih tepatnya, dari jawaban yang ia temukan di internet, Gerald menemukan jawaban kalau keakraban dapat terjalin tergantung seberapa sering dua orang menghabiskan waktu bersama, bertukar obrolan dan terbuka pada satu sama lain.Bukan berarti Gerald adalah pribadi tolol yang tidak tau cara bersosialisasi. Namun, bersosialisasi dalam bentuk formalitas dan bersosialisasi untuk mendekati wanita adalah dua hal yang berbeda.Gerald ingin menerapkan pengetahuannya tersebut pada proyek yang akan ia jalankan mulai hari ini. Sebuah proyek yang ia namakan sebagai 'Meruntuhkan tembok pertahanan Bianca', sebuah awal dari masa depan mereka yang sudah berdamai.Gerald berniat mengajak Bianca keluar, tapi ketika ia masuk ke kamar Bianca, ia dihadapkan pada realita yang tidak berjalan sesuai ekspektasinya. Bianca, dalam keadaan bertiarap di tempat tidur, terlelap tanpa melepaskan mantelnya. Surai hitam ikalny
'Akhirnya...'Suara batin Bianca tertuang jelas dalam ekspresinya. Kelegaan menyeruak di dadanya, terima kasih pada pemandangan mansion keluarga Lagrave yang kini berada di depan hidungnya. Akhirnya, pikir Bianca, ia bisa kembali ke kamarnya pribadi, jauh-jauh dari suaminya yang bersikap unik dan terus-terusan menggodanya.'Hanya karena kami menghabiskan malam panas bersama...' Bianca membatin lalu ingin membentur kepalanya ke dinding. Tidak peduli seberapa keras ia ingin menyepelekan perihal itu dengan melabelinya sebagai 'Hanya'. Ingatan ketika ia merintih gerah di bawah Gerald muncul di benaknya, mempermalukannya. Bagaimana bisa bersikap sevulgar itu?"Gerry..., kalian akhirnya kembali." Menyambut Gerald dan Bianca, Erina muncul dengan cengiran manis yang menyegarkan mata. Bianca segera menapak selangkah lebih jauh dari Gerald yang sejak tadi menempeli punggungnya. Ia merasa risih memamerkan kemesraan yang hei, apa ini kemesraan?Bianca tidak tau apa pun, demi Tuhan. Ia hanya tidak
Sebelum Bianca bertemu muka dengan Gerald, pria yang dirumorkan akan menjadi calon suaminya, reputasi pria itu sudah mencapai telinga Bianca terlebih dahulu. Bahwa, Gerald Lagrave adalah pematah hati wanita, balok es yang mengambang di lautan antartika, ketampanannya mengintimidasi, tatapannya membekukan nyali.Bianca--sejak awal--selalu memandang Gerald berdasarkan imej pria itu.Setelah mereka menikah pun, Bianca menyadari kalau reputasi Gerald bukan sekedar omong besar orang-orang. Gerald memang pria dingin dan paling menyebalkan, dia juga pria bengis dengan sikap mengiritasi.Gerald adalah pria minim ekspresi dengan kepribadian yang tidak menyenangkan. Bianca sudah tidak meragukan itu lagi. Tidak sampai ia melihat pria itu tertawa riang begitu tubuhnya melayang di udara, melakukan bungee jumping dengan senyuman lebar mekar di paras batunya.Bianca berpikir, 'Oh, Gerald ternyata bisa tertawa juga!'. Lalu, ia memperhatikan kedekatan Gerald dan Erina, Bianca melihat Gerald kerap ters