"Mas ... sepertinya, kamu terlalu berlebihan menanggapi hal ini. Kita tidak bercinta baru dua malam? Tapi, entah kenapa ekspresimu seperti tidak melakukannya selama setahun?" Suaraku bergetar. Aku takut dengan nya tetapi aku juga tidak mengerti dengan sikapnya ini. "Diamlah, Mala. Ikuti saja keinginanku." Nada dingin, dengan penegasan yang begitu mutlak."Tidak ... kita tidak akan pernah lagi bercinta kalau kamu masih mau dengan teorimu yang tidak lazim itu!" tegasku. Sementara dadaku masih berdebar sangat keras. Kapas bekas pembersih wajah kusapukan bolak-balik ke telapak tangan, untuk mengurangi rasa takut serta gugup." Baiklah. Aku tidak butuh izinmu, Mala ... selama ini, yang kau lihat dariku cuma kebaikan saja bukan? Apa, kau ingin lihat juga kemarahanku, kekerasanku?" tiba-tiba saja, telapak tangannya sudah menjepit rahangku dengan keras.Jantung seakan berhenti berdetak."Ma ... Mas ..." Aku sungguh tidak percaya ia akan berbuat begini."Aku ini, suamimu! Dengar itu, 'suami
"Nanti malam kita akan pergi ke pesta yang di selenggarakan oleh perusahaan. Berdandanlah yang cantik. Sekitar Jam tujuh malam aku akan menjemputmu." Begitu kata Mas Pandu melalui via telpon siang tadi saat aku lagi bermalas-malasan di atas ranjang. Ya pagi tadi semuanya sudah kembali membaik di antara kami.Seperti biasanya ia yang selalu bangun lebih dulu bersikap jauh lebih manis. Menyiapkankan sarapan kesukaanku lalu ia memohon maaf atas sikapnya tadi malam.Apa yang bisa kulakukan selain memaafkannya. Sudah kubilang aku orangnya memang segampang itu, tidak akan pernah bisa berlama-lama marah pada seseorang. Apalagi ia adalah sosok tempat hati dan hidup ini bersandar.Walau setelah dipikir lagi, hati kecil ini begitu sangat yakin, kejadian yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah sesuatu yang harus dianggap enteng. Ketakutan itu masih ada. Keraguan apa lagi, tetapi logika seakan memaksa untuk berhenti berprasangka negatif."Tanamkan dalam logikamu kalau semua itu hanya mimpi. Jang
Aku bergeming. Entah kenapa tubuh ini terasa kaku. Bahkan untuk membuang pandangan pun rasanya tidak mampu. Aku benar-benar terasa membeku. Entahlah ...aku begitu gugup, ditatap oleh orang yang sepertinya menyimpan energi hipnotis dalam sorot matanya itu, kemisteriusan terlihat sangat nyata dalam dirinya. Tidak bisa dipungkiri wajah yang seperti memiliki campuran garis timur tengah itu cukup sedap untuk dipandang. Pantas saja para gadis-gadis itu tadi sangat bersemangat. Dari jarak yang tidak terlalu jauh aku bisa melihat bentuk wajah itu. Mungkin gambaran seperti tokoh-tokoh pemain utama di novel-novel atau film-film luar. Aku pikir begitu. Alis tebal yang saling bertaut. Mata yang seperti dibilang tadi begitu tajam dengan sorot sedingin es. Hidung mancung selaras dengan bibir tipisnya yang kecoklatan. Lalu ... Rahang tegas itu, hingga bawah dagu ditumbuhi bulu-bulu kasar yang tidak terlalu tebal, Tapi sangat jelas. Berkulit sawo matang dengan tubuh menjulang y
"Benarkah? Wanita serapuh dirimu? Secantik ini? Kamu, ingin jadi pembunuhku? Baiklah ... Aku akan menyerahkan diriku padamu sekarang. Ayo ... wujudkan keinginanmu itu ...."Suara berat, terdengar begitu datar dan tenang. Tetapi mengandung nada ejekan.Tatapan tajam berbahaya itu, melemaskan segala persendianku.Aku berharap saat ini juga ada keajaiban yang akan membuat ragaku menghilang dari hadapan bongkahan es ini. Aku tidak sanggup menghadapinya.Mana keberanian yang aku lontarkan tadi? Aku ingin membunuhnya! Benar, itu tadi yang kukoarkan dengan sangat percaya diri."Kenapa? Secepat itukah pikiranmu berubah?" kekehan geli nan arogan membising di telingaku.Aku berusaha tidak menghiraukan kekehan yang lagi-lagi familiar di telinga. Suara beratnya itu juga seakan kembali mengingat pada peristiwa di suatu malam yang kata suamiku hanyalah mimpi.Aku begitu jijik dan benci dengan lelaki ini, tapi kenapa setiap yang ada pada dirinya itu terasa aku sudah lama mengenalnya.Lalu dariman
"Siapa, Kau?!" Aku meronta kasar, ketika jemariku menemukan sesuatu yang kasar ... Tiba-tiba tanganku kembali ditekan kuat ke kasur."Tentu saja, aku adalah seseorang yang selalu memberikanmu kenikmatan setiap malam, Nirmala ...."Sepertinya badai di luar belum berhenti, gorden jendela tersibak kasar. Cahaya kilat menyambar masuk melalui ventilasi kamar. Dan sekilas menyoroti wajah yang sedang kuraba.Aku membeku. Namun, kesadaran dengan cepat mendatangiku, sekuat dengan sekuat tenaga kudorong tubuh keras yang sudah menindihku itu.Aku berhasil membuat seseorang itu beranjak dari tubuhku. Tidak. Sepertinya ia yang memberikanku kesempatan untuk bangun. Secepatnya kutarik apa saja yang memungkinkan menutup diriku yang polos, kalau secepatnya berlari ke tombol lampu dekat pintu.Lampu menyala, menerangi seluruh kamar.Mataku seakan melompat dari rongganya ketika melihat seorang berbaring santai di atas ranjang suci pernikahanku, setengah telanjang dengan menjadikan lengannya sebagai tu
"Puas rasanya menikmati dirimu dalam keadaan terang begini, Nirmala. Aku seakan tidak bisa berhenti ... kau, benar-benar telah memaku hasratku ... kau satu-satunya, Nirmala."Mr. Giantara ... ia benar-benar bajingan.Ia sudah selesai denganku. Sekarang mata letih ini menatap sayu ke arahnya yang sedang memakai pakaian dengan seringaian misterius terpancar di wajahnya itu."Malam ini, begitu luar biasa, cantik ..."Begitu katanya, ia duduk ditepian ranjang setelah selesai berpakaian. menyibak rambutku yang dari tadi menutupi setengah wajah serta dada.Aku bisa apa? hanya terbaring tidak berdaya di atas ranjang ini. Air mata pun sepertinya sudah enggan untuk menetes. Aku benar-benar kosong, seperti terdampar di lembah keputus asaan."Mana janjimu tadi, tolong lakukan sekarang ..."Aku sedikit kagum dengan mulutku ini, ternyata masih bisa melontarkan kata-kata walau begitu lirih.Ia menunduk, lalu ceruk leherku kembali merasakan nafas hangat terkutuknya itu. Bibirku kembali jadi sasaran
"Nirmala!"Gunting ini hampir saja menusuk tepat di jantungku. Tetapi sungguh sial, gerakan secepat kilat dari lelaki mengerikan itu menghentikan semuanya."Jangan pernah! Jangan pernah, kau lakukan ini!" Ia mencengkram kedua tanganku dengan sangat kuat.Matanya menyorot tajam. Rahangnya itu mengetat keras."Kenapa? Kenapa aku tidak boleh melenyapkan diriku sendiri? Hal yang paling kuinginkan saat ini adalah mati. Kau tahu itu?!"Aku berteriak keras. Airmataku berjatuhan, seiring dengan tubuh polosku yang lunglai dan jatuh dikaki panjangnya."Tentu saja, tidak boleh, Nirmala. Selama aku masih menginginkanmu, bahkan malaikat maut pun tidak akan berani mendekatimu!"Astaga ... benar-benar menakutkan orang ini. Karakternya mirip sekali dengan mafia-mafia jahat di dalam cerita."Kenapa? Kenapa harus aku? Aku tidak sanggup menerimanya ... apa salahku ...?"Aku meraung sejadi-jadinya. Sementara ia mulai bersimpuh, mensejajarkan dirinya denganku."Tolong aku ... kalau aku tidak boleh membun
Aku tidak tahu akan bersikap apa pada serigala berbulu domba ini, apa aku akan mengamuk, meratap, dan meluapkan segala kemarahan kehinaan yang menggumpal di dalam dada.Ya Tuhan ... kenapa aku selama ini begitu polos. Apa ketampanan wajahnya itu yang telah membuatku gelap mata dan begitu bodoh? Sehingga aku menuruti segala kata-katanya tanpa ada rasa curiga.Katakanlah kalau aku menuntaskan amarahku sekarang. Lalu setelah itu apa? Teringat kata bajingan yang satunya lagi, Mereka tidak akan melepaskanku.Lalu hati kecilku memberi pilihan lain ...Aku mati-matian menanggapi reaksi lelaki yang telah melakukan tindakan tiada batas itu kepadaku_Ia adalah penjahat sesungguhnya lebih berpuluh kali lipat jahatnya dari sang Mr G- dengan senyuman manis yang kubuat-buat. "Kenapa, masih main ponsel. kamu tidak lelah?" Sudah pasti pertanyaannya itu mengandung nada penuh selidik."Iya, Mas lelah sekali. Tetapi Barusan ponsel berbunyi. Eh ternyata Dara yang chat. Katanya dia mau berkunjung beso
"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah m
Pov narator ( Bagian akhir) "Kalau kau terus saja melakukan ini, bisa-bisa bayi kita lahir prematur...." Lirih ucapan Nirmala di sela helaan nafas memburu, seluruh tubuhnya tidak lagi memiliki tenaga, pasrah ketika sang suami mengangkat dirinya untuk menyingkirkan seprey yang telah basah oleh cairan cinta yang berasal darinya. Giantara terkekeh senang, setelah kain putih itu teronggok di lantai sepenuhnya, ia kembali meraup tubuh polos istrinya ke dalam pelukan, mengecup pucuk kepala dan dibagian manapun ia suka, jemarinya pun membelai perut buncit yang terasa masih menegang akibat pelepasan beruntun yang di alami wanita itu. "Nggak lah sayang, justru bayi kita akan semakin kuat dan lincah, lagipula kan dokter menyarankan jika di trimester terakhir ini kita harus sering melakukannya," Giantara mengusap sisa-sisa keringat yang masih menempel di sekitar wajah Nirmala, merapikan rambut panjang yang lembab, menyatukan ke belakang hingga dada dan leher seputih pualam dan sehalus sutera
Tidak dapat kuhindari, lengan kekar itu telah meraup tubuhku ke dalam dekapan dadanya, dan dapat terdengar jelas gemuruh hebat dari dalam sana, helaan nafasnya pun begitu berat begitu sesak terhempas di pucuk kepala. Ia mengecup berkali-kali di ubun-ubun, memeluk begitu erat seakan kami tidak berjumpa bertahun-tahun. "Pergilah Joana, aku mohon bawa putrimu, biarkan dia hidup dengan tenang di sisiku ... aku siap menerima hukuman apapun karena telah mengusir anakku tapi sungguh aku tidak bisa ditinggalkan oleh wanita ini," Ia bicara putus-putus di tengah helaan nafasnya yang memburu.Aku terbungkam, yang tadi hendak membebaskan diri dari pelukannya yang memabukkan menjadi tidak bisa lagi menggerakkan otot-otot tangan. Ia tengah menyeruak pada ceruk leherku, begitu terasa nafas berat terhempas membelai, seiring pelukannya yang kian mengetat, lalu kulitku menemukan rasa hangat yang lain tersebab tetesan air matanya. Aku termenung, tidak lagi mampu bicara atau melakukan sesuatu, seme
Seperempat jam sejak panggilan di ponsel itu, suara kedatangan mobil telah terdengar menderu. Aku yang memang sengaja menanti kedatangannya di balkon melihat kendaraan tersebut diparkir asal di perkarangan. sekejap kemudian lelaki itu telah mengeluarkan diri dari sana, menghempas pintu mobil dengan kekuatan penuh lalu langkah panjang setengah berlari membawa tubuhnya dengan cepat memasuki rumah.Hitungan menit dia sudah muncul di kamar yang begitu kacau, barang-barang Joanna berserakan dan barang-barangku masih belum selesai mereka kemas. Raut pria itu begitu mengeras, denyut di rahangnya nampak begitu kentara, sesaat matanya menyapu seluruh ruangan beserta isinya membuat mereka yang masih berusaha nampak mengkerut ketakutan dan menegang, setelahnya tatapan tajamnya itu hanya tertuju padaku meminta penjelasan."Sayang ...." Suaranya berat dan tercekat, aku tahu dia tengah menahan amarah yang amat sangat.Sekejap dia telah merengkuhku, membawa tubuhku tenggelam dalam pelukannya, gemur
"Mari kita buktikan, Kak. Apa memang yang kau katakan itu benar. Jika iya, dengan suka rela aku akan pergi dari kehidupan Giantaramu itu!"Aku benar-benar tidak tahan hingga melenyapkan segala kesabaran dalam jiwa ini. Aku menyambar lengannya, ingin segera menyeretnya ke dalam kamarku.Tentu saja dia sangat terkejut dengan reaksiku, itu bisa dilihat dari ekspresinya, tatapannya yang tadinya begitu percaya diri menghujaniku kini telah berubah menjadi sorot penuh cemas."Mala, apa-apaan?" Ia menepis cengkramanku di saat langkah kaki kami sudah hampir keluar dari area taman."Kenapa, Kak? Takutkah? Aku hanya ingin membuktikan kebenaran kata-katamu tadi!" jelasku berusaha mempertahankan cengkraman di lenganku."Jangan macam-macam, Mala. Kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!""Oh ya? Kita lihat saja nanti. Yang jelas aku tidak akan lagi bisa berada di dalam rumah ini sebelum sebuah kejelasan!" tegasku membuat matanya begitu membola."Apa maksudmu?""Seperti yang kau inginkan, Kak.
Bukan Hasrat Suamiku 66"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah merengkuh kemenangan, mungkin karena membaca kepasrahan di ekspresi wajahku yang kesal."Seharusnya kau berterimakasih padaku, Mala. Kalau tidak Glarissa akan membuat G menyingkirkanmu dari p
"Jangan suruh kami pergi Daddy, semewah apapun rumah yang telah Daddy sediakan untuk kami tidak akan ada artinya tanpa Daddy."Aku menunggu bagaimana tanggapan Mr. Giantaraku dengan permintaan putrinya itu. Hatiku berdebar sakit melihat adegan mereka yang masih berpelukan, sangat lama. Seakan-akan Suamiku tidak ingin melepas dekapan pada anaknya tersebut.Tetapi, aku segera memakai hati ini, aku tidak boleh cemburu kalau hanya tentang putrinya, yang terpenting aku tidak boleh egois."Daddy akan selalu mengunjungimu..." Aku tercekat mendengar kalimat yang di lontarkan suamiku tepat di puncak kepala putrinya."Benarkah Daddy? Setiap hari?" Gadis remaja itu mengangkat kepala dari dada Daddynya, lalu menatapnya dengan penuh harap."Tentu, kapanpun kamu menginginkan, Daddy akan selalu datang ..."Pahit. Aku menggigit bibir, rasanya sungguh tidak terperikan. Baru kali ini aku merasakan cemburu yang begitu besar, Mr. Giantaraku sepertinya sangat mencintai putrinya.Air rupanya telah jatuh d
"Cukup, Mr... sekarang aku yang benar-benar tidak mengerti, apakah kau masih Giantara yang mencintaiku?"Aku terisak, tidak menyangka lelaki yang satu tahun ini yang telah memberikan memberikan seluruh hati, cinta dan perhatiannya untukku, kini seperti menarik segalanya kembali.Hampa perlahan menyusupi dada."Kalau kau masih bersikap kekanakan maka kau akan benar-benar melihat kemarahanku." Ia tidak peduli dengan air mataku, tetap saja melontarkan kata yang menikam hati.Ia masih menatap tajam tiada berkedip. Setelah beberapa saat terdengar hempasan nafas kesalnya, lantas ia kembali bergerak ke arah lemari melanjutkan berpakaiannya yang tertunda.Aku duduk di ranjang, mengawasinya dengan air mata yang masih menetes. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa dia seperti
"Semuanya tidak seperti yang kau pikirkan sayang. Tidak ada yang akan berubah, kejadian tiba-tiba ini, tidak akan ada pengaruhnya bagi kita."Aku mengusap mata yang terasa masih basah. Sungguh, aku tidak ingin memperlihatkan ketidak inginan hati di depannya. Aku sudah berusaha sebisa mungkin, tapi tetap saja aku tidak bisa ber-akting dengan sempurna."Aku tidak berpikir apa-apa. Hanya saja aku sangat terkejut kalau suamiku ternyata mempunyai buah cinta dari wanita lain ..."Aku menggigit bibir agar tangis ini tidak pecah di ujung kalimat."Aku juga tidak menduga." Ia berucap pelan, sambil terus mendekapku."Tentu saja, entah berapa banyak wanita yang menjadi persinggahanmu di masa lalu. Itu bisa dimengerti, kau bukan lelaki biasa. Kau tampan dan punya banyak uang. Semuanya akan takhluk padamu." Sekarang aku benar-benar terisak."Tetapi sebagai seorang istri, hatiku hancur dengan kenyataan ini. Tiba-tiba kehidupan kita yang bahagia harus terusik oleh orang dari masa lalumu. Kau membawa