Mario duduk di ruang tamu memainkan ponselnya dengan serius. Ia sudah yakin sekali untuk membawa kabur Alma hari ini. Semakin cepat akan semakin baik. Ia tidak mau Alma berubah pikiran dan meninggalkannya. Ia sudah melakukan banyak hal untuk bisa mendapatkannya. Dan kali ini bukan waktunya untuk kembali kehilangan Alma.
“Maaf lama ya nak Rio, tadi tante habis siapin obat dulu buat si om.” Mario tersenyum, “Gak papa, tante.” Mama duduk dihadapan Mario, “Alma sebentar lagi siap. Dia tadi bangun kesiangan, mungkin karena malem tidurnya agak malem.” Mario mengangguk, “Alma kenapa begadang, tante?” “Itu Audy dateng kesini sama ibunya. Karena anteng Audy ngajakin Alma ngobrol sampe tengah malem.” Mario mengangguk-angguk. “Nak Mario, tante, boleh tanya sesuatu?” “Tentu, tante. Tante mau tanya apa?” Mama memainkan jari-jemarinya dengan tegang. Semakin sini mama merasa Mario semakin memegang kendali atMama terus menelpon orang-orang yang mungkin tahu Alma ada dimana. Sudah sehari semalam Alma tak ada kabar sejak pamit pergi membeli baju dan kado untuk suster Ruth. “Gimana, bu? Ada jawaban?” mbok Nah ikut khawatir.“Gak ada, mbok. Katanya gak ada yang liat Alma. Aduh gimana dong ini.”Audy berlari dari arah ruang tamu.“Dy, gimana? Alma ketemu?”Audy menggeleng, “Gak ada, tante. Aku udah datengin tempat-tempat yang biasa Alma dan Mario datengin, tapi tetep gak ada.”“Ya ampun, Alma kamu kemana sih.”Audy membuang nafas pelan. Ia jadi menyesal meminta Alma kembali pada Mario. Ternyata Mario bisa setega ini membawa Alma pergi entah kemana, menjauhkan Alma dari keluarganya. Ia yakin, ketika Alma bersama Adam, dokter tua itu tidak akan pernah melakukan hal seperti ini.“Ma, gimana? Ada kabar soal Alma?” papa berjalan santai menghampiri mama sekembalinya dari belakang rumah.Mama menatap mbok Nah dan Audy. Untungnya mereka sempat berunding tadi pagi meminta semua bekerja sama u
Adam pov Adam memasuki mobil sambil berpikir kemana ia harus pergi. Setelah membohongi papa mengatakan Belle akan pergi ke rumah sakit untuk vaksinasi, lanjut pergi jalan-jalan bersama suster barunya, Adam merasa harus segera mencari Alma sebelum Mario membawanya pergi lebih jauh. “Tiara. Gue harus tanya dia. Suster Ruth bilang Tiara adalah kakak sepupu Mario dan dia jadi deket sama Alma. Oke, tujuan pertama rumah Tiara.” Mobil langsung melaju dengan kecepatan tinggi. Adam sudah tidak sabar bertemu Tiara hanya berdua untuk pertama kalinya setelah mereka putus. Tiara bagai oasis di tengah panasnya padang pasir, dan ia berharap dengan kebaikan hatinya mantan pacarnya itu mau membantunya. “Kalo Tiara gak mau kasih tahu gue gimana ya?” Adam menggeleng, “Gimanapun caranya gue harus bisa luluhin hati Tiara dan bikin dia mau bantuin gue temuin Alma.” Mobil berhenti di depan rumah Tiara yang bergaya kontemporer. Ia berlari begitu membuka pag
Pov Adam“Selamat siang, Ra.”Tiara menatap Dwi dan memintanya pergi, “Ayo masuk.Adam masuk ke dalam ruangan Tiara. Ia melihat sekeliling ruangan yang tak banyak berubah dari empat tahun lalu.“Duduk, Dam.” Tiara mempersilakan Adam duduk setelah ia duduk di sofa.Adam duduk, ia menatap Tiara, “Aku kesini mau tanya sesuatu sama kamu.”“Soal?”“Alma.”“Kenapa sama Alma?”Adam menelisik wajah Tiara. Tidak ada ekspresi terkejut atau kebingungan. Apakah Tiara tidak tahu kalau sepupunya, Mario, membawa istrinya pergi? “Kamu gak tahu?”“Tahu apa?”Sepertinya Tiara tidak tahu. Mantan pacarnya ini tidak pandai menyembunyikan perasaannya, sehingga Adam pasti tahu kalau Tiara berbohong.“Udah sehari semalem Alma gak pulang.”“Loh, dia ‘kan tinggal dirumah orang tuanya.”“Iya. Dia gak ada disana.”“Hah?”“Kamu gak tahu?”
Pov AdamAdam masih menutup matanya ketika tiba-tiba saja ia menginginkan lebih. Setelah Tiara memasukkan pusaka miliknya ke dalam inti diri Tiara, ia berjanji akan mengambil alih permainan. Ia tidak suka dikungkung dibawah menuruti irama yang dibuat lawan mainnya.“Kamu siap, sayang?” tanya Tiara dengan suara yang sengaja dibuat se-sexy mungkin.Adam tak menjawab. Tiara hanya mendengar suara hembusan nafasnya yang terasa wangi dan semakin membangkitkan gairahnya. Tiara yang merasakan nafsunya sudah sampai ubun-ubun, tetap mencengkram pusaka Adam dan memajukkan badannya untuk bisa mencium bibir mantan kekasihnya itu. Mumpung Adam menutup matanya, ia tahu semua akan berjalan lancar. Tapi ternyata Adam menghindari ciumannya.Tiara bergeming. Tiba-tiba nafsunya yang sudah memuncak turun drastis. Ia melepaskan pusaka Adam dari dalam genggamannya. Ia juga turun dari atas tubuh Adam.“Ra?” Adam membuka mata ketika sadar Tiara me
Adam povMobil Adam sudah menyusuri setengah jalan menuju Cibodas. Langit sudah pekat menunjukkan bintang yang malu-malu menunjukkan dirinya. Ia melirik Tiara yang sedang sibuk mengurus pekerjaannya.“Padahal kamu gak perlu ikut kalo sibuk, Ra.”“Emang kamu tahu alamat vila keluarga kita?”“Kamu ‘kan bisa kasih alamatnya.”Tiara melirik Adam, “Aku bakal temenin kamu sampe Alma ketemu.”Adam tersenyum, “Makasih ya, Ra.”“Iya.” Tiara menutup tabletnya lalu menatap Adam, “Sekali lagi maaf ya, Dam, soal tadi. Aku malu banget minta itu sama kamu.”Adam tertawa, “Santai aja.”“Jujur, kalo tadi aku lanjutin, kamu bakal seneng gak?”Adam lanjut tertawa.“Dam?”“Sebenernya tadi aku berniat mimpin permainan.”Kini Tiara yang tertawa, “Dasar ya duda genit. Pantes Alma bilang wajar kamu ngelakuin itu sama Sezan. Dia bilang kalo Naga kamu udah bangun, udah kelar semuanya."
Alma terus menangis dalam mobil disamping Mario. Ia tidak tahu kemana mantan pacar laknatnya ini akan membawanya pergi.“Sayang, kamu bisa berhenti nangis?” tanya Mario tanpa menoleh. Ia sibuk menyetir dan melihat jalanan tanpa lampu.Alma memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil. Tangannya terus mengelus perut besarnya. Ia selalu berdoa setiap detik untuk meminta kekuatan pada anaknya untuk bertahan di dalam rahimnya sampai waktunya melahirkan tiba.Setelah makan di resto Jepang kemarin lusa, saat kepalanya tiba-tiba pusing, tahu-tahu ia bangun berada di tempat asing. Ia tidur di sebuah kasur empuk ukuran King size dengan panorama indah di pagi hari. Terakhir ia tahu ia berada di Cibodas, Bogor.“Sekarang kita mau kemana, Rio?” Alma melirik Mario berharap ia bisa memberitahunya kemana ia pergi.“Kamu gak perlu tahu.”“Rio, aku gak akan bilang siapa-siapa. Hape aku ‘kan udah kamu hancurin.”Mario melirik Alma, ia membelai rambut panjangnya, “Ke tempat dimana Adam dan Tiara ga
Alma pikir Mario akan mengantarkannya pulang. Ternyata ia masih bersikeras mengurungnya disini. Alma tentu suka rumah ini. Rumah modern dengan gaya Scandinavian yang hangat. Tapi tidak dengan kondisi seperti ini. Terkurung bersama Mario dan jauh dari orang-orang yang ia sayangi.“Permisi, non, ini makan siangnya.” asisten rumah tangga yang disewa Mario benar-benar baik pada Alma. Sedari pagi ia dimanjakan dengan berbagai macam masakan yang enak. “Makasih, bu.”“Sama-sama. Ibu tinggal dulu ya?” asisten rumah tangga itu mundur lalu berlalu pergi.“Bu,” Alma menahannya.“Iya? Ada yang bisa saya bantu?”“Ibu temenin aku makan ya.”Asisten rumah tangga itu diam sejenak, “Baik, non.”Alma membuka kursi tertutup disebelahnya, “Duduk, bu.”“Makasih, non.”Alma melirik ibu setengah baya seusia mama itu, “Panggil Alma aja.”“Hehehe, gak berani saya.”Alma mengambil sendok u
“Non masuk. Ada den Mario.” pinta bu Ratih pada Alma yang sudah siap-siap bersembunyi di kamar mandi dapur.“Alma, aku pulang.”Bu Ratih pura-pura sibuk di dapur, membersihkan meja yang sebenarnya sudah rapi, “Sudah pulang, den?"Mario menghampiri bu Ratih, “Bu, Alma mana?”“Anu, den, non Alma ada di kamar mandi.”“Di atas?”“Disini.” bu Ratih menunjuk letak kamar mandi dapur.Mario berjalan menghampiri pintu, “Sayang?”“Den,” bu Ratih menghampiri Mario, “Non Alma...”“Kenapa?”“Non Alma tadi keluar flek katanya.” “Flek?”Bu Ratih mengangguk.“Kok bisa?”“Semenjak aden pergi non Alma nangis terus, den. Tadi ada dokter Putri yang periksa, non Alma tetep nangis.”Mario mengusap wajahnya, “Terus dokter Putri bilang apa?”“Katanya non Alma jangan sampe stress, kalo terus stress bisa keluar flek bahkan pendarahan..”“Emang Alma stress kenapa?”“Ibu gak tahu, den, non Alma gak cerita.”Mario mengetuk pintu kamar mandi, “Kamu istirahat aja, sayang, jangan lupa minum vita