Kembali mendarat di ibukota, mereka meninggalkan pesawat lebih dulu karena duduk di kursi paling depan."Siapa yang jemput, Cla?" tanya Azka seraya mengambil koper Clara."Papa," sahutnya singkat."Setelah ini kamu siap-siap ya. Karena akan ada banyak kesempatan untuk kita kembali bersama," ucap Azka seraya mengedipkan mata dan berlalu lebih dulu."Apa maksudnya," gumam Clara bingung.Anisa dan beberapa rekan artis lainnya saling pamit pulang ketika jemputannya telah tiba."Maaf Papa agak telat ya, Cla," kata Papa menghampiri Clara."Gak papa. Di bengkel lagi sibuk, Pa?" tanya Clara."Gak juga. Kamu mau langsung pulang?" Papa mengemudikan mobil meninggalkan bandara."Iya, Pa. Pengen istirahat. Clara gak bawa apa-apa ya, Pa.""Papa juga gak minta apa-apa," sahut Papa sambil tertawa.Setelah menurunkan Clara di rumah, Papa kembali lagi ke bengkel. Menarik kopernya masuk ke dalam rumah, Clara segera menemui Lisa yang sedang santai di ruang tengah bersama Bu Iin sambil menonton tivi."Akh
Pulang dari salon, Clara dan Lisa menyempatkan diri pergi ke salah satu toko pakaian bermerek di mall untuk membeli beberapa pakaian untuk dipakai besok. Clara termasuk salah satu orang yang enggan memakai pakaian yang sama secara berkali-kali apalagi untuk acara live di stasiun tivi, kecuali untuk pakaian sehari-harinya."Ini kayaknya bagus, Cla. Gak terlalu formal, cocok buat acara live besok," ucap Lisa menunjukkan satu stel pakaian berwarna hitam dengan bahu yang sedikit terbuka."Ambil aja. Kamu gak mau belanja juga?' tanya Clara berjalan di depan Lisa."Baju aku masih banyak, Cla. Banyak yang belum kepake juga. Baju-baju yang kamu kasih juga masih nangkring di lemari, gak tau mau dipakai kemana," sahut Lisa. Selain mendonasi pakaian ke beberapa tempat yang membutuhkan, Clara juga membebaskan Lisa untuk memilih pakaian yang memang sudah tidak dipakai lagi."Ya kan bisa kamu pakai kalau ada acara nikahan keluarga," kata Clara memasukkan beberapa lembar pakaian ke dalam tas belanja
Duduk di depan meja riasnya, Clara memilih untuk berdandan sendiri daripada harus datang beberapa jam sebelum acara dimulai untuk didandani di sana. Peralatan make up dan kosmetiknya cukup lengkap untuk berdandan yang maksimal untuk tampil di depan layar kaca."Tambah sedikit lagi blush on nya, Cla," kata Lisa saat masuk kamar."Gini udah pas?" tanya Clara selesai memoles blush on di pipinya."Udah pas. Tadi gak keliatan warnanya," ucap Lisa, "ini baju kamu ya, Cla. Aku keluar ya."Clara memastikan lagi penampilan telah sempurna di depan kaca. Memutar badannya ke kiri lalu ke kanan, Clara segera menyusul Lisa yang telah menunggunya di ruang tamu."Pertanyaan apa aja nanti?" tanya Clara seraya menatap diri di cermin kecil yang ia bawa."Seputar film paling. Tapi mereka nanya, apa boleh nanya masalah pribadi.""Masalah pribadi?" ulang Clara."Luar-luar doang, Cla. Paling ditanya lagi deket sama siapa. Terus nanya tentang foto-foto yang beredar di sosmed. Foto kamu sama Azka. Itu aja si
Baru saja selesai olahraga di teras belakang, Clara berjalan masuk menuju dapur dengan keringat membasahi seluruh badannya."Habis olahraga, Mbak Clara kelihatan segar," ucap Bu Iin menyuguhkan segelas air minum."Iya, Bu. Jadi ngerasa ringan. Udah lama gak olahraga juga," sahut Clara.Sayup-sayup terdengar suara sering ponselnya dari ruang tengah."Gak usah, Bu," kata Clara cepat saat Bu Iin hendak beranjak mengambilkan ponselnya.Sayang begitu tiba di ruang tengah, ponselnya sudah tak berdering lagi."Nomor siapa ini?" tanyanya saat melihat panggilan masuk tadi dari nomor yang tak terdaftar di kontaknya. Baru saja meletakkan ponselnya di atas meja, terdengar kembali suara dering ponsel."Halo, siapa ya?" Clara menerima panggilan itu seraya berjalan menuju dapur kemudian duduk di meja makan."Nyambung juga. Clara kan?" suara seorang pria terdengar di seberang sana."Betul. Ini siapa ya?"Pria di seberang sana memperkenalkan diri sebagai pemilik salah satu rumah produksi yang memprodu
'Kayaknya bener yang dibilang Lisa' gumam Clara dalam hati saat melihat jelas Azka duduk di meja yang sama dengan Mas Punja. Ia benar-benar bimbang, mau mundur itu artinya ia akan melewatkan kesempatan besar, kalau maju itu artinya dapat dipastikan ia akan bertemu terus dengan Azka di kemudian hari."Kenapa jadi sulit begini sih?" gusar Clara.Dari arah kejauhan, Mas Punja yang tak sengaja melihat Clara berdiri tak jauh dari tempatnya segera melambaikan tangan ke arah Clara. Dengan langkah gontai ia berjalan menghampiri Mas Punja."Kirain kamu nyasar nyari tempat ini, Cla," kata Mas Punja mempersilahkan Clara duduk di sampingnya."Nggak, Mas," sahut Clara memasang senyum."Makan dulu aja ya kita," ucap Mas Punja memanggil pelayan."Pesen aja ya, jangan malu-malu," ucap Mas Punja."Pasti, Mas," sahut Azka.Menyebutkan beberapa menu makanan, pelayan itu lalu pergi membawa buku menu."Selamat ya, film kalian sukses," ucap Mas Punja membuka pembicaraan."Makasih, Mas," jawab Azka dan Clar
"Bangun, Cla. Gimana mau dapat rezeki kalau kamu bangunnya siang kayak gini? Yang ada rezeki kamu bakal dipatok sama ayam duluan," ucap Lisa membuka lebar gorden kamar Clara. Membiarkan cahaya matahari pagi masuk ke dalam.Tampak Clara menggeliatkan tubuhnya lalu menarik kembali selimutnya."Bangun, Cla. Kerjaan kamu hari ini lumayan banyak," kata Lisa menarik paksa selimut yang Clara gunakan."Astaga, Lis. Kerjaan apa sih? Kamu bilang hari ini aku gak ada jadwal buat ketemu siapa-siapa," ucap Clara sewot meraih bantal guling lalu mendekapnya."Emang gak ada. Cuman kamu harus posting beberapa endorse yang masuk. Kamu sendirikan yang bilang kamu sudah mulai terima endorse lagi," ucap Lisa.Memejamkan matanya kuat-kuat, Clara lalu bangkit dari atas tempat tidur."Mandi biar segar," kata Lisa seraya keluar kamar.Sementara Clara bersiap-siap mandi dan ganti baju, Lisa menyiapkan barang endorse yang akan Clara posting di akun sosial pribadinya. Mulai dari pakaian, aksesoris, hingga bebera
Melihat lagi dirinya di depan cermin, Clara meraih ponselnya dan berjalan langsung menuju ruang tamu. Badannya tak bisa bergerak saat melihat siapa yang duduk di kursi ruang tamunya. Menoleh, menatap dirinya, lalu tersenyum."Pagi, Cla," sapanya seraya beranjak dari kursi."Ngapain kamu ke sini pagi-pagi? Jangan bilang kamu mau numpang mandi lagi?""Kamu gak liat aku sudah rapi dan wangi begini?" Pria itu mendekat. Ya. Tamu yang dimaksud Bu Iin tadi adalah Azka."Ngapain kamu ke sini?" tanya Clara lagi jutek dengan tangan terlipat di depan dada. Clara merasa kesal pada Bu Iin yang tidak langsung mengatakan kalau tamu yang datang itu adalah, Azka. Kalau ia tahu yang datang adalah Azka, sudah pasti ia akan lebih lama mengulur waktu untuk membuat Azka menunggu dirinya lebih lama"Jemput kamu," sahut Azka santai."Aku dijemput sama Lisa. Kamu gak usah sok perhatian ya," kata Clara.Azka tersenyum. "Tadi aku ketemu dia di jalan. Ban mobilnya kempes, jadi dia minta aku untuk jemput kamu. K
Menunggu hingga pesawat yang Ayu tumpangi landing, Azka dan Clara beberapa kali meladeni permintaan foto dari pengunjung bandara."Kayaknya Ayu sudah sampai," ucap Azka saat melihat ponselnya ada panggilan tak terjawab dari Ayu.Clara melirik jam tangannya."Kita tunggu di sana aja," ajak Azka berjalan lebih dulu.Beberapa menit kemudian, Ayu datang mengejutkan mereka."Yu, kamu bikin kaget aja," kata Azka memeluk adik perempuannya itu.Ayu tersenyum. "Ada Kak Clara juga.""Iya," sahut Clara ramah.Membawakan koper milik Ayu, mereka berjalan menuju parkiran mobil."Eh, gapapa. Kak Clara di depan aja," kata Ayu saat Clara berjalan melewati pintu depan mobil hendak membuka pintu dan duduk di kursi belakang."Jangan. Jangan," ucap Clara menolak."Berarti kita berdua duduk di belakang, Kak?" kata Ayu."Kenapa pada mau duduk di belakang sih? Kalian pikir aku supir?" protes Azka."Kak Clara di depan aja," ucap Ayu langsung masuk dan duduk di kursi belakang.Kembali duduk di depan, Clara jad
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung