Di teras rumahnya, seorang wanita dengan rambut panjang berwarna hitam sedang memperhatikan layar ponselnya. Dia adalah Sasya-penyanyi pendatang baru yang sampai sekarang masih suka dikait-kaitkan dengan Azka."Jadi sebenarnya kamu sama Azka apa? Belakangan ini Azka mulai terlihat jalan dengan wanita lain. Wanita yang jadi lawan mainnya di filmnya itu," kata Ika-asisten Sasya."Aku suka sama dia, Ka. Tapi gimana ya setiap kali aku coba deketin, dia kayak ngehindar gitu.""Ya itu tandanya dia emang gak mau kamu deketin, Sya. Kenapa kamu masih ngebet," tukas Ika."Habisnya aku penasaran sama dia, Ka. Pertama kali ketemu itu kan waktu ada acara syukuran sinetron dia, aku diundang buat nyanyi di sana. Kita sempat ngobrol, tukeran nomor ponsel juga," cerita Sasya."Berarti setelah acara itu kalian lanjut?" "Iya. Sempat jalan beberapa kali. Kan kamu liat foto aku sama dia di beberapa akun gosip. Itu aku emang jalan sama dia.""Tapi nyatanya sekarang dia jalan sama itu, si Clara. Kamu sudah
Sesuai dengan perintah Azka, Bima membawa mobil dengan kecepatan sedang mengitari kota Jakarta tanpa ada tujuan yang jelas sampai Ayu atau Clara memberikan kabar."Akhirnya," ucap Azka dapat bernafas lega setelah mendapatkan pesan dari Ayu. Selang beberapa menit, Clara juga mengirim pesan yang berisi lokasi mereka sekarang."Udah ada kabar, Mas?" tanya Bima."Udah, Bim." Azka lalu meminta Bima putar balik menuju tempat Ayu dan Clara berada sekarang.Perjalanan hampir tiga puluh menit mereka tempuh menuju tempat itu. Tempat yang lagi hits dengan pasir putihnya itu."Jauh banget mereka mainnya sampai ke sini," ucap Bima begitu mereka sampai dan memarkirkan mobilnya."Tau juga nih, Ayu. Mau aku marahin rasanya," ucap Azka.Berjalan diantara kerumunan orang yang memenuhi tempat itu, beberapa orang yang menyadari kehadiran Azka, dengan cepat mencegat dan meminta foto bareng dengan Azka. Tak mungkin menolak, Azka tetap melayani permintaan itu meski ia sudah tak sabar ingin menemui Clara dan
Setelah hampir satu minggu berada di Jakarta, siang ini Ayu bakal balik ke Yogyakarta. Azka telah siap dan memasukkan koper milik Ayu ke dalam mobil. Liburan di Jakarta Ayu membawa oleh-oleh satu koper tambahan yang isinya lumayan banyak pakaian dan tas baru untuknya dan Ibu, serta beberapa makanan."Sudah semua kan? Gak ada yang ketinggalan?" tanya Azka memastikan."Sudah, Mas," sahut Ayu sambil asyik dengan layar ponselnya. Terlihat ia menempelkan ponselnya di telinga kirinya."Ayo kita jalan. Kamu nelpon siapa sih?" tanya Azka penasaran."Iya, Mas." Ayu berjalan masuk ke dalam mobil."Kamu nelpon siapa sih?" tanya Azka lagi.Ayu tak menjawab, ia menempelkan jari telunjuknya di bibir, menyuruh Azka untuk tak banyak tanya."Halo, Kak," ucap Ayu.Mendengar Ayu menyebutkan kata kak, membuat Azka langsung berpaling. Dalam hati berpikir kalau itu pasti Clara."Kak Clara, Ayu pulang dulu ya," sambung Ayu.'Benarkan itu Clara' gumam Azka dalam hati kemudian mengecilkan suara musik yang ia
"Kamu ingat pulang ya?" Suara Ibu membuat Ayu yang sedang membongkar isi kopernya berpaling. Kemarin saat ia tiba di rumah, kedua orang tuanya sedang ada urusan ke rumah keluarga."Bu, Ayu bawain baju yang modelnya pasti Ibu suka. Coba liat. Ayu juga bawain tas buat Ibu. Cocok dibawa kalau Ibu arisan," ucap Ayu antusias sambil menunjukkan pakaian dan baju yang ia maksud."Bagus kan, Bu? Nah ini warna sesuai sama warna kesukaan, Ibu. Warna coklat." Ayu tak memberi kesempatan pada Ibu untuk mengeluarkan emosi marahnya."Ini dari Mas Azka," ucap Ayu mendekat pada Ibu yang berdiri di depan tempat tidurnya. Membawakan kotak berwarna hitam, Ayu perlahan membukanya."Hadiah buat Ibu," kata Ayu memberikan kotak hitam itu pada Ibu. Kotak yang berisi sepasang anting berlian."Buat apa? Toh Mas kamu itu gak menganggap Ibu ini sebagai Ibunya," ucap Ibu menutup kotak itu dan mengembalikannya pada Ayu."Pokoknya ini untuk Ibu. Terserah mau Ibu apain. Yang penting Ayu sudah ngasih sama Ibu." Ayu men
Memasukkan beberapa baju ganti dan perlengkapannya, hari ini Clara sudah mulai syuting series."Ini saya buatkan cemilan buat, Mbak Clara," kata Bu Iin menghampiri Clara yang telah duduk di ruang tengah menunggu Lisa datang."Makasih ya, Bu." Clara memasukkan kotak makan itu ke dalam tasnya.Selang beberapa menit kemudian Lisa datang menjemput Clara untuk mengantar sekaligus menemani syuting hari pertama ini."Kenapa kamu senyum-senyum?" tanya Clara pada Lisa."Senang aja," sahut Lisa."Senang kenapa?""Ya senang aja kamu sudah sibuk syuting. Kan udah lama kamu gak syuting maraton kayak gini?""Demi kamu apa sih yang enggak, Lis. Semua aku jabanin," sahut Clara, "jadi bahas apa kamu kemarin masalah rumah?""Oh itu. Kata Pak Arman kemarin, rumah yang kamu kontrak sekarang rencananya mau dijual setelah masa sewa habis. Kali aja kamu mau beli.""Aku belum kepikiran beli rumah deh, Lis.Tapi nanti coba kamu tanya harga jualnya berapa," ucap Clara."Nanti aku coba tanya. Kayaknya kamu sudah
Sedang berada di jalan menuju lokasi syuting, ponsel milik Clara berdering."Iya, Mas," sahut Clara pada panggilan masuk dari Mas Rian."Kamu bisa gak mampir di toko kue, beliin kue ulang tahun. Beli yang jadi aja," kata Mas Rian."Bisa Mas. Buat siapa, Mas?" tanya Clara."Cameraman kita hari ini ulang tahun. Buat seru-seruan kita di lokasi," kata Mas Rian lagi."Oke deh, Mas." Clara menutup teleponnya.Ia lalu memberitahu Azka untuk mampir di toko kue yang mungkin ada di sepanjang jalan yang mereka lalui."Nah itu aja," ucap Clara saat melihat papan nama sebuah toko kue dari kejauhan.Menepikan mobilnya, mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam toko kue itu.Berjejer beberapa kue ulang tahun dengan berbagai macam topping di dalam etalase."Coklat atau keju ya?" gumam Clara di depan etalase.'Keduanya aja. Coklat untuk dilokasi, keju buat kamu," celetuk Azka yang kemudian langsung bertanya pada karyawan toko kue yang melayani mereka,"Kalau yang Mas tunjuk tadi, sudah di pesan. Untuk
"Jadi aku gak anter jemput kamu lagi, Cla?" tanya Lisa. Clara memasang speaker di ponselnya untuk menjawab panggilan dari Lisa."Iya. Azka nanti," sahut Clara."Cie, udah antar jemput aja. Kalian sudah jadian ya?" tanya Lisa dibalik telponnya."Jadian apa? Kita kan satu lokasi syuting. Kamu Jangan mulai ya," sahut Clara."Iya. Iya. Oke deh, kalau ada apa-apa hubungi aku ya. Dah."Clara mengemasi barangnya lalu keluar dari kamar. Berjalan menuju ruang tamu untuk meletakkan tasnya, ternyata Azka sudah datang."Kamu sudah lama di sini?" tanya Clara kaget. Beberapa detik kemudian Bu Iin datang membawakan minum."Gak juga. Baru sampai kok, Cla," sahut Azka.Tiba-tiba saja saat Clara hendak duduk di samping Azka, ia merasakan seperti ada angin yang berputar dalam perutnya."Bentar ya," kata Clara beranjak dari ruang tamu sambil memegangi perutnya.Masuk ke kamar mandi, buang air. Baru saja keluar perutnya kembali seperti awal."Cla, kamu kenapa?" Azka mengetuk-ngetuk pintu.Beberapa saat ke
Setelah satu hari penuh beristirahat, Clara mulai merasa baikan. Apalagi ditambah, ini adalah hari libur syuting."Eh, Azka missed call," ucap Clara sambil mengerikan rambutnya dengan handuk. Ia baru selesai mandi setelah satu ja penuh berolahraga."Aku tunggu dia telepon lagi aja," ucap Clara kembali meletakkan ponselnya di meja. Sesekali matanya melirik ke arah ponsel yang layarnya masih gelap. Ia memantulkan bibirnya karena Azka belum juga menelpon balik. Tak berselang lama, Clara kembali mengumbar senyum. Ia meraih ponselnya yang berdering."Masih tidur ya?" tanya Azka."Baru selesai mandi. Ada apa kamu telepon?""Perutnya masih sakit?""Enggak. Udah enakan kok," sahut Clara."Karena hari ini libur syuting, gimana kalau kita jalan?" ajak Azka, "kamu gak lagi sibuk kan? Atau sudah janji dengan orang lain?""Rencananya aku mau ke bengkel Papa," sahut Clara."Pas banget. Aku juga mau ke bengkel Papa kamu. Kalau gitu aku jemput sekarang ya. Sekitar sepuluh menit lagi aku sampai ya,"
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung