“Jess!” Nick tercengang melihat istrinya yang tiba-tiba muncul. Akan tetapi, ekspresi wajah Devada mungkin lebih menegangkan.
“Mommy!” Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Devada. Pasangan suami istri tersebut tidak mengerti dengan sikap gadis itu, terlebih dia tiba-tiba memeluk Jess. Menyadari situasi tidak lagi sama, Devada menarik tubuhnya dari Jess.
“Maaf, Nyonya Jess, aku tidak bermaksud lancang. Aku hanya teringat dengan mommy-ku,” terang gadis itu menyesal. Jess yang semula ingin marah, kemudian melebarkan senyum.
“Kau mengenalku? Siapa namamu, Sayang?” tanya Jess dengan penuh kelembutan. Bergeming, wajah Devada semakin mendung. Gadis itu merasa cemburu mengingat perlakuan Jess yang tidak manusiawi kepadanya, bahkan kepada Elfara. Jika tidak mengingat apa tujuannya, ia akan memilih pergi saat ini juga.
“Aku Devada!” ucap gadis itu, kemudian Jess menghampiri Nick, dan membisikkan sesuat
“Callin!” Terlihat Joana sedang menghampiri dengan tubuh terbalut selendang, sedangkan pemuda itu menoleh dan mengurungkan niatnya.“Suara apa tadi?”“Aku tidak tahu! Mungkin kucingmu!” Lelaki itu beralih pandang ke kucing abu-abu yang tengah bermain benang.“Oh!” Dengan gaya wanita penggoda, dokter cantik itu memeluk penuh gairah.“Kau ingin kita meneruskannya di sini?”“No! Di tempat yang tadi saja!” Dia berkata seraya mengulum bibir Joana. Setelah itu mereka lenyap dari pandangan. Melanjutkan jerat gairah yang terjeda.Devada membuang napas berkali-kali, merasa aneh dengan hubungan mereka berdua. Tak ingin menyia-nyiakan waktu, dia bergegas mengambil ponselnya setelah itu kembali ke kamar. Semua tempat tak luput dari pemeriksaan, tetapi tidak menemukan apa-apa. Ada satu tempat yang terbesit di pikiran. Apartemen ini memiliki banyak ruang, tujuannya saat ini adalah gud
Nick mengalihkan pandangannya pada Devada, dan mendapati mata gadis itu memerah menahan tangis. Sebuah kondisi yang menjerumuskan Nick ke dalam tanda tanya yang besar. Pria itu ingin mengetahui kelanjutan kata-kata yang terpenggal, tetapi gadis itu meneruskannya tanpa diminta. Devada berkata, “Dialah yang sudah membunuh Dev!” Mata Nick membulat dengan sempurna mendengar pernyataan yang serupa sengatan petir. Luruh sudah pertahanan Nick sebagai laki-laki yang perkasa.“Apa yang kau katakan?” Nick mengguncang bahu Devada, sedangkan perempuan itu hanya bergeming. Tak menampik perlakuan yang terbilang kasar.“Dia yang sudah menculik Dev, bahkan memperkosanya. Dia Callin, anak kandungmu sendiri dengan wanita lain!” Lutut Nick tersimpuh mencium lantai. Kenyataan yang terbongkar ternyata tak cukup untuk menusuk-nusuk gendang telinganya. Nick harus mendapati kenyataan yang lebih menyakitkan daripada dicambuk seribu kali di tiang gantungan.
Sosok laki-laki berkulit gelap muncul dari ambang pintu. Aura bengis seketika menyeruak, membangkitkan suhu ruang yang panasnya sedikit mereda. Dialah Ezhar, ahli kejahatan yang pandai berkamuflase dalam jubah kebaikan. Dialah yang memiliki andil besar terhadap rusaknya keluarga Erhan, dan pembunuh komunitas Kingdom. Devada menatap nyalang manik legam yang mengintainya. Pasti dialah yang sempat dihubungi oleh Joana sebelum wanita itu tergeletak membawa beban dosa. “Wow, kelinci tak bertaring sepertimu ternyata pandai membunuh!” sarkasnya. Bibir Devada masih mengatup, sengaja menunggu apa lagi yang akan dikatakan oleh polisi bermuka dua tersebut. “Kau boleh menang melawan mereka. Akan tetapi, jangan lupa kalau kau hanya remah-remah racun berkualitas rendah yang hidup di bawah payung hukum!” Ezhar mengikis jarak yang terbentang, lalu sebuah borgol dia pasang pada tangan Devada. Gadis tersebut tidak berupaya untuk mengelak, justru senyum penuh ejek tersungging di bibirn
“Michele!” teriak Jess dari dalam kamar.“Ada apa? Apa kau membutuhkan sesuatu?” sahut Michele saat berjalan tergopoh-gopoh memenuhi panggilan Jess.“Kenapa kau mengurungku di sini?”“Aku hanya memenuhi permintaan Nick!”“Kenapa dia melakukannya tanpa memberitahuku apa-apa?”“Maafkan aku, Jess! Nick memberitahuku kalau dia sudah menemukan putra kalian, dan kondisi mereka tidak baik-baik saja. Penjahat itu juga mengincarmu!” jelas Michele.“Apa?”“Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?”“Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir!”“Lalu, dengan tidak memberitahuku, apa aku akan tenang?” Michele terdiam membenarkan wanita yang masih mengomel tersebut. Akan tetapi, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan, untuk memantau keadaan di luar pun tidak bisa.Di tengah-tengah rasa cemas yang melanda, tiba-
Devada berjalan tak tentu arah, pancaran kemelut mengiringi untaian air mata yang tertahan. Emosi yang merasuk telah menguasainya dengan sempurna. Membunuh kesadaran dan rasa empati, dia tidak peduli dengan kekacauan di sekitar yang ditimbulkan oleh sikap arogannya. Gadis yang hampir sekarat itu terus merusak segalanya di sepanjang kaki melangkah. Bangunan-bangunan terpanggang api. Jasad-jasad manusia dan hewan bergelimpangan dengan luka bakar yang mengerikan. Mobil-mobil saling bertabrakan, jerit tangis anak-anak melangit. Lago Sul riuh dengan bunyi mobil pemadam kebakaran, polisi, dan sirine ambulance. “Mommy …!” Selama lebih dari dua puluh tahun hidup dalam bayang-bayang penyiksaan, kini jawaban tentang kebencian Jess padanya datang dengan sendirinya. Siapa yang harus disalahkan? Dia tidak pernah meminta untuk lahir di rahim siapa. Bahkan, dia tidak pernah tahu jika ini adalah bagian dari syarat untuk bisa melihat dunia yang mengiming-imingi berbagai macam rupa ke
Mendung masih berkabut di dalam kamar megah sepasang insan yang saling mencintai. Jess masih bertahan dengan hujan yang mengucur deras dari pelupuk mata. Sebuah wajah penuh kesenduan bersembunyi di balik tekukan kaki. Matanya masih mencoba menyibak tabir di balik kata tanya yang melelahkan. Takdir mengajarinya rupa-rupa permainan yang mengandung banyak kepahitan di balik bungkusnya yang begitu manis.Kini, ia mendapati kenyataan yang berkali-kali lipat lebih menyakitkan di saat kehidupan baru mulai bersemayam di rahim. Bagaimana ia akan menata kehidupan yang akan datang di fase selanjutnya? Cinta buta yang melebur bersama rasa kecewa yang besar sudah membuatnya gagal memenuhi kewajibannya kepada Elfara. Apa yang akan terjadi, jika jiwa di dalam perutnya sampai terlahir ke dunia? Tangis Jess meledak di sela-sela himpitan kaki.Kepalanya kemudian mendongak, mencari-cari sesuatu yang melintas di pikiran. Fokusnya bertaut pada meja di mana gulungan stiker warna-warni berha
Kepergian Jess yang tiba-tiba menjadi sebuah elegi bagi Nick. Senyum indah yang berpendar beberapa waktu lalu telah meranggas mengikuti alur yang tercipta. Nick memandang sendu wajah cantik istrinya di dalam peti yang telah dihias oleh bunga. Hari ini, Jess memakai dress ala putri berwarna putih dengan riasan tipis. Dress semata kaki yang dihiasi mutiara asli di bagian rok dan pinggiran lengan serta dada tersebut adalah pakaian kesukaan Jess. Jika dulu wanita itu mengenakannya dengan senyum dan mata yang berbinar maka hari ini dia mengenakannya dengan mata terpejam.“Maaf, Nick. Aku belum bisa menemukan keberadaan Dev, kamera pengintai yang ada di kalungnya tidak menampilkan apa-apa.” Suara Michele membuat Nick menoleh.“Dia pasti pergi ke tempat yang tidak bisa dijangkau untuk menenangkan diri,” sahut Michele. Nick berjalan mendekati peti. Menatap wajah istrinya untuk yang terakhir kali sebelum misa arwah dan upacara pemakaman dimulai. Sentuhan
“Jessy!” panggil Nick lirih. Ia membuang napas lega melihat istrinya masih berada di tempat yang sama. Itu artinya wanita yang hampir membunuhnya tadi bukan Jess.Tanpa pikir panjang, Nick bergegas turun kembali ke ruang perjamuan. Kosong. Wanita itu tidak lagi berada di sana. Bahkan, noda darah yang mengotori lantai juga tidak terlihat. Lantai tampak kering dan bersih. Nick menyalakan semua lampu dan memeriksa seluruh sudut ruangan hingga ke area luar rumah. Akan tetapi, dia tidak melihat siapa-siapa. Hanya ada kabut yang tersorot lampu. Nick kembali memasuki rumah dengan pikiran kalut. Dia meraup wajah dengan telapak tangan. Darah yang sempat mengaliri hidung tidak ada. Nick mengarahkan dirinya ke cermin yang berada di kamar. Tidak ada luka sedikitpun di keningnya.“Kenapa semuanya terasa membingungkan? Apa aku sudah gila?”Pagi menjelang, Nick menyiapkan sarapan untuk Jess. Berbagai menu kesukaan istrinya telah tersaji di atas meja. Se
“Callin?” Dev tersenyum miring mendengar suara gelisah Ezhar.“Kau menyentuh bonekaku?”“Tenanglah, aku hanya sebentar saja memainkannya!” Ezhar menjawab.“Tinggalkan kami, Ezhar! Aku ingin memainkannya sendiri.” Setelah berkata demikian, Ezhar mulai menghitung langkah dengan sorot mata penuh pertanyaan.Beberapa saat setelah kepergian Ezhar, Callin memulai aksinya. Ruangan 3x4 meter itu penuh dengan raungannya. Tidak ada apa pun yang bisa menjadi tempat pelampiasannya kecuali Dev. Callin menjadikan adiknya seperti mainan yang tidak diinginkan. Sesekali, tinju-tinjunya dilayangkan pada wajahnya sendiri. Hal itu membuat kepala Dev dipenuhi tanda tanya.“Apakah dia sedang mengingat penderitaannya?” gumam Dev.“Cih, untuk apa aku peduli soal dia!” Dev menggeliatkan sedikit badannya yang dipenuhi darah. Walaupun sedikit, pergerakannya membuat besi rantai yang membelenggu tangannya bergemerincing. Callin yang tengah berusaha untuk tenang seketika menoleh. Membalik badan dan menusuk Dev den
Boom!Dentuman menggelegar meriuhkan jagat. Angin berdebu mengaburkan penglihatan dalam sejenak. Dalam satu pukulan itu, Callin berhasil membuat seluruh tempat menjadi porak-poranda."Dev!" Michele kembali berteriak saat dia melihat Dev bertelengkup dan mengangkat kepala dengan lemah."Jika kau ingin selamat, diam dan pergilah!" Callin berkata dingin kepada Michele. Dia kemudian menyeru semua anggota yang tersisa dan mengisyaratkan Ezhar untuk pergi."Dev!" Teriakan Michele terdengar pilu. Dia harus menyaksikan Callin menyeret Dev seperti menyeret babi hutan.Di sebuah tempat tersembunyi di São Paulo, Dev diasingkan. Rumah kayu yang tak bersekat di sana akan menjadi tempat baru yang sangat mengerikan untuk Dev. Bayangan Callin akan mengulitinya hidup-hidup terus berputar di kepala dan mungkin itu akan terwujud saat Callin muncul dengan tombak bermata tiga di tangannya."Apa kau merasa lelah dengan perjalanan kita sampai kau harus tidak sadarkan diri dalam waktu selama itu?" Callin ber
"Dasar anak bodoh!" Elios membuka mata dan melihat Dev sudah ada di depannya."Kau? Apa kau berubah pikiran?" Elios menebak. Dev mendecak. Tidak bisa memahami jalan pikiran pemuda latin itu."Ikut aku!""Tidak! Aku harus mencari Devada.""Lupakan dia!""Hei, apa kau sudah gila?" Elios mendecih. Terlihat sangat tidak suka dengan perkataan Dev."Ikut aku jika kau ingin selamat." Elios memberi tanda penolakan dengan menggeleng."Kau bukan Tuhan yang menjamin keselamatanku. Bagaimana mungkin aku mengikuti orang yang tidak kukenal sementara gadis yang aku cintai sedang dalam bahaya?" Dada Dev kembang kempis. Ingin memukul Elios, tetapi pemuda itu tidak sepenuhnya salah."Kau terlalu banyak membual, Elios!" Dev berkata dingin."Membual? Apa kau tidak pernah mencintai seseorang sehingga kau bertindak seperti orang yang tidak punya hati?""Hei ... dia sudah mati!" Seketika, bentakan Dev membuat tangan Elios melayang keras ke pipi Dev."Dev! Sudah!" Michele menahan tangan Dev yang sudah terkep
"Devada? Di mana Devada?" Seorang pemuda terbangun cemas setelah pingsan dari perjalanan menuju tempat tersembunyi."Diamlah, Elios!" Dev menghentikan aktivitas tangannya. Elios terhenyak, tetapi bukan karena suara dingin Dev melainkan laki-laki yang tergeletak tak berdaya di depan Dev."Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada orang itu?" Elios tersudut pada dipan yang menjadi dinding rumah yang mereka singgahi.Dev memutar badannya, lalu menumpahi Elios dengan tatapan kesal. Selanjutnya sebuah tanggapan dia haturkan, "Seharusnya aku meninggalkanmu saja di tempat terkutuk itu!"Dev mengangkat beban tubuhnya meninggalkan Elios yang belum pulih dari rasa syok. Hanya sebentar saja mengambil secawan air putih dia ambil dari mata air di area yang tidak jauh, lalu kembali lagi ke ruangan di mana Elios berada."Minumlah!" Dev mengulurkan gelas bambu pada Elios."Terima kasih!" balas Elios, keruh di wajahnya sudah hilang."Katakan kalau kau merasa lebih baik." Dev membalas."Maaf, aku sudah sala
"Apa hasilnya?" Dev menatap punggung seorang dokter yang baru saja memeriksa keadaannya. Dia beringsut dari brankar, lalu duduk."Tunggulah! Kau pasti akan mengetahuinya. Sekarang, kau hanya perlu pulang dan istirahat." Dokter perempuan itu berkata sambil berkutat dengan pekerjaannya."Aku tidak memiliki banyak waktu, Dokter!""Sepertinya kau tidak kalah sibuk dengan Jair Bolsonaro yang seorang pria nomor satu di Brazil." Dokter itu kemudian terbahak. Namun, keadaan menjadi hening ketika Dev menghentakkan telapak tangannya di meja."Ternyata kau sama keras kepalanya dengan ayahmu!""Jika aku menjadi pemilik rumah sakit ini, aku tidak akan membiarkan orang sepertimu menjadi tenaga kerja." Ucapan Dev membuat dokter itu mengunci tatapannya dalam sekejap."Apa kau benar-benar siap untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Dev Sasaka Erhan?" Mata tajam Dev seketika jatuh pada perempuan berseragam di seberangnya. Tidak disangka, dokter itu sudah terlebih dahulu menusuknya.Ketegangan meng
"Siapa kau?" Perempuan telanjang itu bergeming dan terus mendekati Dev dengan membawa ular di tubuhnya. Dev mengelak saat perempuan aneh itu mengendusnya."Menyingkir dariku, Jalang!" Dev terlihat marah. Akan tetapi, lawan bicaranya hanya tersenyum, memamerkan gigi taring. Saat melihat itu, seketika Dev mengerti bahwa dia sedang berhadapan dengan iblis. "Apakah kau yang mereka panggil dengan sebutan dewi?" Dev mengejek."Jika kau makin banyak bicara maka aku akan makin tertarik. Mulutmu sangat wangi dengan bau Asmodeus. Kau sudah memakan jatahku malam ini dan kau harus menggantinya." Perempuan itu berkata sambil mengendus leher Dev. Jilatan lidahnya membuat Dev merasa sedikit terlena."Apa maksudmu?" tanya Dev."Raja Asmodeus, kau adalah raja kegelapan. Setiap tatapanmu adalah mutiara. Engkau Bapak penguasa singgasana neraka. Birahi dan napsu tunduk di bawah kakimu. Aku datang sebagai kekasihmu, naungi aku dengan geloramu. Berkati aku dengan keringatmu. Aku mempersembahkan seluruh ke
Dev masih menunggu orang-orang itu melepas topeng. Dengan sabar, dia menyimak obrolan yang mungkin akan memberinya petunjuk. Seseorang datang menduduki kursi agung. Sepertinya ia adalah pemimpin kelompok. Ia berkata, "Apa kalian sudah menjalankan tugas dengan baik?" Dari suaranya Dev tahu bahwa orang itu adalah perempuan."Tentu. Semua berjalan seperti yang kau inginkan. Jess sudah mati setelah melewati penderitaan yang pantas." Seorang laki-laki menjawab. Dev merasa tidak asing dengan suara tersebut."Bagus. Semua berkat Dewi Lilith. Haimm untuknya." Wanita itu menyeru."Wanita cantik, Lilith! Kau adalah angin malam. Ketika rambut panjangmu mengalir tanpa suara, tatapanmu menusuk hati para pria. Dalam kegelapan bayanganmu tumbuh. Dark Moon Lilith, ular yang menyiksa. Aku mengagumimu tanpa rasa takut. Dewi, kau penting dan kaulah yang aku hormati. Ibu Lilith yang selamat dari sisa-sisa waktu, roh dari semua yang liar. Perwujudanmu kematian Ilahi. Aku datang sebagai anakmu. Lindungi aku
"Kau pikir aku tertarik dengan dunia sihir?" Elfara memandang gusar pada Dev."Aku tidak bertanya seperti itu, kan? Aku menemukannya di kamarmu.""Terserah kau, aku tidak peduli." Elfara berkata dingin dan Dev memilih diam. Tidak ingin memperburuk suasana hati Elfara.Sesampainya di rumah, keduanya saling diam hingga malam menjelang. Keanehan pun kembali terjadi. Dev di dalam kamarnya beberapa kali mendengar eraman naga, tetapi tidak bisa melihat wujudnya.Dalam keresahan, Dev menutup kedua lubang telinganya. Entah mengapa, tiba-tiba rasa panas mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Keringat mulai lolos dari pori-pori. Tetiba, Dev sangat membenci audio yang Mehmet setting putar otomatis setiap pagi, siang, dan malam. "Argh!" Dev mulai menggelinjang dan mulai merasakan listrik bertegangan rendah menyengat kakinya."Asmodeus!" gumamnya. Dia melihat makhluk berkepala tiga pada pantulan lemari kaca dengan wajah yang sangat murka."Mehmet é um inimigo em um cobertor! Você tem que matá-lo!" A
"Elfara!" Dev tergopoh-gopoh ke kamar rawat kakaknya. Gadis itu tampak sangat ketakutan."Apa ada yang menyakitimu?" Dev berusaha menenangkan Elfara."Nania! Nania menerorku!" Elfara menjawab setelah beberapa lama terpaku sejak kedatangan Dev. Genggaman Dev terlepas dari bahu kakaknya."Tenanglah! Aku akan memastikan dia tidak akan mengganggumu lagi." Sekeluarnya Dev dari kamar rawat Elfara, dia memutuskan keluar dari gedung rumah sakit."Cari tahu kebenarannya terlebih dahulu sebelum kau melakukan sesuatu." Langkah Dev terhenti di halaman depan rumah sakit."Kau mendengar semuanya. Apa kau tidak percaya pada Elfara?" Dev bertanya dengan tatapan lurus ke depan."Orang cerdas akan bersikap bijak, bukan?""Ya, aku mengamati Nania sejak lama. Aku harap kau tidak keberatan, Paman Mehmet!""Tentu. Aku selalu berpihak pada kebenaran."Dev menyiram tubuhnya yang lengket di bawah shower. Sejak dikejutkan oleh perubahan bentuk fisiknya, dia belum merasakan segarnya sentuhan air. Di bawah guyur