"Lepas!!" Lia membentak sambil menepis tangan Davin dengan kasar.
"Jangan menolak, lihatlah kondisimu. Kau tidak sedang baik-baik saja Lia!" balas Davin tak menyerah.
Lia tak mengerti dengan Davin dan langsung bingung dengan perhatiannya, tapi tentu dia juga tidak mau terbawa perasaan dengan hal itu. "Terus memangnya kenapa kalau aku terluka? Bukankah dengan begitu kau bisa bahagia, dan tidak perlu repot menyakitiku dengan tanganmu sendiri ...."
Walau merasa ngilu karena barusan diserempet motor, rupanya Lia bisa berdiri dan dia membuktikan ucapannya. Dia bisa tanpa Davin.
Sementara itu Davin yang kecewa dengan penolakan Lia, juga tak bisa diam saat menyadari sekretarisnya terluka meski itu hanya luka ringan. Davin terasa aneh dengan kepeduliannya itu, sebab seperti yang Lia katakan. Penderitaan Lia adalah kebahagiaan untuknya.
"Baiklah, tapi sekarang kita harus ke rumah sakit!" ujar Davin yang kemudian menggandeng Lia dan berusaha membantu dengan memapahnya. Sedikit memaksa, meski dia tak sampai menyakiti.
"Sudah kubilang, aku bisa sendiri. Lepaskan aku!" bentak Lia dengan suara yang keras, ternyata dia masih saja menolak bantuan Davin.
Namun, Davin juga tak bisa menurut dan terus saja melakukan apa yang ingin dilakukannya. Lia jadi marah dan juga geram karenanya, lalu dengan cerdik dia tiba-tiba melakukan sesuatu hal yang membuat Davin tak berkutik.
"Tolong-tolong! Pria ini melecehkanku! Tolong!!" ujar Lia dengan sekuat tenaga, membuat Davin syok dan terkejut.
"Apa-apaan kamu Lia?!" ujar Davin protes, tapi sayang masih tak didengarkan oleh Lia.
"Tolong! Dia ingin membawaku!!"
Beberapa orang yang berlalu lalang di sana segera berhenti dan menghampiri mereka. Mereka segera membuat Davin melepaskan Lia dan begitu lepas, Lia sendiri tak mau perduli dengan boss sekaligus mantan suaminya itu. Bodoamatlah dia mau dihakimi orang-orang atau dipukuli, karena sekarang dia bahkan sudah meninggalkan lokasi tersebut dengan cara menaiki taksi yang kebetulan lewat di hadapannya dan pulang ke rumah setelahnya.
❍ᴥ❍
Hari yang buruk untuk Davin, karena paginya selain harus menahan rasa nyeri diwajahnya karena salah paham orang-orang kemarin malam, dia harus rela melihat wajah tampannya berubah jadi penuh luka memar yang kini membiru. Wajahnya membengkak dan penuh dengan luka lebam akibat pukulan warga. Andai saja petugas keamanan tak segera datang kemarin malam, mungkin saja Davin sudah berakhir di rumah sakit.
"Sial! Wanita itu memang gila, aku sudah baik hati ingin menolongnya, tapi apa yang dia lakukan? Bedebah!!" umpat Davin geram.
Terbayang bagaimana nasib buruk menghampiri dirinya semalam dan membuatnya mengalami hal mengenaskan, membuatnya segera mengepalkan tangan. "Aku tidak bisa diam saja. Aku harus membalasnya dan memberikan perhitungan yang wanita itu sesali!"
Pergi ke kantor tanpa memperdulikan penampilan atau bahkan sekujur tubuhnya yang merasa nyeri. Davin dengan tak sabaran menemui Lia.
"Di mana perempuan itu? Panggil dia dan suruh ke ruanganku untuk menghadap kemari!" ujar Davin membentak salah satu staf yang papasan dengannya.
Amarahnya sudah melambung tinggi, sehingga begitu sampai di ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya, Davin yang tak bisa tenang melampiaskannya pada sesuatu di sana.
Brakk!!
"Arrrggghhh!"
Rupanya Lia sudah tiba, kebetulan setelah bertemu Davin, salah satu staf itu langsung bertemu Lia yang juga baru datang. Itulah mengapa bagaimana wanita itu bisa tiba dengan cepat di ruangan Davin.
"Cepat juga kamu!" Davin berkata dengan kalimat yang tiba-tiba tenang.
Anehnya setelah marah, dia secepat itu bisa mengontrol emosinya. Entahlah karena apa itu, tapi mungkin saja karena sempat melampiaskan amarahnya pada beberapa barang di sana.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu, Pak?" Lia yang sempat terkejut pun tak jauh berbeda, segera mengontrol diri dan memperlihatkan ketenangannya.
Davin tak langsung menjawab, tapi malah memejamkan mata sembari bersandar ke sandaran kursi kebesarannya.
"Apa kau lihat bagaimana keadaanku sekarang?" tanya Davin tanpa repot membuka mata.
Lia terlihat langsung meneguk ludahnya kasar, tapi pandangannya tak bisa lepas dari bossnya. Dia langsung waspada dan gelisah membayangkan kalau kalimat yang barusan keluar dari bibir Davin mungkin saja mengundang masalah pada dirinya.
Apalagi saat melihat bagaimana Davin terlihat buruk dari segi apapun. Wajah yang hancur karena penuh luka memar. Hal itupun membuat Lia mengingat kejadian semalam dan membuatnya lebih gelisah lagi.
"Apa kau tidak punya mulut?!" bentak Davin terdengar kesal dan langsung membuka matanya menghunus menatap Lia. "Kita tidak perlu basa-basi, tapi aku beritahu padamu kalau kau harus membayar luka-lukaku ini dan bertanggung jawab!" lanjut Davin dengan nada menuntut.
"Apa yang anda inginkan, Pak?" Akhirnya Lia memberanikan diri untuk menjawab.
"Tentu saja bukan uang, karena aku sudah memilikinya."
"Jangan berbelit-belit!" tantang Lia dengan berani.
Seketika Davin pun bangkit dari kursi kebesarannya dan menghampiri Lia. Secara tak terduga dan dengan cepat dia menarik pergelangan tangan perempuan itu dengan kasar.
Blam!
Davin dengan tanpa hatinya mendorong Lia terjatuh ke atas sofa lalu menghimpitnya di sana. Mencengkram rahangnya sekaligus mengunci pergerakannya.
"Kau benar soal semalam, aku menginginkan penderitaanmu. Aku mau kau menangis darah dan bersujud di kakiku!!" geram Davin sama sekali tak membiarkan Lia melakukan perlawanan dan bahkan sekarang tidak juga memberikan kesempatan untuk bicara. "Harusnya setelah semalam kau membuatku jadi seperti ini, pagi ini kau sudah mendekam di penjara, tapi tidak aku tak menuntutmu atau membuatmu mendekam di sana. Namun, Lia kau masih ingat bukan bagaimana aku, ini tidak gratis dan kau harus membayarnya!" tegas Davin kejam.
"Apa maumu?"
"Sudah kukatakan penderitaanmu Lia!"
Setelahnya karena hal itu, Davin memanfaatkannya untuk melecehkan Lia. Begitu mendapatkan maunya, segepok uang langsung dia lemparkan ke wajah mantan istri sekaligus sekretarisnya itu.
"Sekarang harusnya kau tahu betapa hinanya dirimu. Wanita rendah-an dan tidak tahu diri!" ejek Davin merasa puas dan menang.
Sementara Lia sudah sangat berkaca-kaca, meski air matanya tak sampai jatuh. Harga dirinya diinjak-injak dan dia merasa murah-an sekarang. Apa yang ditakutkannya kemarin sudah kejadian, sekarang dia bukan hanya sekretarisnya Davin, tapi juga jala-ngnya.
Menguatkan hati dan membereskan dirinya, lalu saat sudah selesai dia keluar tanpa suara. Ada luka yang tak tertahankan dalam hatinya, tapi pria tak punya perasaan itu mana mungkin paham dengan itu.
"Barusan dia keluar dari ruangan Pak Davin, lama sekali di sana, dan lihatlah penampilannya yang berantakan. Menurutmu apa yang sudah dia lakukan?" ujar salah satu karyawan sambil menatap Lia. Dia tak perduli jika orang yang dibicarakan olehnya masih di sana dan mendengarkan ucapannya.
"Jual diri, memangnya apalagi? Lagian sejak diterima di sini dia sudah keliatan aslinya kok. Ingat kejadian di pantry, bagaimana dia menggoda Pak Davin?" jawab salah satu karyawan lainnya.
Lia tak tahan lagi, hati dan perasaannya sudah terlalu sesak. Walaupun memang di sisi dirinya yang lain, dia marah dengan perkataan itu, tapi mana mungkin dia melabrak mereka. Kenyataannya memang begitu. Dia baru saja resmi menjadi jala-ngnya seorang Davin.
Buru-buru Lia pun berlalu dari sana dan masuk ke salah satu bilik toilet. Pertahanannya pun runtuh di sana. Dia menangis melampiaskan perasaannya.
"Arrrggghhh, tidak!! Kenapa, kenapa aku harus mengalami hal sepahit ini ... kenapa?!" ujarnya sambil menggigit bibirnya dan menutup mulutnya.
Bahkan jika dia tak kuat, dia tak mempunyai kesempatan untuk kabur. Kontrak kerja membuatnya terikat dan ancaman Davin membuatnya tak berdaya. Sungguh naas nasibnya, tapi walau sudah begitu Lia tak seberuntung Cinderella yang mempunyai ibu peri sebagai penyelamatnya.
❍ᴥ❍
Bersambung
Setelah kejadian buruk yang membuatnya merasa hina, Lia tak bisa menuntut atau kabur dari masalah itu. Mungkin sekarang dia sudah sama buruknya dengan perempuan panggilan, tapi Lia tak berdaya. Melihat bagaimana Davin setelah sekian lama dan bagaimana pria itu sekarang, memang tak bisa dipungkiri membuat Lia sangat takut. Apalagi dengan ancaman dan kekuasaannya. Teringat akan keberadaan Raka, mungkin karena hal itu, Lia putuskan untuk menyembunyikannya saja. Tidak perduli dengan apa yang dialaminya sekarang, penderitaan dan siksaan yang tiada habisnya, tapi Lia tetap akan memastikan kalau anaknya akan baik-baik saja. Termasuk jika dia harus jadi jala-ngnya Davin. Dia mencoba untuk tak perduli itu, meski sangat menyakitkannya. "Apa kamu baik-baik saja, Lia? Aku perhatikan sejak kamu bekerja kembali kamu bertambah stress saja dan beberapa hari terakhir kamu terlihat murung?!" tanya Lyra sahabatnya yang selama ini mengasuh Raka di penitipan anak. Lia menghela nafasnya kasar, kemud
Setelah kejadian naas yang membuat Lia merasa kehilangan harga dirinya, wanita itu tak pergi bekerja selama tiga hari. Dia di rumah, meski anaknya tetap saja diantar ke penitipan anak sampai jam kerjanya selesai. Supaya sahabatnya Lyra yang juga bekerja di sana tak curiga.Tak ada kabar atau izin yang dia lakukan supaya izin tak masuk kerja. Lia semena-mena dan berharap hal itu bisa jadi pertimbangan HRD untuk memecatnya secepatnya.Tak ada yang dia lakukan selain malas-malasan dan memperbaiki perasaannya yang buruk. Tidur dan menonton, meski pada akhirnya, Lia sendiri tak bisa menikmati kegiatannya itu. Dia masih gelisah dan terluka karena seorang Davin dan bahkan tak jarang karenanya tatapannya sesekali sempat kosong.Tok-tok!Mendesah kasar, Lia mengerutkan dahinya heran, menatap pintu dan memikirkan siapa yang datang. Baru setelahnya bangkit dan berdiri untuk memeriksanya.Cl
Davin terlihat puas saat melihat Lia kembali bekerja. Dia senang karena artinya berhasil menyelesaikan perempuan yang dibencinya. Saat ini dia bahkan tak sabar untuk menyiksanya kembali. Seolah-olah penderitaan wanita itu adalah kebahagiaannya. "Lia!" ujar Davin memanggil dengan suara kerasnya. Lia yang bekerja di depan ruangannya mendengar dan menghampirinya dengan cepat. Jangan sampai pria tak punya hati itu semakin membuatnya marah. "Iya, Pak!" "Siapkan tiket pesawat perjalanan ke luar kota, penginapan dan segala macam hal lainnya. Lakukan dengan baik dan jangan sampai ada yang salah. Aku harus ke sana selama tiga hari ke depan untuk bertemu klien kita," ujar Davin memberitahu. Dia memang sudah cukup jelas memberikan perintahnya, dan Lia pun melakukannya dengan baik. Akan tetapi semuanya tak selancar itu, karena ternyata Davin mau dirinya ikut menemaninya. "Tapi Pak, Anda tidak memberi perintah pada Saya sebelumnya tentang itu. Dua jam lagi pesawatnya berangkat dan karena itu
"Kau benar-benar udah gila. Tidak punya hati dan akal sehat! Aku pikir aku di sini untuk pekerjaan, tapi apa? Semua ini cuma demi kesenanganmu. Bajing-an, aku bahkan meninggalkan anakku demi kamu?!" amuk Lia kesetanan dan marah mengetahui kalau dirinya tak melakukan apapun di sana.Davin cuma main-main dan bersenang-senang. Tak ada pertemuan ataupun pekerjaan. Dia murni untuk menyenangkan hatinya saja. Sayangnya Lia baru sadar saat memperhatikan kegiatan Davin yang cuma bermalasan dan tak melakukan kegiatan apapun sejak dua hari.Awalnya Lia memang tak curiga, masih berpikir positif dan berpikir Davin mungkin kelelahan karena perjalanan mereka cukup jauh. Namun dia juga tak bisa terus-terusan merasa wajar setelah beberapa hari terus begitu."Apa kau sudah memiliki anak? Jadi kau sudah menikah lagi Lia?!" tanya Davin syok dan tak percaya.Lia tertegun dan baru menyadari kesalahan ucapnya itu. Te
Davin sedang bersantai di ruang tengah rumahnya Lia. Oh, bukan, tapi rumahnya juga sekarang. Melihat desain interior ruang tengah, Davin terkagum dengan selera mantan istrinya. Lia memang tak di ragukan soal begituan, sehingga walaupun sederhana rumahnya sangat indah dan sekaligus nyaman di saat yang bersamaan. Siapapun bakalan betah tinggal di sana, dan bahkan Davin sendiri pun demikian.Lia sedang mandi saat pintu di ketuk dari luar. Mendengar itu, Davin yang masih do ruang tengah terpaksa bangkit dan membukanya.Rupanya yang datang suaminya Lyra yang mengantarkan Raka pulang. "Maaf, anda siapa dan di mana Lia?"Davin mengeras menyadari seorang pria yang berkunjung dan dia tak terima karena berpikir hal yang buruk. Davin memanas sendiri dengan pikirannya."Kamu yang siapa?!" balas Davin dengan sinis dan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.Pria itu tersenyum ramah dan
Lia terbuai melihat keakraban Davin dengan Raka. Dia terharu dan bahkan berpikir akan melakukan apapun demi bisa melihatnya terus. Asal Raka bahagia, maka Lia berani mengorbankan segalanya dan mempertaruhkan hidupnya."Papa jangan pelgi lagi, ya! Raka janji nggak akan minta dibelikan mainan baru lagi," ujar Raka dengan penuh harap."Kenapa Nak, memangnya mainan tadi sudah cukup?" pancing Davin sambil menatap Lia yang sekarang masih memperhatikan keduanya."Tidak, dan Raka sebenarnya masih banyak mainan baru yang Raka mau, tapi Raka tak mau Papa pergi lagi!" ujar Raka serius.Anak itu memang belum mengerti siapa dan apa sosok ayah itu, tapi dia sungguh dalam ketidak mengertiannya dia tak mau kehilangan. Dia menginginkan Davin, dan rasa menginginkan itu begitu besar sampai tak mau kehilangan.Lia sebagai perempuan yang sudah melahirkannya tentu saja tahu dengan apa yang putranya ra
"Kau terlambat!" Davin menghadangnya dan menatap Lia tajam.Lia terkejut, menatap Davin dengan tak percaya. Kenyataannya pria itulah penyebabnya, tapi sekarang dia malah menatap Lia dengan menuntut penjelasan. Bersikap seolah tak tahu apapun. Seolah bukan dia orang yang menurunkan Lia di jalan."Apa maksudnya?""Masih bertanya seperti itu, seolah-olah kau tidak salah?!" geram Davin dengan serius. "Harusnya aku yang kesal padamu karena kau terlambat, tapi di sini kau malah menatapku dengan tatapan perlawanan."Lia menghela nafas. Bahkan letihnya belum habis saat beberapa menit lalu dia berjalan berpuluh-puluh meter, cukup jauh sampai kakinya terasa kram, sampai kemudian dia sampai di pangkalan ojek dan naik ojek ke kantor.Namun bahkan walau begitu pria yang kejam, tidak punya hati dan membuatnya dalam masalah itu, kembali memperlihatkan jati diri. Iblish untuk Lia.
Brakk!Tiba-tiba Lia yang baru saja keluar dari toilet, tertarik masuk kembali ke dalam. Dia kaget setengah mati dan syok dengan kejadian itu dalam sekejap. Namun belum juga selesai dengan kekagetannya, sesuatu menyusul seperti menghimpit lalu membungkamnya. Lia tak bisa berbuat banyak karena pergerakannya bahkan tanpa disadari sudah terkunci."Cemburu eh?!" ujar Davin meledek setelah puas berbuat seenaknya pada Lia.Ah, ya pria itulah yang membuat Lia dalam posisi sekarang. Dia tiba-tiba datang, lalu dalam sekejap menarik Lia masuk ke dalam dan menguasainya.Tersenyum terlihat puas, apalagi saat melihat wajah yang tak berdaya Lia. Wajah itu bukannya membuatnya iba, tapi malah seperti menjadi kesenangan tersendiri bagi Davin bisa menyaksikannya."Sudah puas melakukannya?!" bentak Lia sambil kemudian bergerak memberontak."Belum Lia. Apa yang terjadi den
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa