Lia terbuai melihat keakraban Davin dengan Raka. Dia terharu dan bahkan berpikir akan melakukan apapun demi bisa melihatnya terus. Asal Raka bahagia, maka Lia berani mengorbankan segalanya dan mempertaruhkan hidupnya.
"Papa jangan pelgi lagi, ya! Raka janji nggak akan minta dibelikan mainan baru lagi," ujar Raka dengan penuh harap.
"Kenapa Nak, memangnya mainan tadi sudah cukup?" pancing Davin sambil menatap Lia yang sekarang masih memperhatikan keduanya.
"Tidak, dan Raka sebenarnya masih banyak mainan baru yang Raka mau, tapi Raka tak mau Papa pergi lagi!" ujar Raka serius.
Anak itu memang belum mengerti siapa dan apa sosok ayah itu, tapi dia sungguh dalam ketidak mengertiannya dia tak mau kehilangan. Dia menginginkan Davin, dan rasa menginginkan itu begitu besar sampai tak mau kehilangan.
Lia sebagai perempuan yang sudah melahirkannya tentu saja tahu dengan apa yang putranya ra
"Kau terlambat!" Davin menghadangnya dan menatap Lia tajam.Lia terkejut, menatap Davin dengan tak percaya. Kenyataannya pria itulah penyebabnya, tapi sekarang dia malah menatap Lia dengan menuntut penjelasan. Bersikap seolah tak tahu apapun. Seolah bukan dia orang yang menurunkan Lia di jalan."Apa maksudnya?""Masih bertanya seperti itu, seolah-olah kau tidak salah?!" geram Davin dengan serius. "Harusnya aku yang kesal padamu karena kau terlambat, tapi di sini kau malah menatapku dengan tatapan perlawanan."Lia menghela nafas. Bahkan letihnya belum habis saat beberapa menit lalu dia berjalan berpuluh-puluh meter, cukup jauh sampai kakinya terasa kram, sampai kemudian dia sampai di pangkalan ojek dan naik ojek ke kantor.Namun bahkan walau begitu pria yang kejam, tidak punya hati dan membuatnya dalam masalah itu, kembali memperlihatkan jati diri. Iblish untuk Lia.
Brakk!Tiba-tiba Lia yang baru saja keluar dari toilet, tertarik masuk kembali ke dalam. Dia kaget setengah mati dan syok dengan kejadian itu dalam sekejap. Namun belum juga selesai dengan kekagetannya, sesuatu menyusul seperti menghimpit lalu membungkamnya. Lia tak bisa berbuat banyak karena pergerakannya bahkan tanpa disadari sudah terkunci."Cemburu eh?!" ujar Davin meledek setelah puas berbuat seenaknya pada Lia.Ah, ya pria itulah yang membuat Lia dalam posisi sekarang. Dia tiba-tiba datang, lalu dalam sekejap menarik Lia masuk ke dalam dan menguasainya.Tersenyum terlihat puas, apalagi saat melihat wajah yang tak berdaya Lia. Wajah itu bukannya membuatnya iba, tapi malah seperti menjadi kesenangan tersendiri bagi Davin bisa menyaksikannya."Sudah puas melakukannya?!" bentak Lia sambil kemudian bergerak memberontak."Belum Lia. Apa yang terjadi den
Sesampainya di rumah Lia segera merenggangkan tubuhnya yang pegal, sebelum kemudian ke sofa dan duduk di sana untuk merebahkan tubuhnya ke sandaran sofa."Mama capek ya?" tanya Raka yang juga ada di sana.Sebenarnya memang sebelum pulang Lia menyempatkan diri menjemput putranya di penitipan anak."Iya sayang, jadi Mama mohon kamu jangan nakal dan mengacaukan rumah. Mama mau tidur sebentar bisa?" ujar Lia yang segera disetujui Raka dengan anggukan kepalanya.Namun namanya juga anak-anak mana mungkin semudah itu diberitahu. Anggukan kepala dan persetujuannya cuma angin lalu. Faktanya Raka mulai bosan dan mencari mainan baru yang semalam dibelikan oleh Davin. Menaruhnya di lantai lalu memainkannya.Begitu bosan, Raka tiba-tiba bangkit dan menendang satu-satu mainannya. Seolah sedang main bola, padahal yang sedang ditendangnya adalah mobil-mobilan. Davin kalau melihatnya pasti menyes
Lia sudah tidak mood untuk makan lagi, walaupun sejak siang dia belum mengisi perutnya dengan apapun. Dia memang bisa saja memasak karena persediaan dapurnya masih penuh, tapi ucapan Davin membuatnya kehilangan selera.Usai membereskan meja makan dan mencuci piring kotor juga serangkaian alat masak yang sudah digunakan olehnya beberapa saat lalu, Lia cuma mengambil apel dari kulkas lalu meneguk air untuk dia minum. Hanya itu, karena setelahnya benar-benar tak ada lagi yang masuk ke perutnya.Beralih pada Raka, dia ke kamar putranya untuk melihat keadaanya. Biasanya sebelum tidur dia suka membacakan dongeng atau mengajaknya sikat gigi.Namun tepat saat Lia akan masuk, Davin keluar kamar dan menatapnya datar. "Dia sudah tidur. Jangan ganggu!""Aku ibunya dan aku berhak memastikannya!""Cukup Lia, jangan kekanakan. Kamu hanya ibu angkatnya bukan, setidaknya walaupun tak bisa menjadi
Lia bergetar pagi itu. Setiap menatap ke arah Davin dia ketakutan. Lima tahun lalu dia tak pernah menemukan sisi mantan suaminya yang kejam seperti itu, tapi sekarang dia bahkan merasakannya. Davin kasar, kejam, dan seperti monster menyiksanya.Sebelum keluar kamar, pria itu sempat melempar beberapa lembar uang pada wajahnya. Menghinanya dan tak lupa memperingatkan kalau dirinya tak ada bedanya dengan perempuan malam yang suka jual diri.Kali ini Lia lemah dan tak sanggup melawan. Untuk beberapa menit setelah Davin keluar, wanita itu menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Benarkah dia takkan bisa lepas dari Davin dan selamanya akan hidup dalam penderitaannya.Lia terus menangis, meski tak meraung, tapi kali ini dia benar-benar terlihat rapuh dan tak berdaya. Andai saja dia tak segera mengingat Raka, mungkin dia takkan menemukan tumpuannya lagi atau mungkin tak sanggup hidup."Tidak. Aku tidak bisa
Davin mengusap kepalanya kasar, lalu mendesah dengan berat. Pria itu sangat tertekan dengan fakta keguguran Lia, sebab walaupun sudah lama, tapi mimpi itu masih tak terkubur. Sampai sekarang itu masih ada, Davin dan Lia sejak menikah menginginkan momongan.'Bagaimana sayang?' tanya Davin beberapa tahun lalu saat mereka masih bersama dan hubungan keduanya masih belum merenggang.'Negatif lagi ....' Lia menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca dan dia ingin menangis saat itu juga. Perempuan itu sedih dan disaat yang sama dia tak bisa menahannya lagi, sampai tubuhnya sedikit bergetar menahan isak tangisnya yang akhirnya pecah.Davin menghela nafasnya panjang kemudian tersenyum hangat dan menarik istrinya untuk dipeluk. 'Jangan menangis, kita sudah periksa bukan dan tak ada masalah apapun diantara kita. Artinya kita belum diberi kepercayaan saja untuk memiliki anak, atau mungkin kesempatan untuk pacaran lebih lama lagi!'
Amel kembali mendatangi perusahaan putranya, bukan untuk melihat Davin, tapi untuk Lia. Benar, dia ke sana untuk mantan menantunya itu. Akan tetapi dia tak menemukan Lia di sana. Sudah tiga kali berturut-turut, hampir setiap harinya ke sana, tapi sampai sekarang Amel masih mendapatkan hasil yang mengecewakan. "Mama kemari untuk menemui Davin?" tanya Liona. Benar, itu adalah Liona bukan Lia. Sejak mengaku hamil anak Davin, wanita itu semakin menekan posisinya. Meski sudah lima tahun terus di status yang sama, masih tunangan Davin, tapi Liona malah bersikap seolah dia adalah nyonyanya Davin. "Apa urusanmu kesini, Liona? Aku ingat kau tidak bekerja di sini ...." Untuk sesaat Liona tak mampu menjawab pertanyaan itu, sampai bayangan Lia yang menjadi sekretaris Davin melayang di kepalanya. Wanita itu jadi punya ide dan bermaksud menjelek-jelekkan Lia dihadapan Amel. "Aku hanya menjaga Davin calon suamiku dari Lia, Ma. Hm, wanita mandul dan tukang selingkuh itu, sekarang sudah bekerja di
"Kamu kemana saja sih, beberapa hari ini? Aku lihat sekretarismu perempuan rendah-an itu juga tak ada di depan?" Liona menemui Davin. Sebenarnya dia sudah berusaha menjumpai tunangannya itu, sama seperti Amel yang berulang kali bertemu dengan Lia, maka Liona pun tak kalah dia menjumpai Davin. Di apartemen, rumah, tempat kerja dan bahkan menghubunginya lewat telepon. Davin tetap saja susah diajak bertemu, meski akhirnya usaha Liona tak sia-sia. "Jangan menggangguku dan pulanglah!" ujar Davin memperingatkan. Dia yang saat ini sibuk dengan setumpuk pekerjaannya, berkutat dengan laptop, sama sekali belum mengalihkan pandangannya untuk melihat Liona. Bagi Davin tunangannya itu sama sekali tak penting. "Aku tidak mau. Kamu tidak bisa mengusirku seperti ini!!" bantah Liona memberanikan diri bersikap tegas. Namun bukannya perduli atau menunjukkan ekspresi lain di wajahnya, setelah mendengar ucapan Liona, pria itu malah mengambil ponselnya lalu menghubungi asisten pribadinya. "Panggilkan
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa