Davin masih tidak tahu siapa Raka yang sebenarnya, tapi dia tak pernah bisa menahan perasaan yang lebih pada anak itu. Dia tak bisa menolak dan bahkan sedih saat melihat anaknya menangis.Pagi ini dia dan Raka bangun cepat. Mereka langsung gosok gigi dan cuci muka. Sementara Lia masih terlelap dalam tidurnya. Tak mau membangun wanita itu, kedua laki-laki yang beda usia itu langsung ke dapur untuk sarapan bersama."Raka mau makan apa, Nak?" tanya Davin perhatian."Nasi goreng ayam goreng, Papa," jawab anak itu apa adanya.Untuk sesaat Davin mengangguk saja, kemudian ke kulkas dan memeriksa bahan yang ada. Namun, kemudian dia tersadar kalau dirinya tak bisa memasak."Kita makan di luar saja, yuk!" ajak Davin dengan tak punya pilihan.Raka mengangguk setuju saja, lalu dengan anehnya dia melanjutkan dengan menggelengkan kepala. "Teyus Mama gimana Papa?"&n
Raka langsung turun dari mobil Papanya Davin, dan bersiap menaiki mobil mainan baru yang baru saja dibeli Davin. Anak itu bersemangat dan Davin tersenyum senang melihatnya.Begitu mobil mainannya yang bisa dinaiki itu tiba, dan dikeluarkan petugas ekspedisi pengiriman, Raka memancarkan kegembiraannya, dan Davin segera membantunya untuk memakainya setelah diarahkan beberapa saat.Brum-brum!Raka bahkan masuk ke rumah dengan menaikinya. Davin mengikuti dari belakang sekaligus mengikutinya."Hati-hati sayang, jangan sampai menabrak atau jatuh!" ujar Davin memperingatkan.Raka segera mengangguk paham dan menurut pada Davin. "Baik Papa!"Tak berselang lama Lia muncul dari arah dapur sambil memakai celemek dan memegang spatula. Lia mendekat dan mencoba menghampiri Raka. Sayangnya karena sedang asik memainkan mainan mobil barunya, anak itu malah mengacuhkan ibunya.Lia menghela nafasnya kecewa dan Davin melihatnya. "Jangan mengganggunya. Apa kau ingin merusak kesenangan Raka lagi, hah?" omel
Davin baru saja tiba di gedung perusahaannya, ketika Liona tiba-tiba datang dan menghadangnya. Wanita itu terlihat sedikit pucat dan juga acak-acakan. "Menyingkir! Jangan menghadang jalanku!" ujar Davin sambil menatap tajam. Wanita satu ini sangat merepotkan dan suka sekali mengganggu hidupnya. Davin sudah muak dan ingin menyingkirkan Liona supaya berhenti mengganggunya. "Tolong dengarkan aku, sekali ini saja. Anak kita Ares sedang sakit dan dia sangat membutuhkanmu," kata Liona memohon. Davin terdiam untuk sesaat. Lalu terlihat berpikir keras. Anehnya meski tampilan Liona sangat menyakinkan atas apa yang baru saja di ucapkan Davin merasa tak percaya atau bahkan menunjukkan keresahannya sendiri. "Aku bilang, menyingkir dari jalanku!" ujar Davin dengan dingin. Pria itu bahkan dengan kasar mendorong Liona dari jalannya. Seandainya wanita itu tak segera sigap menyeimbangkan diri mungkin dia sudah terjatuh. "Dia anakmu Davin, ada apa denganmu?! Ares darah dagingmu!" tegas Liona sedi
Kebutuhan dapur sudah menipis, membuat Lia yang menyadari hal itu memutuskan untuk pergi belanja. Karena masih cuty kerja, Raka tidak dititip ke penitipan anak dan Lia membawanya untuk belanja."Mama sebenarnya kapok bawa kamu kemari lagi, Nak. Soalnya anak kesayangan Mama yang lumayan menguras dompet. Melihat apa saja yang menarik kamu langsung memaksa Mama beli itu," jelas Lia sembari membawa Raka menjauh dari rak perbelanjaan yang berpotensi membuatnya gagal membeli kebutuhan dapur."Tapi papa bilang Raka anak terbaiknya, bukan anak nakal, Ma," jawab Raka sambil mengingat ucapan Davin padanya saat mereka bersama. Beda dengan Lia yang lumayan galak, Davin sangat lembut dan baik hati. Bagi Raka yang tak tahu apa-apa itu, papanya adalah malaikat untuknya."Papa juga suka beliin banyak mainan sama Raka. Kata papa kalau Raka dah gede, papa mau belikan pesawat terbang biar Raka bisa ke langit jalan-jalan ke mana aja asal sama papa," lanjut Raka terlihat antusias membicarakan ayahnya.Juj
"Mama siapa nenek tadi?" tanya Raka penasaran.Saat ini Lia yang mood belanja karena bertemu Amel. Memutuskan untuk menyudahinya dan mengajak Raka untuk menikmati sesuatu. Mereka makan es krim untuk memulihkan perasaannya.Akan tetapi itu tak berjalan mulus sesuai harapan Lia, sebab anaknya Raka terus saja bertanya dan membuatnya semakin teringat saja dengan kenangan sulitnya beberapa tahun silam."Nenek tadi siapa, katakan Mama?" tanya Raka lagi lebih menuntut membuat Lia sedikit jengkel."Makan saja es krimnya atau kalau masih banyak bertanya lagi, sini es krimnya Mama habiskan saja supaya kamu tidak bisa menikmatinya?!" ancam Lia akhirnya menjawab.Namun bukannya takut, Raka malah menyerahkan es krimnya pada Lia. Aneh sekali dan membuat Lia heran karena biasanya Raka tak begitu. Kalau diancam biasanya anaknya pasti takut dan menurutinya."Mama makan saja, nanti Raka tinggal minta Papa belikan yang banyak. Papa itu baik, tidak sepelti Mama yang galak!" ujar Raka membuat Lia melotot
Davin sungguh menuruti Raka, membawa anak itu keluar dan membelikannya es krim sebanyak yang dia mau. Anak itu tampak senang dan kesenangan itu menular pada Davin."Raka suka?" tanya Davin sambil mengusap puncak kepala anaknya.Raka menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menatap Davin. "Suka sekali. Raka juga senang karena Papa sekalian membeli kulkas es krimnya."Ah, ya. Tidak tanggung, Davin memang membeli isi sepaket dengan kulkas es krim tersebut. Membawanya pulang dan menaruhnya di bagian rumah yang mudah di jangkau semua orang.Lia yang baru saja selesai menyiapkan makan malam, terkejut dengan suara berisik dari ruang depan. Lalu cukup syok saat melihat saat memeriksanya."Apa yang kalian lakukan?!" tanya Lia dengan nada tak habis pikir. Berjalan menghampiri ayah dan anak itu lalu berkacak pinggang dan menatap tajam keduanya secara bergantian.Raka segera menunduk takut, sementara Davin malah tersenyum tanpa dosa."Kamu tidak seharusnya melakukan ini. Es krim sebanyak itu, apa
Raka sangat nakal dan tidak mau mendengarkan Lia. Anak itu persis Davin, kalau sudah menginginkan sesuatu pasti susah dibilangin. Seperti lemari pendingin khusus es krim contohnya. Sejak ada itu dan berisi penuh, Raka suka sekali memakannya, tak mau mendengarkan aturan ibunya."Cukup Raka. Mama bilang jangan makan lagi!" tegas Lia yang seperti angin lalu bagi si kecil.Memang pas ketahuan dia langsung berhenti, tapi begitu lepas dari perhatian ibunya anak itu langsung tancap gas makan lagi. Begitu terus tak ada bosannya.Hari pertama Raka mulai mengalami gejala sakit pada tenggorokannya, tapi karena es krim enak, anak itu tak terlalu memperdulikannya. Sementara Lia sebagai ibu tentu saja tak diam saja, dia bahkan sudah membagikan sebagian besar es krim di sana. Namun karena belum habis, Raka masih lanjut terus."Kamu bisa flu, Raka!""Mama jahat!!"Hachi!!Bukan Raka yang bersin, tapi ayahnya Davin. Ah, ya dia juga ikut mengonsumsi es krim, sama seperti Raka yang makan seperti tidak a
"Cih, mampus kamu perempuan jadi-jadian. Emangnya enak aku kerjain!" gerutu Lia setelah puas mengerjai Liona.Dia meletakkan ponsel Davin yang sudah tak terhubung lagi dengan Liona. Sungguh puas sekali perasaan Lia sekarang. Entah mengapa walaupun kedengaran kejam, tapi dia merasa lega. Akhirnya dia bisa membalas apa yang pernah Liona lakukan padanya lima tahun lalu."Pasti kebakaran jenggot tuh perempuan. Haha, asik juga giniin orang. Lain kali coba lagi ah!" seru Lia sambil beranjak dan mencoba bangkit dari tempat tidur.Namun tiba-tiba saja sesuatu bersarang di pinggangnya. Terasa berat sampai membuatnya tertahan tetap dalam posisi yang sama. Lia menoleh kebelakang dan menemukan Davin sudah terbangun, menatap dengan senyuman devil yang membuat bulu kuduk Lia merinding disko."Sejak kapan kamu bangun?!" tanya Lia sambil meneguk ludahnya kasar.Davin tak menjawab melainkan menarik Lia semakin dekat dan menyekapnya semakin erat, tapi kemudian satu tangannya yang lain yang bebas juga t
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa