Perkataan Lia bukan hanya mempengaruhi seorang Davin Geraldo, tapi juga membuatnya tak tenang. Sepanjang waktu, pria itu terus memikirkannya dan terhina karenanya. Seperti radio rusak itu terus berputar dikepalanya.
"Sial! Aku tidak akan membuat perempuan itu merasa menang dan menghinaku begini. Aku harus melakukan sesuatu untuk mempermalukannya dan membuatnya sadar dengan posisinya!" ujar Davin serius sambil mengepalkan tangannya erat.
"Perempuan brengsek itu harus tahu diri, apapun caranya!" lanjutnya seperti tengah berapi-api. "Cih, secepatnya akan kuberi perhitungan supaya tahu rasa!"
Davin benar-benar tak terima dan marah dengan ucapan Lia beberapa saat lalu padanya. Sementara itu Lia di depan ruangan Davin juga terlihat tak tenang.
Wanita itu bukan menyesali perkataannya pada Davin, tapi merasa waswas sekarang. Jika tadi saja Davin berani melecehkan dirinya, bagaimana kedepannya mau jadi apa Lia selanjutnya di perusahaan itu. Dia tak mau jadi jala-ng pribadi pria itu. Sungguh, membayangkannya saja, Lia sudah jijik pada dirinya sendiri. Sentuhan Davin bahkan seperti luka yang menyakitkan bagi dirinya.
Namun apa yang harus dia lakukan, posisinya bahkan tidak bisa mendukungnya apalagi orang-orang di perusahaan sudah mencap buruk atas dirinya.
Brak!!
Tiba-tiba Liona muncul dihadapannya. Wanita itu rupanya belum pulang dan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang ada dalam kepalanya.
"Aku peringatkan padamu untuk jangan macam-macam pada Davin. Jangan berani menggodanya atau bahkan merayunya. Jala-ng sepertimu tidak pantas dengannya dan aku bersumpah akan menyingkirkan dirimu secepatnya dari perusahaan ini!!" gertak Liona sambil menatapnya tajam.
Namun Lia tidak takut dan bahkan muak dengan wanita dihadapannya. Liona ini baginya adalah perusak rumah tangganya di masa lalu dan Lia sangat membencinya. Akan tetapi bagian ucapan wanita itu tentang mengatakan akan menyingkirkan dirinya dari perusahaan, entah mengapa membuat Lia merasa tertantang, walaupun Lia sendiri sangat ingin keluar dari sana.
"Menyingkirkanku?" ulang Lia sambil berdiri dan mempermainkan Liona dengan nada suaranya. "Coba saja jika bisa dan oh, ya untuk masalah Davin. Jangan menyuruhku untuk tidak menggodanya, tapi jagalah dia untuk tidak tergoda denganku!"
"Sialan! Kau pikir siapa dirimu sampai begitu percaya diri Davin tergoda denganmu?!" bentak Liona marah dan tidak terima. "Lihat saja nanti, aku benar-benar akan menyingkirkanmu dan membuatmu tidak diterima diperusahaan manapun!!"
Lia mencoba tenang dan tidak terpancing. "Silahkan saja dan lakukan semaumu. Kita lihat saja siapa yang pecundang diantara kita dan kali ini siapa yang disingkirkan Davin dari sisinya!"
Liona mengepalkan tangan, ingin marah atau menampar Lia saat itu juga. Andai akal sehat tak bersamanya mungkin dia sudah melakukannya, tapi Liona nyatanya tak melakukannya. Dia tak mau menciptakan kerusuhan dan membuat namanya buruk.
"Kali ini kau bisa bersikap angkuh dihadapanku, tapi lihatlah lain kali. Lima tahun lalu aku berhasil membuatmu di posisi terrendah dan lain kali kau juga akan begitu. Jadi bersiap-siap saja!" tegas Liona tak mau kalah.
Lia mengepalkan tangannya, menahan amarah yang muncul tiba-tiba. Teringat bagaimana wanita dihadapannya adalah salah satu penyebab kehancuran kehidupannya di masa lalu, tak bisa ditahan air muka Lia memang berubah karenanya. Namun, dia juga tak mau perempuan itu menang, sehingga terus saja bersikeras mempertahankan ketenangannya.
"Santai saja Liona, tidak usah tegang begitu. Aku saja yang kehidupannya pernah kau rusak tidak seperti itu. Hm, apa jangan-jangan kau terancam takut kali ini akan kalah eh?! Hm, apapun itu sebenarnya aku tidak perduli sih, tapi satu hal yang perlu kamu tahu kalau sekarang aku bukan Adelia yang sama dengan Adelia lima tahun lalu!" tegas Lia serius membalas tatapan Liona dengan sinisnya.
"Jadi aku sarankan kali ini buatlah rencana yang lebih baik daripada rencana murah-anmu lima tahun lalu. Aku takut, kali kamu bukannya cuma kalah melawanku, tapi takutnya tidak punya muka menghadapi dunia. Ah, ya. Satu lagi. Pastikan Davin menjauhiku, atau kau benar-benar dalam penyesalanmu!!" kecam Lia dalam ancamannya.
Membuat Liona terlihat sedikit terancam, dan wanita itu akui memang sosok dihadapannya memang sudah tak sama lagi dengan sosok perempuan lima tahun lalu yang pernah dihancurkan olehnya.
'Sial. Jala-ng ini memang benar. Bahkan sekarang dia sudah bisa berpakaian yang menarik!' batin Liona merutuki perubahan Lia.
"Kita lihat saja. Omong kosongmu yang benar ataukah ucapanku yang akan terjadi" ujar Liona kehabisan kata, lalu pergi begitu saja dari sana.
❍ᴥ❍
Davin benar-benar melakukan ucapannya dan bermaksud mempermalukan Lia. Beberapa hari kemudian dia sengaja membawa Lia bertemu salah satu kliennya di klub malam yang eksklusif dan ternama. Masalahnya Davin memaksa Lia memakai pakaian minim dan kurang bahan yang membuat Lia tak nyaman.
'Kalau begini, kau memperlihatkan sisi jala-ngmu yang sesungguhnya, dan kau harus sadar diri!' batin Davin dengan tatapan yang tak bisa teralihkan dari Lia. Tanpa sadar dia bahkan sudah terperangkap pesona sekretarisnya itu, tapi dirinya seolah tak mau mengakuinya karena ego yang besar.
'Sial. Andai saja aku punya cara untuk membalas pria tidak punya hati ini, aku sudah melakukannya, tapi sekarang aku bahkan tidak bisa kabur karena tuntutan pekerjaan!' ujar Lia membatin tak berdaya.
Namun meski begitu, Lia yang merasa terhina karena apa yang sedang dikenakan olehnya tak mau terlihat lemah ataupun tertekan, sehingga dirinya terus berusaha memperlihatkan pada Davin bahwa apa yang dipakainya tidak akan memperngaruhi dirinya sama sekali dan Lia tidak akan membuat bossnya itu merasa menang.
Untuk beberapa saat semuanya terkendali seperti yang Davin inginkan. Beberapa pria mesum mulai menggoda Lia dan berkata kotor tentangnya. Membuat wanita itu terdiam dan bahkan menundukkan kepala sembari berharap semuanya akan cepat berlalu. Sampai kemudian urusannya dengan salah satu kliennya hampir selesai, masalah pun terjadi.
"Aku akan setuju dengan apapun syarat dan ketentuan yang perusahaan kalian tawarkan, tanpa ada tambahan atau apapun, tapi biarkan aku mencicipi sekretarismu semalam!" seru orang itu dengan terus terang.
Kali ini Davin anehnya tak senang dan bahkan mengepalkan tangan. Sementara Lia sudah menggelengkan kepala dan memperlihatkan tatapan tak berdaya seperti yang Davin pernah bayangkan.
"Aku yakin kau juga sudah sering mencicipinya atau bahkan klienmu yang lainnya dan aku harap kau tidak keberatan!" lanjut pria itu lagi dengan semakin berkata kurang ajar, dan bahkan tatapannya sudah tak bisa dia jaga sehingga menatap Lia seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya.
Namun Davin lagi-lagi tak merasa puas dengan itu dan anehnya dia merasa tersinggung. Dia marah dan sangat tidak terima.
"Sekretarismu sangat seks--"
Bugh-bughh!
Dua pukulan Davin tanpa bisa ditahannya lagi, langsung mendarat di rahang pria itu. Pria itu terkejut dan langsung membalas sehingga terjadi perkelahian tanpa terelakkan.
Sementara Lia tak kalah kagetnya. Ruang VVIP yang awalnya tenang, berubah menjadi rusuh. Davin seperti kesetanan menghajar kliennya yang kalah telak. Dia tak bisa dihentikan oleh petugas yang ada di sana. Sampai membuat Lia tak tahan lagi dan menghampirinya.
Plakk!!
"Kau bisa membunuhnya!!" teriak Lia menyadarkan Davin tentang sesuatu.
Bukan pria yang dipukulnya hampir mati, tapi pada pakaian Lia yang minim. Melihat ke arah lain dan menyadari ruangan tersebut sudah cukup ramai karena kerusuhan yang Davin ciptakan sendiri. Beberapa pelayan ada di sana bersama petugas keamanan yang berjenis kelamin pria dan wanita. Menyadari hal itu, Davin pun tiba-tiba melepaskan jas yang di pakainya dan memaksa Lia memakainya.
Ada perlawanan yang Lia lakukan saat Davin melakukannya, tapi tentu saja Davin yang keras kepala berhasil melakukan keinginannya. Lalu dengan tanpa babibu, Davin menggendong Lia dan membawa Lia begitu saja dari sana.
Brak!!
Davin dengan kasar melempar Lia masuk ke mobilnya. "Lain kali walaupun jala-ng, jangan memperlihatkan dirimu begitu dihadapanku. Aku benci wanita murah-an sepertimu!!"
Lia segera memperbaiki duduknya dan membalas Davin dengan menatapnya dengan penuh kemarahan. "Sesungguhnya aku sudah menemui banyak pria di dunia ini, tapi yang seburuk dirimu baru kali ini. Sadarlah Pak Davin Geraldo, kau sendiri yang memaksaku memakai pakaian murah-an ini dan bermaksud menjualku untuk kelancaran bisnismu. Kau benar-benar tidak punya hati!!" geram Lia yang langsung mendorong Davin mundur dari hadapannya.
Posisinya Davin memang belum masuk ke dalam mobil dan berdiri di depan pintu masuk mobil. Di mana dirinya beberapa saat lalu memasukkan Lia paksa dari sana. Akan tetapi karena ketidaksiapan, dirinya terdorong mundur.
Lia berlalu menjauh dengan perasaan kacau, setelah sebelumnya melemparkan jas Davin yang sempat di pakainya. Dia sudah sering mendengar hinaan, tapi tak pernah merasa sehina sekarang.
"Mau kemana Lia? Kita belum selesai!!" teriak Davin marah dan menyusulnya.
Namun Lia dengan perasaan yang bercampur aduk, tak lagi memperdulikan ucapan itu dan terus berlari. Lalu karena tak hati-hati dan tak melihat jalan, wanita itu terjatuh.
Brak!
Sebuah sepeda motor barusan menyerempetnya. Davin berteriak dan membuat pelaku penyerempetan yang menabrak Lia kabur.
"Lia!!"
❍ᴥ❍
Bersambung
"Lepas!!" Lia membentak sambil menepis tangan Davin dengan kasar."Jangan menolak, lihatlah kondisimu. Kau tidak sedang baik-baik saja Lia!" balas Davin tak menyerah.Lia tak mengerti dengan Davin dan langsung bingung dengan perhatiannya, tapi tentu dia juga tidak mau terbawa perasaan dengan hal itu. "Terus memangnya kenapa kalau aku terluka? Bukankah dengan begitu kau bisa bahagia, dan tidak perlu repot menyakitiku dengan tanganmu sendiri ...."Walau merasa ngilu karena barusan diserempet motor, rupanya Lia bisa berdiri dan dia membuktikan ucapannya. Dia bisa tanpa Davin.Sementara itu Davin yang kecewa dengan penolakan Lia, juga tak bisa diam saat menyadari sekretarisnya terluka meski itu hanya luka ringan. Davin terasa aneh dengan kepeduliannya itu, sebab seperti yang Lia katakan. Penderitaan Lia adalah kebahagiaan untuknya. "Baiklah, tapi sekarang kita harus ke rumah sakit!" ujar Davin yang kemudian menggandeng Lia dan berusaha membantu dengan memapahnya. Sedikit memaksa, meski d
Setelah kejadian buruk yang membuatnya merasa hina, Lia tak bisa menuntut atau kabur dari masalah itu. Mungkin sekarang dia sudah sama buruknya dengan perempuan panggilan, tapi Lia tak berdaya. Melihat bagaimana Davin setelah sekian lama dan bagaimana pria itu sekarang, memang tak bisa dipungkiri membuat Lia sangat takut. Apalagi dengan ancaman dan kekuasaannya. Teringat akan keberadaan Raka, mungkin karena hal itu, Lia putuskan untuk menyembunyikannya saja. Tidak perduli dengan apa yang dialaminya sekarang, penderitaan dan siksaan yang tiada habisnya, tapi Lia tetap akan memastikan kalau anaknya akan baik-baik saja. Termasuk jika dia harus jadi jala-ngnya Davin. Dia mencoba untuk tak perduli itu, meski sangat menyakitkannya. "Apa kamu baik-baik saja, Lia? Aku perhatikan sejak kamu bekerja kembali kamu bertambah stress saja dan beberapa hari terakhir kamu terlihat murung?!" tanya Lyra sahabatnya yang selama ini mengasuh Raka di penitipan anak. Lia menghela nafasnya kasar, kemud
Setelah kejadian naas yang membuat Lia merasa kehilangan harga dirinya, wanita itu tak pergi bekerja selama tiga hari. Dia di rumah, meski anaknya tetap saja diantar ke penitipan anak sampai jam kerjanya selesai. Supaya sahabatnya Lyra yang juga bekerja di sana tak curiga.Tak ada kabar atau izin yang dia lakukan supaya izin tak masuk kerja. Lia semena-mena dan berharap hal itu bisa jadi pertimbangan HRD untuk memecatnya secepatnya.Tak ada yang dia lakukan selain malas-malasan dan memperbaiki perasaannya yang buruk. Tidur dan menonton, meski pada akhirnya, Lia sendiri tak bisa menikmati kegiatannya itu. Dia masih gelisah dan terluka karena seorang Davin dan bahkan tak jarang karenanya tatapannya sesekali sempat kosong.Tok-tok!Mendesah kasar, Lia mengerutkan dahinya heran, menatap pintu dan memikirkan siapa yang datang. Baru setelahnya bangkit dan berdiri untuk memeriksanya.Cl
Davin terlihat puas saat melihat Lia kembali bekerja. Dia senang karena artinya berhasil menyelesaikan perempuan yang dibencinya. Saat ini dia bahkan tak sabar untuk menyiksanya kembali. Seolah-olah penderitaan wanita itu adalah kebahagiaannya. "Lia!" ujar Davin memanggil dengan suara kerasnya. Lia yang bekerja di depan ruangannya mendengar dan menghampirinya dengan cepat. Jangan sampai pria tak punya hati itu semakin membuatnya marah. "Iya, Pak!" "Siapkan tiket pesawat perjalanan ke luar kota, penginapan dan segala macam hal lainnya. Lakukan dengan baik dan jangan sampai ada yang salah. Aku harus ke sana selama tiga hari ke depan untuk bertemu klien kita," ujar Davin memberitahu. Dia memang sudah cukup jelas memberikan perintahnya, dan Lia pun melakukannya dengan baik. Akan tetapi semuanya tak selancar itu, karena ternyata Davin mau dirinya ikut menemaninya. "Tapi Pak, Anda tidak memberi perintah pada Saya sebelumnya tentang itu. Dua jam lagi pesawatnya berangkat dan karena itu
"Kau benar-benar udah gila. Tidak punya hati dan akal sehat! Aku pikir aku di sini untuk pekerjaan, tapi apa? Semua ini cuma demi kesenanganmu. Bajing-an, aku bahkan meninggalkan anakku demi kamu?!" amuk Lia kesetanan dan marah mengetahui kalau dirinya tak melakukan apapun di sana.Davin cuma main-main dan bersenang-senang. Tak ada pertemuan ataupun pekerjaan. Dia murni untuk menyenangkan hatinya saja. Sayangnya Lia baru sadar saat memperhatikan kegiatan Davin yang cuma bermalasan dan tak melakukan kegiatan apapun sejak dua hari.Awalnya Lia memang tak curiga, masih berpikir positif dan berpikir Davin mungkin kelelahan karena perjalanan mereka cukup jauh. Namun dia juga tak bisa terus-terusan merasa wajar setelah beberapa hari terus begitu."Apa kau sudah memiliki anak? Jadi kau sudah menikah lagi Lia?!" tanya Davin syok dan tak percaya.Lia tertegun dan baru menyadari kesalahan ucapnya itu. Te
Davin sedang bersantai di ruang tengah rumahnya Lia. Oh, bukan, tapi rumahnya juga sekarang. Melihat desain interior ruang tengah, Davin terkagum dengan selera mantan istrinya. Lia memang tak di ragukan soal begituan, sehingga walaupun sederhana rumahnya sangat indah dan sekaligus nyaman di saat yang bersamaan. Siapapun bakalan betah tinggal di sana, dan bahkan Davin sendiri pun demikian.Lia sedang mandi saat pintu di ketuk dari luar. Mendengar itu, Davin yang masih do ruang tengah terpaksa bangkit dan membukanya.Rupanya yang datang suaminya Lyra yang mengantarkan Raka pulang. "Maaf, anda siapa dan di mana Lia?"Davin mengeras menyadari seorang pria yang berkunjung dan dia tak terima karena berpikir hal yang buruk. Davin memanas sendiri dengan pikirannya."Kamu yang siapa?!" balas Davin dengan sinis dan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.Pria itu tersenyum ramah dan
Lia terbuai melihat keakraban Davin dengan Raka. Dia terharu dan bahkan berpikir akan melakukan apapun demi bisa melihatnya terus. Asal Raka bahagia, maka Lia berani mengorbankan segalanya dan mempertaruhkan hidupnya."Papa jangan pelgi lagi, ya! Raka janji nggak akan minta dibelikan mainan baru lagi," ujar Raka dengan penuh harap."Kenapa Nak, memangnya mainan tadi sudah cukup?" pancing Davin sambil menatap Lia yang sekarang masih memperhatikan keduanya."Tidak, dan Raka sebenarnya masih banyak mainan baru yang Raka mau, tapi Raka tak mau Papa pergi lagi!" ujar Raka serius.Anak itu memang belum mengerti siapa dan apa sosok ayah itu, tapi dia sungguh dalam ketidak mengertiannya dia tak mau kehilangan. Dia menginginkan Davin, dan rasa menginginkan itu begitu besar sampai tak mau kehilangan.Lia sebagai perempuan yang sudah melahirkannya tentu saja tahu dengan apa yang putranya ra
"Kau terlambat!" Davin menghadangnya dan menatap Lia tajam.Lia terkejut, menatap Davin dengan tak percaya. Kenyataannya pria itulah penyebabnya, tapi sekarang dia malah menatap Lia dengan menuntut penjelasan. Bersikap seolah tak tahu apapun. Seolah bukan dia orang yang menurunkan Lia di jalan."Apa maksudnya?""Masih bertanya seperti itu, seolah-olah kau tidak salah?!" geram Davin dengan serius. "Harusnya aku yang kesal padamu karena kau terlambat, tapi di sini kau malah menatapku dengan tatapan perlawanan."Lia menghela nafas. Bahkan letihnya belum habis saat beberapa menit lalu dia berjalan berpuluh-puluh meter, cukup jauh sampai kakinya terasa kram, sampai kemudian dia sampai di pangkalan ojek dan naik ojek ke kantor.Namun bahkan walau begitu pria yang kejam, tidak punya hati dan membuatnya dalam masalah itu, kembali memperlihatkan jati diri. Iblish untuk Lia.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa