(POV Jamie)"Ayaaah!"Suara jernih nan merdu itu tulus menyapa.Kimie. Dia datang dan memanggilku dengan sebutan ayah. Panggilan yang begitu kudamba selama ini. Rasa hampa dan lemah seketika lenyap saat bocah itu memelukku erat."Kimie kangen Ayah," tuturnya lirih dan mulai terisak."Ayah juga." Aku membalas sambil mengetatkan dekapan.Betapa bisa memeluk Kimie sedekat ini ternyata mampu menyalakan kembali semangat hidup. Aku yang selama beberapa hari terakhir begitu merana kini terasa hidup kembali dengan kehadiran gadis kecil ini."Jangan pernah tinggalkan Kimie lagi," mohon gadis kecil itu dengan mata yang berkaca-kaca usai melepas pelukan."Tidak akan. Kita akan hidup bersama selamanya," janjiku sembari kembali merengkuhnya.Sayangnya kesyahduan pertemuan ini harus terganggu karena kehadiran Mama. Wanita itu terlihat amat kesal melihat Shakira di rumah ini. Mama meluapkan kekesalannya pada ibu dari Kimie itu.Menurut Mama, Shakira-lah penyebab kandasnya hubunganku dengan Sandrina.
"Ngomong apa kamu?" Papa menyahut asal. Pria itu menyeruput minuman Mama."Aku mau dia tinggal di sini sama kita," jelas Mama tenang. "Selamanya." Walau pun berbisik. Namun, bisa kudengar permintaan wanita itu."Kimie, renangnya udahan ya. Jangan lama-lama nanti masuk angin." Aku menyuruh sembari menarik lengan anak itu. Sengaja kujauhkan dia kedua orang tua ini, agar tidak mendengarkan omongan Mama yang sudah mulai melantur. "Sekarang mandi, abis itu kita jalan-jalan ke mal. Oke?" tawarku kemudian."Tapi, bukannya Ayah lagi sakit?" tanya Kimie perhatian."Melihat Kimie datang, sakit ayah langsung sembuh. Itu karena Kimie adalah obat paling mujarab untuk ayah," jawabku seraya mengusap pipinya pelan. "Udah gih sana mandi!" "Okey." Kimie menganguk patuh. Bocah itu bergegas membersihkan badan. Aku pun melakukan hal yang serupa. Hari ini aku ingin mengajaknya bersenang-senang.Anak itu mendekat ketika aku tengah menyisir baju. Kimie terlihat sudah rapi. Si Mbok sudah mendandaninya deng
(POV Jamie)"Lalu siapa yang udah tega ngejebak kita?" tanya Sandrina serius.Aku terdiam. Namun, bayangan Mama berkelindan di mata. Dan aku teringat Kimie. Di mana anak itu sekarang?"Mas Jamie?"Aku tersadar tatkala Sandrina menegur. Perempuan itu mendekat."Kenapa otakku tertuju pada orang tua kita ya? Eum ... terlebih Tante Lia." Ada mimik tidak enak hati saat Sandrina mengungkapkan kalimat tersebut.Bukan tanpa alasan Sandrina menuding Mama sebagai biang keladi dari konspirasi ini. Mama sangat mendambakan dia sebagai menantu. Mama begitu mendesak aku untuk lekas menikahi gadis itu. Mama bahkan sempat drop saat Sandrina memutuskan hubungan pertunangan kami."Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Sandrina bertanya lagi.Aku tidak langsung menjawab. Mata ini melirik ke jam digital di atas nakas. Sudah pukul sembilan pagi."Kita sarapan saja dulu yuk! Habis itu baru pulang.""Oke." Sandrina menyahut semangat.Kami berdua menuju pintu. Ketika kenop kuputar, pintu kamar ternyata tidak
"Kalo kamu gak percaya, kamu bisa tanyakan pada Nina."Merasa tidak sanggup menghadapi Aldi, kusodorkan gagang telepon ini pada Sandrina. Gadis itu sigap menerima. Bibirnya dengan mulus menceritakan tentang kejadian yang kami alami. Menuturkan bahwa kami bagai tawanan sekarang."Kami tunggu!" Sandrina mengakhiri sambungan telepon. Gadis itu menaruh kembali gagang telepon pada tempatnya. Setelah itu kami berdua duduk dalam kebisuan. Dalam hati berdoa agar Aldi secepatnya datang.DOG DOG DOG!"Jam! Ini aku Aldi." Akhirnya setelah sekitar satu jam menanti, suara itu terdengar juga. Aku dan Sandrina saling berpandangan. Sama-sama menghembus napas lega."Al! Cepat buka pintunya!" teriakku sudah berdiri tidak jauh dari pintu."Baik," sahut Aldi di balik pintu.Tidak lama, terdengar suara palu yang beradu pada sebuah besi. "Kalian menjauh dari pintu!"Aku dan Sandrina menuruti perintah Aldi. Kami bergerak mundur. Beberapa menit kemudian, pintu pun berhasil Aldi robohkan. Terlihat palu pad
(POV Jamie)"Oh ... jadi kamu memutuskan untuk menjadi perebut istri orang?"Langkahku tertahan mendengar Papa menyindir sedalam itu."Kamu masih muda, tampan, dan punya uang, Jamie. Kenapa harus mengejar-ngejar istri orang?"Hatiku teremas saat Mama ikut menimpali omongan Papa."Aku percaya jodoh itu sudah diatur Allah, Ma," balasku mencoba tenang. Kimie yang sakit menjatuhkan kepalanya di pundakku. "Aku tidak mengejar-ngejar Shakira, tapi aku juga tidak mau dipaksa untuk menikahi Nina. Karena kami memang tidak saling mencintai," putusku tenang dan yakin."Persahabatan akan lebih langgeng tanpa ada embel-embel cinta di dalamnya." Sandrina menambahkan, "aku sadar, selama ini telah egois. Menyukai seseorang dan berusaha mengejarnya. Walau tahu yang dikejarnya tidak pernah ada rasa perasaan," imbuhnya pelan."Nina, maaf," ucapku tulus dari dasar hati. Melihat wajahnya yang sendu ada sekelumit rasa salah mengganjal hati.Sandrina meringis. "Kamu tidak salah untuk apa minta maaf," balasny
Hari merangkak malam. Kimie hanya terjaga sebentar di waktu makan malam. Bocah kecil itu tampak amat bahagia, ketika pertama kali membuka mata yang terlihat adalah wajah ibunya. Ibu dan anak itu saling berdekapan melepas rindu. Shakira begitu telaten menyuapi anaknya makan serta minum obat. Sementara Kimie yang amat menurut pada nasihat ibunya. Bocah cilik itu manut saat disuruh meminum beberapa butir obat. Sampai malam menjelang aku masih setia di tempat tersebut. Rasanya enggan meninggalkan Kimie yang masih terlihat pucat. Namun, saat melihat Shakira yang sudah terlihat lelah, aku pun sadar diri. Apalagi dari tadi Aldi sudah beberapa kali mengirim sinyal pengusiran secara halus.Akhirnya dengan berat hati, aku pamit pulang. Tentu saja Aldi langsung mengiyakan, sedang Shakira hanya mengangguk pelan. Kaki ini kuayun keluar ruangan. Setelah beberapa menit berjalan, entah mengapa hatiku menyuruh untuk tetap bertahan di sini. Aku putar balik ke kamar Kimie lagi.Lewat kaca kecil di pin
(POV Shakira)Ada yang tidak beres dengan Kimie. Anak itu masih saja ceria. Namun, kian hari wajahnya tampak memucat. Sering mengeluh lelah padahal tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Demam tanpa alasan yang jelas. Lebam-lebam di sekitar tubuhnya.Tadinya aku manut dengan nasihat Ibu. Dengan tidak berpikiran buruk. Meyakini jika Kimie kelelahan dan stress karena akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Namun, ketika intensitas mimisan Kimie mengalami kenaikan. Hatiku sudah tidak bisa lagi diam.Aku menghubungi Jamie. Memberi tahu padanya mengenai kondisi Kimie. Bagaimana pun dia adalah ayah kandungnya.Tentu saja Jamie langsung cemas mendengar penuturanku. Tanpa menunggu, lelaki itu mengajakku untuk memeriksakan Kimie pada Sandrina. Aku langsung setuju. Karena Sandrina seorang dokter anak yang sudah cukup berpengalaman.*"Sebaiknya Kimie harus segera di-CT scan," saran Sandrina ketika kami datang memeriksakan Kimie. Mata wanita fokus membaca buku riwayat sakitnya Kimie."Ke
(POV Aldi)Mencintai Shakira, perasaan itu sudah tumbuh sejak aku masih sekolah dulu. Shakira yang dan pintar tentu saja menjadi salah satu siswa yang populer pada waktu itu. Ditambah pembawaannya yang tenang dan kalem membuat incaran para siswa laki-laki. Dan aku salah satu penggemar misteriusnya.Aku bukan seorang pecundang. Sama seperti Shakira, aku pun masuk dalam jajaran siswa populer. Banyak bilang aku tampan. Apalagi sejak menjadi pemain basket bisa kata hampir semua siswi di sekolah mengenal aku.Sebenarnya aku juga tergolong siswa berotak encer. Namun, kesibukan sebagai seorang foto model dan pemain basket membuat waktu belajarku berantakan. Apalagi setelah mengetahui gadis yang kupuja menjalin hubungan dengan kawan baik sendiri.Aku bahkan dibuat shock saat mendengar Shakira hamil di luar nikah dengan Jamie. Tidak kusangka, gadis kalem yang tidak pernah neko-neko itu bisa jatuh ke lubang nista. Sangat menyayangkan masa depan Shakira harus terenggut karena ulah kebodohannya.