Burung-burung berkicau meramaikan hutan. Suara binatang lain sesekali terdengar menyemarakkan suasana.
Seekor harimau muncul dari rumpun semak dan mengaum keras. Burung-burung berhenti berkicau. Beberapa kera kecil yang bermain di tanah terkaing-kaing kabur ke atas pohon. Hutan mendadak sepi.
Harimau itu berjalan dengan lambat melewati pepohonan. Di suatu tempat, dia mendongak ke sebuah dahan rindang seperti melihat sesuatu.
Makhluk misterius bersembunyi di balik rimbunnya daun. Suara tarikan nafasnya yang ganjil dan menyeramkan terdengar sayup-sayup.
Harimau itu terpaku diam. Matanya memandang dengan gentar. Makhluk tak kasat mata itu melompat turun dari dahan, berjalan mendekat secara perlahan. Suara tarikan nafasnya terdengar semakin nyaring.
Tiba-tiba harimau kabur ketakutan, berlari sekencang-kencangnya menuruni lereng menuju ke lembah.
Kejadian itu terlihat oleh Raka di kejauhan. Matanya memicing mencoba melihat lebih jelas. Di belakang harimau tidak ada binatang apapun mengejar. Hanya rumpun semak bergerak searah bergelombang seolah ada sesuatu yang menerobos dan mengejar binatang itu.
Raka mengerutkan dahi. "Makhluk macam apa yang membuat raja hutan kabur ketakutan?"
Kemudian Raka meneruskan langkah melewati semak-belukar yang semakin rapat.
Seekor mawas turun dari pohon. Tubuhnya bergerak-gerak menghalangi jalan sambil mengeluarkan suara. Matanya tertuju ke kantong plastik di tangan Raka, seperti menginginkan barang itu.
Raka memberikan kantong plastik berisi lunch box pemberian Inara. Binatang itu menyeringai sambil mengeluarkan suara, maksudnya barangkali berterima kasih. Raka mengusap kepala mawas, lalu berjalan lagi. Tangannya menyingkapkan ranting semak yang menghalangi jalan.
Raka tiba di depan tebing karang yang cukup tinggi. Dia keluarkan ponsel satelit, lihat layar, tidak ada sinyal, lalu mengambil kompas, jarum kompas bergerak normal. Disimpannya lagi barang-barang itu.
Raka memperhatikan tebing karang beberapa saat lamanya, kemudian berjalan mendekat dan memanjat tebing itu tanpa bantuan peralatan apapun.
Tidak sampai setengah jam, Raka sudah berada di atas permukaan tebing karang. Daerah di sekitar ini dijalari rumput gajah. Udara teduh karena terlindungi dahan rimbun.
Raka berjalan ke akar pohon yang menonjol di tanah, duduk. Dia keluarkan ponsel GSM, tidak ada sinyal, ponsel satelit sama. Dilihatnya kompas, jarum magnet bergerak normal.
Raka melayangkan pandang jauh ke lembah. Terhampar pepohonan menghijau laksana permadani raksasa. Berujung pada kawasan terbuka yang sangat luas ditumbuhi bunga matahari, membentuk perkebunan alami yang sangat indah sampai perbukitan membiru.
Raka menyipitkan mata berusaha mengenali dua sosok manusia yang berjalan di antara tanaman bunga matahari. Sulit untuk mengenali wajah mereka saking jauhnya. Tapi dari warna pakaian yang terpantul, mereka adalah Jonan dan Inara. Temannya itu pasti lagi melakukan pendekatan.
Selera Jonan sangat tinggi. Daftar mantannya semua berkelas. Hanya kalah saing dengan Jimy, cover boy kampus itu. Bahkan pacarnya pernah direbut pemuda itu. Sejak itu cintanya jadi membabi buta. Raka sering kena getahnya. Jadi korban sumpah serapah gadis yang sakit hati.
Inara belum lama pacaran sama Jimy, melalui persaingan sengit dengan Lola. Kemudian Lola masuk Mapala dan mengejar-ngejar Raka. Kelihatannya itu yang membuat Jonan menahan diri. Dia tidak pernah mengganggu bidadari yang mendekati sahabatnya, padahal Raka tidak masalah.
Jonan suka sekali menampung buangan Jimy karena tidak mampu merebut. Mantan pemuda itu bukan gadis sembarangan. Inara tentunya yang paling berharga. Kesempatan emas untuk mendekatinya karena di hutan ini tidak ada saingan.
Inara adalah bidadari yang paling cantik dari tujuh bidadari kampus. Maka itu dia sering memenangkan kompetisi, baik resmi maupun tidak. Saingan beratnya cuma Lola. Laki-laki bagi mereka adalah barang mainan.
Inara kini kena batunya. Dia ada di hutan ini karena hubungannya dengan Jimy bermasalah. Itu informasi yang diperoleh Raka.
Padahal Inara saat itu justru lagi bercerita tentang Raka! Cerita yang membuat Jonan terkesima mendengarnya!
Dia sama sekali tak menduga kalau keberadaan Inara di hutan ini untuk sesuatu yang sudah lama terpendam.
"Di semester satu, aku kenal seorang laki-laki." Mata Inara menerawang jauh sambil kakinya berjalan pelan-pelan di antara bunga matahari. "Gagah, jantan, pemberani. Dan aku sadar saat itu aku telah jatuh cinta."
"Cinta pada pandangan pertama," komentar Jonan. "Biasanya pada pandangan kedua langsung berantakan."
"Pada pandangan kedua aku semakin terpesona."
Inara teringat kembali saat pertama kali mereka bertemu di tempat parkir. Saking terburu-buru, mereka sampai bertubrukan. Pemuda itu sungguh berbeda, tidak memanfaatkan momen itu untuk berkenalan seperti yang biasa dialaminya. Dia cuma mengucapkan "maaf" lalu pergi meninggalkan kesan yang mendalam. Alangkah senangnya Inara saat tahu mereka ternyata satu kelas.
"Tapi duniaku dan dunia dia berbeda. Duniaku ada di pusat keramaian, dunia dia ada di pusat kesunyian. Aku kelihatan aneh di dunia kura-kura dan dia kelihatan asing di dunia hura-hura. Aku merasa aku tidak bisa mencintai dia. Aku mencari cinta di duniaku sendiri."
"Jadi itu yang membuat kamu pergi meninggalkan gang kita?"
Inara mengangguk pelan. "Si Jimy aku pikir pilihan yang pas. Nyatanya aku tidak bisa lari dari dia. Cintaku cuma buat dia...."
Inara memetik sekuntum bunga lalu mengecupnya.
"Ketika si Lola mengejar-ngejar dia, sampai bela-belain jadi Mapala, aku tahu aku akan kehilangan dia. Aku tidak mau kehilangan cintaku. Aku terlambat sadar, kesombongan akan duniaku membuat hatiku hampir patah. Biar akhirnya hubunganku sama si Jimy berantakan, aku tidak peduli."
Jadi ini yang membuat Inara nekat meninggalkan dunia gemerlapnya dan menempuh perjalanan yang berat untuk ukuran gadis metropolis, demi cintanya.
"Aku ada di sini untuk mendapatkan cintaku, tidak tahu bisa apa tidak. Hatiku merasa cukup dia bawa aku pergi bersamanya."
Sepasang kupu-kupu besar terbang dari kuntum bunga dekat Inara, beriringan di angkasa mengibaskan sayap berwarna-warni.
Kupu-kupu besar itu terbang jauh dan hinggap di ranting tanaman perdu di atas permukaan tebing, sayapnya berkibas-kibas seakan ingin menyampaikan pesan cinta, menyadarkan Raka dari lamunannya.
Raka melihat Inara dan Jonan meninggalkan kawasan bunga matahari, mungkin kembali ke tenda, atau pergi ke tempat lain. Dia percaya sahabatnya tidak akan berbuat hal yang tidak senonoh pada gadis yang berada di bawah perlindungan mereka, sekalipun sekembalinya ke kota banyak gadis Mapala yang jatuh ke dalam pelukannya.
Raka bangkit dari duduknya, berjalan di antara rerumpunan tanaman perdu sambil tangannya sekali-sekali menyingkirkan batang kecil yang merintangi jalan. Di daerah itu banyak terdapat pohon kecil yang tumbuh lebih tinggi dari tanaman perdu. Pohon itu tumbuh di sekitar pohon induknya.
Tiba-tiba Raka berhenti dan melangkah mundur, bersembunyi di semak yang lebih rimbun. Pandangannya tertuju ke satu tempat.
Selang beberapa pohon, tiga orang asing berjalan beriringan dengan waspada seolah ada ancaman di sekitar. Siapa mereka? Mengapa orang asing bebas berkeliaran di pulau terpencil ini?
Lelaki kekar yang berjalan di depan dan di belakang adalah Kinley dan Helbert. Mereka memegang senapan mesin siap tembak. Watson berjalan di tengah membawa dua buah travel bag. Mereka kelihatannya mengawal Watson, tepatnya mengawal barang yang dibawanya.
Raka memperhatikan dengan waspada. Mereka pasti sudah mengelabui petugas patroli pantai sehingga bisa masuk ke pulau terpencil ini dengan bersenjata, dan travel bag itu isinya tentu bukan barang biasa karena gerak-gerik mereka sangat mencurigakan.
Dia memperkirakan mereka akan pergi ke sungai, satu-satunya jalur transportasi yang ada di pulau ini. Mereka akan membawa barang itu ke luar pulau, atau ke tempat berkemah. Kehidupan di pulau kecil ini ternyata banyak menyimpan rahasia.
Raka berlari mengendap-endap mengikuti tiga pria asing itu sampai selang satu pohon di samping mereka. Dia lekas-lekas sembunyi dengan merapatkan punggung ke batang pohon ketika tiga orang asing itu berhenti melangkah. Mereka mengamati sekeliling beberapa saat lamanya.
"The ugly creature showed no sign of its existence," ujar Kinley.
"He must be hiding behind a tree," sahut Helbert.
"Let's go," kata Watson.
Mereka melanjutkan perjalanan. Raka terdiam kaget. Mereka membicarakan tentang makhluk jelek. Entah makhluk apa. Dia jadi teringat teror yang dialami teman-temannya. Mungkinkah makhluk itu?
Raka menggerakkan kepala perlahan-lahan mengintip ke sisi batang. Wajahnya mendadak berubah tegang dan matanya mendelik....
Sesosok makhluk yang begitu ganjil bersembunyi di balik pohon persis di belakang mereka. Makhluk itu berada di lokasi yang sedikit gelap. Kelihatannya sedang mengintai.
Makhluk itu terdiri dari titik-titik berwarna bening keperakan dengan jarak beraturan membentuk komposisi garis menyerupai manusia tinggi besar dalam bentuk satu dimensi, bagian kepala berupa garis titik-titik melengkung ke depan, nyaris tidak kelihatan.
Wujud yang terlihat oleh Raka adalah garis contour sosok manusia. Makhluk itu kelihatan secara utuh kalau intensitas cahaya di lokasi kemunculannya sangat lemah atau suasana gelap. Jadi makhluk itu kelihatan utuh tidaknya tergantung gelap terangnya situasi.
Raka memandang tak berkedip. "Makhluk apa itu?"
Sekonyong-konyong makhluk ganjil itu berkelebat ke arah Helbert yang berjalan paling belakang, gerakannya tidak terlihat, tahu-tahu Helbert ambruk meregang nyawa dengan luka memanjang di leher.
Kinley kalap melihat temannya tergeletak mati. Dia memberondongkan tembakan ke segala arah sambil berteriak marah, "Where are you hiding motherfucker?!"
Suasana bising oleh desingan peluru. Raka berlindung di balik pohon menghindari peluru nyasar. Beberapa tanaman perdu patah terhantam peluru. Kulit-kulit pohon berkelupasan.
Mata Raka tertuju ke pohon di depannya. Makhluk itu berlindung di balik batang sambil mengintai. Raka kian tegang. Tangannya membuka kancing sarung sangkur, siap siaga. Tapi perhatian makhluk itu sepertinya terpusat ke Kinley.
"Get out you bastard!" teriak Kinley marah.
Berondongan tembakan berhenti. Kinley kehabisan peluru dan segera mengganti magazine. Makhluk itu berkelebat keluar dari persembunyian dan tahu-tahu Kinley roboh dengan luka menganga di leher, tewas seketika.
Watson kabur menyelamatkan diri. Dia berlari sekencang-kencangnya. Tapi umurnya hanya bertahan belasan meter, dia mengalami nasib yang sama. Makhluk itu berkelebat pergi sambil membawa dua travel bag. Karena gerakannya tidak terlihat oleh mata, travel bag itu seolah melayang-layang sendiri di udara.
Sebuah pembantaian yang benar-benar ganas dan luar biasa! Makhluk itu mampu membunuh dalam kondisi korban tidak sadar adanya ancaman bahaya!
Wajah Raka berkeringat. Beberapa saat lamanya dia diam bersandar ke batang pohon. Kemudian bergerak dengan cepat menuju ke lokasi mayat tergeletak.
Raka memeriksa secara sekilas senapan mesin yang tergeletak di samping Helbert, magazine penuh. Disandangnya senjata itu. Kemudian menggeledah tubuhnya, ditemukan sepucuk pistol dan sebuah magazine. Pistol diselipkan di belakang pinggang, magazine disimpan di kantong celana.
Pada mayat Kinley ditemukan barang yang sama, sepucuk pistol dan sebuah magazine. Ditemukan juga magazine senapan otomatis. Kedua magazine itu disimpan di kantong, pistol diselipkan di belakang pinggang. Mayat Watson tidak diperiksa. Raka bergegas pergi.
Kejadian ini menjawab semua kepenasaran Raka. Jadi makhluk buas itu yang menghanyutkan perahu dan mengambil perbekalan mereka. Dia mengintai dan menteror mereka sejak terdampar di hutan ini. Wujudnya yang tidak kasat mata membuat makhluk itu bisa berbuat sesuka hatinya.
Raka merasa heran. Makhluk itu bisa saja membantai mereka pada saat pertama kali menginjakkan kaki di hutan ini. Mengapa tidak dilakukan? Atau dia sengaja ingin menunda kematian mereka? Membiarkan mereka mati ketakutan!
Raka berlari menempuh jalan pintas untuk kembali secepatnya ke tenda. Teman-temannya dalam bahaya besar. Jonan yang menjadi pelindung mereka tidak memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi karena anggapannya musuh yang dihadapi adalah makhluk biasa.
Keberadaan orang asing bersenjata jadi masalah tersendiri bagi mereka. Raka tahu orang yang terbunuh itu adalah anggota mafia atau tentara bayaran kalau dilihat dari senjatanya. Teman-temannya tentu banyak dan bisa berada di mana saja.
Sementara itu situasi di tenda tidak ada tanda-tanda dalam bahaya. Kelihatan aman dan damai. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Oldi memotong apel dengan pisau buah menjadi potongan-potongan kecil. Apel itu diletakkan di piring ceper. Dia bekerja sambil duduk di atas karpet bulu di teras.
Kirei menggoreng salisbury steak di pojok tenda. Maysha merias wajah depan cermin kecil yang diletakkan di atas meja, dekat cermin ada cosmetic pouch berbentuk elips. Inara dan Jonan belum pulang.
Kemudian Oldi mengucuri apel yang sudah dipotong dengan susu cair, selai cair, terakhir ditaburi irisan keju. Setelah itu dia pergi ke dalam tenda untuk mengambil minuman kaleng.
"Jangan pakai bubuk merica." Oldi mengingatkan Kirei.
"Buat kamu pakai bubuk mesiu."
"Kamu ini calon notaris apa calon tukang keris? Sadis betul."
"Soalnya kamu jelek betul. Mesti dilenyapkan dari muka bumi karena merusak pemandangan."
"Aku tidak tanggung jawab kalau kamu jatuh cinta. Jelek-jelek juga produk lokal."
Oldi mengambil minuman kaleng di dus, lalu balik lagi ke depan. Pemuda itu terperangah. Piring apel tidak ada di tempatnya! Dia segera keluar dari teras. Tangannya berkacak pinggang sambil mengedarkan pandang ke sekitar. Tidak ada makhluk apapun.
Oldi berteriak dengan jengkel, "Oooi, anybody forest?!"
"Ngapain sih teriak-teriak?" sergah Kirei. "Berisik!"
"Apelku hilang."
Kirei menoleh ke karpet bulu. Di situ cuma ada kotak susu cair, botol selai cair, bungkus keju, dan pisau. Wajah Kirei mendadak pucat. "Jangan-jangan...."
"Jangan-jangan salisbury steak gosong," sambar Maysha. "Baunya aneh."
Di penggorengan beberapa potong salisbury steak tampak berwarna kehitaman. Buru-buru Kirei angkat. Taruh di piring.
"Buang saja," kata Maysha. "Monyet saja ogah makan."
"Cuma kulitnya."
Kirei malas menggoreng lagi. Biar saja steak itu buat Oldi. Kalau tidak mau, masak sendiri. Enak saja! Memangnya dia asisten rumah?
Jadwal masak adalah kewajiban yang paling dibencinya. Bajunya jadi bau asap. Padahal tidak banyak bawa salinan. Tangannya lama-lama jadi kasar karena lupa bawa lotion. Dia baru kepikiran, mengapa tidak bawa koki saja dari rumah!
Oldi masih bertolak pinggang sambil memperhatikan sekitar. Suasana lengang. Dia memaki dengan kesal, "Dasar monyet! Aku cape-cape bikin diambil seenaknya!"
Oldi sudah hendak masuk ke teras ketika mendengar suara aneh di samping tenda. Dia segera menghampiri. Seekor monyet tampak menyantap potongan apel yang terakhir, lalu menyodorkan piring kosong seolah minta tambah!
Oldi bengong. "Beneran monyet."
Raka berlari dengan cepat menerabas semak-semak. Dia berharap Jonan menyadari adanya bahaya besar ini sehingga waspada terhadap ancaman yang muncul sewaktu-waktu. Mereka mendirikan tenda di area terbuka. Raka mulanya berpikir lokasi itu aman dari serangan binatang, tapi kemudian menjadi kesalahan besar karena mereka menjadi sasaran empuk orang-orang bersenjata. Makhluk ganas itu adalah ancaman yang paling serius. Dia bisa datang dan membantai mereka kapan saja. Situasi di sekitar tenda terang benderang karena hari ini cuaca sangat cerah, sehingga mereka tidak dapat melihat kemunculan makhluk itu. Hutan jinak ini jadi demikian liar karena kehadiran orang-orang mencurigakan dan makhluk ganjil itu. Mereka membuat wisatawan yang tersesat tidak bisa keluar hidup-hidup dari hutan ini. Raka memilih jalan yang tidak mudah dilewati, daerah yang kemungkinan kecil mereka jelajahi. Dia ingin menghindari kontak senjata dengan orang-orang asing itu sehingga tidak m
Sebuah dahan kering tampak patah menggantung. Dahan itu berpangkal pada pohon tua yang tumbuh menyendiri di tepi jurang. Ada dua dahan lagi di atasnya berdaun jarang. Sayup-sayup terdengar suara tarikan nafas ganjil dan menyeramkan. Makhluk itu berada di dahan kedua. Daun bergerak searah secara halus tertiup hembusan nafasnya. Seekor serigala muncul dari sebuah rumpun semak. Dia menggeram dengan mata mencorong tajam ke dahan itu, lalu kepalanya mendongak ke langit dan melolong panjang. Makhluk tak kasat mata itu merasa terusik. Dia mengerang marah dengan suara yang sangat menyeramkan. Kemudian turun dari atas pohon dengan menggelosorkan tubuh. Kulit batang berkelupasan dan berjatuhan ke jurang. Makhluk itu berkelebat melintasi rerumputan memburu serigala. Rumput hijau itu bergerak searah secara bergelombang terkena sambaran angin pergerakannya. Serigala berlari sekencang-kencangnya berusaha meloloskan diri dari perburuan. Makhluk i
Jonan dan Raka menggenggam senjata siap tembak sambil berjalan agak cepat. Mata kedua pemuda itu mengamati sekeliling dengan waspada. Mereka berada di daerah terbuka, terdapat sedikit semak-semak. Ancaman bisa datang dari berbagai penjuru. Mereka harus melewati wilayah ini secepatnya. Gadis-gadis metropolis itu mulai kelelahan, keringat membasahi wajah, nafas sengal-sengal. Kaki mereka sudah lemas. Kirei kelihatan paling parah. Dia berjalan gontai. "Aku tidak kuat lagi." Kirei duduk di akar pohon yang menonjol panjang di permukaan tanah, Maysha dan Inara juga. Mereka mengatur nafas yang terengah-engah. "Istirahat sesukanya," kata Raka dengan mata mengawasi ke setiap penjuru. "Terima kasih." "Sesukanya pula makhluk itu menyantap kamu kapan saja." "Katanya dia ada di lereng selatan," sahut Maysha. "Sekarang tiba-tiba saja ada di lereng utara, sebenarnya di mana dia tinggal?" "Tanya sendiri sana alamatnya di mana," sambar
Perjalanan ini jadi lambat karena gadis-gadis metropolis itu. Raka tidak bisa memaksa mereka untuk berjalan lebih cepat. Mereka belum terbiasa menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Biasa naik-turun mobil. Perjalanan semakin lambat karena medan yang dilalui cukup sulit. Padahal bahaya tidak bisa menunggu. Raka terpaksa harus berani mengambil risiko memilih jalur yang tidak banyak rintangan, berjalan di area terbuka. Dia memasang kelima inderanya baik-baik untuk menghadapi ancaman yang sewaktu-waktu datang dari segala arah. Sungguh situasi yang tidak menyenangkan. Mereka berada di bawah perlindungannya, tapi tidak dapat melaksanakan strategi yang diterapkan karena keterbatasan fisik. Dia berharap keberuntungan menaungi mereka. Inara dapat memahami situasi pelik ini. "Aku tidak ingin jadi beban. Kamu lakukan apa yang kamu bisa. Seandainya aku harus kehilangan nyawa di hutan ini, jangan jadi penyesalan di kemudian hari." "Aku tidak akan membiarkan itu
Daerah ini merupakan kawasan pepohonan dengan akar bersembulan di permukaan tanah dan tidak banyak ditumbuhi semak. Malam sudah mulai turun. Tapi masih kelihatan jalan yang dilalui. Raka berjalan sambil mencari lokasi yang cukup aman untuk bermalam. Mereka tidak mungkin melakukan perjalanan di malam hari, risikonya terlalu besar. Lagi pula mereka butuh istirahat. Inara sekali-sekali melihat kompas yang tergantung di leher. Jarum kompas bergerak normal mencari arah kutub. Manusia plasma berarti tidak berada di sekitar mereka. Tapi bukan berarti mengurangi kewaspadaan. Kompas itu akan menjadi kenangan terindah yang mengisi lemari koleksi seandainya mereka diberi kesempatan untuk pulang ke rumah dengan nyawa melekat di badan. Inara selalu menyimpan pemberian Raka sekecil apapun. Dia yang membeli kompas itu, tapi menjadi kenangan manis karena pemuda itu yang mengalungkan ke lehernya. Dia tidak akan mengganti tambang kecil dengan kalung berlian karena just
Bulan purnama menerangi sungai yang dipenuhi batu besar. Bayangan bulan terombang-ambing di permukaan air yang mengalir deras lewat sela-sela bebatuan, suaranya bergemuruh. Sungai itu berada di antara dua tebing curam. Di atas tebing, seekor serigala berdiri pada batu karang yang menonjol tinggi dengan pandangan terarah ke hilir sungai. Kemudian binatang itu mendongak ke langit dan melolong panjang dengan suara yang sangat menyeramkan. Sesosok makhluk tinggi besar muncul dari hilir sungai. Sosok itu begitu aneh, terdiri dari sekumpulan cahaya. Bentuknya tidak kelihatan jelas karena bergerak sangat cepat, sehingga yang terlihat hanya silhouette yang melompat dari satu batu ke batu lain seperti belalang. Serigala di atas batu karang sekali lagi melolong panjang meningkahi gemuruhnya air sungai. Suara lolongan itu pertanda adanya bahaya bagi kawanan binatang itu, dan terdengar jauh sehingga mendapat sambutan dari beberapa tempat yang berbeda. Inara dan M
Permukaan tanah di kawasan ini tertutup daun mati yang tebal dan lembab, sedikit sekali rumpun tanaman perdu dan semak. Kaki Inara menginjak daun itu dengan hati-hati sambil menjinjing dua tas daypack, berjalan mengendap-endap mendekati tempat manusia plasma berada. Karena cintanya, Inara rela jadi umpan dan timbul keberanian untuk mengarungi jalan yang gelap ini seorang diri. Di rumah listrik padam saja panik, padahal cuma sekian menit karena generator bermasalah, seisi rumah heboh. Inara tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun karena akan berakibat fatal, kematian. Dia sebenarnya takut, kegelapan membuat pikiran berfantasi sehingga langkah sedikit bergetar. Dia belum pernah merasakan situasi yang menegangkan begini di dunia gemerlapnya. Inara berusaha mengendalikan rasa takut. Dia percaya Raka mengawasi setiap langkahnya. Pemuda itu pasti tidak membiarkan kalau terjadi sesuatu dengan dirinya. Ada dorongan kuat datang dari cinta untuk membukti
Kirei bangun bukan pada waktu yang tepat. Di saat-saat genting begini gadis itu malah membuat kekacauan. Begitu terbangun, dia kalap dan berontak turun. "Kurang ajar!" Kirei menampar muka Jonan. "Sengaja ya cari-cari kesempatan?" "Kamu tertidur," sahut Jonan menahan kesal. "Terus kamu mesti aku seret?" "Alasan! Kamu sengaja memisahkan aku sama Nick! Kamu pasti iri sama aku karena bisa bertemu pacarku! Kamu tidak bisa! Pacarmu kabur ke Lombok! Atau kamu suka sama aku?" "Sejak kapan aku ada selera sama sapu lidi?" "Brengsek!" maki Kirei geram. "Kamu pikir pacarmu kecakepan banget apa berani menghinaku?" Jonan seolah sengaja ingin membuat Kirei tambah marah. "Pacarku tidak ada yang secantik kamu. Badannya tidak ada yang setipis kamu. Papan tripleks atau apa? Susah dibedakan mana depan mana belakang." "Kurang ajar!" sergah Kirei murka. "Kamu sudah memisahkan aku dengan Nick! Sekarang kamu berani menghinaku! Kamu bajingan! Jahanam!"
Oldi menginginkan Elena dimakamkan di lokasi di mana perempuan itu tewas. Tenaga medis yang datang bersama Bernard tidak keberatan memenuhi permintaan itu. Tapi mereka tidak membawa peralatan untuk prosesi pemakaman, sedangkan peralatan yang ada di kastil rusak berantakan. Permasalahan baru teratasi setelah dua helikopter jenis angkut militer mendarat di sekitar kastil membawa sebuah peti dan perlengkapan lain untuk prosesi penguburan sesuai permintaan Jonan. Tidak lama pengurusan jenazah berlangsung, satu jam kemudian Oldi sudah menaburi gundukan tanah merah dengan bunga matahari. Air mata Oldi berderai saat berjongkok dekat batu nisan berupa bongkahan puing yang mengakhiri hidup Elena. Kalung berlian dan tas mungil tergantung di ujung bongkahan yang runcing. "Di sini aku pertama kali menemukan cintaku," isak Oldi pilu. "Di sini pula aku kehilangan cintaku. Hari-hari begitu singkat bagi kita. Tapi namamu akan terukir s
Jonan terbujur tidak bergerak di atas daun-daun mati. Pistol tergeletak di sisinya. Perlahan-lahan jari tangannya bergerak. Matanya terbuka sedikit. Pemandangan di sekitar rumpun semak kelihatan blur, kemudian berangsur kelihatan semakin jelas, asap hitam pekat sudah lenyap. Jonan mencoba bangkit sambil menekap luka di dada. Tapi akhirnya tidak kuat dan kembali terkulai. Raka datang membantu dan membawanya ke pohon terdekat, disandarkan ke batang. Raka merobek kaos bagian dada, lukanya cukup dalam. Diarahkan pandang matanya ke sekitar dan berjalan ke tanaman perdu berdaun kecil. Dia ambil beberapa tangkai. Di sehelai daun tanaman perdu ada cairan kental berwarna coklat kekuning-kuningan cukup banyak, Raka petik daun itu. Sambil lewat diraihnya carrier yang tergeletak di tanah. Daun yang ada cairannya dia serahkan ke Jonan dan langsung disantapnya. Daun-daun kecil dia kunyah, hasil kunyahan dibalurkan ke dada temannya. Raka melakukan hal itu sampai luka Jonan
Raka melangkah di jalan marmer taman bunga matahari dengan pistol terselip di belakang pinggang. Jaring berisi bola basket diikat di pinggang. Jonan berjalan di sampingnya, menggendong ransel berisi bowling pin kecil dan besar, dua pucuk pistol terselip di perut."Aku biarkan mereka membodohi kita supaya teman kita tidak kenapa-napa," kata Raka. "Mereka terlindung dari kebejatan mafia dengan jadi sandera. Jumlah mafia yang tersisa mungkin lebih dari itu.""Ada saatnya teman kita kenapa-napa, pada saat Doktor Chiara menghabisi kita dengan senjata ballpoint," sahut Jonan. "Aku tahu senjata itu tidak cuma satu. Yang itu sudah dirusak tombolnya.""Berapapun senjata yang dimiliki, dia tetap perempuan.""Doktor itu memiliki senjata laser yang paling hebat dari ciptaan makhluk di bumi.""Jangan memuji setinggi langit hasil ciptaan manusia.""Aku hanya waspada.""Aku tidak percaya kamu bisa mati di tangan perempuan.""Tapi aku tidak bi
Oldi merasa cinta karena fisik ternyata cuma seumur jagung. Dia mulanya terhanyut oleh pesona kecantikan Elena. Setelah mereguk secawan kenikmatan, semua jadi biasa saja. Tidak ada yang istimewa pada perempuan itu. Oldi tidak peduli saat Elena marah atas perbuatan kurang ajarnya pada Doktor Chiara. Mereka mestinya tahu simpati itu untuk perempuan yang bagaimana. Jangan mentang-mentang satu gender main bela saja. Oldi membiarkan saja Elena pergi ke kamar Inara. Entah kenapa. Saat dia terlalu gampang mendapatkan apa yang diinginkan, dia bukannya senang, malah kecewa. Barangkali dia perlu lebih banyak belajar tentang cinta. Sebenarnya ada rasa gentar di hati Oldi untuk mengarungi hidup bersama Elena. Terakhir perempuan itu jadi simpanan orang besar yang dia tahu memiliki banyak body guard. Tentu orang itu tidak tinggal diam. Dia bisa jadi bulan-bulanan body guard itu. Dia merasa hidupnya tidak bakal nyaman. "Semua perempuan jadi kelihatan biasa kal
Dengan ketus Inara menaiki anak tangga ke atap menara bundar. Di sampingnya menemani Raka, wajahnya kelihatan tenang. Maysha, Kirei, dan Elena mengikuti di belakang. Sore ini Inara ingin pulang sebagai bentuk protes atas investigasi yang menyebalkan itu. "Teman kamu brengsek," dengus Inara muak. "Mempermainkan perempuan seenaknya." "Itu tugas hidupnya," sahut Raka santai. "Jadi sulit berhenti." "Kamu juga?" "Jangan pukul rata." Inara menoleh dengan sinis. "Orang asyik nonton. Tidak ditelanjangi saja sekalian." "Maunya si Jo begitu," kata Raka seolah sengaja ingin membuat Inara tambah marah. "Tapi apa bisa Doktor Chiara cerita sambil telanjang?" "Seneng kali." "Biar lagi marah gak hilang cakepnya." "Sebel." "Senang betul?" sambar Kirei asal. "Jadi kamu
Bangunan itu terletak di bawah tanah. Berlantai dua di sepanjang sisinya. Belasan pria asing berjaga-jaga di lantai atas dengan senjata otomatis di tangan. Mereka mengawasi beberapa pekerja di lantai bawah yang sibuk melakukan packaging. Hasil packaging diangkut oleh forklift ke sebuah ruangan besar di mana kapal selam sudah menunggu. Mesin berukuran raksasa bising beroperasi memproduksi opium duplo. Tabung silinder besar berisi ekstrak komposit bunga matahari dan bakung emas berputar kencang dan hasil penyulingan mengalir melalui sistem yang rumit ke tabung vertikal sebagai penampung, yang selanjutnya mengucur lewat outlet untuk dimasukkan pada bola di sirkuit cakram, bola yang sudah terisi menggelinding ke bagian packaging. Di sebuah ruangan di lantai dua, berkumpul para petinggi kastil. Mereka duduk di sofa lingkar. Doktor Chiara duduk di sofa tunggal, seorang perempuan berwajah pribumi keturunan, sangat cantik dan seksi. Dia tengah memberi instruksi kepada dua or
Ketika alat pelacak tidak dapat mendeteksi, maka insting yang digunakan. Raka tahu di kamar ini banyak menyimpan teka-teki. Dia berpikir keras mencari tahu jawaban dari teka-teki itu. Raka berjalan lambat-lambat memeriksa isi kamar. Matanya kelihatan betah sekali mengamati barang-barang antik yang ada. Inara memperhatikan setiap gerak-gerik Raka sambil berbaring tengkurap di tempat tidur. "Ngapain periksa-periksa? Orangnya sudah tidak ada." "Tahu dari mana orangnya sudah tidak ada?" "Nyatanya tidak muncul-muncul." "Bukan berarti sudah tidak ada." "Kamar ini adalah kamar pimpinan tertinggi kastil. Semua benda dan perabotan yang ada sangat eksklusif dan bernilai seni tinggi, berbeda dengan kamar lain. Sepasang insan berbeda usia pada dua lukisan itu adalah pemiliknya. Mereka pasti sudah tewas dalam kontak senjata di dekat perairan internasional." Pemi
Kirei benar-benar dongkol. Rencananya dia dan Maysha tidur satu kamar. Mereka memilih kamar ujung yang view-nya bagus. Jonan masuk lebih dulu untuk memastikan kamar itu aman. Padahal buat apa diperiksa? Orang-orangnya sudah ditangkap. Ketika Kirei menyusul masuk, tiba-tiba Maysha mengunci pintu dari luar. Tentu saja Kirei gelagapan. Percuma teriak-teriak, Maysha mendadak tuli. Lagi pula kamar itu kedap suara. Akhirnya Jonan kena tumpahan kejengkelan Kirei. "Kamu lagi pakai periksa kamar segala. Cari pembalut bekas?" "Orang-orangnya sudah tidak ada bukan berarti tidak ada ancaman," sahut Jonan santai. "Makanya jadi orang jangan suka iseng." "Kalau Ara memang ingin satu kamar sama Raka," dalih Kirei. Jonan mendengus sinis. "Terus menurutmu aku ingin satu kamar sama kamu? Malahan aku curiga ini settingan biar kamu bisa satu kamar sama aku." "Pede banget sih kamu?"
Kamar itu terletak di lantai empat, sangat luas dan sangat mewah, dengan interior perpaduan abad pertengahan dan abad modern, terdapat beberapa jendela besar menghadap ke hutan dan Samudera Hindia. Beberapa lukisan kuno naturalisme gotik bernilai seni tinggi terpampang di dinding, pesona dinding bertambah indah dengan lukisan besar berupa potret pemilik kamar bergaya ala Ratu Pantai Selatan, di sebelah lukisan lelaki tua menunggang kuda bertopi cowboy. Perabotan yang sangat berkelas dan antik tertata rapi dan menarik. Kamar mandi berdinding kaca bening dengan bathtub dan shower beratap serta bertirai tipis keemasan. Meja rias berlapiskan emas dengan model unik. Televisi layar datar berukuran besar berpadu serasi di dinding. Di setiap sudut kamar terdapat guci sebagai pot bunga matahari dan bakung emas yang tumbuh tinggi, tampak alami dan segar. Tempat tidur berukuran big dan berlapiskan emas terletak di tengah kamar. Di kasur yang sangat empuk tergolek tubuh