"Dimitri! Bagaimana bisa kau berada di sini?" seru Lena dengan wajah syok bukan main.Kalingga menganga melihat pria yang tiba-tiba saja muncul di dalam kamar rawatnya. Pria itu yang bernama Dimitri? Tidak mungkin!Selama ini, dia mengira bahwa Dimitri itu adalah sosok pria tua beruban seperti ayahnya. Belum lagi perut gendut dan wajah penuh lemak. Tapi tidak! Kalingga sampai harus mengerjap berkali-kali untuk memastikan pandangannya."Kau pasti yang bernama Ethan?" tebak pria itu sambil melihat Ethan yang hanya menatap datar. "Kau benar-benar mirip seperti Nathan. Hanya saja fiturmu lebih lembut."Kalingga hampir menyemburkan tawa ketika melihat raut wajah Ethan yang langsung masam. Dengan kata lain, Dimitri menganggap bahwa Ethan terlihat lebih cantik dibandingkan dengan Nathan yang maskulin.Pria yang perawakannya lebih mirip seperti Henry Cavill itu menatap Kalingga dengan sebelah alis terangkat. Oh, jangan sampai istrinya melihat pria ini. Luna pasti akan melongo melihat pria yan
Luna menatap wanita yang kelihatannya berusia kisaran menjelang 40-an itu dengan memundurkan kepala. Tak percaya dengan penuturan wanita itu. Keponakan? Sejak kapan?Tunggu! Dia melihat bentuk mata yang membuatnya teringat dengan seseorang. Mata itu pernah dilihatnya di suatu tempat. Di mana? Kapan?"Kau pasti kaget dan tidak percaya. Aku bisa maklumi itu." Wanita itu tersenyum, sebelum mendekat ke arah Luna dengan percaya diri. Tangan kanan wanita berambut pirang itu terulur. "Aku adalah Angelica, bibimu. Kurasa ibumu tidak pernah menceritakan tentang aku padamu?"Kerutan di kening Luna langsung menghilang, digantikan dengan mata membelalak. Angelica! Sumber dari segala kesusahan yang dia alami selama hidup! Kalau wanita ini adalah bibinya, otomatis Angelica adalah ibunya Ethan. Adik ipar sekaligus selingkuhan ayahnya.Memang benar pepatah yang mengatakan bahwa ipar adalah maut. Wanita itu adalah salah satu contoh nyatanya. Bahkan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap ayahnya k
Luna menatap Alek dengan wajah tak percaya. Benarkah apa yang baru saja didengarnya tadi? Pria itu menganggapnya sebagai adik? Bukankah Alek terobsesi dengannya?"Kau bercanda! Kau anak tunggal, Bro. Jangan membuatku tertawa. Gadis ini adalah anak Noah Wilson. Bagaimana bisa dia tiba-tiba menjadi adikmu?" sahut Fernando dengan wajah meremehkan.Alek hanya diam. Tidak terlihat tertarik untuk menjawab ocehan lelaki Latin itu, dan itu membuat Luna terpana. Tanpa sengaja Luna melihat ke sekitarnya dan matanya membelalak. Banyak orang yang terpana melihat mereka bertiga. Tidak, lebih tepatnya pasti hanya Alek dan Fernando.Kapan lagi melihat pria-pria bule tampan secara langsung di hari yang panas begini? Dalam hati, Luna mendengkus. Mereka tidak tahu saja bahwa kedua pria itu adalah kriminal. Yang satu anak mafia, yang satu lagi entahlah."Kenapa kalian malah mengobrol dengan hangat begitu? Kau! Seharusnya kau membawa gadis itu padaku, bukannya malah bercengkerama dengan akrab!" sergah An
"Sof, kakiku bisa digerakkan!" seru Luna antusias dengan hati terasa penuh. Rasanya dia ingin melompat-lompat saking senangnya karena akhirnya bisa menggerakkan kakinya dalam keadaan berdiri. Luna mencoba mengangkat kaki kanannya ke depan hingga menghasilkan satu langkah. "Bagus! Kesabaran kamu membuahkan hasil, Lun!" sahut Sofia dengan senyum lebar. "Ayo, satu langkah lagi. Kamu pasti bisa." Luna berpegangan pada kedua tangan Sofia, sahabat sejak kecil yang kini masih kuliah di kedokteran semester empat. Kaki kirinya kembali melangkah dengan sangat perlahan, dan akhirnya berhasil. "Sof," panggil Luna dengan suara bergetar dan kedua mata berkaca-kaca saking bahagianya. "Sof, makasih banyak udah mau bersabar membantu aku." Luna memeluk sahabatnya sambil menangis tersedu-sedu karena bahagia. Tidak ada lagi orang yang bisa dia jadikan sebagai sandaran selain wanita dalam pelukannya ini setelah ayahnya meninggal karena ditabrak oleh Kalingga, laki-laki yang kini menjadi suaminya. "Ka
Luna dan Sofia langsung menoleh ke belakang, mendapati Peni, ART di rumah Kalingga yang bekerja sejak dua tahun lalu, menatap mereka dengan wajah terkejut bukan main. "Eh, Bu Luna. Maaf, saya kira tadi ART rumah sebelah dan saudaranya yang datang ke sini waktu saya masih di luar. Soalnya tadi sempat mengirim pesan wa mau berkunjung ke sini sebentar. Maaf, Bu," kata Peni buru-buru sambil menunduk takut. "Ssstt, jangan keras-keras. Ibu sama Mas Lingga masih di dalam?" peringat Luna sambil berbisik. Peni mengerutkan kening, tapi setelah itu membelalak. "Mereka masih di ruang keluarga, Bu. Lho, saya kira Bu Luna malah masih terapi di rumah sakit. Makanya saya pikir teman-teman saya lancang sekali masuk ke sini tanpa saya. Hampir saja jantung saya copot kalau sampai ketahuan. Bisa dipecat saya." Luna berdecak sambil mengibaskan tangan. "Jangan bilang sama Bu Devi kalau aku dan Sofia ada di sini. Kalau mereka sudah pergi, buruan bilang ke aku," pesan Luna masih sambil berbisik. Peni me
Luna memegangi kakinya yang sakit. Dia masih terduduk di lantai keramik yang dingin sambil meringis karena tangannya juga sakit akibat menahan beban tubuhnya.Kalingga langsung melepaskan tangannya setelah memaksa Luna untuk berdiri, sehingga Luna terjatuh dengan keras."Aku nggak berpura-pura Mas. Kakiku masih sakit," kata Luna sambil mendongak.Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Kalingga benar-benar berubah menjadi dingin."Irfan bilang kamu udah bisa berdiri dan berjalan, jadi jangan berbohong!" hardik Kalingga.Luna menggeleng. "Enggak, Mas. Aku beneran belum bisa jalan. Kakiku aja masih sakit dan kaku."Dia tidak sepenuhnya berbohong. Kakinya masih terasa kaku dan sakit setiap kali dibuat berdiri. Sofia bilang, dia harus tetap menjalani fisioterapi sampai kakinya benar-benar bisa digunakan untuk berjalan sepenuhnya.Selain dengan Irfan, Luna memang diam-diam menjalankan terapi dengan Sofia agar bisa cepat sembuh. Tapi ternyata kesembuhannya justru akan membuat
"Luna! Uang apa itu?"Luna buru-buru menyembunyikan uang itu di belakang punggungnya."Sofia? Hari ini jadwalku terapi ke dokter Irfan. Kenapa kamu ke sini?" tanya Luna gugup.Dia melirik Peni yang buru-buru pergi begitu Sofia semakin mendekat."Perasaanku nggak enak, jadi aku ke sini. Kamu habis nangis? Kalingga ngapain kamu lagi?" cecar Sofia dengan mata menyelidik."Eh? Nggak kok. Aku tadi cuma keinget almarhum ayah aja makanya nangis." Luna buru-buru mengusap air mata di wajahnya."Aku tadi melihat ibu mertuamu dari rumah ini, makanya aku nungguin dia keluar dulu. Kamu habis dimaki-maki lagi sama dia? Kali ini soal apalagi?"Luna langsung mengalihkan pandangannya dan kembali memakan sarapan yang belum habis."Sarapan dulu yuk. Mumpung Mbak Peni masak banyak lauk. Ini tumis udang buatanku loh," kata Luna mengalihkan perhatian.Dia hanya tidak mau Sofia histeris kalau tahu apa yang diucapkan oleh Kalingga dan Bu Devi tadi. Sudah bisa dipastikan bahwa Sofia akan memaksanya untuk berp
"Kamu kenapa? Makanannya nggak enak? Apa perlu kita pindah restoran?" tanya Sofia dengan wajah khawatir.Luna buru-buru menggeleng. Tidak mungkin dia sangat tidak tahu diri meminta Sofia untuk pindah ke restoran lain, sedangkan restoran ini sudah yang paling mewah dan mahal."Enak kok. Seharusnya kamu nggak perlu membawaku ke tempat ini, Sof. Jangan buang-buang banyak uang cuma buat makan. Apalagi buat...aku," ucapnya lirih di akhir kalimat.Sofia tentu saja menatapnya tak suka. Wanita itu sangat membenci responnya yang seperti itu. "Bisa nggak sih kamu berhenti merendahkan diri kamu sendiri? Memangnya kenapa kalau aku buang-buang duit buat kamu? Bukan karena kamu sekarang yatim piatu. Dulu waktu Pak Sakur masih hidup, aku tetap beliin kamu ini itu kan? Itu nggak seberapa dibandingkan dengan kebaikan ibu kamu mendonorkan hati dan paru-parunya buat mama setelah meninggal."Luna menggenggam tangan Sofia yang matanya mulai berkaca-kaca. Ibunya memang sebaik itu. Sebelum meninggal dalam
Luna menatap Alek dengan wajah tak percaya. Benarkah apa yang baru saja didengarnya tadi? Pria itu menganggapnya sebagai adik? Bukankah Alek terobsesi dengannya?"Kau bercanda! Kau anak tunggal, Bro. Jangan membuatku tertawa. Gadis ini adalah anak Noah Wilson. Bagaimana bisa dia tiba-tiba menjadi adikmu?" sahut Fernando dengan wajah meremehkan.Alek hanya diam. Tidak terlihat tertarik untuk menjawab ocehan lelaki Latin itu, dan itu membuat Luna terpana. Tanpa sengaja Luna melihat ke sekitarnya dan matanya membelalak. Banyak orang yang terpana melihat mereka bertiga. Tidak, lebih tepatnya pasti hanya Alek dan Fernando.Kapan lagi melihat pria-pria bule tampan secara langsung di hari yang panas begini? Dalam hati, Luna mendengkus. Mereka tidak tahu saja bahwa kedua pria itu adalah kriminal. Yang satu anak mafia, yang satu lagi entahlah."Kenapa kalian malah mengobrol dengan hangat begitu? Kau! Seharusnya kau membawa gadis itu padaku, bukannya malah bercengkerama dengan akrab!" sergah An
Luna menatap wanita yang kelihatannya berusia kisaran menjelang 40-an itu dengan memundurkan kepala. Tak percaya dengan penuturan wanita itu. Keponakan? Sejak kapan?Tunggu! Dia melihat bentuk mata yang membuatnya teringat dengan seseorang. Mata itu pernah dilihatnya di suatu tempat. Di mana? Kapan?"Kau pasti kaget dan tidak percaya. Aku bisa maklumi itu." Wanita itu tersenyum, sebelum mendekat ke arah Luna dengan percaya diri. Tangan kanan wanita berambut pirang itu terulur. "Aku adalah Angelica, bibimu. Kurasa ibumu tidak pernah menceritakan tentang aku padamu?"Kerutan di kening Luna langsung menghilang, digantikan dengan mata membelalak. Angelica! Sumber dari segala kesusahan yang dia alami selama hidup! Kalau wanita ini adalah bibinya, otomatis Angelica adalah ibunya Ethan. Adik ipar sekaligus selingkuhan ayahnya.Memang benar pepatah yang mengatakan bahwa ipar adalah maut. Wanita itu adalah salah satu contoh nyatanya. Bahkan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap ayahnya k
"Dimitri! Bagaimana bisa kau berada di sini?" seru Lena dengan wajah syok bukan main.Kalingga menganga melihat pria yang tiba-tiba saja muncul di dalam kamar rawatnya. Pria itu yang bernama Dimitri? Tidak mungkin!Selama ini, dia mengira bahwa Dimitri itu adalah sosok pria tua beruban seperti ayahnya. Belum lagi perut gendut dan wajah penuh lemak. Tapi tidak! Kalingga sampai harus mengerjap berkali-kali untuk memastikan pandangannya."Kau pasti yang bernama Ethan?" tebak pria itu sambil melihat Ethan yang hanya menatap datar. "Kau benar-benar mirip seperti Nathan. Hanya saja fiturmu lebih lembut."Kalingga hampir menyemburkan tawa ketika melihat raut wajah Ethan yang langsung masam. Dengan kata lain, Dimitri menganggap bahwa Ethan terlihat lebih cantik dibandingkan dengan Nathan yang maskulin.Pria yang perawakannya lebih mirip seperti Henry Cavill itu menatap Kalingga dengan sebelah alis terangkat. Oh, jangan sampai istrinya melihat pria ini. Luna pasti akan melongo melihat pria yan
"Kakek, kenapa baik sekali pada saya? Kakek selalu memberikan hadiah untuk saya dan orangtua saya. Padahal kakek adalah orang kaya, tapi tidak jijik datang ke rumah sederhana ini.""Jangan ngomong begitu, Luna. Semua ini adalah hakmu."Gadis belia yang masih duduk di kelas 1 SMA itu mengernyitkan kening. Wajahnya begitu cantik, meskipun tidak pernah melakukan perawatan wajah seperti layaknya anak-anak orang kaya pada umumnya. Ageng menelan ludah, menekan rasa bersalah yang begitu besar.Gadis di hadapannya itu seharusnya adalah majikannya. Bukan malah sebaliknya. Dialah yang menjadi parasit. Uang yang dia berikan pada Luna sangat sedikit dibandingkan dengan seluruh kekayaan yang kini digenggamnya."Kek? Kenapa menangis?" Luna menatapnya dengan khawatir."Maafkan aku, Luna. Aku benar-benar tidak tahu diri. Aku akan menebus semuanya. Pakailah semua yang kubelikan untukmu. Rawatlah tubuh dan wajahmu agar semakin cantik.""Kakek? Kakek nggak apa-apa? Apa kakek sakit?"Air mata menetes tan
"Sudah kubilang berkali-kali, aku nggak peduli kalau aku harus melepaskan seluruh kekayaan keluarga Wisnuwardhana dan mengembalikannya pada Tuan Noah. Aku tetap memilih Luna. Aku bisa menghidupinya dengan uangku sendiri," ucap Kalingga dengan sorot mata tajam."Kau tidak boleh membawa sepeserpun uang dari perusahaan, bahkan kendaraan, apartemen, rumah, dan seluruh kartu yang kau miliki." Ethan menekankan."Aku. Nggak. Peduli. Aku bukan laki-laki bodoh dan pemalas asal kamu tahu. Aku bisa menghidupi Luna dengan caraku sendiri," jawab Kalingga ikut menekankan.Lena melihat kedua pria itu dengan bingung."Ethan, kamu bilang sudah memindahkan seluruh aset perusahaan Wisnuwardhana menjadi atas namaku dan Luna. Kenapa jadi begini?""Tidak semudah itu, Tante. Aku hanya berbohong pada Irfan agar dia dan Ageng ketakutan. Mereka berdualah yang justru berkali-kali ingin mengalihkan aset perusahaan menjadi atas nama mereka," jawab Ethan.Lena menyugar rambutnya ke belakang. Dia mulai panik, tapi
Rasa sakit menjalar di sekujur tubuh Kalingga, terutama di bagian punggung, ketika Kalingga membuka matanya. Dia mengerang. Tubuhnya terasa seperti remuk. Setiap inchinya tidak lepas dari rasa nyeri dan perih di beberapa bagian."Jangan banyak gerak dulu, Mas. Aku panggilin dokter ya."Kalingga tidak begitu fokus pada siapa yang mengajaknya bicara, karena rasa sakitnya memang luar biasa. Dia dikeroyok oleh anak buah Aleksei sampai tubuhnya babak belur. Setelah selesai, dampaknya baru terasa."Aarrgghhh, sakit sekali.""Ck, kamu ini kenapa sih pake nantangin Alek segala? Rencana awalnya kan nggak gitu, Mas. Kamu cuma mancing dia aja biar jadi umpan. Biar Alek merasa kalau aku sendirian dan gampang diculik. Kenapa ujung-ujungnya malah babak belur begini?"Ah, ternyata istri kecilnya yang sedang mengomel. Dia kira Devi. Dia sempat merasa malas dan muak kalau wanita itu masih saja ikut campur ke dalam hidupnya."Aku kan cuma improvisasi, Yang. Biar dia makin percaya," jawabnya, sesekali m
Alek menatap wajah Luna yang terlihat tenang di atas ranjang rumah sakit. Benaknya terus memutar ulang bagaimana obsesinya terhadap gadis di hadapannya itu hampir saja membuatnya merusak Luna, yang ternyata memang benar adalah adiknya.Rasa jijik dan mual mulai menyerangnya. Bagaimana bisa dia membayangkan Luna berbuat tak senonoh padanya dan sialnya dia juga terangsang? Kenapa dia begitu menjijikkan? Bahkan ayahnya tidak akan melakukan hal serendah itu terhadap saudaranya sendiri."Maafkan aku," gumamnya lirih.Dia baru sadar bahwa wajah Luna memang sedikit mirip dengannya di beberapa bagian. Gadis itu seperti perpaduan antara ketiga kakaknya. Dia, Nathan, dan Ethan. Dan Alek begitu jijik pada dirinya sendiri karena pernah berangan-angan ingin menjadikan Luna sebagai pemuas nafsunya.[Lena memang ibumu, Nak. Anastasia hanyalah pengasuhmu. Selama ini aku membiarkannya berbuat sesuka hati di mansion, bahkan berpura-pura menjadi nyonya besar, karena aku ingin Lena tahu siapa yang telah
Lena mengernyitkan alisnya semakin dalam. Tidak mengerti dengan reaksi Alek yang berlebihan."Kenapa kau bereaksi seperti itu, Nak? Selama ini, dia selalu memberiku kabar tentangmu. Kita bahkan beberapa kali bertemu ketika Dimitri membawamu ke Amerika. Dari dia juga, aku akhirnya tahu bahwa Dimitri melakukan hal gila dengan menculik Irina, nenekmu, untuk menggertakku agar kembali padanya. Sayangnya tidak berhasil.""Irina? Menculik? Tidak ada wanita bernama Irina dan ayahku tidak pernah menculik siapapun. Dia hanya melakukan pertunangan antara aku dan Luna saat kakeknya membawanya ke mansion." Kali ini giliran Alek yang kebingungan.Mereka saling pandang dengan banyak pertanyaan memenuhi kepala masing-masing. Tangan Lena gemetar ketika memegang ponsel dan berusaha untuk menelpon seseorang. Sayangnya, telepon itu tidak terhubung.Sampai ketika dia hampir menyerah, seseorang di seberang sana mengangkat panggilannya."Kau tahu ibuku tidak pernah diculik selama ini?" tanya Lena dengan sua
Darah Alek langsung mendidih dan ingin meledak saat itu juga. Pemandangan yang dilihatnya membuatnya benar-benar ingin membunuh Renata."Apa yang kau lakukan, b1tch! Kau ingin membunuh Luna?" hardiknya dengan suara menggelegar.Renata terlihat syok. Sepertinya tidak menyangka bahwa pisau itu justru mengenai punggung Kalingga yang entah sejak kapan berada di depan Luna. Wanita itu melotot dan berjalan mundur."Kamu menusuk Mas Kalingga? Awas kamu habis ini!" teriak Luna dengan wajah berang dan berlinang air mata.Tanpa banyak bicara, Alek langsung menarik Renata menjauh dari Luna dengan kasar dan menampar wajah wanita itu. "Kau benar-benar pengganggu!" desis Alek dengan wajah dingin. "Seharusnya aku melenyapkanmu."Tangannya meraih pistol dari celana bagian belakang dan membidikkannya pada kepala Renata."Alek! Alek, aku mohon jangan bunuh dia!" teriak Desi dengan wajah pucat dan ketakutan."Kau! Kau yang menyodorkan sampah ini padaku. Kau harus bertanggungjawab."Desi mengangguk-angg