Brak... Brak...
"CRAZY!" teriak seorang pria dewasa dengan segera bangun dari terbaring nya di jalanan.
"Astagfirullahalazim," ujarnya kemudian dengan suara pelan, tetapi emosi masih menguasai hatinya.
"Bisa bawa mobil gak sih lo?!" tanya pria itu, Ya'qub Lutfi Al Lathif namanya, dengan intonasi berteriak.
Seorang pria yang tampak kacau tertangkap pandangan Ya'qub, padahal Ya'qub yang jatuh ke tanah, tapi malahan pria di depannya ini yang tampak jauh lebih kacau.
"Nama gue Arthan, bang. Jangan marahin gue ya, bang?" kata lelaki itu.
Sontak saja semakin membuat Ya'qub mengernyitkan dahi. Bang? Sepertinya usia mereka sepantaran. Namun, Ya'qub enggan menegur dan mengajak berbicara santai, sebab pria yang mengenalkan diri dengan nama Arthan itu jika dilihat-lihat sedang mabuk makanya tampak kacau sekali. Jika Ya'qub menegur bisa-bisa urusan semakin panjang.
Walhasil Ya'qub hanya bersedekap dada dan menatap Arthan dengan tatapan tajam, "Lo udah bikin kesalahan, enak banget minta gak di marahin?!" tukas Ya'qub. Dia sudah emosi besar lebih dulu, lalu Arthan membuat-buat kejadian, mana mungkin Ya'qub masih bisa menahan dengan mudah?
"Terus mau gimana, bang? Mau minta ganti rugi?" Arthan bertanya dengan ekspresi wajah yang tampak ciut.
"Ga-"
"Oke oke, bang. Tunggu," potong Arthan lalu memundurkan langkah menuju pintu mobil pria itu.
Ya'qub memang sedang mengendarai motor ninja nya tadi, sedangkan Arthan menggunakan mobil, lalu mobil Arthan menabrak motor Ya'qub sehingga membuat si pengendaranya pun jatuh ke aspal.
"Nih, bang, cewek gue ambil aja, terserah lo mau diapain."
Dugh...
Bersamaan dengan Arthan mengatakan itu tubuh seorang wanita menimpa tubuhnya Ya'qub, hal itu terjadi karena ternyata Arthan mendorong tubuh wanita itu. Disebabkan tubuh wanita itu agak oleng, mau tidak mau Ya'qub pun terpaksa memegangi kedua tangannya.
Setelah Arthan meminta Ya'qub menunggu tadi, pria itu memang menundukkan kepala beserta pandangannya, sehingga dia tidak tahu apa yang dilakukan Arthan. Ia pun juga sangat terkejut adanya tubuh wanita itu tiba-tiba menimpanya.
Sekarang Ya'qub telah mengangkat pandangan dan melihat Arthan menutup pintu mobilnya, rupanya tadi Arthan menarik wanita ini dari dalam mobil, kemudian mendorongnya ke arah Ya'qub.
"Kita putus, Ra," ujar Arthan lagi, kali ini kepada wanita di depan Ya'qub, terbukti dengan Arthan menepuk-nepuk pundaknya.
"Lo yakin nyerahin dia kepada gue? Dan membebaskan gue melakukan apapun kepadanya?" Ya'qub ingin memperjelas, otaknya sedang kepikiran sesuatu.
"Tentu, dia bukan lagi cewek gue, bye!" tutup Arthan, lalu memasuki mobil dan melajukan nya lagi membelah jalanan, yang kali ini memang sedang sepi, sehingga tidak ada orang yang ikut campur dalam urusan mereka ini.
"Gue jadiin lo pelampiasan!" mantap Ya'qub tanpa mempertimbangkan lebih dan terburu-buru memutuskan. Bersamaan dengan mobil Arthan melewati dirinya.
Sepeninggal Arthan, Ya'qub terdiam tiga detik, lalu langsung teringat bahwa kulitnya dengan kulit gadis di depannya ini masih bersentuhan, sontak saja Ya'qub melepaskan karena bukan mahram, dan dengan gerakan sedikit mendorong, membuat gadis itu juga terduduk di aspal, lalu terbaring dengan kepala miring, dan wajahnya tertutup. Ya'qub merasa gadis itu juga mabuk, makanya sejak tadi tidak sadar juga, padahal sudah ditarik dan didorong Arthan, sekarang di dorong Ya'qub juga tidak sadar.
Setitik penyesalan akhirnya Ya'qub rasakan atas mantapnya dia berkata barusan, sebab mendapatkan wanita yang pernah apalagi suka mabuk bukanlah suatu hal yang bisa disyukuri, malah sepatutnya dirurtuki.
Pria berambut hitam itu merogoh saku kemejanya dan mengambil handphone canggihnya dari sana, kemudian menghubungi nomor seseorang.
"Jemput gue pakai mobil!" suruh Ya'qub kepada seorang pria melalui handphone itu kala panggilan sudah terhubung.
***
"Jemput gue pakai mobil!" suruh Ya'qub kepada seorang pria melalui handphone itu kala panggilan sudah terhubung. "Bukannya lo bawa motor? Ngapain di jemput? Motornya lo jual?" sahut seseorang itu cerewet sekali. "Gue menemukan calon istri baru," balas Ya'qub ngasal. "Hah?""Gue share lokasinya," tandas Ya'qub, lalu mematikan sambungan telepon. Setelah Ya'qub menunggu selama beberapa menit, sebuah mobil berwarna silver berhenti di dekatnya. Membuat Ya'qub pun dengan segera mendekat ke arah wanita di aspal tadi, untuk memulai menjalankan rencananya. "Mau lo apain dia?" tanya pria yang baru saja keluar dari mobil silver barusan, Yusuf Lukman Al Lathif nama lengkapnya, dengan intonasi curiga, wajahnya persis seperti wajah Ya'qub karena mereka kembar seiras, hanya alis dan bibir yang sedikit berbeda. "Bantu gue angkat nih cewek! Dia calon istri gue!" titah Ya'qub dingin. Sebenarnya dia mampu saja mengangkat tubuh gadis ramping itu sendirian, tetapi dia yang sedang sedih bercampur ke
Beberapa jam sebelum itu... Seorang gadis yang mengenakan abaya berwarna hitam lebar beserta hijab panjangnya duduk di kursi belajarnya, sudah setengah jam dia berada di sana dan berkutat dengan kertas serta sebuah pulpen. Pulpen pemberian seseorang yang akan dia berikan hasil tulisannya ini nanti. Sudah beberapa bait kalimat dia tuliskan, entah ini bait kalimat ke berapa, sebenarnya jika harus menulis semua isi hatinya mengenai keputusannya ini, maka puluhan lembar kertas pun tidak cukup, dan akan perlu waktu lama juga bagi orang tujuannya membacanya, berhubung dia tidak mau orang itu kerepotan, membuatnya pun hanya menulis poin penting yang memang perlu diketahui sang tujuan. 'Jaga diri baik-baik, aku akan kembali jika sakit ini telah mereda. Sekiranya kamu tidak terlukai dengan membantuku berjuang. Statusku masih sendirian, sehingga aku juga perlu berjuang sendirian. Jika kamu memang ingin ikut campur tangan juga dalam perjuanganku, biarkan aku berjuang di tempatku, cukup langit
Di tempat yang berbeda pada waktu yang sama... Memejamkan mata dengan erat terus dipaksakan pria beralis tebal itu, dia bersikeras untuk tidur, tapi matanya juga bersikeras untuk terbuka dan bangun. Sudah sekitar lima belas menit dia begini, enggan lagi bersikeras barangkali bangun memang lebih baik, Ya'qub pun memutuskan membuka mata. Sholat dan berdoa. Itulah yang tercetus dalam benaknya setelah benar membuka mata. Disebabkan itu bukanlah suatu hal yang buruk, malah suatu hal yang bagus dan suatu hal yang bagus harus segera dikerjakan, Ya'qub pun langsung saja bangkit dari berbaring nya, jika ditunda-tunda nanti keburu rasa malas menerjang nya dan membuatnya batal melakukan perbuatan baik itu. Di lemari kamar Ya'qub, tepatnya bagian tengah ada sebuah cermin, kebetulan posisi Ya'qub duduk kini tepat menghadapnya, sehingga dia pun melihat pantulan wajah dan badannya di sana. Tidak mengerti ada kemauan dari mana, intinya saat ini dia telah meletakkan tangannya di dada kirinya tempa
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq."Do'a terdengar nyaring dilafalkan oleh Ya'qub yang kali ini tepatnya selalu tampil tampan di belakang meja yang dihias begitu cantiknya itu, pakaiannya serba putih yakni gamis bermerek ternama di lapisi mantel panjang hingga lewat dari lutut, dan kopiah yang dililit sorban dengan rapi. Tidak hanya itu di bahunya pun juga diselempangkan sebuah selendang berwarna senada. Wanita mana yang akan menyebut Ya'qub tidak tampan? Apakah ada perempuan yang menilai Ya'qub itu jelek? Jawabannya ada! Yang pasti satu orang yang mengenakan gaun berwarna putih mekar menjuntai hingga lantai, serta tidak membentuk tubuh itu sejak tadi berkata, "Masa gue dinikahin sama dia?!"Di lantai atas rumah tempat Ya'qub mengucapkan kalimat qabul, ada sebuah kamar yang di dalamnya duduk gadis itu di depan cermin. Dia baru saja selesai dihias. "Ya elah, jangankan suami, cowo gue itu harus ganteng, lah itu dia gak ganteng
"Terus kalau siang? Sore? Atau malam boleh?"Bukannya Ya'qub yang ciut, malahan Nayyara lah yang sekarang meneguk ludahnya susah payah, "Lo nafsuan banget jadi cowok!" simpulnya. "Lo istri gue.""Ya tapi-""Pikiran lo yang ngawur banget, kejauhan. Gue gak nafsu sama lo," potong Ya'qub enggan menunggu Nayyara menyelesaikan kalimat, yang mana sangat dia yakini kalimatnya itu akan menyimpulkan mengenai Ya'qub yang padahal tidak benar. Mata Nayyara justru terbelalak, membuat Ya'qub ikut terbelalak, bedanya Nayyara tampak terkejut, sedangkan Ya'qub heran. "Lo beneran gak nafsu sama gue? Jangan-jangan lo beneran gay? Astaga gue salah dinikahi orang?! Ya kali nanti lo bilang lo gak pulang malem karena nginep sama temen cowok elo? Iwh, gue jijik banget!""Ya kenapa? Lo jangan cemburu!" balas Ya'qub dengan santainya, tidak tahu saja respon Nayyara bagaimana hebohnya. "YA'QUB, jujur! Lo beneran gay?!"Si empu nama langsung menoyor kepala Nayyara yang terbalut hijab, yang mana membuat rambut
Tangannya membentang di depan kipas angin, dia sedang menikmati sekaligus menunggu angin menerpa tubuhnya guna menghilangkan keringat dan rasa kegerahan yang dia rasakan kini. "Masa Nayyara Chalista Jahriz udah jadi bini orang sih dari hari ini? Cepat banget ya kehidupan, rasanya baru kemarin gue kelayapan sama Arthan, tapi itu seru loh," gumamnya sendirian menyebutkan nama lengkapnya sendirian, karena memang hanya ada dia di kamar yang dihias dengan begitu indahnya ini karena dikatakan sebagai kamar pengantin. "Semantara Ya'qub ini kayaknya kebanyakan aturan, ya kali gue terkekang sampai mati? Gak banget! Eh tapi bagus juga kayaknya peraturan-peraturan agama kalau semakin didalami? Hemm."Tetiba saja memori otaknya memutar segala momen kebersamaannya dengan sang mantan kekasih, yakni Arthan. Pria yang dia cintai dengan segala perlakuan manisnya kepada Nayyara, sekaligus juga pria yang menyakitinya karena mengorbankan nya sebagai bayaran ganti rugi, seolah-olah harga diri Nayyara se
"Enggak, gue ada di sisi lo kini karena dikorbankan, dan dinilai pengantin pengganti karena lo mencari pelampiasan.""Gue nangis karena Arthan," ungkap Nayyara, jujur juga akhirnya, sepertinya tatapan mata Ya'qub yang sangat tajam itu mampu menguliti fakta atau rahasia yang disembunyikan si lawan tatapnya. "Oh." Ya'qub membalas dingin dan beranjak dari ranjang kemudian mendudukkan diri di sofa tempat Nayyara duduk tadi. Karena balasan dingin dari Ya'qub itulah membuat Nayyara kembali kepikiran. Lantas, bagaimana dengan Ya'qub? Apa pria itu juga sama dengan Arthan? Akan mudah mengorbankan nya ketimbang uang? Apalagi dalam keadaan kepepet? "Arthan itu tega banget, padahal gue sudah sangat mencintainya, tetapi dia korbankan gue yang sama sekali tidak bisa gue tolak karena tidak ada celahnya," kata Nayyara lagi, entah kenapa juga kepikiran menceritakan apa yang dia pikirkan. "Makanya jangan terlalu mudah cinta," pesan Ya'qub, terdengar tulus oleh dirinya sendiri, pun bagi Nayyara juga
"Gue gak suka diatur, Ya'qub!" peringat gadis berambut coklat yang diurai itu dengan tangan berkacak di pinggang. "Gue suami lo!" tegas Ya'qub membalas. "And gue tidak pernah merasa diri gue adalah seorang istri, apalagi istrinya lo!" Nayyara tidak mau kalah. "Belum apa-apa, baru satu langkah semut pernikahan kita, mana mungkin lo udah berhak mengatur segala hal tentang gue? Lagipula peraturan yang lo bikin begini malah bikin gue makin kesel sama lo, mood gue jadi ancur nih!" omel gadis itu lagi. "Yaudah terserah lo, tapi jangan sekali-sekali menghubungi gue kalo kenapa-napa, gue ada jadwal operasi hari ini," balas Ya'qub. "Memang terserah gue, kan ini kehidupan gue, bukan hidup lo, lo gak perlu ikut campur. Nayyara bisa sendiri, ngapain gue hubungin lo? Satu lagi, gue gak nanya lo ada jadwal apa hari ini," kata Nayyara menepuk-nepuk dadanya pada kalimat bisa sendiri tadi, disebabkan karena dia bangga. Satu menit setelah itu Nayyara dibuat terbelalak karena tiba-tiba saja ujung