"Gue gak suka diatur, Ya'qub!" peringat gadis berambut coklat yang diurai itu dengan tangan berkacak di pinggang. "Gue suami lo!" tegas Ya'qub membalas. "And gue tidak pernah merasa diri gue adalah seorang istri, apalagi istrinya lo!" Nayyara tidak mau kalah. "Belum apa-apa, baru satu langkah semut pernikahan kita, mana mungkin lo udah berhak mengatur segala hal tentang gue? Lagipula peraturan yang lo bikin begini malah bikin gue makin kesel sama lo, mood gue jadi ancur nih!" omel gadis itu lagi. "Yaudah terserah lo, tapi jangan sekali-sekali menghubungi gue kalo kenapa-napa, gue ada jadwal operasi hari ini," balas Ya'qub. "Memang terserah gue, kan ini kehidupan gue, bukan hidup lo, lo gak perlu ikut campur. Nayyara bisa sendiri, ngapain gue hubungin lo? Satu lagi, gue gak nanya lo ada jadwal apa hari ini," kata Nayyara menepuk-nepuk dadanya pada kalimat bisa sendiri tadi, disebabkan karena dia bangga. Satu menit setelah itu Nayyara dibuat terbelalak karena tiba-tiba saja ujung
Tetapi, tau bagaimana respon dokter Arif? Lelaki paruh baya itu malah tergelak di posisinya. "Malah diketawain! Saya beneran nikah loh!" decak Nayyara kesal karena tampaknya dia tidak dipercayai oleh dokter kepercayaannya itu. "Kok gak ngundang saya?" "Pernikahannya dadakan, yang diundang hanya orang terdekat dan keluarga besar mempelai pria," tutur gadis itu sembari menatap langit-langit ruangan. "Kamu pasti dijodohin!" Dokter Arif berpendapat dengan sangat yakin. "Enggak! Ah elah jangan bahas pernikahan saya, males! Kasih saya sesuatu obat yang membuat saya tidak akan pernah kambuh!" desak Nayyara mengalihkan pembicaraan. "Tidak ada, Nayyara. Sudah jadi kodrat bagi kebanyakan penderita kanker hati mengalami muntah, kelelahan, dan gatal. Kamu tidak bisa menyembunyikannya."Mendengar kalimat jawaban itu Nayyara menggaruk kepalanya hingga jadi acak-acakan, "Argh! Bagaimana ini jika Ya'qub mengetahuinya?" ujarnya frustasi kepada dirinya sendiri. "Siapa? Ya'qub?" beo dokter Arif i
Bini lo kemana? Kok keluar sendirian? Lo biarin penampilannya begitu? Atau nunggu umi turun tangan menegurnya? Klik... Tidak hanya itu isi pesan yang didapatkan Ya'qub di aplikasi whatsapp di handphone nya, tetapi dia tidak ingin membaca semuanya sampai selesai, pasalnya jika dia menyelesaikan membaca itu bisa dipastikan dia akan terlambat melakukan pengoperasian pasiennya. Ya'qub Lutfi Al Lathif memanglah berprofesi sebagai dokter bedah, dia adalah dokter muda yang sudah memiliki cukup banyak bakat dan pengalaman, pria itu lulus dalam kategori lulusan terbaik di angkatannya karena kemampuannya memahami sesuatu dengan cepat. Pesan tadi berasal dari kembarannya sendiri, yakni Yusuf Lukman Al Lathif, meskipun kembar mereka tidak selalu sama, terutama semenjak dewasa dan bisa memutuskan untuk diri sendiri. Maka dari itulah profesi mereka berbeda,Ya'qub memilih merintis karier baru yakni menjadi dokter, sedangkan Yusuf meneruskan pekerjaan abi mereka di perusahaan family Al Lathif, ya
"Apa yang harus gue katakan atau gue lakukan saat bertemu?"Detik itu juga Yusuf terdiam lama, dia tengah memikirkan jawaban apa yang bisa dia berikan atas pertanyaan Ya'qub barusan, memang benar saja, apa yang kiranya harus dan akan dikatakan Ya'qub ketika pria itu bertemu dengan Medina setelah rentetan kejadian ini? "Mungkin lo ingin membahas hubungan kalian," jawab Yusuf akhirnya. "Sisi mana lagi di dunia yang harus gue bahas dengannya? Terutama tentang hubungan? Masih adakah satu kata sahaja yang harus gue katakan padanya?" cecar Ya'qub, bukan untuk memojokkan Yusuf, tetapi agar keinginan di hati Yusuf untuk mendorong Ya'qub mencari Medina menciut tidak lagi ingin. "Cinta gue kepada Medina memang besar, sama besarnya dengan ketidaksukaan gue kepada Nayyara. Tapi tindakan Medina pergi di hari pernikahan menurunkan kadar cinta itu secara drastis, memang masih tersisa, tapi tidak bisa gue gunakan untuk kembali menambah kadar cinta kepadanya, sebab itu terpaksa digunakan agar gue t
Nayyara tidak mengharapkan respon dari Ya'qub atas pekikan nya ini, sebab dia berkata yang sebelumnya saja tidak digubris. Tapi ternyata dugaannya salah sepenuhnya karena nyatanya Ya'qub menghentikan langkah. Malah tidak hanya itu, pria itu juga tiba-tiba memeluknya. Namun, sakit di perut Nayyara lebih tidak tertahan, hingga membuatnya merasa nyaris kehilangan kesadarannya. Jangan pingsan, Nayyara. Jangan! Atau Ya'qub akan mengetahui tentang itu! katanya dalam hati berusaha bertahan. Seharusnya mungkin Nayyara tidak akan pingsan jika tidak berada dalam pelukan Ya'qub, tetapi gegara ada dalam pelukan pria itu yang membuatnya lebih meletup-letup, alhasil dia pun kehilangan kesadarannya juga akhirnya. Yang terakhir kali Nayyara lihat adalah sorot kekhawatiran dari binar mata Ya'qub. Entah memang benar sorot kekhawatiran atau hanya Nayyara saja yang berprasangka berlebihan dalam kata lain kegeeran. "Nih cewek pakai pingsan segala! Ck!" decak Ya'qub ketika dua kelopak mata Nayyara telah
Ekspresi Ya'qub yang memang sudah datar selalu kini menjadi semakin datar ketika matanya melihat wajah seorang pria yang bersimbah darah. Dia mengenal jelas siapa pria itu walaupun dengan tampang kacau begini, itu adalah Arthan, mantan kekasihnya Nayyara jika mereka tidak berpacaran lagi tanpa sepengetahuan Ya'qub. Lalu Ya'qub langsung kepikiran, apa jangan-jangan Nayyara pergi ke luar tadi untuk mendatangi Arthan? Akhirnya mau tidak mau Ya'qub bersyukur Nayyara pingsan, sebab karena itulah Nayyara batal bertemu dengan Arthan. "Kamu mengenalnya, Ya'qub?" tanya dokter Cakra menyadarkan lamunannya si empu nama. Untuk kali ini Ya'qub terpaksa berbohong dengan menjawab, "Tidak."Seandainya dia bukan seorang dokter yang dipercayai rumah sakit bisa menangani pasien dengan cekatan dan lugas. Maka bisa dipastikan Ya'qub lebih memilih tidak ikut serta dalam pengoperasian Arthan. Dia tidak suka Nayyara masih mencintai pria ini, jika Arthan selamat peluang Nayyara untuk kembali kepada pria it
Sepasang mata milik Nayyara terbuka dengan terbelalak, dia dengan segera mengarahkan tangannya ke depan wajah untuk melihat jam tangannya yang berada di pergelangan tangan, yang mana ternyata sudah menunjukkan pukul delapan malam. "OMG!" pekiknya disertai dengan gerakan cepat bangkit dari berbaring dan langsung berdiri. Mengabaikan pusing di kepalanya karena gerakan tiba-tiba itu, dia langsung saja berjalan ke cermin yang ada di kamar ini dan membenarkan penampilannya sebentar. Lalu tanpa pikir panjang langsung saja keluar dari kamar. Padahal cukup banyak yang dia pikirkan mulai dari mencoba mengingat sebelum dia terlelap, apakah dia memang berada di kamar, hingga kenapa pakaiannya bagian atas agak terbuka. Tetapi, Nayyara memilih memikirkan semua yang mengganggu itu sambil berjalan sahaja, tidak perlu terjebak dengan pikiran dalam keadaan berdiam diri. Tunggu tunggu, jangan-jangan Ya'qub telah melakukan sesuatu kepadanya ketika dia tidak sadarkan diri hingga pakaiannya seperti itu
"Persetan tentang perasaan, tetapi mengenai status, di hadapan Allah gue dan lo adalah suami istri!" tegas Ya'qub. "Woy! Lo gak perlu ngurusin gue! Cobalah untuk berbalas, gue juga tidak akan mengurus apapun tentang lo!" Nayyara tidak mau kalah. "Gue bertanggung jawab atas lo, lo salah gue yang akan dimintai pertanggung jawaban, dan jika lo benar gue juga akan dibenarkan. Untuk kali ini gue ingin menuntut kewajiban lo sebagai seorang istri, yakni patuh kepada suaminya!" Ya'qub antara sadar dan tidak sadar sebenarnya telah berkata sepanjang barusan. Biasanya jika tidak sedang perlu menjelaskan kepada pasiennya mengenai penyakit dan kondisi si pasien itu, maka Ya'qub akan selalu diam, dia banyak bicara ya pada opsi pertama itu saja. Mungkin seandainya tidak berprofesi sebagai dokter yang terkadang perlu menjelaskan banyak, Ya'qub akan lebih dingin dan hemat bicara daripada sekarang, dia pasti jauh lebih membisu dari ini. "Ya'qub benar, Ra. Lo wajib menuruti omongan suami lo, lagipul