"Persetan tentang perasaan, tetapi mengenai status, di hadapan Allah gue dan lo adalah suami istri!" tegas Ya'qub. "Woy! Lo gak perlu ngurusin gue! Cobalah untuk berbalas, gue juga tidak akan mengurus apapun tentang lo!" Nayyara tidak mau kalah. "Gue bertanggung jawab atas lo, lo salah gue yang akan dimintai pertanggung jawaban, dan jika lo benar gue juga akan dibenarkan. Untuk kali ini gue ingin menuntut kewajiban lo sebagai seorang istri, yakni patuh kepada suaminya!" Ya'qub antara sadar dan tidak sadar sebenarnya telah berkata sepanjang barusan. Biasanya jika tidak sedang perlu menjelaskan kepada pasiennya mengenai penyakit dan kondisi si pasien itu, maka Ya'qub akan selalu diam, dia banyak bicara ya pada opsi pertama itu saja. Mungkin seandainya tidak berprofesi sebagai dokter yang terkadang perlu menjelaskan banyak, Ya'qub akan lebih dingin dan hemat bicara daripada sekarang, dia pasti jauh lebih membisu dari ini. "Ya'qub benar, Ra. Lo wajib menuruti omongan suami lo, lagipul
"Suami nyebelin! Definisi suami paling nyebelin yang pernah hidup di dunia!" "Ngatur mulu! Padahal gak ada untungnya dia ngatur gue! Gimanapun juga gue akan tetap bobrok begini! Wleee!" gerutu gadis yang kali ini mengenakan kulot berwarna coklat dan baju kaos tangan pendek berwarna senada itu sendiri dan tidak berbalas karena memang hanya ada dirinya di dalam lift sekarang ini. Sehingga dia tidak perlu malu dan tidak dinilai dengan kesan gila karena berbicara sendirian. Pun dia juga hanya berani seperti demikian ini karena tidak sedang di depan orang yang dia keluhkan kelakuannya, bukan Nayyara tidak berani, hanya saja agak gimana gitu. "Eh tapi memangnya dia udah jadi suami? Ngapain gue nyebut dia suami? Bagusnya dia disebut apaan ya?" tanya Nayyara lagi-lagi kepada dirinya sendiri. "Dia itu dokter, tapi dingin, nyebelin, banyak aturan, namanya Ya'qub. Kalo digabungin beberapa kata jadinya do-doyam! Ya ya ya, dia bagus disebut Doyam, singkatan dari dokter Ya'qub mengatur. Gue kan
Di tempat yang berbeda di dalam sebuah mobil, seorang pria berambut hitam ikal berdecak berkali-kali, bersamaan dengan berkali-kali juga panggilannya tidak diterima oleh seseorang. Ya'qub namanya, pria itu tidak suka diabaikan dan tidak suka menunggu, satu sisi hatinya menyuarakan agar meninggalkan, tapi sisi yang lain memerintahkan agar keluar dari mobil dan mendatangi Nayyara, gadis yang sejak tadi dia tunggu dan lima menit yang lalu dia telpon tapi tidak dijawab-jawab juga. Mana yang harus dia turutkan? Opsi pertama atau opsi kedua? Tidak perlu waktu lama bagi Ya'qub untuk memutuskan, bukannya karakternya tidak terlalu mempertimbangkan, tetapi memang untuk perkara yang gampang gampang menyebalkan begini dia hanya perlu sebentar saja untuk mendapatkan keputusan. Terbukti dengan pria itu yang sudah keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat kerjanya yakni rumah sakit. Lagipula dia juga merasa agak khawatir, entah khawatir kepada siapa dan untuk apa. Masa sih untuk Nayyara? Engga
Seorang gadis berseragam hijau muda khas para pasien di salah satu rumah sakit di Kanada sedang mendudukkan diri memperhatikan lobi rumah sakit, sebuah rumah sakit yang sering disebut penduduk dunia termasuk dalam jajaran rumah sakit dengan pelayanan terbaik untuk penyakit kanker. Nyaris semua pasien di sini, apalagi yang berjadwal rawat inap seperti si gadis, ataupun yang hanya rawat jalan mengenakan pakaian yang sama dengannya, terkecuali pasien yang baru datang. Tetapi tentu saja tidak benar-benar sama, karena dia memiliki perbedaan dalam berpakaian seragamnya, sebab gadis itu mengenakan hijab yang besar dan lebar hingga lewat dari dadanya. Perbedaan yang cukup mencolok daripada yang lain, membuat beberapa orang yang berseliweran di lobi rumah sakit itu menatapnya berkali-kali. Medina mencoba mengabaikan, dia sedang mengamalkan husnuzon kepada para pasien, ia berkeyakinan penyebab mereka-mereka sejak tadi menatapnya adalah karena penampilannya yang berbeda malah kontras dengan m
Ada getaran di dalam hatinya setiap menyebutkan nama berhuruf lima itu, pasalnya nama Ya'qub-calon suaminya-pun juga terdiri dari lima huruf. Selalu saja jika Medina menyebutkan nama Ansel dia selalu dibayangi dengan namanya Ya'qub. Jangankan ketika mengucapkan nama pria lain, ketika bersama dengan Ansel seperti ini saja nama Ya'qub terasa agak memudar di hatinya. Membuat Medina merasa bersalah jika terus membiarkan dia sering bertemu dan berinteraksi dengan pria di sampingnya ini. Tetapi mau bagaimana lagi, mereka berdua sering bertemu bukan karena keinginan asli satu sama lain, namun karena situasi yang mau tidak mau mempertemukan mereka. Muhammad Ansel Zarawka, begitulah pria di sampingnya ini mengenalkan diri kepada Medina sejak awal pertemuan dan percakapan di antara keduanya, dan bagi Medina nama Ansel cocok untuk dijadikan panggilan kepada pria itu. Jika Medina menetap di rumah sakit karena enggan mencari tempat tinggal lain, beda dengan pria berusia dua puluh tujuh tahun it
Ck! Dimana gadis itu?! Tidak henti-hentinya pria bermata hitam kelam itu berdecak kesal sembari berjalan menyusuri koridor tempat kerjanya, jika menemui belokan koridor dia selalu menolehkan kepala berharap seseorang yang dia cari semenjak tadi ini ada di sana, nyatanya nihil, hingga sampai di tangga semula dia naik pun juga tidak dia temukan istrinya. Otaknya bekerja keras menghitung jarak dan waktu, Ya'qub tengah memperkirakan waktu perginya Nayyara dari ruangan Arthan dan kira-kira sudah di mana gadis itu, serta menghitung jarak di antara mereka saat ini sepertinya seberapa jauh. Apakah mungkin Nayyara sudah berada di tempat yang dia perintahkan untuk datang? Tetapi bukankah dia tidak ada berpapasan dengan Nayyara? ARGH! Gadis menyebalkan dan membuang-buang waktu! batin Ya'qub teramat kesal. Melamun terus terjadi kepada Ya'qub selama dia menuruni anak tangga, penyebab melamun nya masih sama, yakni memperkirakan dimanakah kiranya Nayyara kini, hingga akhirnya tanpa sadar dia sud
Setelah mampu memecahkan lamunannya tentang parfum milik wanita bukan mahram yang tidak dia sukai jika mampir di indra penciuman nya, Ya'qub dengan segera melangkah maju sedikit sehingga membuat tangan wanita yang tadi meraihnya terlepas, berbarengan dengan itu pria berambut hitam kelam itu juga menolehkan kepalanya ke arah belakang, membuatnya melihat orang yang barusan menyentuh lengan atasnya. "Dokter Ya'qub, di sini ada dokter Hakim dan kawan-kawan, biar mereka yang memberikan pertolongan pertama," ujar wanita yang tadi menyentuh lengan atas Ya'qub. Wanita yang berkata barusan ternyata adalah Hanna, suster yang beberapa saat yang lalu memberikan makanan kepada Ya'qub, seorang suster yang tentunya juga sudah akrab dengan Ya'qub karena tempat bekerja mereka yang sama. Mungkin karena merasa sudah akrab jugalah perempuan yang biasa disebut ners Hanna itu berani menyentuh lengan atas Ya'qub. Bagi Ya'qub akrab boleh, tapi masih dalam kadar yang sedikit, untuk lawan jenis Ya'qub selal
Seluruh orang yang menyaksikan segala tindakan dan perkataannya Ya'qub sejatinya di buat heran, sebab tidak biasanya pria itu tampak sangat peduli kepada orang asing, pasalnya kebanyakan dari mereka tahu bahwa Ya'qub itu punya kembaran, dan mereka-mereka juga pernah bertemu serta melihat interaksinya Ya'qub dengan kembarannya, Yusuf. Dan yang mereka simak dari interaksi Ya'qub kepada kembarannya, yang notabene nya bukanlah orang lain di hidupnya, keluarganya sendiri, orang yang benar-benar sedarah dengannya, bahkan sudah lebih dulu berada di rahim yang sama dengannya sebelum melihat dunia. Tetapi, yang mereka lihat interaksi Ya'qub dengan kembarannya sendiri malah terkesan cuek dan tidak terlalu peduli, malahan Ya'qub sering sekali mengabaikan Yusuf. Padahal selain Yusuf adalah kembarannya, Yusuf juga sejenis dengannya, tetapi Ya'qub tetap abai dan selalu cuek kepada saudaranya itu. Jika kepada yang sejenis bahkan sedarah saja Ya'qub sangat abai, lantas mengapa pria itu bisa peduli
Beberapa bulan kemudian... "Mama, umi? Ini bagusnya yang mana ya?" tanya Nayyara menunjuk sebuah rak yang tersusun beberapa baju bayi. "Kalau bayi baru lahir, baiknya gak usah pake baju yang begini," timpal umi Yasmin. "Bener, memakaikannya susah," sahut mamanya Nayyara menanggapi. Tiga orang wanita yang memiliki usia berbeda itu sedang recok di salah satu toko perlengkapan bayi di sebuah mall, usia kandungan Nayyara yang sudah memasuki tiga puluh minggu membuatnya dan para ibunya harus berbelanja kebutuhan bayinya dan Ya'qub. "Astaghfirullah!" pekik Nayyara kaget melihat keranjang belanja miliknya sudah berisi setengah penuh perlengkapan si kecil. "Kok udah penuh ya? Mama, umi! Ini keranjang kita kan, ya? Atau bukan? Kok udah berisi banyak banget?" tanyanya mencolek wanita paruh baya di sisinya agar memperhatikan sesuatu yang ia maksud. Tepat ketika dua wanita ibunya itu membalikkan badan tuk melihat keranjang, seorang pria berambut hitam ikal datang dengan tangan penuh barang
Beberapa hari kemudian... Rumah abi Yasser dan umi Yasmin sedang sepi-sepinya karena waktu memang menunjukkan tengah malam, kecuali sebuah kamar di lantai atas milik sang putra pertama, di sana cerocosan uring-uringan dari seorang perempuan memenuhi isi kamar. "Ihhh gak suka, ganti ganti!" suruh Nayyara kepada suaminya yang baru saja membalikkan badan ke arahnya. Perempuan berambut coklat terurai itu tengah duduk di sofa dengan bersedekap dada, posisi kakinya sekejap-sekejap berganti, kadang bersila kadang diluruskan. Sementara Ya'qub suaminya berdiri di depan lemari yang pintunya terbuka tidak kunjung ditutup sejak satu jam yang lalu. "Yang mana lagi, Nayya?" tanya Ya'qub bingung. Tepat tengah malam tadi, Nayyara membangunkan dirinya memintanya untuk memakai baju-bajunya, katanya Nayyara menginginkan melihat suaminya ini memakai pakaian yang beragam. "Baju kamu banyak tauk, cobalah pakai semuanya, aku mau liat!" Nyaris saja Ya'qub menganga mendengar penuturannya Nayyara, memak
Perasaan Nayyara campur aduk saat ini, biarpun sesuatu yang sudah lama dia inginkan, yakni bergenggaman tangan dengan Ya'qub suaminya sendiri, sudah tercapai, tetap saja ada suatu perkara lain yang membuatnya belum bisa untuk benar-benar senang. Bagaimana jika... Bagaimana jika... Sejak tadi kalimat berawalan dua kata diatas selalu terlintas di benaknya, ketimbang terpikir semua pertanyaan ketakutannya itu Nayyara ingin mencoba berfokus pada bagaimana caranya dia untuk tidak merisaukan semua itu. "Tenang, bumil tidak seharusnya risau," celetuk Ya'qub tiba-tiba membuka obrolan, membuat Nayyara segera menolehkan kepala ke arahnya. "Gak bisa," ungkap Nayyara jujur. "Tarik nafas, buang, lakukan beberapa kali sampai tenang." Ya'qub memberikan arahan berharap bisa menjadi solusi. Sesuai petunjuk dari suaminya, Nayyara pun melakukannya, setelah mulai tenang dia menimpali, "Kayak mau lahiran aja di suruh tarik dan buang nafas!""Emang mau lahiran sekarang?" tawar Ya'qub asal, moodnya s
"Kira-kira anak siapa itu?"Mendengar pertanyaan barusan membuat Nayyara menarik kemudian menghela nafasnya panjang, ia tidak diperkenankan untuk sakit hati atas pertanyaan itu, sebab ulahnya sendirilah yang memancing suaminya bisa bertanya demikian. Lalu, sebuah iPad mini dilemparkan Nayyara asal tetapi dia yakin akan mendarat di pahanya Ya'qub yang memang berposisi duduk. Di layar iPad itu sudah tampak suatu gambar yang ingin Nayyara tunjukkan pada Ya'qub, dia yakin pria itu bisa memahaminya sendiri tanpa harus dia jelaskan, sekarang mood Nayyara kembali berubah jadi malas bicara meniru Ya'qub. "Mengapa membuat drama ini?" tanya Ya'qub heran, sembari menscroll layar iPad tersebut. "Karena aku kesal," judes Nayyara. Krik... Krik... Setengah menit terjadi hening di ruang tamu apartemen itu, Nayyara enggan memulai pembicaraan lagi, dia ingin menunggu pria dingin ini lebih dulu bersuara. Bahkan, Nayyara juga membuang muka mengalihkan tatapannya dari sang suami. "Eh!" pekik Nayyar
"Kenapa mama biarin pria ini masuk sih, ma?" keluh Nayyara ketika melihat seorang pria muda berambut ikal berdiri di belakang mamanya. "Kalian harus bicara tau, Nay," sahut sang mama enteng. "Udah, ma, kita udah-""Belum semuanya," potong pria itu yang tidak lain adalah Ya'qub Lutfi Al Lathif. Dua kata yang Nayyara dengar itu sontak saja membuat hatinya bergetar, malangnya bukan bergetar karena baper ataupun bahagia, tetapi karena tegang takut Ya'qub menyampaikan sesuatu yang tidak dia inginkan. Bagaimana jika dia membicarakan tentang perceraian? batin Nayyara ketakutan. Jujur saja Nayyara belum siap tentang itu, sama sekali, di samping ada seseorang ini yang kehadirannya belum diketahui seorang pun terkecuali dirinya dan Allah Ta'ala. "Yasudah mama tinggal dulu, mama tau kalian berdua sudah dewasa, sudah bisa mengambil keputusan dengan bijak seharusnya, jangan sampai salah mengambil keputusan, itu saja pesan mama," timpal mamanya Nayyara, kemudian berlalu pergi. Tidak akan, ma,
Nayyara menggigit bibirnya sekuat mungkin agar suara tangisnya tidak terdengar, air matanya mungkin tidak akan sederas ini seandainya tidak mendengar satu kalimat lirih barusan, sekalipun dia dan suaminya terhalang sebuah pagar taman tidak membuat Nayyara tuli akan kalimat yang terucap dari bibirnya Ya'qub ternyata. Akhir-akhir ini Nayyara juga cukup moodyan, moodnya bisa berubah secepat dia mengedipkan mata, dan Nayyara tau kok mengapa dia begitu. Ternyata bawaan... Dengan segera dia menggelengkan kepala enggan semakin mengingat perkara itu lagi, ia tidak seharusnya terlalu bahagia takut nantinya akan jatuh pada relung kesedihan saja.Tidak seharusnya terlalu lama berada di sini takut nantinya malah diketahui pria yang dia hindari, Nayyara pun segera mengetikkan pesan kepada sopirnya untuk menjemputnya di taman ini. Posisi Ya'qub yang duduk di pinggiran jalan yang mana jalan tersebut mau tak mau harus dilewati Nayyara untuk pulang, membuat Nayyara kebingungan apakah dia harus menut
"Salah satu kewajiban seorang suami adalah memaafkan kesalahan istrinya, jika sang istri melakukan kesalahan maka seharusnya seorang suami menegurnya dan menasehatinya terlebih dahulu, jika tidak berdampak juga maka boleh memukulnya, dengan catatan tidak boleh memukul yang keras hingga memar dan menyakiti, ingat! Benar-benar tidak boleh! Pukulan yang dimaksudkan di sini pun tidak menggunakan telapak tangan, melainkan memakai benda berupa sikat gigi misalnya, nah itu dipukulkan ringan saja kepada istri, bukan dengan niatan menyakiti, tetapi niatan mendidik. Jadi ingat ya, semua ada tahapannya, pertama-tama ditegur, jika tidak mau juga kemudian dinasehati, masih tidak mempan baru dipukul yang sangat-sangat ringan!"Jleb... Semua kalimat dari seorang pria yang duduk di barisan terdepan dan menghadap ke arahnya serta seluruh jemaah yang lain membuat Ya'qub tertohok, hatinya tersentil dan dibuat bergetar, ia dibuat sadar akan kesalahannya. Saat ini pria itu sedang berada di sebuah masjid
Beberapa hari kemudian... Siang ataupun malam terasa begitu lambat berlalu dan juga seperti sangat monoton, seakan-akan tidak ada yang begitu menarik sejak hari itu, semenjak hari di mana Nayyara pergi darinya, dunia Ya'qub seperti dingin lagi, tampak tidak berwarna, bahkan akan terasa sangat membosankan juga seandainya Ya'qub tidak menyibukkan diri dengan fokus kepada pekerjaannya dan mengambil shift lebih banyak dari biasa. Nasehat ataupun semangat dari Yusuf, abi, dan umi pun tidak berdampak banyak pada Ya'qub, bukan nasehat mereka yang tidak bagus, tetapi mood Ya'qub saja yang amburadul sejak hari itu, dia belum siap melakukan perubahan karena bimbang harus melakukan perubahannya dari sisi mana terlebih dahulu, sekaligus takut juga salah berbuat. Ya'qub sedang lelah, sungguh, fisiknya tidak terlalu, tetapi hati dan pikirannya rasanya benar-benar semrawut, kalau dia sedang lelah ya biarpun satu dunia menyemangatinya tetap saja dia ingin beristirahat. Jadilah akhir-akhir ini Ya'q
"Foto apa ini? Siapa ini?" tanya Ya'qub to the point, begitu dia masuk ke kamarnya dan mendapati seorang perempuan yang jelas ia kenali berdiri di depan jendela. Perempuan itu menoleh ke arahnya dan mengulurkan tangan meminta diberikan handphone nya Ya'qub yang sedang menunjukkan suatu foto, tidak perlu mengelak Ya'qub pun menyerahkannya. Ekspresi gadis itu tidak terbaca saat menatap foto itu, arah pandangnya yang menunduk membuat Ya'qub tidak bisa membaca manik matanya. Beberapa detik setelahnya tiba-tiba saja Nayyara memeluk Ya'qub erat, membuat Ya'qub di posisinya mengernyitkan dahi keheranan dengan respon istrinya. "Ya, itu aku dan Arthan, oh ya aku punya cerita yang mau diceritakan sama kamu, suami istri seharusnya bersikap terbuka kan, rasanya momen itu begitu menyenangkan dan membuatku puas."Sebenarnya Ya'qub sudah mengerti dengan yang diucapkan Nayyara, tetapi dia memilih untuk bersikap sok bodoh dengan bertanya meminta diperjelas, lebih tepatnya ingin mengorek kejujuran,