Sepasang mata milik Nayyara terbuka dengan terbelalak, dia dengan segera mengarahkan tangannya ke depan wajah untuk melihat jam tangannya yang berada di pergelangan tangan, yang mana ternyata sudah menunjukkan pukul delapan malam. "OMG!" pekiknya disertai dengan gerakan cepat bangkit dari berbaring dan langsung berdiri. Mengabaikan pusing di kepalanya karena gerakan tiba-tiba itu, dia langsung saja berjalan ke cermin yang ada di kamar ini dan membenarkan penampilannya sebentar. Lalu tanpa pikir panjang langsung saja keluar dari kamar. Padahal cukup banyak yang dia pikirkan mulai dari mencoba mengingat sebelum dia terlelap, apakah dia memang berada di kamar, hingga kenapa pakaiannya bagian atas agak terbuka. Tetapi, Nayyara memilih memikirkan semua yang mengganggu itu sambil berjalan sahaja, tidak perlu terjebak dengan pikiran dalam keadaan berdiam diri. Tunggu tunggu, jangan-jangan Ya'qub telah melakukan sesuatu kepadanya ketika dia tidak sadarkan diri hingga pakaiannya seperti itu
"Persetan tentang perasaan, tetapi mengenai status, di hadapan Allah gue dan lo adalah suami istri!" tegas Ya'qub. "Woy! Lo gak perlu ngurusin gue! Cobalah untuk berbalas, gue juga tidak akan mengurus apapun tentang lo!" Nayyara tidak mau kalah. "Gue bertanggung jawab atas lo, lo salah gue yang akan dimintai pertanggung jawaban, dan jika lo benar gue juga akan dibenarkan. Untuk kali ini gue ingin menuntut kewajiban lo sebagai seorang istri, yakni patuh kepada suaminya!" Ya'qub antara sadar dan tidak sadar sebenarnya telah berkata sepanjang barusan. Biasanya jika tidak sedang perlu menjelaskan kepada pasiennya mengenai penyakit dan kondisi si pasien itu, maka Ya'qub akan selalu diam, dia banyak bicara ya pada opsi pertama itu saja. Mungkin seandainya tidak berprofesi sebagai dokter yang terkadang perlu menjelaskan banyak, Ya'qub akan lebih dingin dan hemat bicara daripada sekarang, dia pasti jauh lebih membisu dari ini. "Ya'qub benar, Ra. Lo wajib menuruti omongan suami lo, lagipul
"Suami nyebelin! Definisi suami paling nyebelin yang pernah hidup di dunia!" "Ngatur mulu! Padahal gak ada untungnya dia ngatur gue! Gimanapun juga gue akan tetap bobrok begini! Wleee!" gerutu gadis yang kali ini mengenakan kulot berwarna coklat dan baju kaos tangan pendek berwarna senada itu sendiri dan tidak berbalas karena memang hanya ada dirinya di dalam lift sekarang ini. Sehingga dia tidak perlu malu dan tidak dinilai dengan kesan gila karena berbicara sendirian. Pun dia juga hanya berani seperti demikian ini karena tidak sedang di depan orang yang dia keluhkan kelakuannya, bukan Nayyara tidak berani, hanya saja agak gimana gitu. "Eh tapi memangnya dia udah jadi suami? Ngapain gue nyebut dia suami? Bagusnya dia disebut apaan ya?" tanya Nayyara lagi-lagi kepada dirinya sendiri. "Dia itu dokter, tapi dingin, nyebelin, banyak aturan, namanya Ya'qub. Kalo digabungin beberapa kata jadinya do-doyam! Ya ya ya, dia bagus disebut Doyam, singkatan dari dokter Ya'qub mengatur. Gue kan
Di tempat yang berbeda di dalam sebuah mobil, seorang pria berambut hitam ikal berdecak berkali-kali, bersamaan dengan berkali-kali juga panggilannya tidak diterima oleh seseorang. Ya'qub namanya, pria itu tidak suka diabaikan dan tidak suka menunggu, satu sisi hatinya menyuarakan agar meninggalkan, tapi sisi yang lain memerintahkan agar keluar dari mobil dan mendatangi Nayyara, gadis yang sejak tadi dia tunggu dan lima menit yang lalu dia telpon tapi tidak dijawab-jawab juga. Mana yang harus dia turutkan? Opsi pertama atau opsi kedua? Tidak perlu waktu lama bagi Ya'qub untuk memutuskan, bukannya karakternya tidak terlalu mempertimbangkan, tetapi memang untuk perkara yang gampang gampang menyebalkan begini dia hanya perlu sebentar saja untuk mendapatkan keputusan. Terbukti dengan pria itu yang sudah keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat kerjanya yakni rumah sakit. Lagipula dia juga merasa agak khawatir, entah khawatir kepada siapa dan untuk apa. Masa sih untuk Nayyara? Engga
Seorang gadis berseragam hijau muda khas para pasien di salah satu rumah sakit di Kanada sedang mendudukkan diri memperhatikan lobi rumah sakit, sebuah rumah sakit yang sering disebut penduduk dunia termasuk dalam jajaran rumah sakit dengan pelayanan terbaik untuk penyakit kanker. Nyaris semua pasien di sini, apalagi yang berjadwal rawat inap seperti si gadis, ataupun yang hanya rawat jalan mengenakan pakaian yang sama dengannya, terkecuali pasien yang baru datang. Tetapi tentu saja tidak benar-benar sama, karena dia memiliki perbedaan dalam berpakaian seragamnya, sebab gadis itu mengenakan hijab yang besar dan lebar hingga lewat dari dadanya. Perbedaan yang cukup mencolok daripada yang lain, membuat beberapa orang yang berseliweran di lobi rumah sakit itu menatapnya berkali-kali. Medina mencoba mengabaikan, dia sedang mengamalkan husnuzon kepada para pasien, ia berkeyakinan penyebab mereka-mereka sejak tadi menatapnya adalah karena penampilannya yang berbeda malah kontras dengan m
Ada getaran di dalam hatinya setiap menyebutkan nama berhuruf lima itu, pasalnya nama Ya'qub-calon suaminya-pun juga terdiri dari lima huruf. Selalu saja jika Medina menyebutkan nama Ansel dia selalu dibayangi dengan namanya Ya'qub. Jangankan ketika mengucapkan nama pria lain, ketika bersama dengan Ansel seperti ini saja nama Ya'qub terasa agak memudar di hatinya. Membuat Medina merasa bersalah jika terus membiarkan dia sering bertemu dan berinteraksi dengan pria di sampingnya ini. Tetapi mau bagaimana lagi, mereka berdua sering bertemu bukan karena keinginan asli satu sama lain, namun karena situasi yang mau tidak mau mempertemukan mereka. Muhammad Ansel Zarawka, begitulah pria di sampingnya ini mengenalkan diri kepada Medina sejak awal pertemuan dan percakapan di antara keduanya, dan bagi Medina nama Ansel cocok untuk dijadikan panggilan kepada pria itu. Jika Medina menetap di rumah sakit karena enggan mencari tempat tinggal lain, beda dengan pria berusia dua puluh tujuh tahun it
Ck! Dimana gadis itu?! Tidak henti-hentinya pria bermata hitam kelam itu berdecak kesal sembari berjalan menyusuri koridor tempat kerjanya, jika menemui belokan koridor dia selalu menolehkan kepala berharap seseorang yang dia cari semenjak tadi ini ada di sana, nyatanya nihil, hingga sampai di tangga semula dia naik pun juga tidak dia temukan istrinya. Otaknya bekerja keras menghitung jarak dan waktu, Ya'qub tengah memperkirakan waktu perginya Nayyara dari ruangan Arthan dan kira-kira sudah di mana gadis itu, serta menghitung jarak di antara mereka saat ini sepertinya seberapa jauh. Apakah mungkin Nayyara sudah berada di tempat yang dia perintahkan untuk datang? Tetapi bukankah dia tidak ada berpapasan dengan Nayyara? ARGH! Gadis menyebalkan dan membuang-buang waktu! batin Ya'qub teramat kesal. Melamun terus terjadi kepada Ya'qub selama dia menuruni anak tangga, penyebab melamun nya masih sama, yakni memperkirakan dimanakah kiranya Nayyara kini, hingga akhirnya tanpa sadar dia sud
Setelah mampu memecahkan lamunannya tentang parfum milik wanita bukan mahram yang tidak dia sukai jika mampir di indra penciuman nya, Ya'qub dengan segera melangkah maju sedikit sehingga membuat tangan wanita yang tadi meraihnya terlepas, berbarengan dengan itu pria berambut hitam kelam itu juga menolehkan kepalanya ke arah belakang, membuatnya melihat orang yang barusan menyentuh lengan atasnya. "Dokter Ya'qub, di sini ada dokter Hakim dan kawan-kawan, biar mereka yang memberikan pertolongan pertama," ujar wanita yang tadi menyentuh lengan atas Ya'qub. Wanita yang berkata barusan ternyata adalah Hanna, suster yang beberapa saat yang lalu memberikan makanan kepada Ya'qub, seorang suster yang tentunya juga sudah akrab dengan Ya'qub karena tempat bekerja mereka yang sama. Mungkin karena merasa sudah akrab jugalah perempuan yang biasa disebut ners Hanna itu berani menyentuh lengan atas Ya'qub. Bagi Ya'qub akrab boleh, tapi masih dalam kadar yang sedikit, untuk lawan jenis Ya'qub selal