Sepasang manik mata berwarna biru menatap tajam Ya'qub, namun dengan tidak kalah tajam dan sangat berani pria pemilik binar mata berwarna hitam pekat itu juga menatap orang yang berjarak sekitar lima meter darinya itu. Sudah bertahun-tahun bekerja di rumah sakit ini dan tentunya mengenal orang yang menatapnya tajam barusan sebab pria paruh baya itu jugalah partnernya sendiri, membuat Ya'qub tahu berbagai sifatnya lelaki itu, karena bagaimana pun juga dia sering melihat atau bahkan berinteraksi langsung dengan beliau, makanya dia bisa menilai karakter yang dimiliki dokter Kristian Adrigal itu. "Apakah di dalam agama Islam diperbolehkan menyentuh dan merenggut kesucian seorang wanita dengan cara yang kasar yakni memperkosa?" tanya dokter Kris menantang. "Islam agama yang suci, yang sangat menghormati wanita, tidak pernah diperbolehkan bahkan diharamkan di dalam agama kami memperkosa wanita! Mengapa? Karena memperkosa artinya melakukan hubungan intim itu kepada wanita yang bukan istri
"Kamu harus bertanggung jawab atas kelakuan keji mu itu, Dokter Ya'qub Lutfi Al Lathif!" tegas dokter Kris. Tatapan tidak terima Ya'qub layangkan kepada lelaki yang berusia paruh baya itu, tentu saja Ya'qub tidak terima, Ya'qub tidak melakukan apapun jadi apa yang harus dia pertanggung jawabkan? "Saya tidak akan mempertanggung jawabkan apa pun yang tidak pernah saya lakukan! Bahkan sebatas niat saja tidak pernah ada terlintas di hati saya atas perbuatan yang kalian tuduhkan itu!" lugas Ya'qub. "Hahaha," tawa remeh keluar dari bibir dokter Kris, kemudian lelaki itu menghentikannya dan menyambung nya dengan kalimat, "Pria taat agama ini ternyata tidak berani bertanggung jawab, cih!"Bahkan dia juga berdecih di ujung kalimatnya. "Dokter Indra Lesmana, anda sebagai orang yang paling senior di sini dan tentunya lebih berpengalaman dalam berbagai hal, saya harus menanyakan kepada anda, hanya kepada anda. Apa harus saya bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak pernah saya lakukan?" tany
Sepasang kelopak mata milik gadis berambut coklat itu perlahan-lahan terbuka. Di ruangan ini kasurnya tidak satu-satunya, tetapi ada satu kasur lagi yang serupa dengannya karena berjenis kasur VVIP juga. Silau cahaya lampu menerpa penglihatan Nayyara, membuatnya yang tidak tahan pun harus memejamkan matanya lagi demi menghalau silau tersebut. Merasa sensasinya seperti bangun dari tidur, membuat pejaman Nayyara semakin erat, jujur saja jika sudah tidur dia malas untuk bangun, pun terkadang jika sudah bangun dia juga malas tidur apalagi kesibukannya bejibun. Rasa lelah dan masih ngantuk membuatnya memang tetap memejamkan mata. Seandainya tidak mendengar ada panggilan untuknya, dia mungkin akan terlelap kembali pergi ke dunia mimpinya. "Yara, ada yang sakit?"Suara tersebut tentu saja tidak lagi asing bagi Nayyara, dia selalu mendengar suara itu tiap hari siang malam malahan. Bagi Nayyara suara itu selalu candu, dia tidak pernah merasa bosan mendengar suara dari orang yang dia sayangi
Bingung menimpa perasaan Ya'qub mendengar satu kata pertama dari Nayyara barusan. DOYAM? Kata apa itu? Dia yakin tidak salah dengar semisal sebenarnya kata itu adalah doyan? Tidak tidak tidak, telinga Ya'qub masih berfungsi dengan sangat baik, Nayyara memang mengatakan DOYAM beberapa detik yang lalu. Dibalik kebingungannya, tanpa bisa Ya'qub elakkan terjadi di dalam hatinya perasaan menghangat, ia nyaris tersenyum malu-malu seandainya tidak ingat bagaimana karakternya tumbuh serta juga teringat masalah yang menimpanya kini. Alasannya Ya'qub menghangat baginya sedikit aneh, padahal itu wajar, yakni karena merasa senang istrinya telah menciptakan panggilan tersendiri untuknya, panggilan yang tidak pernah Ya'qub kira akan dia dapatkan. Meskipun sebenarnya kata-kata di panggilan itu terdengar aneh dan Ya'qub juga tidak tahu apa kepanjangan dan apa artinya. "Gue juga tidak pernah memaksa lo untuk menikahi gue! Jadi atas segalanya jangan pernah menyalahkan gue! Lo sendiri yang membuat hu
Sudah dari awal ingin memulai pembicaraan sebenarnya dia ragu untuk menyampaikan pertanyaan itu, dan sekarang gegara pertanyaan balik dari lawan bicaranya semakin membuat Medina menyesal mengapa dia mengabaikan keraguan beberapa menit yang lalu dengan tetap bertanya, walhasil sekarang Ansel bisa menebaknya. Lantas, kini Medina bisa menjawab apa? Berbohong? Atau malah memberikan kejujuran yang sempurna dengan mengisahkan segala-galanya? Medina tidak ingin benar-benar jujur, ntahlah, mungkin juga bisa dikatakan tidak siap, terlebih lagi jika jujurnya kepada Ansel, Medina juga tidak tahu dia seperti merasa tak tega. Namun, cerita Medina setengahnya sudah tertebak oleh pria itu, jika Medina tidak menceritakan yang sejujurnya Ansel memiliki celah untuk salah paham. Sebab kebohongan atas suatu fakta bisa meninggalkan luka selamanya. Tetapi juga Medina pernah mendengar dari bundanya yang juga mendengar dari seorang pengacara yang namanya pernah disebutkan bunda nya sayangnya Medina tidak m
Dokter Ya'qub menikahi saya? Tidak mungkin suara itu dari laki-laki, suara feminim nya saja terdengar kental sekali pastinya dari perempuan. Tubuh Nayyara ambruk ke lantai dingin rumah sakit bersamaan dengan akalnya yang meyakini bahwasanya kalimat barusan yang dia dengar dilontarkan di luar ruangan adalah dari perempuan. Apakah itu dari calon istri Ya'qub yang dulu? tanya Nayyara dalam hati. "Baby Yara, kamu kenapa?"Arthan si mantan Nayyara ternyata masih sama, masih sentiasa memanggil dirinya dengan panggilan kesayangan mereka ketika masih pacaran yakni baby Yara, dan Nayyara biasanya membalasnya dengan pangggilan baby Arthan. Memang tidak ada juga alasan yang sepertinya bisa mengubah Arthan yang dulu menjadi Arthan yang sekarang. Gelengan kepala Nayyara tampilkan sebagai jawaban, dia pun juga berujar bertanya, "Memangnya baby Yara ini tampak kenapa?""Kamu tampak rapuh."Deg... Apa aku rapuh? tanya Nayyara kepada dirinya sendiri di dalam hatinya. Tapi karena apa? Kenapa juga
Allahu akbarr... Allahu akbarr... Lafaz azan terdengar begitu merdu di telinga Ya'qub, ada rasa rindu di dalam hatinya untuk mengumandangkan kalimat pujian kepada Sang Khaliq, seakan-akan sudah begitu lama rasanya dia tidak beribadah kepadaNya. Sebagai pria dewasa di rumahnya, Ya'qub cukup sering mengumandangkan azan, bahkan terkadang menjadi imam bergantian dengan Yusuf di rumah mereka. Ada tenang di dalam hati Ya'qub tiap kali mendengar nama Allah, baik itu di dalam azan, zikir, ataupun tahlil. Pria itu sedang mencoba mengingat-ingat dia serasa melupakan sesuatu. Apa ya? Astaghfirullah! pekik Ya'qub di dalam hatinya. Dia baru teringat suatu hal, Ya'qub lupa melaksanakan sholat isya dan maghrib tadi malam. Ya Allah, astagfirullah! Pantas saja sejak tadi masalah dan kisah tidak menyenangkan terus menerus ia dapatkan dan tidak kunjung juga diberikan kelonggaran, ternyata karena dia sendiri yang lalai dari Tuhannya. Beruntungnya Allah menegurnya dengan ditimpa masalah begini, sehingg
"Apasih mau lo?!" tanya pria berambut ikal berwarna hitam itu tidak kalah ngegas. "Gue tidak memiliki hak untuk mau terhadap sesuatu! Sebab segala kemauan ada di kepemilikan lo seluruhnya! Tidak tersisa sedikit pun celah untuk gue!" "Lo mau nikah? Mau melakukan apa pun tidak harus bilang ke gue! Kenapa? Karena itu kemauan lo yang mana tidak perlu bahkan mungkin tidak boleh gue tahu apalagi ikut campur di dalamnya!" sambung gadis itu. Mendengar kalimat itu Ya'qub di buat kebingungan, salah paham apa lagi gadis ini? batinnya bertanya-tanya. Di tambah lagi beberapa detik setelah itu terdengar isak tangis yang sangat pelan dari sang gadis, posisi kepalanya yang sangat menunduk bahkan kedua tangannya yang menutupi wajah membuat Ya'qub sama sekali tidak melihat apakah gadis itu benar menangis atau tidak. Namun, Ya'qub akhirnya bisa yakin bahwa gadis itu menangis adalah dengan bahunya yang bergetar. Ada perasaan berat di hati Ya'qub atas situasi begini, entah dia merasa berat karena ha